Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Kemenangan Semu

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Fir'adi Nasruddin

» إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ , وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا , فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا «

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (qs. AN-Nashr: 1-3).

Saudaraku,
Pada bulan Ramadhan tahun 8 H, sejarah mencatat dengan tinta emas. Di mana kaum muslimin dengan gemilang telah menggemakan futuhnya kota Mekkah. Yang sebelumnya hanya sekedar menjadi mimpi pada fase perjuangan Rasul dan sahabat.

Terlihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tertunduk di atas untanya dan air matapun menggenang di kelopak matanya lalu menetes membasahi pipinya yang putih bersih. Bibirnya terus tak terputus memuji keagungan-Nya. Tiada kesan takkabur pada wajahnya yang sejuk, justru tampak simat ketawadhu’an dari tatapan matanya yang bening.

Selanjutnya beliau tersungkur sujud kehadirat-Nya, gemercik tangisannya terdengar begitu jelas dan tatkala beliau memasuki kediaman Ummu Hani’ beliau melakukan shalat dua raka’at sebagai ungkapan rasa syukur atas segala karunia. Itulah shalat al-fath, yang berarti shalat untuk kemenangan besar yang baru saja Allah hadirkan.

Ibnul-Qayyim memberikan komentar terhadap apa yang diperbuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada peristiwa ini,

“Itulah perilaku pemimpin Islam ketika berhasil menaklukan suatu negeri atau disapa dengan kemenangan hendaknya mengiringinya dengan shalat al-fath (kemenangan) sebagai bentuk pelaksanaan sunnah mengikuti petunjuk panutan umat; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Saudaraku,
Dalam realitas kehidupan, sering kala kita disapa kemenangan, kesuksesan dalam meraih cita dan cinta. Karir yang terus meroket, popularitas semakin memuncak, harta yang bertebaran di mana-mana, wanita cantik jelita yang menemani perjalanan hidup, dan yang seirama dengan itu. Pandangan mata kitapun seolah-olah tersilaukan oleh gemerlapnya dunia, tatapan mata bathin kita seakan-akan tertutupi awan hitam kelam yang menggelapkan pandangan, dan kitapun melupakan hakikat diri kita sebagai seorang hamba yang mempunyai tugas suci untuk mengabdi kepada-Nya semata.

Kemenangan dan kesuksesan yang kita raih justru dirayakan dengan hal-hal yang mendatangkan maksiat dan murka Allah, penuh dengan kesombongan, foya-foya dan pembaziran harta. Sementara di sampingnya ada tangisan si fakir dan miskin yang belum juga mengering karena lilitan kelaparan dan beratnya beban hidup serta penderitaan panjang yang mendera kehidupan.

Senandung pujian atas nikmat-Nya, gema lagu kesyukuran atas segala karunia dan rahmat-Nya, serta membasahi lisan dengan percikan istighfar dan deraian air mata keinsyafan mengharapkan ampunan-Nya adalah moralitas sebuah kemenangan yang sering kita lupakan.

Allah s.w.t memberikan arahan kepada kita, jika kita diselimuti kemenangan, “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. an-Nashr: 1-3).

Ketiga pondasi inilah yang menjadi dasar bangunan kebahagiaan kita. Ibnul Qayyim dengan sangat halus berbisik di telinga kita, “Tetap memuji-Nya bila musibah menimpa, bersyukur bila memperoleh nikmat dunia dan memohon ampunan dari segala dosa dan kelalaian.”

Saudaraku,
Mari bercermin dari kepribadian orang-orang shalih di masa lalu, tentang mensikapi kemudahan, kelapangan, keceriaan hidup dan kebahagiaan yang membuncah, sehingga hati kita semakin subur dengan syukur. Pikiran kita terpupuk dengan dekapan tafakkur.

Pada suatu saat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anh meneguk segelas air segar sembari meneteskan air mata, ketika ia ditanya prihal penyebab tangisannya tersebut, maka ia menjawab,

“Aku teringat air dingin dan segar ketika aku menginginkannya pada hari kiamat, aku sangat khawatir bila kelak diajukan kepadaku sebuah ayat, “Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu, sesungguhnya mereka dahulu di dunia dalam keraguan yang mendalam.” (QS. Saba’: 54).

Hasan Basri jika hendak minum air bersih ia berucap, “Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini tawar lagi segar, Dia tidak menjadikannya asin lagi getir karena dosa-dosa yang telah kami perbuat.”

Saudaraku,
Demikianlah para pendahulu kita, betapa besar rasa takut dan syukur mereka kepada Allah Ta’ala, karena kemenangan dan kesuksesan yang tidak disikapi dengan baik dan benar adalah merupakan awal dari kekalahan, kelelahan dan kehancuran.

Demikian pula kucuran nikmat yang salah dalam perwujudan makna syukur akan berakibat pada malapetaka dahsyat yang mengungkung kehidupan kita.

Kita memohon kepada Allah agar Dia berkenan mema’afkan kelalaian dan kekhilafan kita pada hari-hari yang telah berlalu, semoga Dia menolong kita dengan rahmat dan kasih sayang-Nya dan menuntun kita ke jalan yang terang dan lurus. Menjauhkan kita dari gelap pandangan yang dapat menjadikan kita lemah dan selalu berbuat dosa.

Kita memohon kepada-Nya agar Dia berkenan menganugerahkan rizki yang luas dan halal, hati yang sentiasa bersyukur, berjiwa sabar dan memiliki lisan yang selalu berdzikir kepada-Nya. Karena Dialah Maha pemberi karunia lagi pemurah serta kasih sayang terhadap hamba-Nya.

Saudaraku,
Mari kita menengok ke belakang untuk melihat berbagai nikmat, kejayaan, dan kesuksesan yang telah Allah hadirkan dalam hidup kita. Sudahkah kita iringi dengan senandung pujian, dan nyanyian istighfar?. Jika tidak, berarti kita telah menukarnya menjadi kemenangan semu dan kejayaan palsu. 

Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 21 Januari 2016
Fir’adi Abu Ja’far

hasanalbanna.com

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......