Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Siyasatud Da’wah

hilmi-aminuddin
Ust. Hilmi Aminudin
Bila kita berkecimpung dalam dunia dakwah, maka memahami siyasatud da’wah merupakan tuntutan yang tak dapat dihindarkan. Banyak da’i yang aktif dalam dakwah tetapi sama sekali tidak memahami siyasatud da’wah. Ia bak pita rekaman yang diputar disana sini berjalan tanpa program dan perencanaan. Da’i seperti ini biasanya hanya menjadi bulan-bulanan orang-orang yang punya program, terutama dari kalangan musuh Islam.

Siyasatud da’wah sangat erat kaitannya dengan minhaj da’wah sebagaimana siasatusy-syar’i erat hubungannya dengan minhajusy-syar’i, karenanya dalam suatu gerakan dakwah yang berjalan tanpa minhaj, mustahil ditemukan siyasatud da’wah ini. Hanya para du’at yang berkecimpung dalam jihad minhaji saja yang bisa memahami siyasatud da’wah.

Mendengarkan kata “siyasah” orang mungkin berfikir ini merupakan ilmu politik, sebenarnya tidak demikian. Siasat disini lebih merujuk pada aktifitas politik praktis dakwah dan bukan pada ilmu politik. Islam memiliki pola politik sendiri yang khas dan berlaku pada suatu masyarakat Islam. Siasat dakwah mencakup aktivitas dakwah yang dilakukan oleh praktisi dakwah. Dia menjadi kegiatan utama bagi para personil struktural dan fungsional dakwah. Dengan demikian ruang lingkup siyasatud da’wah adalah “pengendalian da’wah dan problematika-prolematika da’wah”.

Kefahaman terhadap siyasatud da’wah sangat bermanfaat untuk menyusun program dan perencanaan baik bagi individu da’i maupun jama’ah harakah Islam. Dengan kefahaman ini, aktifitas internal maupun eksternal suatu jama’ah akan terarah dan terkontrol. Sasaran utama siyasatud da’wah adalah terbentuknya isti’ab jama’i (kemampuan beramal jama’i) yang tinggi, peningkatan amal jama’i secara kualitas maupun kuantitas sangat berguna untuk menertibkan maratib tanzhim da’wah (stelsel struktural) yang solid dan kuat.

Pengertian Siyasatud Da’wah

Kata siasat sebenarnya sudah cukup mengakar dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus bahasa arab berasal dari kata “sasa-yasusu-siyasatan”, artinya “mengendalikan” arti siyasah adalah pengendalian. Sais dalam bahasa kita berarti kusir delman, pekerjaannya mengendalikan kuda. Kata siyasah juga telah biasa diartikan dalam bahasa indonesia sebagai politik. Agar tidak mengurangi makna, dalam pengkajian ini biarlah kita sebut siasat saja.

Dakwah sebagaimana kita kenal adalah upaya mengajak manusia kejalan Allah, dilakukan dengan hikmah dan bijaksana. Sehingga mereka (manusia yang di dakwahi) itu keluar dari kejahiliyahan menuju cahaya Islam. Maka siyasatud da’wah adalah “Suatu upaya optimal mendayagunakan semua sumber potensi dakwah atas dasar prinsip-prinsip yang jelas untuk mencapai tujuan tinggi dengan merealisir sasaran-sasaran yang telah ditentukan.”

Siyasatud dakwah merupakan istighlalul amtsal yaitu usaha yang sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin, baik kualitas maupun kuantitas, untuk mengarahkan semua sumber daya dakwah yang dimiliki gerakan Islam. Bukan hanya yang berbentuk materi, tetapi seluruh yang ada dalam ruang lingkup dakwah. Dalam hal ini termasuk situasi kondisi, pribadi -pribadi , serta lembaga – lembaga baik yang dimiliki umat Islam maupun musuh-musuhnya. Setiap du’at harus pandai melakukan intifa (pemanfaatan) potensi, baik yang ada pada umat Islam maupun lawan-lawan Islam dalam perjuangan dakwah Rasulullah SAW juga melakukan beberapa pemanfaatan ini, sebagai contoh:
  1. Tatkala Rasulullah berada di Mekkah paman beliau yang disegani masyarakat Quraisy selalu membela. padahal Abu Thalib masih kufur. Perlindungan Abu Thalib tidak diminta oleh Rasulullah, tetapi di pergunakan sebesar-besarnya untuk Islam.
  2. Tatkala Rasulullah hijrah bersama Abubakar, beliau dikejar-kejar oleh Saraqah bin Malik yang mengharapkan hadiah besar dari para penguasa Quraisy untuk membunuh Nabi, berulangkali kuda Suraqah berhasil berada di belakang unta Nabi tetapi setiap akan mendekat selalu kuda itu jatuh berlutut, akhirnya Suraqah menyerah. Ia sangat takut pada Nabi dan Abu Bakar, karena takutnya, ia malah minta surat jaminan perlindungan pada nabi agar tidak dibunuh, Nabi bersedia asalkan Suraqah bersedia balik ke Makkah kembali dan mengatakan pada para pengejar yang lain bahwa Nabi dan Abu Bakar tidak berada di jalan itu. Maka pulanglah Suraqah dengan membawa pesan Nabi itu.
Dua peristiwa itu menunjukan upaya Nabi memanfaatkan orang-orang kafir. Berdasarkan pola Nabi SAW diatas, harus diingat beberapa unsur :
  1. Pemanfaatan itu untuk maju dan berkembangnya dakwah bukan untuk kepentingan priibadi.
  2. Pemanfaatan tersebut tidak dengan menjual kebenaran kepada orang-orang kafir tersebut. Harga dakwah harus tetap tinggi tidak boleh rendah.
  3. Memberikan jaminan atau perlindungan bagi kafir-pun boleh asalkan diminta dengan imbalan selamatnya dakwah dan penggerakan Islam.
  4. Tidak mengandalkan dan mengkalkulasikan pertolongan Allah yang menyalahi sunatullah yang berlaku. Seperri jatuhnya kuda Suraqah merupakan pertolongan Allah yang ghaib. Ini tidak boleh di perhitungkan sebagai suatu andalan kekuatan. Dengan demikian, nyatalah siyasatud dakwah harus berdiri sendiri di atas prinsip yang jelas dalam arti tidak melanggar aqidah, fikrah, minhaj, dan akhlak Islam.
Hubungan Siyasatud Da’wah Dengan Mabadi Islamiyah

Adanya siasat tidak berarti kita boleh melarutkan diri dalam kancah politik tanpa disiplin harakah. Sesungguhnya dienul Islam tidak bisa melepaskan diri dari prinsip-prinsip dasar (mabadi) yang menjadi tonggaknya. Bila ada upaya melepas dien, berarti telah melakukan kekeliruan yang fatal. Adanya banyak da’i yang larut dalam kancah jahiliyah dengan alasan siyasatud da’wah. Mereka berupaya untuk meng-Islamisasi struktur, namun ternyata jatuh dilembah kenistaan, menjual ayat-ayat Allah dengan harga dunia yang murah dan sedikit. Ini tidak lain karena da’i tersebut tidak memiliki kekokohan mabadi al-Islamiyah.

Seorang da’i harus bebas dari vested interest dan motivasi-motivasi diluar mardhatillah. Islam selalu memotivasi ummatnya untuk menjadikan ridha Allah sebagai tujuan hidupnya. Siyasatud da’wah-pun tidak boleh lepas dari tujuan li’illaa’i kalimatillah, untuk mengangkat/meninggikan kalimat Allah.
Dalam mendefinisikan fi sabilillah Rasulullah bersabda:

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

“Barang siapa berperang agar kalimat Allah tetap tinggi itulah yang fi sabilillah” – HR Bukhari-Muslim.

Dalam siyasatud da’wah, tujuan merupakan faktor yang sangat esensial. Mardhatillah adalah satu-satunya tujuan tiada perubahan dan pergantian. Bila tujuan ini menyimpang, maka semua perencanaan tiada artinya. Untuk mencapai tujuan yang mulia itu, ditentukanlah sasaran-sasaran yang berdasarkan ijtihad amal jama’i. Langkah-langkah yang digariskan disini berarti fleksibel, dapat berubah sesuai kebutuhan. Sasaran-sasaran siyasatud da’wah merupakan sarana mencapai tujuan (ghoyah). sumber

*Inspirasi Rabbani
Lengkapnya Klik DISINI

Bercermin pada AKP

ak_parti_logo-jpg20140813121428Sitaresmi S Soekanto (Doktor Ilmu Politik UI)

Ada 5 strategi yang digunakan oleh AKP yakni: strategi vernacular politik; strategi merangkul oposisi berupa kubu sekuler dan militer; strategi mengurangi dominasi militer dan menguatkan hegemoni sipil melalui pemenuhan syarat menjadi anggota Uni-Eropa; strategi pemilihan isu-isu kampanye yang lebih dibutuhkan rakyat misalnya dari pada mengedepankan isu moral mereka lebih memilih mengangkat isu mengurangi tingkat pengangguran; dan strategi pendanaan.

Namun kemudian setelah observasi lapangan ada 3 strategi lagi yang digunakan oleh AKP  yang tak kalah pentingnya yakni: strategi media; strategi menjual rekam jejak keberhasilan; dan strategi menjual mimpi atau gagasan besar. Strategi media di AKP dirancang dengan matang karena walaupun partai berkuasa, tidak bisa mengharapkan media massa di Turki mau mendukung pemerintah. Oleh karena itu mereka mengandalkan pemanfaatan media secara komersial yakni memakai iklan TV secara masif dan terus menerus sehingga mengurangi anggaran untuk pembuatan banner, poster, spanduk ataupun campaign kits lainnya seperti merchandise.

Strategi berikutnya adalah menjual rekam jejak keberhasilan AKP maupun pemimpinnya yang dikemas secara apik juga memanfaatkan berbagai media yang ada. Salah satu ungkapan kampanye AKP yang khas adalah: Nereden-Nereye (Dulu-Sekarang atau Dari mana- Mau kemana). Akhirnya, strategi yang paling visioner adalah strategi menjual gagasan besar atau mimpi besar menjadikan Turki sebagai bangsa besar di 2023 yakni pada saat Republik Turki berusia 100 tahun.

Berdasarkan observasi dan benchmarking terhadap AKP tersebut maka saya mengajukan beberapa rekomendasi terhadap PKS jika ingin meniru keberhasilan AKP.
Rekomendasi bagi PKS Terkait Faktor-faktor  Internal Partai
  1. Faktor Ideologi.
Oleh karena perbedaan cara pandang ideologis relatif telah terselesaikan, maka sebaiknya PKS lebih fokus pada penguatan aspek ideologi dalam artian lebih ke arah aplikasi ideologi Islam dengan berjuang untuk merealisasikan keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat dan bukan sibuk mewacanakan atau mendiskusikan ideologi lagi.
  1. Faktor organisasi.
Walaupun PKS tidak seperti AKP yang memiliki 2 sayap organisasi yakni Woman Branch dan Youth Branch yang independen, sebaiknya PKS menajamkan fungsi elemen perempuan dan pemuda untuk melakukan ekspansi dan tugas rekrutmen. Kemudian untuk memperluas aksi pelayanan ke masyarakat serta sekaligus menjadi wadah bagi para anggota dan simpatisan PKS untuk berkiprah, PKS seyogyanya juga meniru AKP dengan memiliki beberapa lembaga yang profesional. Namun yang urgen keberadaannya adalah bagaimana menjadikan Badan Humas di DPP PKS saat ini menjadi lembaga Humas yang profesional melayani konstituen  secara penuh atau 24 jam non-stop. Lembaga Humas ini juga menjadi PKS Communication Center yang merupakan saluran resmi melalui telepon, sms, yang direspon dengan cepat melalui petugas yang secara bergiliran stand-by di kantor selama 24 jam dan harus ada di 33 Provinsi di seluruh Indonesia untuk menampung aspirasi rakyat.
  1. Faktor Basis Massa.
PKS perlu memperluas basis utamanya dari kalangan menengah terdidik  hingga sampai berakar hingga ke grass root. PKS juga harus mulai dapat membidik pemilih nasionalis yang kecewa pada partai penguasa: Demokrat agar beralih ke PKS dan bukan ke partai Golkar atau PDIP. Oleh karena itu PKS harus lebih bersikap inklusif dan menerima keragaman orang yang ingin mendukung atau bergabung dengan PKS.
  1. Faktor Sistem Rekrutmen dan Kaderisasi.
Untuk dapat memperoleh keberhasilan di Pemilu dibutuhkan jumlah SDM yang memadai, oleh karena itu PKS harus lebih agresif dan inovatif dalam membuka peluang-peluang rekrutmen. Di PKS sistem rekrutmen yang ada saat ini lebih menekankan aspek kualitas kader, tentu saja hal itu baik bila untuk memperkuat barisan kader inti yang ideologis. Namun bila hanya mengandalkan cara seperti itu maka tidak akan bisa bersifat masif dan malah cenderung stagnan  karena sangat terbatas. Oleh karena itu PKS perlu lebih terbuka dalam rekrutmen dan dapat menggunakan metode klasifikasi: pengurus atau aktivis, anggota dan relawan yang masing-masing memiliki standar penilaian yang berbeda dan juga memiliki wadah berkiprah yang berbeda-beda pula.
  1. Faktor Kepemimpinan.
Seyogyanya PKS menyiapkan secara serius proses kaderisasi kepemimpinan karena walaupun PKS mengutamakan faktor kader, kekuatan sistem dan organisasinya,  secara realistis di tengah masyarakat Indonesia yang masih bersifat patron-client tetap harus ada figur pemimpin yang akan menjadi icon PKS untuk  dikenal oleh rakyat.  Di PKS hendaknya dilakukan sosialisasi perubahan paradigma dari sikap yang sangat anti figuritas dan mengedepankan collective leadership menjadi lebih wajar  menerima bahwa harus ada tokoh PKS yang akan dijual  ke publik.
  1. Faktor Strategi.
Strategi permanent campaign melalui vernacular politic (politik lokal) sebenarnya sudah mulai dilaksanakan pula di PKS dengan slogan ’Peduli’, namun yang masih kurang adalah kontinuitasnya sehingga ada ungkapan PKS kurang mengakar ke grass root. Oleh karena PKS harus lebih memantapkan strategi permanent campaign melalui strategi lokalnya. Para kader harus lebih turun secara terus menerus sehingga berakar di masyarakat dan kader-kader yang menjadi Kepala daerah tidak boleh memiliki keengganan untuk menghubungkan kredibilitasnya dengan pencitraan partainya termasuk untuk memberikan akses pada para kadernya. Demikian pula dengan para kader yang ada di LSM sosial, hendaknya mereka lebih memberikan alokasi bantuan kepada para kader dan simpatisan PKS.

Rekomendasi selanjutnya adalah terkait strategi pemilihan isu utama yang akan menjadi trade mark atau brand PKS sebaiknya yang lebih realistis, mendasar dan benar-benar dibutuhkan rakyat. Sebagai contoh misalnya kota Depok yang dipimpin oleh kader PKS seharusnya jangan mengedepankan isu yang tidak membumi yakni cyber city sementara persoalan pengelolaan sampah dan kemacetan di kota Depok belum selesai sampai saat ini, sehingga terkesan melompat, tidak membumi dan tidak fokus dalam penyelesaian masalah di kota Depok.

PKS masih sering diidentikkan dengan partai Islam fundamentalis oleh karena itu strategi berikutnya yang direkomendasikan bagi PKS adalah merangkul milter dan kelompok-kelompok nasionalis sekuler dan sebagaimana sudah dipelopori oleh ketua Majelis Syura dengan sering bertemu dengan para jenderal dan pensiunan jenderal baik TNI maupun Polri untuk meyakinkan militer bahwa PKS tidak berbahaya bagi NKRI dan juga memperjuangkan kesejahteraan bagi rakyat.

Berikutnya rekomendasi terkait strategi pendanaan. Di PKS strategi vernacular  politik yang masih jauh dari optimal dalam aplikasinya berdampak pada strategi pendanaan. Oleh karena itu Bidang Pembangunan Ekonomi harus membuat pola dan sistem pengkaderan para pengusaha melalu pelatihan dan praktek enterpreneurship di PKS agar muncul semakin banyak kader pengusaha yang bisa menjadi operator-operator langsung dari proyek-proyek asalkan memenuhi prosedur. Rekomendasi berikutnya adalah agar Bidang Pembangunan Ekonomi segera membentuk wadah asosiasi pengusaha PKS agar dapat saling membina dan bersinergi.

Oleh karena itu strategi media, atau strategi pendanaan yang memadai untuk kampanye melalui media harus diupayakan oleh PKS, demikian pula strategi menjual rekam jejak keberhasilan walaupun belum terlalu banyak yang bisa dijual tetap harus ada upaya merekam kondisi awal sebelum seorang kader PKS memimpin dan setelah kader PKS memimpin dengan data-data yang akurat serta bukan hanya klaim. Akhirnya strategi menjual mimpi juga sesuatu yang perlu dipikirkan oleh PKS, wajah Indonesia seperti apa yang ingin diwujudkannya dalam rentang waktu puluhan tahun yang harus dijabarkan secara jelas dan kongkrit.
  1. Perubahan Paradigma.
Terakhir, yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa untuk merubah sistem organisasi, kaderisasi hingga ke sistem kepartaian dan Pemilu, harus dimulai dari perubahan paradigma, cara pandang, mental model, sikap dan  behavior kader-kader serta perubahan kultur organisasinya, oleh karena itu untuk bisa mengubahnya diperlukan sosialisasi dan penerapan lima prinsip  dalam berpartai yakni:
  • Personal mastery, prinsip yang harus dimiliki setiap kader partai yakni untuk berusaha terus menerus memperjelas dan memperdalam visi pribadinya, lebih fokus, sabar dan obyektif dalam melihat realitas.
  • Mental models adalah asumsi, generalisasi atau bahkan gambaran imaji yang sangat dalam tertanam di dalam diri kader dan mempengaruhi caranya memahami dunia dan caranya bertindak menyikapi.
  • Building shared vision adalah bagaimana menggali visi masa depan bersama yang didorong oleh komitmen yang tulus dan bukan sekedar kepatuhan belaka
  • Team learning atau tim belajar atau tim diskusi yang dimulai dengan sebuah dialog dan menunjukkan kemampuan para anggota kelompok menangguhkan asumsi pribadinya untuk bisa masuk ke dalam pemikiran bersama
  • Systems thinking atau cara berpikir yang sistemik mengintegrasikan keempat prinsip sebelumnya karena prinsip kelima ini juga membutuhkan visi bersama, mental model, team learning dan personal mastery untuk mewujudkan potensinya.
Rekomendasi Terkait Faktor-faktor  Eksternal Partai
     AKP dan PKS dilihat dari aspek benih banyak memiliki kesamaan dari segi ideologi, organisasi dan strategi, sehingga perbedaan tingkat keberhasilan, antara lain karena di Turki benih yang bagus tersebut tumbuh di ”tanah yang subur dan iklim yang kondusif”  sehingga menuai hasil yang luar biasa. Sementara di Indonesia benih yang baik belum bisa menghasilkan buah yang baik karena ”tanah yang tidak subur dan iklim yang tidak kondusif”. Oleh karena itu ada juga faktor-faktor eksternal berupa kondisi Indonesia dan Turki yang turut mempengaruhi:
  1. Faktor Kultur dan Peradaban.
Budaya feodalisme aristokrasi Jawa yang masih sangat mewarnai budaya politik di Indonesia. Menurut Soeripto, hal itu juga berdampak di internal PKS misalnya bila kader PKS (ikhwah) menjadi pejabat masih lebih menonjol feodalnya tinimbang Islamnya dengan alasan tuntutan protokoler. Oleh karena itu reformasi kultural perlu dimulai dari internal PKS sendiri. Dari segi peradaban, harus ada upaya edukasi terpadu untuk mengikis budaya money politics di Indonesia. Namun di sisi lain PKS juga harus mampu melihat dan memenuhi kebutuhan dasar rakyat Indonesia sebagaimana Mustafa Ozkaya, Direktur TV-Net di Istanbul memberi rekomendasai kepada PKS: ”You must read your people what their needs (apa kebutuhan mereka)”.
  1. Sistem Kepartaian dan Sistem Pemilu.
Terkait fakta bahwa partai politik Islam fragmented atau terfragmentasi, maka rekomendasinya adalah bahwa aleg PKS di Komisi II ikut memperjuangkan peningkatan batas parliamentary threshold paling tidak menjadi 5% agar bisa mengurangi fragmentasi tersebut. Besaran Parliamentary Threshold (PT) akan membantu menyederhanakan jumlah partai politik peserta Pemilu dan mengurangi fragmentasi karena partai politik yang merasa tidak akan bisa menembus batas masuk ke parlemen akan cenderung bergabung dengan partai politik lainnya. Hal itu akan berdampak pula pada penyederhanaan jumlah partai politik yang ikut Pemilu sehingga tidak menyulitkan rakyat Indonesia yang mayoritas masih belum berpendidikan cukup. Selain itu hendaknya ada kejelasan dalam sistem Pemilu, bila akan tetap memakai sistem proporsional yang memang lazim di sebuah negara yang menganut sistem multi-partai, maka sebaiknya proporsional tertutup, jadi rakyat cukup memilih partainya. *Inspirasi Rabbani
 
Lengkapnya Klik DISINI

Dakwah Siriyyah

makkahDakwah sembunyi-sembunyi ini dilakukan oleh Rasulullah saw selama tiga tahun. Hal ini karena situasi dan kondisi yang belum memungkinkan bagi beliau untuk berdakwah secara jahriyyah (terang-terangan).

Pada periode dakwah siriyyah, dakwah tidak dilakukan secara terbuka di pertemuan-pertemuan dan majelis-majelis umum. Tetapi dilakukan berdasarkan pilihan/seleksi. Pada tahapan ini gerak dakwah nabi saw telah berhasil merekrut semua lapisan masyarakat: orang-orang merdeka, kaum budak, lelaki, wanita, pemuda, dan orang-orang tua. Bahkan telah bergabung ke dalam Islam ini orang-orang dari segenap suku bangsa Quraisy, sehingga hampir tidak ada keluarga di Makkah kecuali satu atau dua orang anggotanya telah masuk Islam.

Diantara orang-orang yang termasuk assabiqunal awwalun (yang pertama masuk Islam) adalah[1]: Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Waraqah bin Naufal, Zubair bin Al-Awwam, Abu Dzar Al-Ghifari, Umar bin Anbasah, Sa’id bin Al-Ash, Abdurrahman bin Auf, Ummu Aiman, Arqam bin Abi Arqam, Abdullah bin Mas’ud, Amr bin Yassir, Yassir, Sa’ad bin Zaid, Amir bin Abdullah, Ja’far bin Abu Thalib, Khabbab, Bilal bin Rabah, Ummu Fadhl, Shafiyyah, Asma, Fatimah bin Khattab.

Pada saat itu orang-orang Quraisy tidak ambil pusing terhadap komunitas baru ini karena mengira mereka tidak berbeda dengan golongan hanif –yang dianut oleh Zaid bin Amer bin Naufal, Waraqah bin Naufal, dan Umaiyah bin Abu Shalt—yang sekedar menghindarkan diri dari menyembah berhala.

Bahkan, menurut Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban dalam Manhaj Haraki, boleh dikatakan pada periode sirriyah ini Quraisy lebih banyak memperhatikan golongan hanif daripada kaum muslimin. Hal ini disebabkan orang-orang hanif itu pernah mengatakan keraguan mereka terhadap berhala-berhala kaum Quraisy dan sesembahan orang-orang Arab, sementara kaum muslimin belum pernah menyatakan sikap seperti itu.

Pada periode ini tidak pernah terdengar adanya ‘benturan’ antara masyarakat Islam yang sedang tumbuh dengan masyarakat jahiliyyah. Karena fikrah belum diumumkan selain kepada orang yang ‘dipastikan’ mau bergabung dengan komunitas Islam yang sudah ada.

Di masa-masa inilah Rasulullah berhasil menggembleng kader-kader inti yang siap memikul beban dakwah. Di pundak-pundak merekalah dakwah ini kemudian terus tumbuh berkembang ke seluruh penjuru bumi.

Ibrah
  1. Pada dasarnya dakwah itu harus dilakukan terang-terangan. Namun untuk menjaga keberlangsungan dakwah, adakalanya aktivitas harus dilakukan secara
  2. Bangunan dakwah membutuhkan ‘batu bata’ yang kokoh dan ‘fondasi’ yang kuat. ‘Batu bata’ dan ‘fondasi’ yang kuat itu adalah orang-orang yang betul-betul siap berkomitmen pada perjuangan dakwah. Maka gerakan dakwah harus melakukan penyeleksian komponen-komponen pendukungnya, terutama pada periode ta’sis (pembangunan fondasi).
  3. Dakwah harus merambah ke seluruh elemen masyarakat (laki-laki, perempuan, anak-anak, pemuda, orangtua, dll), karena dakwah Islam harus menyentuh manusia seluruhnya.
  4. Guna mengokohkan fondasi dakwah, adakalanya gerakan dakwah harus menjaga dirinya untuk tidak terburu-buru merespon situasi dan kondisi di sekitarnya. Sikap isti’jal (terburu-buru) bisa menyebabkan gerakan dakwah layu sebelum berkembang.
  5. Dalam masa pertumbuhannya, gerakan dakwah harus menjaga diri dari benturan-benturan yang tidak perlu atau membahayakan dakwah.

Maraji’:
Fiqhus Sirah, Muhammad Al-Ghazaly
Manhaj Haraki, Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1, K.H. Moenawar Chalil

[1] Lihat terjemah Fiqhus Sirah, Muhammad Al-Ghazaly, hal. 168-169, Penerbit PT. Al-Ma’arif: Bandung. Cetakan ke 10 dan Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1, K.H. Moenawar Chalil, hal. 175 – 177, Penerbit Gema Insani: Jakarta, 2001.

Lengkapnya Klik DISINI

Sakinah Bersama Islam

Sakinah Bersama Islam
Islam adalah agama yang sempurna karena Islam mengatur setiap sendi kehidupan. Mulai dari masuk WC sampai urusan Negara. Sayangnya, banyak yang anti dengan peraturan Islam. Sayangnya manusia merasa bisa mengatur urusan mereka sendiri tanpa perlu aturan Islam. Contoh sederhana saja dalam urusan rumah tangga. Islam mengatur detail bagaimana seharusnya berumah tangga itu. Apa saja kewajiban suami, apa saja kewajiban istri, Islam jelaskan secara sempurna dengan tujuan yang selalu kita ucapkan setiap kali ada teman kita yang menikah,”Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah.” 

Tapi sepertinya tiga kata itu seolah hanya tradisi biasa. Ucapan yang sudah jadi kebiasaan setiap orang akan menikah. Kadang ketika ditanya apa artinya, Bagaimana cara mewujudkannya, mereka tidak tahu. Sama seperti ketika mereka mendapatkan anugerah berupa anak. Pasti ada yang berdoa semoga menjadi anak yang sholeh. Tapi mereka tidak tahu apa itu sholeh dan bagaimana cara mewujudkannya. Didoakan menjadi anak sholeh, tapi anaknya diajarkan nyanyi dan bergoyang-goyang ditonton penduduk Indonesia. Kan tidak nyambung? 

Begitu pula dalam rumah tangga, sangat aneh ingin menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah, tapi rumah tangga tidak dibina dengan Islam. Bukankah doa-doa itu diajarkan Islam, tentu Islam punya caranya.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, suapa kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (ar-rum:21) 

Jadi sudah jelas, tujuan pernikahan itu adalah ketentraman, rasa kasih dan sayang, kebahagiaan. Kalau sudah menikah justru tambah tidak bahagia, artinya pernikahannya gagal. Untuk apa menikah kalau tidak bahagia? Bukankah yang dicari adalah kebahagiaan? 

Jika Islam dijadikan nahkoda, InshaAllah rumah tangga akan mendapatkan sakinah. Bagaimana tidak, suami diperintahkan untuk memperlakukan istri dengan baik, lembut jika berucap, memberikan nafkah yang halal. Pun wanita sama, wanita diperintahkan taat pada suami, menyenangkan suami, menjaga amanah dari suami.
Apakah mereka yang menjadikan Islam sebagai nahkoda rumah tangga tidak pernah bertengkar? Tidak, bertengkar itu sudah menjadi bagian dari kodratnya berumah tangga. Jangankan dengan istri yang baru dikenal, dengan adik kandung pun kita sering bertengkar. Jangankan dengan suami yang baru dikenal, dengan Ayah pun kita sering tidak sependapat. Tapi mereka bertengkar tidak akan lama. Bahkan para tetangga pun tidak pernah mendengar pertengkaran mereka. Jika mereka mulai berbeda pendapat, mereka kembalikan pada dalil. Jika suaminya marah, sang istri akan segera merayu, karena istri tahu keridhoaan Allah ada pada keridhoaan suami. 

“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang perempuan kalian di surga?” Kami katakan: “Benar ya Rasulullah.” Beliau bersaba:” Setiap perempuan yang penyayang dan subur, jika ia dibuat marah atau diperlakukan buruk, atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: Ini kedua tanganku ada di tanganmu, aku tidak akan bisa memejamkan kedua mataku hingga engkau ridha kepadaku.” (HR HR at-Thabrani)


Foto ilustrasi: google 

Lengkapnya Klik DISINI

Teladan Umat: Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Qaradhawi

bin baz qaradawiSalah satu keteladanan yang banyak dipraktikkan oleh para ulama salaf adalah sikap saling menghargai dan menghormati saudara-saudaranya yang berbeda pendapat dengan mereka. Sikap seperti ini juga telah ditunjukkan oleh dua ulama besar di zaman kita ini: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah (w. 1420 H) dan Syaikh Yusuf bin Abdillah Al-Qaradhawi hafizhahullah.

Syaikh Al-Qaradhawi berkata: “Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah mengirim surat kepada saya lebih dari seperempat abad yang lalu. Dalam surat tersebut, beliau memberitahukan kepada saya bahwa Departemen Penerangan memberikan kitab saya—Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam—kepada beliau; Apakah kitab tersebut boleh masuk ke wilayah kerajaan Saudi Arabia atau tidak? Beliau menginginkan agar jangan sampai para pembaca di Saudi dilarang membaca kitab-kitab saya yang menurut beliau, ‘mempunyai nilai tersendiri di dunia Islam’. Beliau mengabarkan, bahwa para Syaikh di Saudi mempunyai delapan catatan atas kitab saya tersebut, di mana beliau menyebutkan semuanya di dalam suratnya. Beliau meminta kepada saya agar mau menelaah kembali isi kitab saya tersebut. Sebab, ijtihad manusia itu bisa saja berubah di lain waktu.

Ketika itu saya membalas Syaikh Bin Baz dengan sebuah surat sederhana. Saya katakana di dalamnya, ‘Sesungguhnya ulama umat yang paling saya cintai dimana saya enggan menyelisihinya dalam berpendapat, dia adalah Syaikh Bin Baz. Akan tetapi sunnatullah telah berlaku bahwasanya tidak pernah ada para ulama yang sependapat dalam semua masalah. Para sahabat saling berbeda pendapat satu sama lain. Dan para imam juga berbeda pendapat satu sama lain, namun demikian, hal ini sedikit pun tidak membawa mudharat pada mereka. Mereka memang berselisih pendapat, namun hati mereka tidak berselisih. Dan sebagian dari delapan masalah ini, para ulama sejak dulu memang telah berselisih pendapat di dalamnya…”

Pada akhir surat Syaikh Al-Qaradhawi menyampaikan kepada Syaikh Bin Baz, “Saya berharap agar jangan sampai perbedaan pendapat yang terjadi antara saya dengan para syaikh (di Saudi) dalam sebagian masalah ini menjadi sebab dilarangnya buku saya masuk ke Saudi.”

Syaikh Bin Baz pun kemudian mengabulkan harapan Syaikh Al-Qaradhawi tersebut. Beliau rahimahullah mengizinkan Kitab Al-Halal wa Al-Haram fi Al-Islam dan kitab lainnya masuk ke Saudi.

Sumber: Fi Wada’ Al-A’lam, Yusuf Al-Qaradhawi, hal. 62-63, Penerbit Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, Beirut, Cetakan pertama, 2003 M – 1424 H, seperti dikutip oleh Abduh Zulfidar Akaha dalam buku Belajar dari Akhlaq Ustadz Salafi, hal xxv-xxvi, Penerbit Al-Kautsar, Jakarta, Cetakan Pertama, Februari 2008, dengan sedikit perubahan.


Lengkapnya Klik DISINI

Saat Qaradhawi Diusir Seorang Syaikh

syaikh_qaradawiSyaikh Yusuf Qardhawi menceritakan kenangannya ketika beliau masih duduk di bangku SMA; di Thantha Mesir ada makam Sayyid Ahmad al-Badawi yang sangat terkenal. Masyarakat awam Mesir menganggap Ahmad al-Badawi sebagai salah satu dari empat wali Allah paling besar. Keempatnya berbagi dunia untuk mereka kuasai dan memenuhi keperluan penghuninya. Bahkan sebagian guru Syaikh Qaradhawi ada yang menghabiskan waktu siang dan malam di sisi makam Sayyid al-Badawi!

Syaikh Qaradhawi pernah berdiskusi dengan salah seorang gurunya, seorang ahli fiqh yang hanif, hanya saja dia termasuk kelompok yang menyucikan tasawuf dan para wali secara berlebihan. Suatu saat Sang Guru mengajarkan materi kurban dalam pelajaran fiqih kepada Syaikh Qaradhawi dan teman-temannya.

Syaikh Qaradhawi berkomentar, “Syeikh, orang-orang telah mengabaikan sunnah (kurban) ini. Sangat sedikit dari mereka yang mau berkurban. Saya yakin para syeikh bisa menjadi teladan bagi mereka dalam hal ini dan para syeikh sangat mungkin mengingatkan mereka tentang sunnah ini.”

Syaikh berkata, “Kemampuan materi orang-orang sudah tidak memadai untuk itu.”

Syaikh Qaradhawi berkata, “Akan tetapi pada momentum lain mereka menyembelih hewan, padahal itu bukan sunnah.”

Syaikh bertanya, “Apa maksudmu?”

Syaikh Qaradhawi berkata, “Maksud saya, mereka menyembelih hewan pada hari kelahiran Sayyid al-Badawi. Saat hari kelahirannya, puluhan atau ratusan bahkan ribuan domba disembelih, sedangkan pada hari raya Idul Adha sangat sedikit orang yang berkurban. Seandainya para syeikh mengarahkan mereka kepada sunnah ini—daripada menyembelih untuk Sayyid al-Badawi—lebih baik mereka menyembelih pada hari raya Idul Adha sehingga mereka menghidupkan sunnah.Bahkan seandainya mereka tidak menyedekahkan daging kurban sedikit pun, bahwa mengalirkan darah kurban berarti menghidupkan salah satu ritual Islam, ‘Fa shalli li Rabbika wanhar.’

Ketika Syaikh Qaradhawi mengatakan itu, Syaikh rahimahullah membentak dan mengusir Syaikh Qaradhawi dari kelas.

Potongan kisah tersebut memberi pelajaran kepada kita bahwa tidaklah suatu kaum menghidupkan bid’ah dan menyibukkan diri dengannya, kecuali mereka telah mematikan sunnah yang semisal dengannya. (Sumber: Bid’ah dalam Agama, Yusuf Qaradhawi, Gema Insani: Jakarta)

http://www.al-intima.com/nasehat/saat-qaradhawi-diusir-seorang-syaikh
Lengkapnya Klik DISINI

Tolong Hentikan Ustadz, Aku Tak Tahan Lagi !!

 
Tahun 2010, saya melakukan survey dengan bertanya kepada beberap perempuan bekerja. Pertanyaan saya sangat sederhana, “Bu, bagaimana perasaan ibu dengan kondisi ibu bekerja saat ini, lebih merasa cukup dengan suami saja bekerja atau merasa lebih cukup dengan ibu ikut bekerja ?

•90% perempuan bekerja menjawab, “Saya merasa cukup dengan hanya suami saja yang bekerja ketimbang saat ini saya ikut bekerja.”

•Para istri yang saya survei itu mengaku justru dengan dirinya bekerja, utang keluarga justru bertambah, padahal niat awalnya agar utang suami tidak bertambah parah. Dulu semua yang diinginkan selalu bisa terpenuhi tapi dengan ikut bekerja menjadi selalu kurang, tidak ada yang cukup.

•Setelah para istri ini curhat tentang kondisinya, lalu saya bertanya kepada, “Ibu tahu tidak penyebab mengapa dulu saat suami ibu yang bekerja semuanya tercukupi dan sekarang ibu bekerja justru selalu kurang ?”

•Ibu-ibu itu menggeleng. Mereka hanya heran harusnya dengan ikut bekerja kebutuhan rumah tangga menjadi lebih dari cukup.
•Saya sampaikan begini kepada ibu-ibu itu :

Keberkahan rezki ibu telah hilang, ibu-ibu tahu mengapa hilang ? Begini, dulu saat suami ibu saja yang bekerja ibu masih sempat mengurus anak-anak berangkat sekolah. Ibu masih sempat membangunkan suami untuk shalat malam. Ibu masih sempat membuatkan sarapan untuknya. Dan ketika suami ibu pulang kerja, ibu sudah cantik berdandan rapi untuk menghilangkan kelelahan suami ibu sore itu. Ibu masak yang terenak untuk suami dan masih sempat membacakan dongeng untuk anak-anak ketika akan tidur dan masih “fresh” saat suami ibu mengajak bercinta.

•Tapi saat ibu bekerja saat ini, ibu lebih awal kan berangkat dari suami? Karena ibu masuk jam 7 pagi karena khawatir terlambat dan jauh ibu berangkat jam 5.30 padahal barangkali suami baru saja mandi. Anak-anak belum terurus baju sekolahnya, bahkan bisa saja di antara mereka nggak ada yang sarapan karena Ibu lupa menyediakan. Iya kan bu ?’ Kata saya kepada mereka.

•Di antara ibu-ibu yang bekerja ini mulai menangis. Saya meminta izin untuk meneruskan taujih di sore itu.

•“Dan ketika suami ibu pulang, ibu belum pulangkan karena ibu diminta lembur oleh boss ibu di pabrik. Ketika suami sudah ada di rumah jam 5 sore, ibu masih berkutat dengan pekerjaan sampai jam 8 malam. Suami ibu bingung ke mana dia mengadukan ceritanya hari itu dia mencari nafkah. Anak-anak ibu belum mandi bahkan bisa saja di antara mereka ada yang tidak shalat Maghrib, karena tidak ada yang mengingatkannya. Kemudian mau makan akhirnya makan seadanya, hanya masak mie dan telur karena hanya itu yang mereka mampu masak.

•Suami ibu hanya makan itu bahkan hampir tiap malam, sedangkan ibu baru pulang jam 9 sampai di rumah di saat anak-anak ibu sudah lelah karena banyak bermain, bahkan di antara mereka masih ada yang bau karena nggak mandi. Suami ibu terkapar tertidur karena kelelahan, karena suami ibu menunggu kedatangan ibu. Kondisi ibu juga lelah, sangat lelah bahkan, ibu bahkan berbulan-bulan tidak bisa berhubungan intim dengan suami karena kelelahan….”

•Ibu bekerja untuk menambah keuangan keluarga tapi ibu kehilangan banyak hal. Hal-hal yang pokok menjadi tidak selesai. Hal-hal yang ibu kerjakan di pabrik juga tidak maksimal karena hati ibu sedih tidak punya kesempatan mengurus suami dan anak-anak. Pakaian suami dan anak-anak kumal, kuku anak-anak panjang, rambut anak-anak gondrong dan tak terurus.

•Ibu-ibu itu semakin kencang menangisnya, di antara mereka mengatakan “Hentikan ustadz, aku tak tahan lagi, hentikan”, sang ibu itu memeluk teman yang di sebelahnya dan menangis.

•Sore itu saya berusaha menyampaikan kewajiban saya sebagai dai. Katakan yang benar itu walaupun harus membuat hati sedih. Di penutup saya menyampaikan, “Tidak ada larangan buat ibu bekerja dengan satu syarat, tugas pokok ibu tidak ada masalah, tidak ada hak-hak suami dan anak-anak yang berkurang yang dapat menyebabkan ketidak berkahan uang yang ibu dapatkan dari bekerja. Pastikan itu semua tidak ada masalah dan bekerjalah setelah itu”

•Adzan Maghrib sore itu menghentikan ceramah saya di sela tangis ibu-ibu yang ingin segera pulang untuk bertemu dengan suami dan anak-anak mereka.

(adi/dakwatuna) foto: vemale
 
Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......