- Motivasi yang benar
Dasar atau motivasi awal dalam membentuk
 sebuah keluarga sudah pasti akan mempengaruhi warna atau jalannya 
kehidupan rumah tangga untuk seterusnya. Bila motivasi awal membentuk 
rumah tangga berdasar kebutuhan materi, maka sepanjang perjalanan rumah 
tangga itu dipastikan akan terus berputar dan berpusat pada urusan  
materi saja. Karena itulah perlu dipastikan adanya motivasi yang benar 
untuk berumah tangga.
Motivasi terbaik dalam membangun sebuah 
keluarga adalah sebagai sebuah bentuk ibadah atau pengabdian kepada 
Allah. “Jadi bukan sekadar memenuhi kebutuhan materi atau kebutuhan 
biologis semata. Allah mengungkap tujuan pernikahan sebagai upaya 
memenuhi kebutuhan spiritual dan kebutuhan moral, yang dalam bahasa 
Qurannya dikatakan untuk mewujudkan mawaddah wa rahmah, cinta dan kasih,” kata DR H M Idris Abdul Shomad, MA, dosen Fakultas Dakwah pada Universitas Islam Negeri Jakarta.
Lebih luas lagi, membentuk keluarga 
adalah sebuah upaya membangun peradaban. Sebuah peradaban yang besar dan
 mulia tentu dibangun atas keluarga-keluarga yang terbina dengan baik.  
Semua motivasi mulia itu akan menjadikan
 seluruh kegiatan rumah berputar dan berpusat pada upaya untuk membina 
seluruh anggota keluarga berdasarkan nilai-nilai Islam. Ibadah harian 
yang terkontrol, tutur kata yang santun, saling menghormati dan 
menyayangi, saling menasehati dalam kebenaran adalah sebagian nilai 
Islam yang menjadi warna bagi keluarga semacam ini. 
- Saling memahami
Setiap anggota semestinya paham atau 
mengerti tugas-tugas anggota keluarga lainnya, khususnya tugas-tugas di 
luar rumah. “Saya melihat yang harus dibangun untuk seluruh anggota 
keluarga adalah kesamaan pemahaman mengenai apa yang dilakukan oleh 
suami atau istri, misalnya profesinya apa, tugas dakwahnya seperti apa,”
 kata Ustadz Idris Abdul Shomad. Tak sebatas suami istri, pemahaman 
inipun harus juga dimiliki oleh anak dan anggota keluarga lainnya, 
seperti ipar atau mertua yang mungkin tinggal dalam rumah tersebut.
Dengan mengerti apa dan bagaimana 
kegiatan masing-masing anggota keluarga tentu tak ada lagi 
kesalahpahaman, misalnya tak ada lagi curiga bila suami atau istri 
pulang terlambat. Untuk mencapai saling pengertian ini, menurut Ustadz 
Idris, harus diikuti pula dengan kesabaran, kelapangan dada dan 
kejujuran.
Bila saling pengertian (tafahum) sudah 
tercipta, maka yang akan tercipta kemudian adalah saling membantu 
(ta’awun). Istri akan membantu semua keperluan suami yang akan bekerja 
atau berdakwah. Para ipar akan menjaga anak-anak, sementara orangtuanya 
pergi berdakwah, misalnya.
- Komunikasi yang lancar
Satu ukuran yang untuk menyebut sebuah 
keluarga harmonis adalah terbukanya saluran komunikasi, sehingga 
ungkapan hati, pendapat, setiap anggota keluarga bisa didengar anggota 
keluarga lainnya. “Semakin sedikit komunikasi, berarti keluarga itu 
menjadi keluarga empty (kosong). Hanya rumah saja, orangnya entah kemana. Itu yang dilihat sebagai keluarga tidak harmonis,” ungkap Erna Karim, dosen Sosiologi di FISIP UI, Depok. 
Sebenarnya teknologi komunikasi yang 
berkembang saat ini – semisal handphone – seharusnya bisa dimanfaatkan 
anggota keluarga yang masing-masing punya kesibukan untuk berkomunikasi 
satu sama lain. Kesibukan ini sendiri, menurut Erna Karim memang suatu 
hal yang lumrah, karena setiap anggota keluarga pastinya punya peran 
sebagai manusia yang harus ditunaikannya di dunia untuk kemudian 
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Yang penting, jangan 
sampai kesibukan itu sampai meniadakan waktu untuk berkomunikasi dengan 
anggota keluarga lainnya.
- Wajah-wajah menyenangkan dan suara-suara yang baik
Menciptakan surga di rumah bisa juga 
berarti menghadirkan wajah surga ke dalam rumah kita. Surga dalam Al 
Quran digambarkan sebagai tempat amat sangat menyenangkan dengan segala 
kenikmatan di dalamnya. Kata-kata yang terlontar di surga hanyalah 
kata-kata berisi kebaikan. Wajah-wajah yang ada di surga pun adalah 
wajah-wajah yang menyenangkan. Bercermin dari situ, maka sudah 
sewajarnya kita pun harus mampu menghadirkan hal itu dalam rumah kita.
Bila rumah penuh kata-kata kasar, saling
 membentak atau memaki, tentu hanya rasa marah dan tertekan saja kita 
rasakan. Bandingkan bila kata-kata yang santun yang terdengar dalam 
rumah. Tentu akan lebih menyejukkan, bukan? Memang bukan perkara mudah 
untuk mengubah kebiasaan. Ini perlu komitmen dan latihan – terutama buat
 anak-anak – untuk selalu berkata baik.
Wajah menyenangkan bisa juga diartikan 
wajah yang penuh senyum. Tentu senyum tulus yang tak dibuat-buat. Memang
 tak mudah menghadirkan senyum saat hati susah atau badan lelah. Namun 
ternyata senyum tak hanya membuat orang yang melihat menjadi senang dan 
nyaman, lebih dari itu senyum juga membuat diri sendiri lebih baik.
Berbagai penelitian di luar negeri, 
salah satunya yang dilakukan Matthew Ansfield, psikolog di Lawrence 
University in Appleton, Wisconsin, AS, menunjukkan bahwa “menampilkan 
wajah bahagia” akan membuat seseorang merasa lebih baik. Pada penelitian
 ini pria dan wanita diminta menonton film lucu dan film mengerikan. 
Ternyata saat menonton film yang mengerikan pun orang tanpa sadar 
memasang senyum di wajahnya untuk membuat perasaan mereka lebih baik 
dalam situasi tak menyenangkan itu.
- Kebersihan dan kerapihan rumah
Walaupun amat menyenangkan bila bisa 
tinggal di rumah yang bagus, besar dan berperabot lengkap, tapi tak 
semua orang mampu memiliki rumah semacam itu. Bahkan lebih banyak yang 
tidak mampu dibanding yang mampu. Juga sangat banyak orang yang tak 
memiliki rumah sendiri dan terpaksa menyewa atau mengontrak rumah 
seadanya, atau bahkan tinggal di rumah orangtua atau kerabat lainnya.
Realita ini tentu tak lantas menjadikan 
orang tak bisa menjadikan rumah sebagai surga baginya. Selain 
faktor-faktor moral dan spiritual yang sudah dijabarkan sebelumnya, 
faktor-faktor fisikpun perlu juga diperhatikan untuk menciptakan rumah 
sebagai surga.
Yang pertama, adalah soal kebersihan. 
Rumah yang selalu bersih – lantai dan jendela  yang rutin dibersihkan, 
perabot yang tak berdebu – walau sempit tetap menimbulkan rasa nyaman. 
Apalagi bila ditambahkan pewangi ruangan. Selain kondisi psikis yang 
nyaman, kebersihan sudah barang tentu mempengaruhi juga kualitas 
kesehatan keluarga.
Yang kedua adalah kerapihan. Bayangkan, 
apa yang kita rasakan saat melihat rumah berantakan. Rasanya sumpek dan 
tertekan. Memang kondisi ideal agar rumah selalu rapih tak selalu bisa 
kita wujudkan, apalagi bila anak-anak masih kecil dengan mainan yang 
selalu berantakan. Namun paling tidak, kita punya sistem untuk membuat 
rumah terlihat rapih. Misalnya dengan menyediakan tempat-tempat 
penyimpanan yang sistematis, seperti rak-rak khusus untuk buku atau 
kotak besar sebagai tempat mainan anak.
Untuk ruangan yang sempit pun ada 
strategi agar rumah terlihat rapih dan lebih luas. Yaitu dengan hanya 
sedikit menggunakan perabot besar dalam ruangan. Semua hal ini tentu 
bisa dipelajari dari banyak sumber yang disesuaikan dengan kondisi 
masing-masing. Karena surga yang kita ciptakan adalah tergantung usaha 
kita sendiri.
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..