Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

"SEJARAH BANGSA ARAB : CIKAL BAKAL NEGARA ARAB

Oleh : Arif Rahman ,Abdul Latif & Ahmad Khoirul Mizan

Orang Arab terbagi kedalam dua kelompok yakni Arab  Bai’dah dan Arab Baqiyah (didalamnya termasuk Aribah dan Musta’ribah). Arab Ba’idah adalah kelompok orang Arab yang sudah punah seperti bangsa kaum Tsamud, Ad, Thasem, Madyan, dan Jadis. Sementara itu kelompok yang masih ada sampai saat ini adalah Arab Baqiyah dimana yang termasuk di dalamya adalah Arab Aribah dan Musta’ribah. menurut para Sejarawan,  orang Aribah adalah orang-orang Yaman keturunan Qathan dan Adnan, dari keturunan Adnan inilah nantinya Akan lahir Nabi Muhamad. SAW.

Dari masa ke masa orang – orang Arab tersebut terus mengalami perkembangan baik dari sisi sosial dan kebudayaan,hingga pada akhirnyaagama islam yang lahir di Jazirah Arab pun terhubung olehnya.
1. Identitas Sosial dan Budaya Arab Ba’idah dan Arab Aribah

A. Arab Ba’idah
Orang Arab Ba’idah adalah orang Arab yang kini sudah tidak ada lagi alias punah.termasuk dalam kategori Arab Ba’idah adalah kaum Tsamud, Ad, Thasem, Madyan dan Jadis. kemusnahan kaum Tsamud, Ad, dan Madyan dijelaskan di dalam kitab suci Al qur’an.kaum Ad tinggal di Hadramaut, kaum Tsamud tinggal di daerah Al A’la sebuah kawasan antara Madinah dan Tabuk, sedangkan kaum Madyan tinggal di barat laut wilayah Jazirah Arab (Wilayah Tabuk dan selatan Yordania).

kaum Ad berada di wilayah yang subur, maka dari itu kebanyakan dari mereka bercocok tanam, mereka pun gemar membangun bangunan mewah. Kaum Tsamud sendiri datang setelah kaum Ad musnah. sementara itu dalam kitab suci pun dijelaskanbahwa nasib kaum Tsamud, dan Madyan tidak jauh berbeda dengan kaum Ad yang lenyap dimusnahkan oleh Tuhan.[1]

Sejak dahulu kala, orang Arab memang telah terkenal ahli dalam berdagang terutama mereka yang berada di wilayah Arab Selatan. Arab Selatan memiliki  hubungan dagang yang sangat luas dengan berbagai kerajaan, hal ini dikarenakan wilayah ini berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia sehingga memudahkan mereka untuk melangsungkan praktek perdagangan dengan kerajaan kerajaan disekelilingnya terutama Mesir. Daya tarik utama Arab Selatan bagi orang-orang Mesir adalah Pohon Gaharu, yang bernilai sangat tinggi, digunakan untuk acara ritual dan pembungkusan mumi.

Meskipun wilayah Semenanjung Arab dihimpit oleh tiga wilayah yang berkebudayaan tinggi yakni Mesir, Babilonia, dan Punjab, namun sedikit sekali kemungkinan wilayah ini terpengaruh oleh kebudayaan Mesir, Babilonia, ataupun Punjab. Budaya Arab termasuk kedalam budaya maritim. Masyarakatnya disebelah tenggara kemungkinan menjadi penghubung antara Mesir, Mesopotamia, dan Punjab, tiga pusat utama perdagangan paling awal.[2]
 Agama di Arab Selatan pada dasarnya adalah sebuah system perbintangan yang memuja dan menyembah dewa bulan. Bulan dianggap dewa laki laki yang kedudukannya lebih tinggi dari matahari. Tuhan orang arab utara  Al-Lat yang disebutkan dalam Al Qur’an  mungkin nama lain dari dewa matahari.[3]

B. Arab Aribah
Orang Arab Aribah adalah orang Yaman keturunan Banu Qathan yang tinggal di selatan Jazirah Arab[4]. Banyak kerajaan-kerajaan dari orang Arab Aribah yang berdiri dan diantara kerajaan tersebut yang paling termahsyur adalah Kerajaan Saba (Abad ke 8 sebelum masehi) dan  kerajaan Himyariyah (Abad ke 2 sebelum masehi). Kerajaan Saba terkenal sebagai kerajaan yang membawa kemajuan bagi daerah Yaman. Ibu kota kerajaannya ialah Ma’rib, yang terletak kira-kira 3900 kaki di atas permukaan laut. Tidak jauh dari kota ini didirikan bendungan yang dikenal dengan Bendungan Ma’rib (Saddul-Ma’rib). Para sarjana yang menyelidiki teknik bendungan ini mengakui ketinggian mutu dan nilai arsitekturnya. Bendungan ini berfungsi sebagai penampung air yang pada musim kemarau, air itu didistribusikan ke daerah pertanian. Bendungan yang dibangun pada abad kedua Sebelum Masehi ini, membawa kemakmuran bagi daerah Yaman.

Orang Saba adalah bangsa arab pertama yang melangkah menuju pintu peradaban. Ma’arib adalah ibu kota Saba. Tanahnya yang subur, kedekatannya dengan laut menjadi faktor penentu perkembangan negeri itu. Daerah ini merupakan penghasil Cendana yang merupakan komoditas unggulan pada perdagangan kuno. Letaknya yang dekat laut menjadikan wilayah ini selalu ramai akan persinggahan para pedagang yang datang dari berbagai penjuru seperti Persia, India , dan Cina. maka, tak mengherankan kita akan dapat menemukan berbagai produk langka, dan bernilai tinggi seperti mutiara dari teluk Persia, bumbu masak, kain dan pedang dari India, sutera dari Cina, budak, monyet, gading, emas, dan bulu burung unta dari Ethiopia.

Pada masa kejayaannya, raja-raja Saba memperluas hegemoni mereka keseluruh kawasan Arab selatan dan menjadikan kerajaan tetanggganya, yaitu Minea sebagai negara protektoratnya. Kerajaan Minea sendiri berkembang di Jawf, Yaman. Orang – orang Minea berbahasa sama seperti orang Saba, dengan sedikit perbedaan dialek.

Berikutnya adalah Krajaan Himyariyah, pada hakikatnya, kerajaan ini merupakan penerus dari kerajaan Saba. Para penguasanya lebih mementingkan peperangan dan perluasan wilayah daripada membangun ekonomi. Oleh karena itu, mereka selalu melakukan penaklukan ke daerah Persi, Habsyi (Ethiopia) dan daerah-daerah lainnya. Salah seorang rajanya yang termasyhur adalah Syammar Yar Usy, yang berhasil menaklukkan Samarkand. Raja terakhirnya bernama Dzu Jadan al-Himyari, yang pada masa kekuasaannya Agama Nasrani dan Agama Yahudi mengalami perkembangan. Ia dikalahkan oleh Aryath, salah seorang Panglima Najasyi dari Habsyi, dan mulai saat itulah Yaman menjadi daerah kekuasaan Habsyi.

Pada masa Kerajaan Himyar, agama Kristen dan Yahudi mulai diperkenalkan ke Yaman. Agama Kristen  madzhab Monofisit (bahwa Isa memiliki sifat tunggal yang tidak bisa dipisahkan, yaitu mengandung unsure tuhan sekaligus unsure manusia) perlahan mulai terdesak di utara terutama di Suriah. Para misionaris yang menyelamtkan diri berbondong ondong masuk ke Yaman. Namun, duta Kristen pertama ke Arab Selatan di utus oleh Raja Constantius pada tahun 356 dibawah pimpinan theophilus Indus, seorang Arya. Motif utama dalam pengiriman ini adalah persaingan anatara kerajaan Romawi dan Persia untuk menanamkan pengaruhnya di Arab Selatan.

Orang-orang Himyar adalah kerabat dekat orang-orang Saba, mereka pun menjadi pewaris budaya dan perdagangan Minea-Saba.bahasa mereka praktis sama dengan bahasa orang orang Saba dan Minea. Kerajaan Himyar akhirnya runtuh oleh serangan kerajaan Abissinia pada tahun 523 dibawah pimpinan Aryat dan 525 dibawah pimpinan Abrahah.. kenangan yang tersisa dari Kerajaan Himyar adalah sebuah suku di timur Adan, Himyar.[5]

2. Jaringan sosial arab aribah dan baidah

Bangsa Arab Baidah merupakan bangsa telah ada jauh sebelum Islam. Sejarah keberadaan mereka sangat sedikit yang dapat diketahui. Selama ini, cerita tentang mereka diketahui dari kitab-kitab Samawi, terutama Al-Qur’an dan syair Arab Jahili. Arab baidah merupakan suatu bangsa arab yang telah musnah dan untuk menjadi sebuah pelajaran untuk sekarang contohnya kaum Aa’d dan tsamud. kaum Aa’d mempunyai kebudayaan yang tinggi, menurut ukuran zamannya mereka telah mendirikan Negara. Membuat kanal-kanal yang teratur dengan demikian mereka dalam hidup yang makmur, mereka mempunyai kota yaitu iram yang menjadi keajaiban dunia.

Kaum tsamud sama juga kaum Aad, masuk golongan Al arab Al Baidah (bangsa arab yang telah musnah) tempat kekuasaan mereka di wadi Al Qura.[6] yaitu suatu kawasan di Hejaz utara Setelah, yang terletak antara madinah dan syam (suriah). Wilayah kekusasaan mereka ialah dari kota Al ‘ ula disebelah selatan ke tabuk Utara.  Kaum tsamd mempunyai sisa-sisa bangunan yang sampai sekarang masih ada bekas-bekasnya, yang mennjukkan kekuasaan mereka  di zaman dahulu dan kebudayaan serta kemakmuran yang telah mereka capai dizaman purba.

Kondisi sosial kaum Aad sangat makmur mereka menginvasi ke wilayah syam dan irak mereka memperlakukan lawannya dengan ganas. Mereka semula agama tauhid kemudian meyembah patung. Nabi hud nabi yang pertama berada di bangsa arab, nabi hud ini yang telah mengembalikan ketauhidan kaum Aa’d .

Arab aribah Adalah cikal bakal dari rumpun bangsa arab, sebelumnya nabi hud membawa kaum Aa’d yang ke 2 ke selatan yaitu hadramaut bersama orang-orang beriman dan mendirikian kerajaan  Aa’d yang ke 2. Negri yaman dikala itu dibawah kekuasaan kerajaan Aa’d kedua kemudian terjadi peperangan antara kaum Aa’d dan bani Qathan orang-orang pendatang, tetapi kaum Aa’d kalah dan jatuhlah kekuasaan mereka di yaman, Akan tetapi bani qathan itu tidak menumpas mereka, maka dari itu ada yang tinggal di yaman dan pindah ke habasyah. Walaupun mereka berada di bani qathan dan habasyah  mereka tetaplah musnah. Bani qathan pun menetap di yaman dan berkuasa  merekalah yang menjadi cikal bakal rumpun bangsa arab. Bani Qahthan adalah Arab Aribah (orang Arab asli) dan tempat mereka adalah di selatan Jazirah Arab. Di antara me­reka adalah raja-raja Yaman, al-Munadzarah, dan al-Ghassa-niyah serta raja-raja Kindah. Di antara mereka juga ada Azad yang dari mereka muncul Aus dan Khazraj.

Ditinjau dari segi daerah tempat tinggal, bangsa Arab itu dapat dibedakan menjadi penduduk pedalaman dan penduduk perkotaan. Penduduk pedalaman tidak mempunyai tempat tinggal permanen atau perkampungan tetap. Mereka adalah kaum nomad yang hidup berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Mereka berpindah-pindah dengan membawa binatang ternak untuk mencari sumber mata air dan padang rumput. Adapun penduduk perkotaan sudah mempunyai tempat kediaman permanen di kota-kota. Mata pencarian mereka adalah berdagang dan bertani. Mereka sudah mempunyai kecakapan berdagang dengan baik dan cara bertani yang cukup maju. Seorang kepala suku  adalah seseorang yang mempunyai muru’ah (kejantanan, kesempurnaan perilaku). Ia bertanggung jawab penuh atas segala yang terjadi pada anggota sukunya, bermurah hati, menjamu, tamu, baik yang menjadi tamu resmi dari suku lain ataupun tamu biasa, yang datang di kampungnya, dan menolong orang lain yang membutuhkannya bantuannya. Di dalam peperangan melawan musuh, kepala suku harus tampil ke depan lebih dahulu memimpin anggotanya menghadapi musuh.

     Titik Penghubung Antara Arab Aribah Dan Baidah Dan Islam

Semakin besar pengorbanan kepala suku, semakin besar wibawa tersebut. Suku kurais, yang diam di sekitar ka’bah, dikenal sebagai penjamu tuhan. Oleh karena itu, kuraisy selalu memilih seorang kepala suku yang bertanggung jawab menjamu setiap orang yang datang berhaji ke Ka’bah. Di sini, kemapanan ekonomi menjadi ukuran utama bagi seseorang untuk memperoleh derajat dan status sosial yang lebih tinggi. Maka, kepala suku harus dipilh dari mereka yang mempunyai harta dan ternak yang amat banyak, terutama unta. Sejarawan awal Islam, Ibnu sa’d, menyebutkan bahwa setelah mempunyai harta banyak dan status sosial tinggi, Qusay bin Kilab mampu menggulingkan kepemimpinan Khuza’ah di Mekah dan menggantikannya. Demikian pula, Abbas bin Abdul Muttalib mampu mengalahkan saingan beratnya Abi Talib bin Abdul Muttalib, untuk menduduki jabatan rifadah dan siyaqah bagi jemaah haji di sebabkan kekayaannya yang melimpah. Abi Talib hanyalah seorang miskin meskipun termasuk terpandang dalam sukunya.

Telah menjadi kebiasaan masyarakat arab pra-Islam untuk tidak mengkawinkan wanitanya dengan orang asing yang bukan Arab. Mereka hanya mau mengkawinkan wanita dengan sesama Arab walaupun berlainan kabilah. Mereka menganggap bahwa bangsa Arab lebih mulia di bandingkan orang asing. Agar kemulaian bangsa Arab tetap terjaga, mereka tidak ingin mengkawinkan anak wanita mereka dengan orang asing meskipun seorang raja sekalipun. Namun wanita Badui sendiri memilki sikap tersendiri dalam memilih pria. Sebagian wanita Badui tidak senang dengan pria yang hadar,, yakni maju dan berbudaya. Hal ini terjadi pada istri Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang bernama Maisun, yang tidak kerasan tinggal di istana megah dan penuh kenikmatan. Wanita suku Badui ini lebih suka tinggal di pedalaman dan di gubuk yang berada di padang pasir.[7]

Bahasa Arab adalah bahasa yang sangat kaya ragam.Bahkan jika dirunut ke belakang, bahasa Arab memiliki hubungan dan percampuran dengan bahasa-bahasa kuno non-Arab.Tapi, hampir semua sejarawan sepakat bahwa bahasa Arab yang ada saat ini, pertama kali diucapkan oleh Ya’rub ibn Faligh ibn Qahthan.Adapun bahasa nenek moyang Ya’rub ibn Faligh ibn Qahthan yakni dari ‘Abir hingga Sam ibn Nuh as.adalah bahasa Siryani yang mana bahasa ini juga memiliki sejarah dan perkembangan sendiri.

Berabad-abad lamanya sebelum Ismail as.lahir, sebelum ada kota Mekah, bahasa Arab sudah berkembang di Yaman[8]. jika dilihat di peta, Yaman adalah Jazirah Arab bagian selatan. Namun, bahasa Arab sendiri memiliki perkembangan.Dahulu, di awal-awal kemunculannya bahasa Arab masih belum sempurna.Bahasa Arab mulai sempurna justru setelah terjadi percampuran dengan bangsa yang berbahasa Ibrani yakni Ismail ibn Ibrahim as[9].

Setelah masa Ismail as., bahasa Arab terus mengalami perkembangan dan di sisi lain perbedaan dalam pengucapan dan tata bahasa terus bertambah. Pengucapan orang-orang Arab bagian selatan berbeda dengan berbeda dengan orang-orang Arab bagian barat.Perbedaan bahasa mereka bahkan jauh dari bahasa standar Al-Qur’an[10]. Ketika itu, memang belum ada kesepakatan bersama antara tokoh-tokoh bahasa Arab untuk menciptakan satu kaidah standar bagi bahasa Arab. Bahasa Arab justru menjadi lebih sempurna dan tidak banyak mengalami perubahan setelah Al-Qur’an turun.Bisa dikatakan, Al-Qur’an adalah kitab suci yang menggugah dan menyinergikan bangsa Arab untuk membuat satu kaidah utuh tentang bahasa Arab (bilisânin ‘arabiyim mubîn).Sebelum Al-Qur’an turun, sebelum lahir ilmu Nahwu, bahasa Arab berkembang sendiri-sendiri di setiap wilayah. Hingga menurut Imam Ath-Thabari, saking banyaknya ragam, susah untuk menghitung dialek bahasa Arab[11].

Kita dapat memetik kesimpulan bahwa Arab adalah salah satu dari rumpun bahasa Semit (Samiyah).Bahasa Semit sendiri menurut beberapa sejarawan merupakan cabang dari bahasa Afro-Asiatik.Rumpun bahasa Semit terbagi menjadi 2 yaitu, Lughât Asy-Syarqiyah dan Lughât Al-Gharbiyah.Lughât Asy-Syarqiyah adalah bahasa Akkadia yang terdiri dari bahasa Asyuria dan bahasa Babilonia.Sedangkan Lughât Al-Gharbiyah terbagi menjadi dua yaitu Al-Gharbiyah Asy-Syimaliyah dan Al-Gharbiyah Al-Janubiyah.Al-Gharbiyah Asy-Syimaliyah terbagi lagi menjadi dua yaitu Al-Iramiyah termasuk di dalamnya bahasa Siryaniyah dan Al-Kan’aniyah.Sedangkan, Al-Gharbiyah Al-Janubiyah terbagi menjadi dua juga yakni Al-Atsbubiyah dan Al-‘Arabiyah.Di sinilah letak bahasa Arab di antara bahasa-bahasa Semit atau Samiyah[12].

Selanjutnya, bahasa Arab terbagi menjadi dua yaitu bahasa Arab Selatan dan bahasa Arab Utara.Bahasa Arab Selatan disebut juga bahasa Himyaria yang dipakai di Yaman dan Jazirah Arab Tenggara.Selain Bahasa Himyaria yang termasuk Bahasa Arab Selatan adalah Bahasa Saba’ia, Ma’inia dan Qatbania.Sedangkan bahasa Arab Utara merupakan bahasa wilayah tengah Jazirah Arab dan Timur Laut. Dahulunya mereka menggunakan Bahasa Arab Al-Baidah yang sudah punah dan kini mereka menggunakan bahasa Arab Fushhâ yang hingga kini dan masa-masa yang akan datang tetap dipakai karena Al-Qur’an turun dan menggunakan bahasa ini. Tapi, bahasa Arab Fushhâ sendiri mengalami penyebaran yang demikian luas dengan dialek yang beranega ragam, jadi dari pengertian akan semua hal ini kita dapat simpulkan bahwa relevansi Arab Aribah dan Baidah dan Islam ialah terletak pada bahasa yang mereka gunakan karna bahasa Islam Al-Quran sendiri merupakan bahasa Arab  yang tidak lain bahasa arab adalah bahasa yang di gunakan juga jauh sebelum Islam datang dan berkembang.

Daftar Pustaka
Delacy O'Leary, Arabia before Muhammad, (New York: Kegan Paul, 1927)

K Hitti Philip, History Of Arab: (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.)

yahya mukhtar, perpindahan-perpindahan kekuasaan di timur tengah :(Jakarta: cetakan 1, bulan bintang 1985).

Mughni A Syafiq, Masyarakat Arab Pra Islam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Van Hoeve, 2002).

Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbar Al-Basyar (Beirut : Dar Al kitab Al Lubnan, 1970)

Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, (Madinah: Dar As-Saqi, 2001)

Ibnu Katsir Al-Bidayah wa An-Nihâyah, (Beirut: Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, 1988)

Ath-Thabari Jâmi’ Al-Bayân fî Ta’wîl Al-Qur’ân, (Mesir: Muassasah Ar-Risâlah, 2000)

[1] Philip K. Hitti, History Of Arab, (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2010), Hal 39.
 [2]Ibid Hal 40.
[3]Ibid  hal 75.
[4] Delacy O'Leary, Arabia before Muhammad, (New York: Kegan Paul, 1927),hlm.18
[5] Ibid 69-70
[6] Perpindahan2 kekuasaan di timur tengah, hal 20
[7] Syafiq A. Mughni, Masyarakat Arab pra-Islam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: awal Akar Dan Awal, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve hal 20-23.
[8] Ibnu Katsir, Al-Mukhtashar fi Akhbâr Al-Basyar, Bab Mulûk Al-‘Arab Qabla Al-Islam, jil. I. Hal. 46.
[9] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihâyah, jil. I. Hal. 138.
[10] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. XVI. Hal. 197.
[11] Ath-Thabari, Jâmi’ Al-Bayân fî Ta’wîl Al-Qur’ân, (Mesir: Muassasah Ar-Risâlah, 2000) Jil. I. Hal. 21.
[12] Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jil. I. Hal. 225-228.

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......