Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Inggris Segera Luncurkan Obligasi Syariah


Inggris Segera Luncurkan Obligasi Syariah



Inggris akan menjadi negara minoritas Muslim pertama yang meluncurkan obligasi syariah. Salah satu persyaratan obligasi jenis ini, para investor dilarang menerima bunga yang termasuk dalam jenis riba.


Diberitakan Telegraph seperti dikutip VIVAnews, Perdana Menteri David Cameron pada Selasa waktu setempat akan mengumumkan rencana penerbitan Sukuk sebesar 200 juta pound sterling di Forum Ekonomi Islam Dunia di London. Sukuk ini bisa dibeli oleh para investor Muslim untuk mendongkrak nilai investasi baru di kota itu.

Rencananya, Cameron akan menyampaikan pidatonya pada acara tersebut, mengatakan bahwa Kementerian Keuangan tengah membuat rencana penerbitan sukuk, obligasi yang sejalan dengan hukum keuangan Islam.

Obligasi ini menjadikan Inggris negara minoritas Muslim pertama yang menggunakan investasi syariah yang tengah maju pesat di seluruh dunia. Nilai investasi syariah diperkirakan mencapai 1,3 triliun pound sterling tahun depan.

Dalam bocoran pidatonya, dikatakan Cameron akan mengatakan bahwa adalah kesalahan jika Inggris tidak memanfaatkan kesempatan menggunakan sistem investasi Islam. London, katanya nanti, harus menjadi saingan utama Dubai sebagai pusat ekonomi syariah.

“Ketika keuangan Islam tumbuh 50 persen lebih cepat ketimbang perbankan tradisional, dan ketika investasi Islam diperkirakan meningkat 1,3 triliun pound sterling pada 2014, kita ingin memastikan porsi besar dari investasi baru itu di buat di sini, di Inggris,” tulis draft pidato yang akan dibacakan Cameron.

Lengkapnya Klik DISINI

Masuk Islam, Bintang Rugby Dunia Ini Rasakan Banyak Perubahan Positif

Sonny Bill Williams (foto OnIslam.net)Bintang Rugby Dunia asal Selandia Baru, Sonny Bill Williams, merasakan banyak perubahan positif dalam hidupnya setelah ia masuk Islam. Diantaranya adalah kedamaian yang belum pernah ia alami sebelumnya.

"Apa yang anda dapatkan dari Islam?" tanya seorang reporter BBC kepada Sonny Bill Williams dalam sebuah wawancara.

"Islam memberiku kebahagiaan," jawab Williams, seperti dikutip onIslam, Ahad (27/10).

Williams memeluk Islam pada tahun 2008 setelah menghadiri acara dakwah di sebuah masjid di Sidney. Sejak menjadi mualaf, banyak perubahan positif dalam dirinya. Termasuk berhenti dari alkohol.

“Saya rasa, saya telah menjadi seseorang yang lebih baik. Ketika bermain, saya bermain dengan baik,” tuturnya.

“Saya tidak minum minuman keras dan saya berusaha untuk hidup dengan gaya hidup yang lebih bersih… intinya ini benar-benar membuat saya lebih berbahagia,” tambahnya.

Orang yang mengenal Williams membenarkan perubahan itu.

"Dia memang fantastis. Dia benar-benar baik," kata Kearney memberikan kesaksian tentang William yang menjadi lebih baik setelah bersyahadat.

"Dia memiliki bakat khusus, tetapi dalam lima tahun terakhir, ia terlihat lebih bijak dan lebih dewasa. Dia berbeda." [IK/OI/Ytb/bsb]

Lengkapnya Klik DISINI

Pemuda Parlente yang Dirindukan Surga


Pemuda Parlente yang Dirindukan Surga


Dalam perjalanan kehidupan gemilang Nabi Muhammad bin Abdullah, kita tidak bisa lepas dari sesosok manusia pilihan Allah yang satu ini. Seorang pemuda parlente yang cerdas, kaya dan juga necis. Ia merupakan dambaan bagi setiap pembesar Quraisy kala itu. Pada setiap pertemuan bangsawan Quraisy di Darun Nadwah, kehadirannya selalu dinanti. Dan ketika ia datang, maka dipersilahkannya duduk di sana untuk berbincang bersama. Para pembesar Quraisy berharap, pemuda ini kelak akan menjadi penerus mereka.

Pemuda yang satu ini merupakan keturunan orang berpunya. Rambutnya selalu tersisir rapi, pakaiannyapun berasal dari kain yang halus. Ditambah lagi dengan kecerdasan dan ketampanannya. Pemuda ini , nyaris menjadi idaman setiap perawan di jazirah arab kala itu.

Ketika petinggi Quraisy sibuk membicarakan perihal dakwah Rasulullah, ia dengan seksama mengikuti tiap detailnya. Hingga kemudian watak kepemudaannya muncul : Penasaran. Ya, ia kemudian penasaran untuk mengetahui lebih jauh tentang Muhammad Rasululah dan ajaran yang dibawanya. Allah membimbingnya menuju cahaya. Maka dengan ini, kesempurnaan fisiknya terimbangi dengan tersinari hatinya oleh cahaya Ilahi.

Atas izin dari Allah, ia mengetahui bahwa Nabi dan para sahabatnya biasa melakukan liqo’-pertemuan- di rumah Arqam bin Abil Arqam. Jauh dan terpencilnya rumah tersebut sama sekali tidak menyurutkan langkah sang pemuda untuk menuju ke sana. Hingga kemudian, tepatnya ketika fajar hendak menyapa, sampaialah ia di dalam majelis surga itu. Disana , Rasulullah membacakan Al Qur’an dan menyampaikan risalah dakwah yang beliau emban. Diriwayatkan, sang pemuda yang haus akan kebenaran ini ‘hampir melayang’ lantaran sangat tenang ketika mendengar bacaan Al Qur’an dari Nabi yang menyejukkan jiwa. Maka, Nabipun mengulurkan tangannya sehingga tangan mereka saling bercengkerama dalam keromantisan imani.

Waktu terus berjalan, ia tetap mendatangi majlis Nabi itu dengan mengendap-endap. Bukan lantaran takut diketahui oleh keluarga dan pembesar Quraisy, melainkan lebih pada ‘strategi dakwah’ yang diinstruksikan oleh Nabi.

Tersebutlah dalam sebuah riwayat, seorang Quraisy bernama Usman bin Thalhah yang mendapati sang pemuda berkali-kali mendatangi rumah Arqam. Ia juga mendapati ketika sang pemuda melakukan ibadah (shalat) sebagaimana ibadah yang dilakukan oleh Rasulullah. Maka, ia mengadu. Mengadu yang maknannya khawatir. Apa yang dilihatnya itu diadukan kepada Ibu sang pemuda dan pembesar-pembesar Quraisy.

Maka, dipangillah sang pemuda untuk menghadap di tengah-tengah pembesar Quraisy. Di sana ada ibunda tercintanya, Khunas binti Malik. Di sana, ia diadili.

Pantang mundur sebelum babak belur. Terlanjur basah, ya sudah mandi sekali. Mungkin, kalimat itu yang tepat untuk melukiskan sikap sang Pemudah Parlente itu. Ia mengakui semua tuduhan tersebut, bahwa ia mendatangi rumah Arqam, mengikuti majlis Nabi dan melakukan sholat sebagai konsekuensi dari apa yang diikutinya.

Ibu kandung yang seharusnya melindunginya, justru berbalik menyerangnya lantaran malu kepada pembesar Quraisy lainnya, ia langsung naik pitam mendengar pengakuan tulus anak tercintanya. Ketika sang anak menyampaikan ajaran yang diikutinya, Bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah Selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Utusan Allah, serta merta sang ibu menghampiri anaknya dan hendak menampar habis-habisan wajah tampan anaknya. Dengan ke-Maha Kasih Sayangan Allah, sang Ibu mengurungkan niatnya. Wajah teduh sang anak sunguh melunakkan hati sang ibu, sedurhaka apapaun dia kepada anaknya. Sebagai konsekuensi dari keimanannya, sang ibu memberi ‘hadiah’ kepada anak kesayangannya itu : dikurung tanpa diberi makan. Hadiah yang sungguh ‘biadab.’

Hijrah ke Habasyah

Pengurungan yang dialami oleh Pemuda itu berlanjut hingga diberlakukannya perintah Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah yang pertama, sekitar tahun kelima setelah kenabian, tepatnya pada bulan Rajab. Rombongan hijrah ini terdiri dari dua belas kaum lelaki dan empat kaum wanita.

Setelah mendengar kabar perintah Nabi tersebut, ia mencari cara untuk mengelabui ibu dan penjaga selnya sehingga bisa keluar. Dengan kecerdasannya, tipu muslihatnya berhasil. Ia keluar dari tahanan ibunya dan kemudian bergabung bersama kafilah dakwah menuju Habsyi. Disana, pemuda ini tinggal bersama kaum muhajirin lainnya. Mereka hidup secara aman, tanpa tekanan sebagaimana dialami mereka ketika berada di Makkah.. Hingga kemudian pulang menuju mekkah, sesuai titah Rasulullah.

Pertemuan Terakhir dengan Ibunda

Kisah ini merupakan sebuah sekuel sejarah peradaban tentang watak keras seorang anak dan ibu. Dimana keduanya bagai langit dan bumi. Tidak bisa disatukan dan cenderung saling menguatkan pendapatnya masing-masing.

Sepulangnya dari Habasyah, sang pemuda tetap tidak bergeming dengan kudeta dari ibu tercintanya. Dengan tidak mengurangi rasa hormatnya, ia terus berbakti. Berdakwah, menasehati dan juga mendoakan agar ibunya bergabung dalam kafilah dakwah Nabi. Namun, lagi-lagi kita disadarkan oleh Allah. Bahwa hidayah mutlak milikNya. Kita tidak akan bisa membagikannya secara gratis kepada siappaun yang kita ingini. Meskipun, yang kita ingin beri hidayah adalah ibu. Orang yang paling berharga kehadirannya, bagi siapapun.

Tibalah masa perpisahan itu. Sang anak terperanjat ketika ibunya melontarkan sebuah kalimat usiran. Kalimat yang maknanya ‘perceraaian’ antara anak dan ibu kandungnya. Kata sang ibu geram, “ Pergilah sesuka hatimu! Sesungguhnya aku bukanlah Ibumu lagi!” dengan tidak mengurangi rasa hormat sedikitpun sebagai anak, sang pemuda menjawab dengan santun, tegas dan berwibawa, “ Wahai Ibunda! Nanda telah menaruh kasihan kepada Bunda dan sudah menasehati Bunda. Karena itu, saksikanlah bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.” Sebuah jawaban telak yang maknanya, ‘ Lho Jual, Gua Beli.’ Dengan geram, sang ibu menjawab, “Demi Bintang! Sekali-kali aku tidak akan masuk ke dalam agamamu. Otakku bisa jadi rusak dan buah pikiranku tidak lagi diindahakn oleh orang lain.”

Dan perpisahan itu adalah niscaya. Sebagaimana perpisahan Nuh dengan Istri dan Anaknya, antara Luth dengan Istrinya, Aisyah dengan Fir’aun juga perpisahan antara Muhammad dengan Abu Thalib. Karena keimanan tidaklah mungkin bersatu dengan kekafiran. Kebenaran, selamanya akan berbalikan badan dengan keburukan. Cahaya, selamanya akan menajdi lawan kegelapan. Maka pemuda itu, resmi ‘bercerai’ dengan ibu kandung yang sangat diingininya mendapat hidayah. Semoga kita terlindung dari hal demikian.

Syahidnya Sang Pemuda

Waktu terus berjalan. Sang pemuda dengan setia mendampingi Nabi, hingga beliau termasuk dalam kafilah dakwah yang hijrah ke Madinah dan membentuk sebuah Pemerintahan Islam di sana. Kegigihannya dalam menegakkan kalimat Allah sudah tidak bisa diragukan lagi. Dan akhir hidupnya, semakin menegaskan bahwa beliau adalah salah satu Ahli Surga, Ia termasuk dalam barisan pemuda-pemuda yang dirindukan surga.

Medan Uhudpun bertalu-talu. Mengundang gairah para sahabat yang merindu syahid. Tak terkecuali, semua yang tidak berhalangan turut serta di dalam barisan syuhada’ itu. Mereka keluar dari kota Madinah dan menyongsong musuh di gunung Uhud. Di sinilah, kisah indah itu bermula, sang pemuda syahid. Ia menemui Allah dengan senyum kemenangan dambaan setiap insan yang beriman.

Tatkala pasukan muslim kocar kacir lantaran ulah beberapa sahabat yang ‘gila harta’, dimana pasukan musuh memburu habis-habisan rombongan yang diduga akan menyelamatkan Nabi, maka sang pemuda menaikkan tinggi-tinngi panji yang dibawanya. Ia berteriak untuk memancing perhatian musuh. Agar musuh berbalik mengejar dirinya dan mengacuhkan rombongan Nabi. Di sini, sikap kesatriaannya terlihat sangat jelas. Ia tak takut mati, sedikitpun. Ia bahkan terlihat seperti singa yang gagah. Singa yang nampaknya sudah bisa mencium surga sementara ia masih berada di dunia. Ia yang sendiri, nampak seperti dibantu oleh ribuan malaikat. Ia berhasil mengalahkan banyak pasukan musuh yang menyergapnya. Sampai kemudian datanglah seorang musuh bernama Ibnu Qumaiah. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berusaha sekuat mampu mempertahankan panji, sembari berniat agar Nabi berhasil lari lebih jauh lagi dari kejaran musuh. Ia sama sekali tidak megkhawatirkan nyawanya. Yang ada dalam benaknya hanyalah surga dan keselamatan Nabi.

Ibnu Qumaiah berhasil memotong tangan kanan sang pemuda. Ia tidak bergeming. Panji yang dipegannya kemudian dialihkan menuju tangan kirinya. Ia mendekapnya, sementara telapak tangan kirinya masih memegang pedang dan mengayunkannya. Sang durjana tetap saja bernafsu untuk membunuh sang pemuda, sabetan pedang keduanya berhasil memotong tangan kiri sang pemuda. Maka panji yang ada kemudian ia dekap. Sekuat dekapannya, dengan sepenuh jiwa. Akhirnya, dengan sebilah tombak, sang pemuda tersenyum. Tombak itu ditancapkan oleh Ibnu Qumaiah sehingga putus di dalam tubuh sang pemuda.. Tombak itu telah menjadi perantara pertemuannya dengan kekasih sejatinya, Allah Subhanahu Wa Ta’alaa. Wajahnya menelungkup ke tanah dengan basuhan darah sucinya. Ia syahid di medan uhud. Diriwayatkan, setiap kali tangannya terpotong oleh tebasan pedang musuh, ia selalu berkata, “ Muhammad hanyalah utusan Allah. Dan telah berlalu Nabi-Nabi  yang serupa dengannya.”

Uhudpun berakhir. Rasul bersedih karena sebagian besar sahabatnya syahid. Termasuk sang paman Hamzah bin Abdul Muthalib yang syahid lantaran bidikan tombak seorang budak sewaan Hindun. Beliau mengelilingi medan Uhud dengan wajah sedih. Sedih karena beliau ditinggal oleh para pembela agama yang diembannya. Ketika menjumpai jasad Sang Pemuda yang tertelungkup, beliau membacakan firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 23, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).”

Allahu Akbar walillahil hamd! Pemuda itu telah menunaikan janjinya. Ia telah menjual dirinya untuk Agama Allah. Ia telah menebus nyawanya dengan kesyahidan yang mengharukan. Ia telah membuat kita berdecak kagum dengan keberaniannya. Ia selayaknya, menjadikan kita menangis sejadi-jadinya, jika ternyata kita tidak mengenal siapa Pemuda mulia itu. Sahabat yang berjiwa muda, berparas gagah dan dirindu surga. Sang Pemuda Parlente  itu adalah Mush’ab bin Umair Radhiyallahu ‘Anhu. Semoga Allah menerima semua kemuliaan beliau. Aamiin..

Akhirnya, sahabat Khabbab bin Al Arrat meriwayatkan, “Tak sehelai kainpun untuk menutupi jasadnya selain burdah. Andai ditaruh di atas kepala, terbukalah kedua kakinya. Andai ditaruh dikakinya, terbukalah kepalanya. Maka Nabi bersabda, ‘ Tutupkan burdah itu di kepalanya dan tutupi kakinya dengan rumput Idzkir.”

Mush’ab yang tampan telah memberikan contoh. Bahwa iman bukan setengah-setengah. Ia harus diperjuangkan, meskipun harus berpisah dengan keluarga yang dicintai, harta yang dibanggakan, pun nyawa yang tinggal satu-satunya. Dari Mush’ab kita juga belajar, bahwa bakti kepada orang tua harus terus dilakukan, meskipun orang tua kafir. Semoga kita bisa meneladani Mush’ab, sekuat kemampuan kita. Mush’ab, aku rindu padamu.
Oleh: Usman Al Farisi
 sumber
Lengkapnya Klik DISINI

Remaja Muslim Sejati



Apa itu sejati? Kamu tahu kan? Hah? “Sejati sama dengan sekali jajal langsung mati?” Aduuuh… nggak banget deh! Sumpah! Kalo sekali jajal langsung mati, gimana ceritanya dong? Di film-film aja kalo jagoan meskipun berkali-kali jungkir-balik plus jatuh-bangun juga tetap bertahan dan akhirnya jadi pemenang. Emang sih ada film yang sad ending alias sedih di akhirnya. Tetapi umumnya untuk memanjakan penonton biasanya banyak film klimaksnya adalah jagoannya mesti menang, apapun caranya. Sekali lagi, yang penting menang. Titik.

Bro en Sis rahimakumullah, ngomongin remaja muslim sejati, sebenarnya kita nggak mudah menentukan kriteria dan kemudian memilihnya. Kenapa? Sebab, kriteria kadang disusupi oleh keinginan si pembuat istilah. Kadang juga, malah pemilihannya sesuai selera yang memilih. Nah, supaya adil, kita serahkan aja kepada ajaran Islam (karena memang judulnya ada sebutan “remaja muslim”). Setuju nggak? Setuju aja ya daripada elo bonyok kagak karuan. Oppss…! (apa hubungannya?)

Oya, sebelumnya kita buka kamus ya untuk mencari tahu apa sih sejati itu. Yup, saya punya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), baik versi cetak maupun digital. Menurut KBBI, sejati itu artinya yang sebenarnya alias tulen, asli, murni, tidak ada campurannya. Maka, kalo dirangkai seperti dalam judul gaulislam edisi 313 ini, artinya adalah: remaja muslim yang asli, tulen nggak ada campuran apapun yang membuatnya nggak murni lagi. Paham ya?

Apa? Belum paham? Adduuuh. Kamu tahu bensin murni dan bensin campuran kan? Yup, kalo bensin murni berarti benar-benar bensin. Tetapi kalo bensin campur berarti oplosan. Bisa saja ditambah cairan lain, sehingga ‘jati diri’ si bensin itu nggak murni lagi. Semoga contoh ini bikin kamu paham ya, Bro en Sis!

Asli, palsu, murni dan oplosan 

Kamu kecewa nggak kalo ternyata benda yang kamu beli itu palsu? Mereknya sih merek terkenal, tetapi pas udah diteliti nyatanya palsu. Wuih, rasanya hati kayak kena tinju telak bertubi-tubi. Malu, kesal, dan kecewa jadi satu diulek di hatimu. Hadeeeuhh.. apalagi bila barang itu dibeli dengan harga mahal. Bisa-bisa malu, kesal dan kecewamu nggak ilang sampe delapan turunan.

Nah, sekarang ngomongin jati diri kita sebagai muslim. Secara saklebetan alias sekilas orang mungkin akan menilai kita baik hanya dengan ngeliat kita tuh rajin shalatnya, jujur, sopan, santun, bahkan menghormati yang tua, rajin shadaqah pula dan pinter baca al-Quran lengkap dengan tahsin dan ‘lagunya’. Orang-orang berpikir, itulah remaja muslim idaman. Keren! Fantastis!

Tetapi sayangnya, ketika banyak orang pada suatu saat melihat kamu pacaran, bahkan hot banget dengan pacarmu. Aduh, rasa-rasanya sangat wajar kalo banyak orang kemudian menilai kamu tuh kepribadiannya oplosan, yakni level tertentu dari palsu. Kamu tuh cuma bagus casing-nya doang. Dalemannya (yakni pikiran dan perasaan—yang memang mempengaruhi perilaku) ternyata ada yang bad sector gara-gara kena virus pemikiran dari luar Islam. Cara pandangmu tentang kehidupan dan pelaksanaan syariat dalam kehidupan udah rusak digerus virus permisif (serba boleh), hedonisme (pemuja kenikmatan jasadi dan materi) serta mengamalkan liberalisme. Ibarat software, cara kerjanya udah nggak bener. Memang sih ada sebagian yang bener, tetapi sebagian lainnya salah. Waduh, bahaya!

Nah, itu kan yang oplosan, gimana dengan yang palsu? Begini contoh gampangnya. Kamu nih, ke semua orang ngaku-ngaku sebagai siswa sekolah A, dan untuk meyakinkan kamu pake tanda pengenal sekolah tersebut. Padahal, kamu tuh bukan siswa sekolah A, tetapi siswa sekolah B. Tentu saja kamu ngelakuin itu karena ada motif alias ada udang di balik bakwan. Misalnya supaya dianggap keren sama teman sekolah lain, karena kebetulan sekolah A itu memang sekolah unggulan hingga menjadi sekolah favorit banyak pelajar di kotamu. Modus kamu yang seperti itu bisa dikategorikan mengelabui. Status pelajarmu di sekolah A dinilai palsu alias gadungan.

Bagaimana dengan kepribadian remaja muslim? Nah, ngakunya sih remaja muslim, tetapi kok nggak shalat? Ngakunya aktivis dakwah, tetapi kok pacaran? Bilang ke semua orang bahwa Islam itu jalan hidup, eh ternyata kamu malah ngamalin keyakinan lain selain Islam. Banyak orang yang udah kamu yakinkan bahwa kamu cuma beriman kepada Allah Ta’ala dan percaya bahwa takdir dariNya adalah keputusan terbaik buatmu. Eh, suatu saat kamu ketahuan lagi tergila-gila meyakini ramalan zodiak, bahkan kamu mempercayai dukun untuk dapetin ilmu pelet demi cewek yang kamu sukai. Waduh! Itu semua ciri muslim gadungan. Waspadalah!

Bro en Sis rahimakumullah, Tentu saja kita ingin menjadi muslim sejati (tulen, murni). Nggak mau jadi muslim oplosan, apalagi jadi muslim gadungan (palsu). Jangan sampe deh. Itu sebabnya, kita harus menunjukkan identitas asli kita sebagai muslim sejati. Muslim yang akidahnya kokoh dan hanya beriman kepada Allah Ta’ala. Menaati perintahNya dan juga perintah Rasulullah Muhammad saw. Nggak pake nawar-nawar lagi. Sami’na wa atho’na (kami dengar dan kami taat). Nggak akan berani bilang: sami’na wa pikir-pikirna (kami dengar dan kami pikir-pikir dulu deh). Yeee.. itu sih bukan ciri muslim sejati. Bisa jadi itu muslim oplosan dan bukan tak mungkin malah muslim gadungan alias palsu.

Tunjukkan identitasmu!

Sobat, identitas itu perlu. Kamu punya kartu pelajar nggak? Pastinya punya dong, kecuali kalo kamu nggak terdaftar di sekolahmu. Iya kan? Nah, coba perhatikan deh. Orang akan percaya dengan identitas yang kita miliki. Saat kita daftar sekolah, mestinya dimintai Akta Kelahiran sebagai salah satu identitas yang menunjukkan diri kita sesungguhnya (walau pun hanya sekadar nama dan kita anak siapa). Kartu Keluarga juga diperlukan untuk verifikasi bahwa kamu memiliki orang tua/wali dan tercatat sebagai anggota keluarga tersebut sebagai bukti penunjang keaslian identitas dirimu.

Tuh, untuk urusan duniawi saja kudu tertib. Urusan yang teknis macam begitu, identitas diri itu diperlukan. Apalagi kalo urusannya dengan akhirat (perkara surga dan neraka)? Hmm.. tentunya (seharusnya) lebih ketat lagi. Coba deh. Urusannya bisa gawat kalo identitas kemuslimanmu nggak jelas. Dibilang muslim ya karena orang tuamu bilang bahwa kamu muslim dan memang tercatat di Kartu Keluarga pada kolom yang ke-7, yakni kolom agama, tertulis Islam. Tetapi kok kelakuannya jauh dari kriteria sebagai muslim? Shalat nggak, tetapi judi jalan terus. Menutup aurat nggak ketika keluar rumah, dan pacaran paling hot. Ckckck… ini masalah banget, sobat!

Selain yang model begitu, ada juga yang shalatnya rajin tapi maksiat juga lancar. Ini parah juga. Bukankah kamu udah sering baca doa iftitah? (yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata untuk Allah, Tuhan alam semesta, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya”). Doa itu selalu kita ucapkan 5 kali dalam sehari. Namun sayangnya, kalo kita udah berikrar seperti itu, tetapi kelakuan kita di luar shalat justru jauh dari ajaran Islam, artinya kan menghina ajaran Islam. Betul nggak? Luntur sudah identitas kemusliman kita. Lama kelamaan, bukan tak mungkin bisa lenyap kalo kita malah ninggalin ajaran Islam. Naudzubillah!

Bro en Sis rahimakumullah, Ngomongin soal identitas ada hubungannya juga lho dengan idealisme. Apa itu idealisme? Menurut kamus sih, artinya hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Itu artinya pula, bahwa kita harus menunjukkan idealisme sebagai seorang muslim.

Benar, bukan hanya menunjukkan, tetapi kita juga kudu mempertahankan idealisme yang kita miliki. Nggak boleh luntur dan pudar. Ibarat batu karang di laut. Sekeras apapun terjangan gelombang, batu karang tetap tegar menantang. Tak gentar menghadapi berbagai godaan. Emang sih, ketika kita mencoba inisiatif bikin pengajian atau bersikap kritis terhadap kondisi lingkungan kita, selalu aja jadi sasaran empuk cemoohan. Baru aktif di masjid aja udah banyak mulut-mulut usil. Baru sehari pakai kerudung (apalagi jika lengkap dengan jilbabnya) ke sekolah, udah banyak yang kepo dan cenderung ngerecokin. Dibilangin “sok alim lah”, disebut “bau surga lah”. Prinsipnya, banyak halangan menuju idealis. Tetapi, jangan pesimis!.

Namun demikian, nggak usah bingung bin stres. Kondisi ini nggak akan berlangsung lama. Mereka bakal pegel sendiri. Kuat-kuatan aja. Apalagi kita ada di jalan yang bener. Kita kudu bangga punya idealisme Islam. Bener, kudu bangga banget, kawan. Sebab kita berjuang untuk Islam. Inilah idealisme yang emang sulit dikalahkan. Firman Allah Swt.: 

 “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS Fushilat [41]: 30)

Well, meski demikian idealisme nggak muncul secara otomatis dalam diri kita. Namun butuh proses. Butuh upaya untuk membentuknya. Itu sebabnya, diperlukan kekritisan dalam bersikap, mampu menangkap realitas kehidupan yang ada, menyikapinya dan memberikan solusi. Ghirah (semangat) Islam kita pun perlu ditumbuhkan. Selain itu, akrab dengan pemikiran-pemikiran Islam melalui berbagai kajian, dan mampu menerjemahkannya untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan. So, mempertahankan idealisme dan menunjukkan identitas kemusliman itu bukan impian, tapi sebuah kenyataan yang bisa diwujudkan. Ayo, jadilah remaja muslim sejati! Buktikan dengan kemurnian identitas kemuslimanmu, Bro en Sis! [solihin | Twitter @osolihin]

Lengkapnya Klik DISINI

ERDOGAN REALISASIKAN MIMPI SANG KHILAFAH 150 TAHUN LALU



Lebih dari 150 tahun yang lalu , Sultan Usmani Khalifah Abdulhamid mengimpikan dan membuat sketsa gambar pembangunan  terowongan di bawah air yang  menghubungkan kerajaannya dari asia menuju  Eropa .
Namun, kurangnya teknologi saat itu dan pembiayaan  mencegah rencananya  dari memenuhi visinya .
Pada hari Selasa ini , rencana khalifah  akhirnya akan direalisasikan oleh  Turki modern dengan membuka terowongan rel kereta api Marmaray yang  menghubungkan sisi Eropa dan Asia di kota bersejarah ini .
” Pendahulu  kita rencanakan ini [ proyek terowongan ] . Dan kini  kita yang  mewujudkannya , ” kata Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan , menurut situs berita Middle East Online .

Sementara terowongan tersebut secara resmi akan dibuka pada Selasa , tetapi  rel  kereta api belum  sepenuhnya dapat melakukan operasionalnya.

Pejabat pemerintah Turki menyatakan dalam  konferensi persnya,  bahwa terowongan tersebut memiliki kapasitas maksimum 1,5 juta penumpang per hari , dan diharapkan dapat  meringankan 20% beban  lalu lintas padat di Istanbul , menurut Hurriyet Daily News .

Erdogan mulai mencanangkan pembuatan  terowongan ini sejak  tahun 2004 , dan proyek ini sebagai salah satu dari banyak proyek ambisiusnya termasuk pembuatan  jembatan ketiga, Dermaga paralel, dan bandara udara ketiga di kota itu.

Pembangunan terowongan dijadwalkan selesai dalam  empat tahun , tapi terjadi serangkaian penundaan karena banyak ditemukan  artefak bersejarah di lokasi  tersebut . (Arby/Dz) 

Lengkapnya Klik DISINI

Suami dan Isteri : Saling Melengkapi

13830020071842877610
ilustrasi : www.zawaj.com
Dalam kehidupan berkeluarga, suami, isteri dan anak-anak adalah satu tim. Mereka beraktivitas dalam satu tim untuk mencapai visi bersama, yang oleh karena itu harus saling bekerja sama dengan baik. Sebagai satu tim, suami, isteri dan anak-anak berinteraksi secara positif untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki, hingga bisa mencapai kondisi-kondisi yang dikehendaki. Personal inti dalam tim keluarga adalah suami dan isteri, sebagai pembentuk keluarga itu sejak pertama kali.

Tim keluarga tidak bisa mencapai visi, tujuan dan kondisi yang mereka kehendaki, apabila tidak bisa bekerja sama dengan baik antara satu dengan yang lain. Salah satu kunci yang harus dimiliki oleh suami dan isteri adalah kesediaan untuk saling melengkapi, agar kekurangan dan kelemahan satu pihak bisa ditutup oleh yang lain. Semua pekerjaan dan kewajiban berumah tangga bisa terselesaikan dengan baik apabila suami dan isteri selalu bersikap saling melengkapi.

Kesadaran bersama antara suami dan isteri untuk saling melengkapi ini sangat penting bagi terbentuknya keluarga yang kompak dan harmonis. Kesadaran ini hendaknya dibangun di atas beberapa pengertian atas realitas hidup berumah tangga sebagai berikut.

Suami dan Isteri Memang Berbeda

Hal yang sering dilupakan oleh pasangan suami isteri adalah kenyataan bahwa mereka tidak sama. Laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang berbeda, dan tidak akan pernah menjadi sama berapapun lamanya mereka hidup bersama dalam keluarga. Sampai akhir hayatnya, suami adalah lelaki yang lengkap dengan segala potensi dan ego kelelakiannya. Sampai akhir hayatnya, isteri adalah perempuan yang lengkap dengan segala potensi dan ego keperempuanannya.

Tentu saja ada sangat banyak persamaan, namun kita tidak boleh mengingkari adanya perbedaan tersebut. Secara umum, para peneliti menemukan struktur otak yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan laki-laki dan perempuan memiliki beberapa kecenderungan yang khas.

Studi menunjukkan, otak laki-laki memiliki ukuran 8 sampai 10 % lebih besar dibanding perempuan. Namun bukan berarti laki-laki lebih pintar karena ukuran otak ini. Otak manusia terdiri dari materi abu-abu yang melakukan pemikiran dan materi putih yang menghubungan tindakan yang berbeda dari otak. Karena laki-laki memiliki materi abu-abu yang lebih sedikit, mereka cenderung bertindak dengan single-minded focus, tidak memperhitungkan lebih dalam dalam bertindak. Sedangkan perempuan lebih banyak pertimbangan, karena memiliki materi putih yang lebih banyak.

Pada sisi yang lain, perempuan bisa melakukan berbagai tugas lebih cepat dan lebih baik dibanding laki-laki. Hal ini dikarenakan neuron yang menyusun otak perempuan berkomunikasi lebih baik antara satu dengan lainnya, daripada neuron yang ditemukan di dalam otak laki-laki. Perempuan memiliki kemampuan menyelesaikan tugas yang diberikan tanpa harus melibatkan neuron dalam jumlah besar pada prosesnya.

Wanita memiliki area yang lebih besar di otak yang bekerja pada insting pelacakan, inilah yang membuat mereka bekerja lebih cepat ketika yang lain masih berpikir. Ketika wanita berpikir, mereka menggunakan sisi kanan otak yang mengkhususkan diri dalam masalah emosional. Ini mengapa perempuan lebih baik menangkap isyarat seperti bahasa tubuh, nada suara, dan lain sebagainya.

Nah, jelas-jelas berbeda bukan? Jika tidak berusaha untuk saling melengkapi, maka sudah bisa dipastikan akan selalu terjadi konflik antara laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan keluarga setiap harinya. Padahal konflik seperti itu bisa dihindari dengan jalan saling mengerti dan melengkapi satu dengan yang lainnya.

Keluarga Selalu Mengalami Perkembangan

Banyak orang menganggap keluarga itu statis, seakan akan semua selalu berada dalam keadaan yang sama. Padahal keluarga itu adalah sebuah dunia yang sangat dinamis. Saya sering menyebut keluarga sebagai “organisme hidup”, yang memiliki ciri pertumbuhan dan perkembangan. Setiap hari ada yang baru, setiap saat ada yang berubah, setiap hari ada yang tumbuh dan berkembang. Suami mengalami pertumbuhan dan perkembangan, isteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan, demikian pula anak-anak.

Oleh karena semua mengalami pertumbuhan dan perkembangan, maka corak interaksi dan komunikasi di antara mereka juga harus selalu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan tersebut. Termasuk janji, kesepakatan dan komitmen yang pernah dibuat di antara suami dan isteri, tidak bisa diberlakukan sepanjang hayat, selama-lamanya. Semua harus menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang selalu muncul sepanjang perjalanan kehidupan berumah tangga.

Pada keluarga yang telah menapaki umur pernikahan selama duapuluh tahun, maka kondisi suami dan isteri tersebut saat ini jelas berbeda dengan duapuluh tahun lalu saat menjadi pengantin baru. Anda bisa membayangkan dan membuat daftar panjang, apa sajakah yang berubah dari seseorang –laki-laki maupun perempuan—setelah melampaui waktu duapuluh tahun? Fisik tentu banyak berubah, seperti berat badan, bentuk tubuh, warna rambut, keriput kulit dan lain sebagainya.

Namun harus diingat, yang berubah setiap hari bukan hanya fisik. Pikiran, perasaan, selera, keinginan, dan kondisi kejiwaan juga berubah. Tidak pernah tetap, selalu ada kebaruan karena bertambahnya pengalaman dalam kehidupan. Bahkan kakek dan nenek yang sudah berusia tua, kakek berumur 85 tahun, nenek berumur 80 tahun, sudah menjalani hidup berumah tangga selama 60 tahun, tetap saja ada yang baru dari kehidupan mereka.

Oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan itulah, maka diperlukan saling pengertian antara suami dan isteri. Harus ada komitmen dua belah pihak untuk berusaha saling mengenali dan saling melengkapi, karena suami hari ini sudah berada dalam kondisi yang berbeda dengan kemarin. Isteri hari ini sudah mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibanding isteri yang kemarin. Kita selalu berubah, tidak pernah tetap.

Mensiasati Kesibukan Suami Isteri

Suami dan isteri di zaman kita hidup ini, sedemikian disibukkan oleh berbagai aktivitas yang menjadi tugas dan amanah masing-masing. Suami bekerja, isteri juga banyak yang bekerja. Suami aktif dalam kegiatan organisasi atau partai atau kemasyarakatan, isteripun demikian. Sehingga masing-masing tersibukkan oleh dunianya, yang bisa membuat mereka saling asing dan menjauh satu dengan yang lainnya.

Ketika hidup berumah tangga menuruti ritme kesibukan, yang akan terjadi adalah suasana yang monoton. Melewati hari dengan mekanis. Bangun pagi, menyiapkan sarapan keluarga, membersihkan kamar, bersiap kerja, mengantar anak sekolah, dan seterusnya sampai sore atau malam hari saat masing-masing pulang ke rumah dalam keadaan lelah dan jenuh akibat kerja seharian. Suami sibuk dengan dunia pekerjaan, organisasi dan seabreg kegiatan lainnya, demikian pun isteri.

Menyadari adanya kesibukan yang bertumpuk dan rutin inilah yang harus semakin menguatkan tekat suami dan isteri untuk selalu memperbarui janji serta komitmen untuk saling melengkapi. Pada gilirannya mereka akan mampu bekerja sama dengan harmonis, saling mengisi, saling memberi, saling mengingatkan, saling menguatkan, saling membantu pasangan dalam mencapai kebahagiaan hidup berkeluarga. 

Lengkapnya Klik DISINI


Dinar-Dirham, Harganya Sama Sejak Zaman Rasul Sampai Sekarang (1)

 
“ALI bin Abdullah menceritakan pada kami, Sufyan menceritakan pada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan pada kami, ia berkata: saya mendengar penduduk bercerita tentang  Urwah, bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan uang 1 Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau (H.R Bukhari).”
 
Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing yang wajar di zaman Rasulullah SAW adalah 1 Dinar.

Jika 1 Dinar saat ini (2011) adalah Rp. 1.950.000 maka nilai Dinar tetap cukup untuk untuk membeli 1 kambing dengan kualitas terbaik. Kesimpulannya perbedaan waktu antara pada zaman Rasulullah SAW sampai hari ini nilai daya belinya masih tetap 1 Dinar hal ini merupakan bukti nyata jika kita menyimpan Dinar/Emas stabilitas nilai daya belinya mampu menangkal  kenaikan barang dan jasa.

Coba kita bandingkan misalnya dengan nilai uang rupiah (IDR), pada tahun 1970 jika harga seekor kambing dengan kualitas yang bagus di kisararan Rp 7.000 (tujuh ribu rupiah) per ekornya. Tahun 2013 setelah terjadi perbedaan waktu 43 tahun dari 1970-2013, situasinya berubah.

Uang Rp 7.000 tersebut tidak jadi kita belikan kambing pada saat itu, kemudian kita simpan dan kita kebetulan lupa menaruhnya dan tiba–tiba secara tidak sengaja kita menemukan uang yang kita simpan tersebut di tahun 2013 ini, maka hal yang pasti terjadi uang tersebut di jamin tidak laku karena cetakan mata uang telah berganti-ganti seiring periode masa berlakunya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).

Apabila uang tersebut kita paksakan untuk dibelanjakan pasti kita dianggap kurang waras, jika kita tukarkan di BI untuk mendapatkan nilai pecahan baru dengan nominal yang sama juga pasti akan ditolak karena batas waktu penukaran dari masa berlakunya telah habis, otomatis uang kita jadi uang kuno yang hanya berguna untuk koleksi pribadi dan museum.

Coba kita balik cerita ini menjadi seperti ini, uang Rp 7.000 tersebut kita belikan emas murni pada saat itu harga emas Rp 500/gr maka akan mendapatkan 14 gr emas murni, lantas emas tersebut kita simpan dan seiring dengan berjalannya waktu kita lupa menaruh atau lupa memilikinya. Kemudian pada tahun 2011 emas murni kita temukan, jika kita uangkan tetap akan laku dan sekaligus jadi penolong keuangan kita jika harga 14 gr x Rp. 450.000 maka uang yang kita terima Rp. 6.300.000.

Uang  Rp 7.000 tersebut jika disimpan di bank dalam kurun 41 tahun maka bunga bank yang kita terima Rp 28.700 dengan asumsi (10% tahun x 41 tahun) maka uang total pokok dan bunga kita terima sebesar Rp 35.700 ditahun 2011, maka begitu kita keluar dari bank uang tersebut yang rencananya kita  belikan 1 ekor kambing dengan pasaran harganya ditahun 2011 Rp. 1.950.000  dipastikan uang kita tidak akan cukup untuk membeli kambing tersebut, dengan langkah lemas dan pasrah yang bisa kita lakukan adalah menuju warung sate untuk membeli 1 porsi sate kambing plus minuman.

BERSAMBUNG

Lengkapnya Klik DISINI

Ketika Akhwat Terperangkap Sinyal Cinta

“...rasa nyaman terkadang membuat orang berhenti meniti takdir terindah…”

[Sarwo Widodo Arachnida]

Akhwat itu susah Move On… itu kesimpulan instan yang saya dapatkan. Meski sejatinya tidak semuanya begitu. Miris memang, tapi itu kenyataan. Setidaknya itu yang saya temukan. Tak percaya…? Mungkin kisah ini bisa bisa jadi sebagian bukti.

Kisah Pertama

Terjadi saat pembinaan tarbawi yang sudah diakhiri, menghangat kembali akibat tema “Kapan Datangnya Belahan Hati”.

“Sudahlah…saya percaya…jodoh itu pasti datang…saat hati sudah ikhlas dan merelakan sosok dambaan yang tak bisa didapatkan…” cetus si mad’u yang ada di hadapannya tanpa beban sambil mengangkat ransel hendak melangkah pergi

“Astaghfirullah…berarti hingga detik ini anti belum ikhlas…?” Sang Murobbiyah tiba-tiba menyahut dengan nada tegas.

“He…he…he…” dengan lugu si Mad’u menjawab dengan tertawa basi.

Tanpa sadar ia duduk kembali, urung untuk melangkah pergi.

“Ck…ck…ck… istighfar ukhti…segera bersihkan hati…” suara Sang Murobbiyah merendah kembali

“Bisa jadi itu sebabnya… data anti selalu kembali…setiap kali ana berikhtiar untuk anti belakangan ini…” lanjut beliau dengan nada sedih.

“Sebaiknya jangan diteruskan seperti ini…anti menyakiti diri sendiri… anti menyakiti orang yang menyayangi anti… segera ditata kembali hatinya… ikhlaskan semuanya… semoga akan ada takdir indah yang mengiringinya ” tutur Sang Murobbiyah kembali menasehati.

Tanpa sadar air mata si Mad’u mulai meleleh…ia begitu dihinggapi rasa bersalah.

Kisah Kedua

“Ana ndak bisa mbak… apa yang harus ana lakukan…” ujar ukhti Solihah lewat sebuah pesan singkat di HP nya.

“Ana susah mengawali sesuatu… dan ketika sudah nyaman… ana takut mencoba yang baru… ibarat sebuah tempat… saya takut untuk melangkah pergi… jujur mbak “beliau” masih tersimpan rapi di hati” lanjut ukhti Solihah makin sendu.

“Ikhlaskan hati dhek… menikah itu tak cukup hanya dengan jatuh cinta… saat anti mampu berusaha bangun cinta… InsyaAllah akan lebih indah… terlebih lagi lebih berkah… Allah slalu punya pilihan yang terbaik” dengan berusaha sebijak mungkin “Mbak”nya memberi jawaban balasan.

Ini sudah sekian kali… sudah hampir proses ketiga yang ukhti Solihah jalani dan masalahnya masih sama. Ia merasa belum mampu “pindah” ke lain hati. Sedang “yang dinanti” merasa masih belum siap tanpa batas waktu yang pasti. Padahal pihak keluarga sudah tak sabar lagi. Dilema melanda, itu sudah pasti.
***

Begitulah akhwat… mereka sebagaimana wanita pada umumnya. Mereka terlalu “setia” dengan perasaanya. Sebuah artikel di dunia maya menyebutkan, pada dasarnya wanita adalah sosok yang sangat setia, kesetiaan mereka terkadang tidak dibalas setimpal oleh laki-laki, tentunya sangat menyakitkan bagi seorang wanita, tapi itulah wanita walau sering disakiti tapi mereka tetap berusaha mempertahankan hubungan dengan mengutamakan kesetiaan. Saat wanita mengalami “tragedi cinta” mereka kebanyakan membutuhkan “waktu berkabung” yang lebih lama. Seorang Konselor percintaan Dr. Rajan Bhonsle mengemukakan, hal itu bisa jadi benar dengan alasan wanita merupakan makhluk yang emosional.

"Bagi kebanyakan wanita, jatuh cinta adalah proses yang perlahan dan bertahap. Ketertarikan wanita kepada pria terbentuk dalam waktu yang lama seiring dia mulai mencintai, mengenali dan memahami lawan jenisnya. Dia memupuk perasaan cintanya, itulah sebabnya kegagalan percintaan atau perselingkuhan lebih menyakitkan bagi wanita," urai Dr. Raja

Sedangkan pakar yang lain mengemukakan hal yang sedikit berbeda, psikoterapis Dr. Reema Shah yang menyatakan bahwa urusan perasaan tidak bisa digeneralisasikan. Dr. Reema berargumen, perbedaan cara pria dan wanita dalam mengatasi masalah percintaan bukan karena gender, tapi lebih kepada kondisi sosial.

"Wanita bersikap demonstratif karena ada semacam persetujuan sosial yang 'membolehkan' mereka lebih terbuka secara emosional. Karena ekspresinya terlihat, orang jadi berpikir kalau wanita lebih sulit melupakan sakit hati," ujarnya.

Argumentasi kedua pakar tersebut makin mengamini jika realitas yang ada menunjukkan bahwa mayoritas wanita memang lebih memilih untuk berlama-lama dalam “derita” cintanya.

Maka teruntuk para kaum adam apapun sebutannya, mau yang ngakunya ikhwan atau bukan, sebaiknya tidak coba–coba mengetuk pintu hati wanita manapun dengan mengirimkan sinyal-sinyal cinta atau menanamkan benih cinta jika memang tidak dan belum sanggup membingkai cinta yang coba ditawarkannya dengan tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud adalah pernikahan. Mencintai berati menikahi. Itu prinsipnya. Tegas dan jelas.

Islam tidak memungkiri naluri dan fitrah insani dalam hal kecondongan terhadap lawan jenis. Allah berfirman,

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imron : 14)

Dan jalan terbaik untuk mengelola naluri tersebut sudah ditunjukkan Allah pula dalam kitab-Nya.

Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. An Nuur : 32)

Namun apabila merasa belum sanggup memilih solusi yang Allah tunjukkan, Dia menunjukkan alternatif pilihan yang lain yakni,

"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (QS. An Nuur : 33)

Disebutkan pula di ayat yang lain,

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(QS. An Nuur : 30)

Tak hanya kaum Adam, wanita pun dianjurkan melakukan hal yang sama.

Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) terlihat……. (QS. An Nuur : 31)

Pilihan-pilihan sudah disediakan. Maka, bila melanggar batasan yang ada Allah telah mengingatkan,

“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra : 32)

Aturan Islam sudah jelas. Pada akhirnya berpulang pada diri masing–masing pilihan mana yang hendak diambil. Tentu sebagai insan yang tercerahkan oleh cahaya iman, semua tentu paham adalah kurang ahsan jika tindakan yang dilakukan akan menimbulkan kesusahan pada saudara seiman. Nasehat ini terutama bagi kaum Adam, jangan sampai karena sikap “kurang bertanggung jawab”nya menyebabkan saudaranya “menderita” berkepanjangan. Sebaliknya pula bagi kaum wanita, tak patut pula kiranya jika berlama-lama dan merasa nyaman dengan “derita cinta” sebab bisa jadi takdir terindah yang telah Allah siapkan jadi tertunda karenanya. So try to Move On girls…...!!!
[Kembang Pelangi]

Baca Juga :
Lengkapnya Klik DISINI

Ikhlas Bekerja Memenangkan Pemilu 2014

Apakah modal utama bagi kader untuk bekerja di kancah politik praktis meraih kemenangan dalam Pemilu Legislatif 2014 ? Tentu sangat banyak modal yang telah dimiliki kader, dan dengan itulah mereka terus menerus bekerja tanpa peduli posisi dirinya sebagai apa dalam perhelatan Pemilu kelak. Namun saya akan mengajak melihat satu modalitas utama yang harus ada dan harus terus menerus dijaga oleh seluruh kader, yaitu modal ikhlas.

Ikhlas Itu Bekerja Karena Allah

Sebagian kader mendapat amanah sebagai calon anggota legislatif (caleg), sebagian yang lain mendapatkan amanah sebagai pengurus Partai, sebagian yang lain mendapatkan amanah melakukan dakwah ‘amah ke berbagai lapisan masyarakat. Bagian terakhir inilah yang berjumlah paling banyak. Bukan caleg, bukan pengurus partai, namun mereka adalah kader yang terus menerus konsisten melakukan kegiatan dakwah dan menebar kebaikan di tengah kehidupan masyarakat.

Masyarakat umum berpandangan, pekerjaan memenangkan Pemilu itu adalah tanggung jawab para caleg, karena mereka yang kelak akan “menikmati hasilnya”. Logika itu tidak berlaku di kalangan kader. Semua kader bekerja keras berupaya memenangkan Pemilu, tanpa berpikir apakah dirinya caleg atau bukan. Tanpa berhitung apakah “caleg jadi” atau tidak. Semua kader mengerti, bahwa memenangkan Pemilu adalah ibadah li i’la-i kalimatillah.

Bekerja dalam konteks ibadah inilah yang memberikan kekuatan moral yang luar biasa pada semua kader. Semua bekerja untuk Allah, bekerja karena Allah, bukan untuk mendapatkan kursi, bukan untuk mendapatkan kekuasaan, bukan untuk mencari kekayaan dan keterkenalan pribadi. Bukan pula hanya bekerja karena menjadi caleg. Caleg atau bukan, itu hanya bab pembagian amanah. Tidak ada kamus berebut amanah, yang ada adalah kesiapan melaksanakan amanah sebagai bagian dari ibadah kepada Allah. Sebagai wujud dari kecintaan kepada Allah.

Inilah makna ikhlas. Jika memang ikhlas, maka upaya memenangkan Pemilu 2014 adalah bekerja untuk Allah, bekerja karena Allah, bekerja di jalan Allah. Bukan orientasi individu, bukan motif pribadi, bukan gila kekuasaan dan kehormatan.

Ikhlas Itu Semangat dan Kerja Keras

Sangat aneh jika orang bekerja untuk Allah dilakukan dengan kemalasan dan bersantai-santai. Bagaimana mungkin kader yang mengerti ma’na syahadatain, ma’rifatullah, ma’rifatur rasul, haqiqatul iman, dan berbagai pemahaman dasar lainnya, tidak memiliki semangat untuk bekerja di jalan Allah? Bagaimana mungkin kader yang mengerti jalan dakwah para Rasul, mengerti hambatan dan tantangan di sepanjang perjalanan mujahid dakwah, masih bermalas-malasa melaksanaka aktivitas memenangkan Pemilu 2014?

Sebagian kader masih ada yang berkata tidak tepat, “Kok ambisius banget sih, menang Pemilu atau tidak, semua sudah tertulis di Lauh Mahfuzh. Jadi, untuk apa kerja serius, santai sajalah…” Bagaimana bisa santai, melihat persoalan umat yang sedemikian banyak untuk diselesaikan? Bagaimana bisa santai, melihat berbagai PR perbaikan masyarakat, bangsa dan negara yang masih menumpuk?

Jika memang ikhlas, artinya kita siap kerja keras. Kerja ini bukan untuk seseorang, bukan untuk mencapai jabatan dan kekayaan personal. Kerja ini untuk Allah, karena Allah, bagaimana bisa malas ? Jika memang ikhlas, tunjukkan dengan semangat dan kerja keras. Ikhlas itu tampak dalam semangat dan kerja keras.

Ikhlas Itu Tenaga Berlipat Ganda

Justru karena orientasi pekerjaan ini tidak bercorak pribadi, maka energi yang muncul menjadi tidak terbatas. Orientasi kerja dalam pemenangan Pemilu adalah ibadah, kerja untuk Allah, menebar kebajikan di berbagai bidang kehidupan, meretas jalan peradaban, menguatkan upaya pelaksanaan misi kemanusiaan dan dakwah. Semua kader menyimpan energi potensial luar biasa besarnya untuk melakukan semua pekerjaan itu.

Menjaga keikhlasan dalam niat, dalam langkah, dalam cara, dalam upaya, dalam kerja dan do’a, akan membuat tenaga kader tidak ada habisnya. Jika bekerja semata-mata karena ingin mendapat posisi, kekuasaan, kekayaan, keterkenalan dan orientasi pragmatis lainnya, maka akan cepat membuat lelah, cepat memunculkan fitnah, cepat menyulut konflik, cepat merusak ukhuwah, cepat melemahkan jama’ah. Tenaga terkuras sia-sia, tanpa ada hasil yang bisa dibanggakan di hadapan-Nya.

Banyak kader, bukan caleg, bukan pengurus Partai, rela mengeluarkan dana, rela mengorbankan waktu dan tenaga, rela menyumbangkan berbagai fasilitas yang dimilikinya demi kesuksesan pemenangan Pemilu 2014. Mereka ini memiliki tenaga berlipat ganda, karena keikhlasan yang terpatri dalam jiwa. Bahkan banyak yang bekerja di tengah kesunyian yang mencekam, tanpa diliput media, tanpa disebut namanya, tanpa muncul di publik, namun kerja dan kontribusinya luar biasa. Tentu saya tidak boeh menyebut nama maupun identitasnya.

Ikhlas Itu tetap Bekerja Walau Dicela

Kader tidak mencari sensasi, juga tidak mengharap selalu dipuji. Kader akan tetap bekerja walau dicela dan dicaci maki. Energi yang dimiliki kader bukanlah karena pujian. Jika bekerja karena ingin mendapat pujian, maka begitu celaan lebih sering didapatkan, matilah semangatnya. Matilah amal kebajikannya. Matilah upaya pemenangan pemilu dan mati pula cita-cita.

Membaca media tentu bagian dari kebutuhan dakwah, namun begitu media sedang dipenuhi kesumat dengan celaan dan cacian, tidak akan menyurutkan semangat kader untuk bekerja. Ikhlas itu artinya tetap bekerja walau dicela, karena kader memahami kerja yang dilakukan tak selamanya berbuah pujian dan sanjungan. Tak sedikit kerja kebaikan yang diapresiasi media dengan cemoohan dan celaan.

Tetaplah bekerja karena itulah komitmen kita. Bekerja untuk Indonesia, bekerja untuk perbaikan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Bekerja untuk tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bekerja untuk menuju peradaban mulia. Bekerja di jalanNya, karenaNya dan untukNya. Bekerja senantiasa, tanpa jeda, tanpa batas masa.

Harapan itu selalu ada, selama kita di jalanNya.
 
Yogyakarta, 4 Oktober 2013
Sumber : http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=3079
Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......