Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Jurubicara Kepresidenan Turki Abraham Kaln, Selasa (28/6), menegaskan
bahwa kebijakan negaranya terhadap Palestina belum dan tidak akan
berubah, pasca kesepahaman antara Turki dan Israel terkait dengan
masalah normalisasi hubungan kedua belah pihak.
Abraham mengatakan, “Sikap-sikap Turki tetap, terkait dengan
diakhirinya pendudukan Israel, kemerdekaan Palestina, perbaikan situasi
hidup penduduk Jalur Gaza dan solusi isu Palestina melalui pendirian dua
negara Palestina dan Israel.”
Seperti dikutip kantor berita Anadolu, Abraham menjelaskan bahwa
negaranya akan terus membela hak-hak rakyat Palestina di seluruh forum
internasional. Dia memprediksi bahwa dimulainya kembali hubungan
diplomasi antara Ankara dan Tel Aviv akan menjadi sarana untuk menambah
peran Turki dalam menyelesaikan persoalan Palestina dan menjamin
kebutuhan sehari-hari penduduk Jalur Gaza.”
Dia mengingatkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan pembicaraan
Turki dan Israel, hasilnya adalah kegigihan negaranya untuk mewujudkan
tuntutannya terhadap dengan normalisasi hubungan. Penandatanganan
kesepahaman ini terjadi setelah terwujud semua persyaratan yang diminta
dan dituntut oleh Turki.
Abraham melanjutkan, “Hasil positif kesepahaman ini akan berdampak
bagi saudara-saudara di Palestina. Kapal bantuan pertama akan bertolak
hari Jum’at ini dari pelabuhan propinsi Mersin menuju Jalur Gaza. Kapal
ini bukan satu-satunya yang akan menuju Jalur Gaza, namun akan disusul
kapal-kapal lain dari waktu ke waktu.”
Hubungan antara Turki dan Israel menegang setelah pasukan komando
angkatan laut penjajah Zionis menyerang armada kebebasan “Freedom
Flotilla” yang membawa bantuan kemanudiaan pada 31 Mei 2010 lalu.
Serangan yang terjadi di perairan internasional ini mengakibatkan 9
aktivis Turki gugur yang saat itu berada di atas kapal Mavi Marmara,
sementara itu beberapa yang lainnya meninggal akibat luka yang dialami
dalam serangan tersebut.
Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Dimana ada suatu peradaban, disitu selalu saja ada peperangan
tak berujung demi memperebutkan otoritas wilayah maupun kekuasaan
ideologi atau agama. Alhasil, beberapa pertempuran pun sempat
memunculkan beberapa pemimpin perang terhebat di dunia dalam sejarah
tersebut.
Panglima atau dalam istilah lain adalah raja perang yang
memiliki hak kontrol atau berkuasa terhadap daerah beserta beberapa
pasukan militer yang setia kepadanya. Tak hanya lihai dalam bertarung,
akan tetapi mereka juga dihiasi dengan akhlak mulia dan unggul dalam
pemikiran merancang strategi.
1. Salahuddin Al-Ayyubi
azquotes.com
Pemilik
nama lain Saladin atau Salah ad-Din ini merupakan seorang jendral
pejuang muslim Kurdi yang berasal dari Tikrit, Irak. Ia membangun sebuah
Dinasti Ayyubiyah di berbagai negara Afrika dan Asia seperti Suriah,
Mesir, Irak, Mekkah Hejaz, Yaman dan Deyak Bakr.
Dalam dunia
Muslim bahkan Kristen, Salahuddin memang dikenal karena kepemimpinan,
kekuatan militer serta sifatnya yang mudah memaafkan saat bertempur
melawan para tentara nasrani pada saat perang salib.
Selain
jago dalam hal kepemimpinan, Salahuddin juga merupakan seorang ulama
terkemuka. Ia mewasiatkan catatan kaki dan beragam jenis penjelasan pada
kitab hadits Abu Dawud.
2. Abdullah bin Aamir
theghurabah.blogspot.com
Menjabat
sebagai Gurbernur Busrha pada tahun 647 – 656M, Abdullah bin Aamir
adalah seorang jenderal militer yang sukses di masa kejayaan pemerintah
Khalifah Utsman bin Affan. Beliau memiliki kemampuan dalam mengola
administrasi negara beserta kekuatan militernya.
3. Amr bin Ash
skanaa.com
Sebelum
masuk agama Islam, Amr bin Ash pernah mengambil bagian dalam
pertempuran melawan Nabi Muhammad SAW beserta kamu muslimin. Singkat
cerita, beliau mendapatkan hidayah dari Allah SWT. lalu bersyadat
bersama dengan Khalid bin Walid.
Selang 6 bulan kemudian, Amr bin
Ash mendampingi Rasulullah SAW untuk menaklukan kota Mekkah dalam
peristiwa Fathul Mekkah. Ia dikenal sebagai panglima perang berwatak
bijak dan cermat dalam mengatur strategi.
Lain dari pada itu, Amr
bin Ash juga sempat menjadi panglima perang dalam misi penaklukan Baitul
Maqdis dan Mesir agar terlepas dari cengkraman jajahan Romawi.
Di
masa pemerintahan Umar bin Khattab, beliau ditunjuk sebagai gubernut
Mesir. Hingga akhirnya masa jabatan tersebut berakhir ketika
pemerintahan Utsman bin Affan telah mengambil alih.
4. Tariq bin Ziyad
voa-islam.com
Dalam
sejarah Spanyol, Tariq bin Ziyad terkenal sebagai salah satu legenda
berjuluk Taric el Tuerto (Taric bermata satu). Beliau menjabat sebagai
jendral pada masa pemerintahan dinasti Umayyah.
Dinasti tersebut
juga sempat menaklukan di sekitar wilayah Al-Andalalus yakni Portugal,
Andorra, Gibraltar, Spanyol di tahun 711 M.
5. Syurahbil bin Hasanah
dakwahmuslim.com
Beliau
adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Syurahbil bin Hasanah
pernah ditunjuk sebagai komandan dalam pasukan Rasyidin. Di bawah
naungan Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, beliau dinilai sukses
dalam jabatan komandan tersebut.
Selama penaklukan Muslim di
Suriah, Syurahbil didaulat menjadi komandan lapangan utama. Tugasnya
dimulai sejak tahun 634 hingga akhirnya kematian menjemput beliau akibat
serangan wabah pada tahun 639.
6. Khalid bin Walid
oasemuslim.com
Menjadi
seorang panglima perang di masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Khalid
bin Walid terkenal dengan kelihaiannya menghunus musuh dengan pedang
saat berperang, sehingga ia dijuluki sebagai Saifullah Al-Maslul yakni
pedang Allah yang terhunus.
Beliau merupakan salah satu dari beberapa panglima perang yang berperan penting dan tidak pernah terkalahkan sepanjang karirnya.
7. Muhammad Al-Fatih
jurnalislam.com
Sultan
Mehmed II atau biasa dikenal dengan Muhammad Al-Fatih merupakan seorang
jenderal yang menaklukkan Konstatinopel di masa itu. Karena penaklukan
tersebut, banyak dari masyarakat bahkan tak sedikit dari lawannya kagum
dengan cara kepemimpinan beliau.
Bagaimana tidak? Taktik dan
strategi Muhammad Al-Fatih dianggap sudah mendahului pada zamannya
beserta beberapa kaedah tentang pemilihan tentaranya.
Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Inilah tanah pilihan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan
keberkahan tanah Palestina, tanah yang juga termasuk bagian dari Syam.
Keberkahannya ini dapat dirunut, misalnya Syam menjadi tempat hijrah
Nabi Ibrahim Alaihissalam, tempat singgah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika menjalankan Isra dan Mi’raj, tempat dakwah para
Nabi. Dakwah yang membawa misi agama tauhid. Dan juga lantaran
keberadaan Masjidil Aqsha di tanah Palestina yang penuh berkah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat” [Al-Israa : 1]
Selain memuliakan tanah Palestina, Allah juga memilih Mekkah dan
Madinah. Begitulah Allah telah mengistimewakan wilayah Syam, dan
Masjidil Aqsha. Dan Allah memilih Nabi kita, Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan menjadikannya sebagai khatamul anbiya wal
mursalin. [1]
BILAMANA KEBERADAAN BANI ISRAIL DI BUMI PALESTINA?
Masa Nabi Ya’qub Dan Nabi Yusuf
Sejarah Yahudi bermula sejak Israil, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim
Al-Khalil, yang tumbuh di daerah Kan’an (Palestina) dengan dikarunia
sejumlah 12 anak. Mereka itulah yang disebut asbath (suku) Bani Israil,
dan hidup secara badawah (pedesaan) [2].
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan Yusuf sebagai pejabat
penting di Mesir, kemudian meminta kedua orang tua dan
saudara-saudaranya untuk berpindah ke Mesir. Di Mesir, keluarga ini
hidup di tengah masyarakat watsaniyyun (paganisme). Mereka hidup dengan
kehidupan yang baik lagi nikmat di masa Yusuf [3]
Setelah Nabi Yusuf wafat, seiring dengan perjalanan waktu dan
pergantian penguasa, kondisi Bani Israil berubah total. Yang sebelumnya
menyandang kehormatan dan kemuliaan, kemudian menjadi terhina, lantaran
Fir’aun melakukan penindasan dan memperbudak mereka dalam jangka waktu
yang amat lama, sampai Allah mengutus Nabi Musa Alaihissalam, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan
pengikut-pengikutnya, mereka menimpakan kepadamu siksaan yang
seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian
terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabb-mu” [Al-Baqarah : 49]
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari
mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidud anak-anak
perempuan mereka …” [Al-Qashash : 4]
Masa Nabi Musa Alaihissalam
Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun dan kaumnya, dengan
dibekali mukjizat, untuk menyeru mereka agar beriman kepada Allah dan
membebaskan Bani Israil dari siksaan. Namun Fir’aun dan kaumnya
mendustakan mereka berdua, kufur kepada Allah. Karenanya, Allah
menimpakan kepada mereka berbagai bencana, kekeringan, rusaknya
pertanian, mengirim angin kencang, belalang dan lain-lain.
[4]. Kemudian
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Musa untuk lari bersama Bani
Israil pada suatu malam dari negeri Mesir [5]. Fir’aun dan kaumnya pun
mengejar. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menenggelamkan Fir’aun
beserta kaumnya, dan menyelematkan Musa dan kaumnya ke Negeri Saina,
masuk dalam wilayah Palestina sekarang. Peristiwa itu terjadi pada hari
Asyura. [6]
Orang-orang Yahudi menyebutkan, lama Bani Israil tinggal di Mesir 430
tahun. Jumlah mereka waktu itu sekitar 600 ribu orang lelaki.
Mengenai besaran jumlah ini. Dr Su’ud bin Abdul Aziz Al-Khalaf berkata : [7]
“Pengakuan ini sangat berlebihan. Karena berarti, bila ditambah
dengan jumlah anak-anak dan kaum wanita, maka akan mencapai kisaran 2
juta-an jiwa. Tidak mungkin dapat dipercaya. Itu berarti jumlah mereka
mengalami pertumbuhan 30 ribu kali. Sebab sewaktu Bani Israil masuk ke
Mesir, berjumlah 70 jiwa. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
dalam surat Asy-Syu’ara : 53.
“(Fir’aun berkata) ; ‘Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan yang kecil”
Jumlah 2 juta tidak bisa dikatakan kecil. Mustahil dalam satu malam
terjadi eksodus dua juta jiwa. Kita tahu di dalamnya terdapat anak-anak
dan kaum wanita serta orang-orang tua.
Orang-orang yang bersama Nabi Musa, mereka adalah orang-orang dari
Bani Israil yang mengalami penindasan dan kehinaan serta menuhankan
manusia dalam jangka waktu yang lama. Aqidah mereka telah rusak, jiwanya
membusuk, mentalnya melemah, dan muncul pada mereka tanda-tanda
pengingkaran, kemalasan, pesimis, serta bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya. [8]
Meski Allah telah menunjukkan banyak mukjizat dan tanda-tanda
kekuasaan-Nya melalui Nabi Musa, tetapi mereka tetap ingkar, sombong dan
tetap kufur. Mereka justru meminta untuk dibuatkan berhala sebagai
tuhan yang disembah. Hingga akhirnya, As-Samiri berhasil menghasut
mereka untuk menyembah anak sapi, menolak memerangi kaum yang bengis
(Jababirah). Maka, Allah menimpakan hukuman kepada mereka berupa tiih
(berjalan berputar-putar tanpa arah karena kebingungan) dalam jangka
waktu yang dikehendaki Allah. Pada rentang waktu ini, Musa wafat.
Sementara Harun sudah meninggal terlebih dahulu.
Setelah usai ketetapan waktu yang Allah kehendaki untuk menghukum
mereka dengan kebingungan tanpa mengetahui arah, Bani Israil berhasil
menaklukan bumi yang suci di bawah pimpinan Nabi Yusya bin Nun
Alaihissalam. [9]
Para ahli, membagi perjalanan sejarah kota suci Palestina pasca penaklukan tersebut menjadi tiga periode.
Pertama : Masa Qudhah, Yaitu masa penunjukkan hakim
bagi setiap suku yang berjumlah dua belas, setelah masing-masing
mendapatkan wilayah sesuai pembagian Nabi Yusya bin Nun. Masa ini,
kurang lebih berlangsung selama 400 tahun lamanya. [10]
Kedua : Dikenal dengan masa raja-raja. Diawali oleh
Raja Thalut. Kondisi masyarakat mengalami masa keemasan saat dipegang
oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Ketiga : Periode yang disebut sebagai masa
perpecahan internal, yaitu setelah Nabi Sulaiman wafat. Mereka terbelah
menjadi dua kutub. Bagian selatan dengan ibukota Baitul Maqdis dan
wilayah utara dengan ibukota Nablus.
Dua wilayah ini, akhirnya dikuasai bangsa asing. Wilayah selatan
ditaklukan oleh bangsa Assiria dari Irak. Wilayah utara diserbu Mesir.
Disusul kedatangan Nebukadnezar, yang mampu mengusir bangsa Mesir dari
sana. Pergantian kekuasaan ini, akhirnya dipegang bangsa Romawi yang
berhasil mengalahkan bangsa Yunani, penguasa sebelumnya.
Pada masa kekuasaan Romawi inilah, Isa Al-Masih diutus oleh Allah.
Pada masa itu pula, musibah dahsyat dialami kaum Yahudi. Bangsa Romawi
melakukan genocide (pemusnahan) secara keras etnis mereka, lantaran
orang-orang Yahudi melakukan pemberontakan. Baitul Maqdis pun
dihancurkan. Bangsa Yahudi tercerai-berai. Sebagian melarikan diri ke
seluruh penjuru wilayah bumi. Demikianlah hukuman Allah dengan
mendatangkan bangsa yang menindas mereka. Siksaan dan kepedihan
ditimpakan kepada mereka, atas kerusakan, tindak aniaya dan akibat
akhlak mereka yang buruk. [11]
Bangsa Romawi menguasai tanah Baitul Maqdis hingga beberapa lama,
hingga kemudian pada abad pertama hijriyah, pada masa khalifah Umar Ibnu
Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, kaum Muslimin berhasil mengambil alih
penguasaan tanah penuh berkah ini dari tangan bangsa Romawi yang memeluk
agama Nashrani, meliputi Palestina, Syam dan daerah yang ada di
dalamnya. Tepatnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibnul Khaththab
Radhiyallahu ‘anhu, pada bulan Rajab tahun 16H, sehingga menjadi Darul
Islam. Penyerahan Baitul Maqdis ini terjadi, setelah pasukan Romawi
disana dikepung oleh pasukan kaum Muslimin selama empat puluh hari di
bawah komando Abu Ubaidah Ibnul Jarrah Radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian
Khalifah Umar Ibnul Khaththab menetapkan orang-orang Yahudi tidak boleh
tinggal di Baitul Maqdis.
KLAIM PALSU YAHUDI ATAS TANAH PALESTINA
Merasa nenek moyangnya pernah berdiam disana, menyebabkan kaum Yahudi
membuat klaim jika mereka memiliki hak atas tanah Palestina. Alasan yang
dikemukakan, karena mereka telah mendiaminya sejak Nabi Ibrahim dan
berakhir ketika orang-orang Yahudi generasi akhir diusir dari Baitul
Maqdis pada masa Romawi.
Mereka pun mengklaim hak kepemilikan tersebut juga berdasarkan
tinjauan agama. Yaitu mengacu kepada kitab suci mereka, bahwa Allah
telah menjanjikan kepemilikan tanah Kan’an (Palestina) dan wilayah
sekitarnya, dari sungai Nil di Mesir sampai sungai Eufrat di Irak. Janji
tersebut disampaikan Allah kepada Ibrahim. Begitulah bangsa Yahudi yang
hidup pada masa sekarang mengklaim sebagai keturunan Ibrahim, bangsa
terpilih. Sehingga merasa paling berhak dengan Palestina dan sekitarnya,
yang disebut-sebut sebagai ardhul mi’ad (tanah yang dijanjikan).
Karenanya, muncul upaya untuk menghimpun kaum Yahudi yang
tersebar di berbagai wilayah, bertujuan mendirikan sebuah negara Israil
Raya, Napoleon Bonaparte, seorang raja Perancis telah memfasilitasi
tujuan tersebut. Caranya, pada tahun 1799M, dia mengajak Yahudi
dari Asia dan Afrika untuk bergabung dengan pasukannya. Namun akibat
kekalahan dideritanya, menyebabkan rencana tersebut tidak terwujud.
Wacana ini kembali muncul, dengan terbitnya buku Negara Yahudi, yang
ditulis pemimpin mereka, Theodare Heartzel pada tahun 1896M. Orang-orang
Yahudi melakukan kajian secara jeli tentang kondisi negara-negara
penjajah. Hingga sampai pada kesimpulan, bahwa Inggris merupakan negara
yang paling tepat untuk membantu merealisasikan rencana tersebut.
Ringkasnya, setelah melalui lobi-lobi, maka pada tahun 1917M, Inggris
yang menjajah kebanyakan negara Arab, memberikan tanah hunian bagi
Yahudi di Palestina. Penguasa Inggris melindungi mereka dari kemarahan
kaum Muslimin. Di sisi lain, penjajah Inggris bersikap sangat keras
terhadap kaum Muslimin di sana.
KEPALSUAN PENGAKUAN YAHUDI
Sebelum Bani Israil masuk ke wilayah tersebut, tanah Palestina telah
didiami dan dikuasai suku-suku Arab. Kabilah Finiqiyyin, menempati
wilayah utara kurang lebih pada tahun 3000SM. Kabilah Kan’aniyyun,
menempati bagian selatan dari tempat yang dihuni orang-orang Finiqiyyin.
Mereka menempati wilayah tengah pada tahun 2500SM. Inilah suku-suku
bangsa Arab yang berhijrah dari Jazirah Arabiyah. Kemudian datang
kelompok lain, kurang lebih pada tahu 1200SM, yang kemudian dikenal
dengan Kabilah Falestin. Menempati wilayah antara Ghaza dan Yafa. Hingga
akhirnya nama ini menjadi sebutan bagi seluruh wilayah tersebut. dan
ketiga suku ini terus mendiaminya.
Secara historis, telah jelas Bani Israil bukanlah bangsa yang pertama menempati Palestina.
Daerah itu, sudah dihuni oleh suku-suku Arab sejak beribu-ribu tahun
lamanya, sebelum kedatangan Bani Israil. Bahkan keberadaan suku Arab
tersebut terus berlangsung sampai sekarang.
Adapun Bani Israil, pertama kalia masuk Palestina, yaitu saat bersama
Yusya bin Nun, setelah wafatnya Nabi Musa Alaihissalam. Sebelumnya
mereka dalam kebingungan, terusir, tak memiliki tempat tinggal, karena
melakukan pembangkangan terhadap perintah Allah
Dikisahkan dalam Al-Qur’an.
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya :”Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara
umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena
kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”
[Al-Maidah : 20-21]
Akan tetapi, mereka adalah bangsa pengecut yang dihinggapi rasa takut
Sikap pengecut ini terlihat jelas dari jawaban mereka terhadap ajakan
Nabi Musa.
Kelanjutan ayat di atas menyebutkan.
“Mereka berkata :”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan
memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka keluar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya”.
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah)
yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya : “Serbulah mereka dengan
melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya, nisacaya
kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
“Mereka berkata : “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinyua
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja”.
“Berkata Musa : “Ya Rabb-ku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasik itu”.
“Allah berfirman : “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih
hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu” [Al-Maidah : 22-26]
Dengan terusirnya dari tanah yang diberkahi ini, bagaimana mungkin mereka mengaku memiliki hak atas tanah ini?
Sementara itu, pengembaraan ke berbagai penjuru bumi, karena terusir di
mana-mana menimbulkan konsekwensi bagi mereka berinteraksi, dan
beranak-pinak dengan bangsa lainnya. Sehingga terpuituslah nasab mereka
dengan nenek moyangnya.
Jelaslah, generasi Yahudi pada masa sekarang ini bukan keturunan Bani
Israil sebagaimana yang mereka katakan. Meski demikian, mereka berupaya
keras menyebarluaskan klaim palsu ini, bahwa mereka keturunan
orang-orang Bani Israil generasi pertama yang menghuni Palestina dahulu.
Tujuan propaganda ini, agar kaum Nashara menilai mereka sebagai
keturunan Nabi Ya’qub. Sehingga muncul opini, bahwa merekalah yang
dimaksud oleh janji sebagaimana tersebut dalam Pejanjian Lama. Dengan
ini mereka berharap Nashara merasa memiliki ikatan emosional, dan
kemudian membela mereka. Sebab Nashara mengagungkan Taurat (Perjanjian
Lama) dan menganggapnya sebagai wahyu dari Allah.
Akan tetapi, fakta menujukkan, jika klaim mereka dalah dusta. Mereka
mengaku akar keturunannya masih murni, bersambung sampai ke Israil
(Ya’qub). Padahal, mereka sendiri telah mengakui, banyak di antara
orang-orang Yahudi yang menikahi wanita Yahudi. Demikian juga, kaum
wanitanya pun menikah dengan lelaki non Yahudi.
Sebagai contoh bukti lainnya, sebuah suku yang besar di Rusia ,
Khazar telah memeluk Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Kerajaan ini begitu
kuatnya. Kemudian mengalami kehancuran total setelah diserang Rusia.
Sejak abad ke -13 Masehi, wilayah ini terhapus dari peta Eropa.
Penduduknya bercerai berai di Eropa Barat dan Timur. Ini merupakan salah
satu indikasi yang jelas, bahwa mereka tidak mempunyai ikatan dengan
Ya’qub dan keturunannya.
Kalaupun mereka tetap bersikeras mengaku sebagai keturunan Ya’qub,
akan tetapi sebagai kaum Muslimin, kita tidak merubah sikap, selama
mereka memusuhi kaum Muslimin. Sebab, nasab tidak ada artinya, bila
masih berkutat dalam kekufuran. [12]
YAHUDI BUKAN KETURUNAN IBRAHIM
Pengakuan mereka sebagai keturunan Ibrahim Alaihissalam, merupakan klaim yang batil, ditinjau dari beberapa aspek berikut.
[1]. Batilnya klaim mereka sebagai keturunan Bani Israil, secara
jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashrani) mengatakan bahwa
Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama
Yahudi atau Nashrani. Katakanlah : “Apakah kamu yang lebih mengetahui
ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya”, Dan Allah
sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan” [Al-Baqarah : 140]
[2]. Kitab suci mereka tidak lagi orsinil dan sudah terjadi
perubahan. Mereka telah melakukan perbuatan tercela terhadap kitab-kitab
yang diturunkan kepada para nabi Bani Israil, dengan melakukan tahrif
(mengubah), memalsukan dan memanipulasi. Al-Qur’an telah mengabadikan
perbuatan mereka tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuk mereka, dan
kami jadikan hati mereka keras membantu. Mereka suka merobah perkataan
(Allah) dari tempat-tempatnya …..”[Al-Maidah : 13]
[3]. Klaim kepemilikan tanah yang penuh berkah ini oleh Yahudi,
berkaitan dengan janji Allah kepada Ibrahim, hakikatnya janji tersebut
telah diwujudkan yaitu saat pertama kali Ibrahim Alaihissalam
menginjakkan kaki di wilayah suku Kan’an.
Sekilas, mengacu kepada kitab mereka yang kini disebut Kitab
Perjanjian Lama, kita akan mengetahui, jika janji Allah tersebut menjadi
hak Isma’il, nenek moyang bangsa Arab dan kaum Muslimin. Pada waktu itu
Nabi Ibrahim Alaihissalam belum dikaruniai anak (Kejadian : 12/7).
Kemudian janji ini terulang kembali saat beliau kembali ke Mesir
(Kejadian : 13/15). Janji ini pun terulang kembali bagi Ibrahim, tetapi
beliau belum dikaruniai anak (15/18). Berikutnya, janji itu pun terulang
lagi, saat Ibrahim dikaruniai anaknya, yaitu Ismail (Kejadian : 17/8).
Sedangkan putra kedua Ibrahim Alaihissalam, yaitu Ishaq, pada saat janji
itu ditetapkan ia belum dilahirkan.
[4]. Kalaupun mereka menyanggah, bahwa janji Allah tentang
kepemilikan tanah Palestina merupakan warisan dan hunian abadi bagi
mereka, yang menurut mereka didukung oleh Al-Qur’an –surat Al-Maidah :
21 : “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah
bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada
musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”. Maka jawabnya
adalah.
Ungkapan janji yang ada dalam ayat tersebut tidak berbentuk abadi,
tetapi khusus bagi zaman yang mereka dijanjikan mendapatkannya, sebagai
balasan atas sambutan mereka kepada perintah-perintah Allah dan
kesabaran mereka. Sedangkan orang-orang Yahudi pada masa ini, mereka
bukan Bani Israil –sebagaimana sudah dipaparkan-. Dan ayat ini tidak
menyangkut yang bukan Bani Israil, meski kaum Yahudi pada saat ini
mayoritas. Sungguh, kebenaran dalam masalah ini yang menjadi pegangan
jumhur ulama tafsir
Balasan keimanan dan keistimewaan yang mereka raih atas umat zaman
mereka ini merupakan ketetapan Allah bagi hamba-hambaNya. Allah
berfirman.
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis
dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hambaKu
yang shalih”. [Al-Anbiya : 105]
Begitu juga setelah mereka menyimpang dari agama Allah dan melakukan
kerusakan di bumi, maka Bani Israil tidak lagi memiliki hak dengan janji
tersebut. Justru balasan bagi mereka, sebagaimana terkandung dalam
ayat, yaitu mereka mendapat laknat, kemurkaan dan hukuman dari Allah.
Mereka tercerai berai di bumi, dikuasai oleh orang-orang yang menimpakan
siksaan kepada mereka sampai hari Kiamat, dirundung kehinaan dimanapun
mereka berada. Ini semua sebagai hukuman atas kekufuran mereka terhadap
ayat-ayat Allah.
Sebuah fakta yang ironis. Ketika Allah memerintahkan Bani Israil
untuk memasuki tanah yang dijanjikan, ternyata mereka enggan dan
membangkang. Maka Allah menghalangi mereka darinya. Tatkala mereka
menyambut perintah, maka Allah memberikannya kepada mereka.
Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Yang Allah
janjikan kepada kalian melalui lisan ayah kalian, Israil ia
mewariskannya kepada orang yang beriman dari kalian” [13]
Berdasarkan ini, tanah tersebut milik mereka ketika mereka beriman.
Tetapi, karena mereka kufur kepada Allah dan para Nabi-Nya, dan Allah
telah menetapkan murka dan laknatNya kepada mereka, maka mereka sama
sekali tidak mempunyai hak atas tanah suci itu.
[5]. Bisa juga bisa dikatakan, janji itu sudah terwujud pada masa
Nabi Musa, yaitu tatkala Bani Israil memasuki tanah suci dengan dipimpin
oleh Nabi Yusya bin Nun, kemudian menempatinya pada masa Nabi Dawud dan
Sulaiman. Sebuah masa ketika Allah menganugerahkan kepada mereka
keutamaan atas manusia seluruhnya. Namun, ketika mereka kufur kepada
Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka kemurkaan Allah pun berlaku
pada mereka, dan terjadilah bencana menimpa mereka.
[6]. Janji Allah memiliki syarat, yaitu iman dan amalan shalih,
sebagaimana juga termuat dalam Taurat. Sedangkan mereka telah berbuat
kufur dan murtad, beribadah kepada selain Allah. Oleh karena itu,
musibah, bencana dan kemurkaan dari Allah ditimpakan kepada mereka. Dan
semua ini termuat dalam kitab-kitab suci mereka. Bahkan dalam kitab
mereka, terdapat keterangan yang melarang memasuki Baitul Maqdis,
lantaran kekufuran, kesesatan dan kemaksiatan mereka.
Dengan pengingkaran ini, maka janji tersebut tidak terwujudkan.
Sebaiknya, siksa dan bencanalah yang mereka dapatkan. Bumi ini milik
Allah, diwariskan kepada hamba-hambaNya yang menegakkan agama dan
mengikuti ajaran-ajaranNya, bukan diwariskan kepada orang-orang yang
melakukan kerusakan di bumi. Allah berfirman.
“Musa berkata kepada kaumnya : “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ; dipusakakanNya
kepada siapa saja yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan
yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf : 128]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik” [An-Nur : 55]
Menjelaskan ayat ini Ibnu Katsir berkata.
Ini janji dari Allah bagi RasulNya, akan menjadikan umatnya sebagai
pewaris bumi. Maksudnya, tokoh-tokoh panutan dan penguasa mereka.
Negeri-negeri menjadi baik dengan mereka, dan orang-orang tunduk kepada
mereka… Allah Subhanahu wa Ta’la telah mewujudkannya walillahilhamdu
walminnah. Nabi tidaklah wafat, melainkan Allah telah membuka
penaklukkan Mekah, Khaibar, seluruh Jazirah Arab, wilayah Yaman
seluruhnya. Memberlakukan jizyah kepada Majusi dari daerah Hajr, dan
sebagian wilayah Syam
Kemudian, ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu
Bakar mengirimkan pasukan Islam ke Persia di bawah komando Khalid bin
Al-Walid dan berhasil menaklukkan sebagian wilayahnya. Juga mengirim
pasukan lain pimpinan Abu Ubaidah menuju Syam.
Allah juga memberikan karunia kepada kaum Muslimin. Yaitu
mengilhamkan kepada Abu Bakar untuk memilih Umar Al-Faruq untuk
menggantikan kedudukannya. Dan Umar pun melaksanakan amanah ini dengan
sebaik-baiknya. Pada masa kekuasannya, seluruh wilayah Syam berhasil
dikuasai. [14]
Kaum Muslimin, mereka itulah yang dimaksud dengan ayat-ayat tersebut.
Bila membenarkan janji yang mereka ikat dengan Allah, kembali kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh dengan Islam secara
sempurna, baik individu, keluarga, masyarakat atau negara, maka sungguh
janji Allah benar adanya. Dan siapakah yang berhak atas tanah yang penuh
berkah itu? Tidak lain adaka kaum Muslimin.
Maraji.
– Dirasatun Fil Ad-yan Al-Yahudiyah wan Nashraniyah, Dr Su’ud bin Abdil
Aziz Al-Khalaf, Penerbit Adhwa-us Salaf, Cetakan I, Th 1422H/2003M
– Mujaz Tarikhil Yahudi war-Raddi Ala Ba’dhi Maza’imil Bathilah, Dr
Mahmud bin Abdir Rahman Qadah, Majalah Jami’ah Islamiyah, Edisi 107, Th
29, 1418-1419H
– Shahih Qashashil Anbiya, karya Ibnu Katsir, Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali, Maktabah Al-Furqan, Cetakan I Th, 1422H
– Tafsir Al-Qur’anil Azhim, Abu Fida Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Cetakan II, Th.1422H
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun
X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl.
Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp.
0271-5891016]
_________
Footnotes
[1]. Barakatu Ardhisy-Syam, Dr Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr, Majalah Manarusy-Syam, edisi Jumadal Ula 1425H.
[2]. Lihat Surat Yusuf ayat 100
[3]. Kisah tersebut termuat dalam Surat Yusuf.
[4]. Lihat Surat Al-A’raaf ayat 133
[5]. Lihat Surat Asy-Syu’ara ayat 52-66
[6]. Dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang ke Madinah, saat kaum Yahudi berpuasa hari Asyura. Beliau
bersabda. Hari apakah ini yang kalian berpuasa padanya? Mereka menjawab :
Ini hari kemenangan Musa atas Fir’aun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepada para sahabat : Kalian lebih pantas menghormati
Musa daripada mereka, maka berpuasalah” [HR Al-Bukhari dan Muslim.
Dinukil dari Shahih Qashashil Anbiyaa, halaman 310]
[7]. Dirasatun Fil Adyan Al-Yahudiyah wa Nashraniyah, halaman 49
[8]. Mujaz Tarikhil Yahudi, Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah, halaman 248
[9]. Nabi Yusya bin Nun Alalihissalam dalah salah seorang dari Nabi yang
diutus kepada Bani Israil. Dalil yang menunjukkan kenabiannya, yaitu
hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda : “Matahari tidak
pernah tertunda perjalanannya karena seseorang, kecuali bagi Yusya bin
Nun, (ketika) pada malam hari ia menuju Baitul Maqdis: [HR Ahmad 2/325].
Ibnu Katsir berkata : Sanadnya sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Lihat
Al-Bidayah, 1/333. Dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Hafizh dalam
Al-Fath, 2/221. Di tempat lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda : Ada seorang nabi dari kalangan para nabi yang berperang,
(ia) berkata kepada kaumnya … kemudian ia berkata kepada matahari,
‘Sesungguhnya engkau diperintah, dan aku pun juga diperintah, Ya Allah,
hentikanlah ia, maka matahari itu pun berhenti, sampai akhirnya Allah
membuka kota tersebut lantaran mereka” [HR Al-Bukhari, Lihat Al-Fath
6/220]
Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Oleh Ustadz Fahmi Suwaidi Struktur Militer Utsmani dalam Laskar Diponegoro
Penjajahan Belanda di Nusantara selama 350 tahun tidaklah berlangsung
dengan mulus tanpa perlawanan. Bangsa Muslim yang memiliki kehormatan
dan harga diri ini tak henti-hentinya melawan. Jihad mempertahankan
negeri dari serangan penjajah kafir adalah jalan hidup mereka semenjak
dahulu kala. Tapi siapa sangka, ternyata pengaruh khilafah Utsmaniyah
sangat besar di dalamnya.
Salah satu perlawanan terbesar yang
sangat merepotkan Belanda adalah Perang Jawa (Java Oorlog) yang
berlangsung dalam kurun 1825-1830. Perlawanan yang dipimpin oleh
Pangeran Diponegoro ini berlangsung di sebagian Pulau Jawa. Medannya
membentang dari Yogyakarta di pantai selatan hingga perbatasan Banyumas
di barat dan Magelang di utara. Meski wilayah ini relatif kecil dalam
ukuran zaman sekarang, kawasan ini adalah pusat kerajaan Jawa yang mulai
digerogoti oleh kekuasaan Belanda.
Perlawanan ini berkobar
lama dan berdarah, ratusan ribu korban jatuh, terutama dari pihak
Muslim. Belanda sendiri kehilangan ribuan prajurit dan kasnya hampir
kosong untuk membiayai perang. Belanda menghadapi musuh berat yang
menentangnya bukan semata sebagai kekuatan penjajah yang merampas hak,
namun sebagai kekuatan kafir yang membahayakan akidah Islam.
Perlawanan Pangeran Diponegoro disusun dengan struktur militer Turki.
Nama berbagai kesatuannya merupakan adaptasi dari nama kesatuan militer
Khilafah Utsmani. Panglima tertingginya adalah Sentot Ali Basah,
adaptasi dari gelar Ali Pasha bagi jenderal militer Turki. Sementara
unit-unitnya antara lain bernama Turkiyo, Bulkiyo dan Burjomuah
menunjukkan pengaruh Turki. Bulkiyo adalah adaptasi lidah jawa bagi
Bölük, struktur pasukan Turki dengan kekuatan setara resimen. Sementara
jabatan komandannya adalah Bolukbashi.
Susunan militer khas
Turki ini membedakan pasukan Diponegoro dengan pasukan Mangkunegaran
Surakarta yang menggunakan struktur legiun (mengadopsi sistem Perancis).
Juga berbeda dengan kesultanan Yogyakarta yang menggunakan struktur
bregodo (brigade, mengadopsi sistem Belanda).
Kiriman Senjata
Tak hanya struktur militer ala Turki, Belanda bahkan mencurigai bahwa
ada kiriman senjata dari Turki melalui pantai selatan Jawa. Karenanya
pantai yang menghadap Samudera Hindia ini dijaga ketat. Deretan benteng
kokoh dibangun Belanda menghadap lautan selatan. Sisanya antara lain
masih bisa ditemukan di Cilacap, Jawa Tengah, dan Pangandaran, Jawa
Barat. Penduduk lokal kini menyebutnya benteng pendhem (terpendam)
karena sebagian strukturnya terpendam di bawah tanah.
Tak cukup
dengan benteng berbentuk tembok fisik, benteng mitos agaknya juga
dibangun oleh Belanda. Termasuk dengan menanamkan mitos tentang
keramatnya pantai selatan. Belakangan muncullah mitos tentang Ratu Kidul
yang hingga kini masih disembah dengan berbagai ritual oleh keraton
maupun penduduk pesisir selatan.
Mitos tentang pantai selatan
itu membuat penduduk lokal selalu dibayang-bayangi ketakutan pada
kemurkaan Ratu Kidul. Mereka takut dan enggan mengeksplorasi potensinya.
Termasuk potensinya sebagai gerbang hubungan internasional dengan dunia
luar. Inilah yang diharapkan Belanda, perjuangan Muslim di Nusantara
terisolir dari dunia Islam.
Dugaan penciptaan mitos oleh
Belanda ini tidak berlebihan. Di antara program yang intens dilakukan
oleh Belanda melalui sisi budaya adalah nativikasi. Upaya mengembalikan
penduduk Muslim di Nusantara pada kepercayaan dan agama “asli” atau
lokal. Program inilah yang mendorong Belanda tak segan mengeluarkan dana
besar untuk mengkaji naskah-naskah kuno yang kini kebanyakan tersimpan
di Leiden.
Hasil riset itu kemudian diwujudkan dalam
tulisan-tulisan dan kitab-kitab yang kerap menjadi pegangan kelompok
Kejawen seperti Darmogandhul dan Gathuloco. Isinya mengagungkan
kehidupan Jawa pra-Islam, melecehkan syariat Islam dan mempromosikan
teologi Kristen secara tersamar. Meski dianggap kitab kuno, penelitian
sejarawan Muslim seperti Susiyanto dari Pusat Studi Peradaban Islam
menunjukkan bahwa kitab-kitab itu dikarang pada era Belanda dan memuat
ajaran teologi Kristen.
Sisa Laskar Diponegoro
Setelah Perang Diponegoro berakhir dengan kemenangan Belanda, pesisir
selatan masih menjadi basis pasukan Diponegoro. Sisa-sisa laskarnya
menyebar di pesisir selatan Kebumen dan Purworejo. Mereka biasa
menyerang kepentingan Belanda di sekitar kota.
Oleh Belanda
gerakan sisa laskar Diponegoro itu disebut sebagai para kecu (perampok
yang bergerak siang hari) dan rampok (biasanya bergerak malam hari) yang
terkenal di kawasan itu. Bisa jadi perkecuan dan perampokan itu
dilandasi semangat terus berjihad melawan Belanda serta merampas
ghanimah dan fa’i dari musuhnya. Wallahu a’lam. (eramuslim.com)
Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
*Nasyid ini adalah potongan sebahagian daripada Syair nukilan As Syeikh Sayyid Qutb rohimahullah. ..........
Akhi (saudaraku)... Engkau adalah merdeka walaupun di balik jeriji besi itu Akhi... Engkau adalah merdeka walau dibelenggu Bila engkau berpegang teguh kepada Allah Maka makar manusia tidak akan membahayakanmu
Akhi... kenapa engkau jemu dari berjuang
Dan mencampakkan senjatamu?
Lalu siapa lagi yang akan mengubati luka pasukan?
Dan siapa pula akan yang mengangkat kembali panjinya?
Akhi... Sesungguhnya aku pada hari ini adalah tukul besi yang keras
Dengannya akan kuhancurkan batu gunung yang menjulang tinggi
Esok, aku akan menghapusnya dengan pukulan penghabisan
Segala kepala kepala ular hingga hancur berkecai
Akhi... Sekiranya engkau meneteskan air matamu atas kepergianku
Dan dengannya engkau menaburi kuburku dengan hening
Maka nyalakanlah bagi mereka obor dari tulang belulangku
Dan majulah dengannya menuju kegemilangan yang menanti
Akhi... Bila kami mati, kami akan bertemu dengan kekasih-kekasih kami
Bahkan taman Rabb ku tersedia bagi kami
Serta burung burungnya akan berterbangan di sekeliling kami
Maka berbahagialah kami dalam negeri yang abadi
Akhi... Sesungguhnya aku tidak pernah jemu dari berjuang
Dan aku tidak akan mencampakkan senjataku
Bila aku mati, maka aku syahid
Dan engkau akan terus maju dengan kegemilangan yang agung
Saya akan menuntut balas, akan tetapi demi Rabb dan deen
Dan akan terus maju diatas jalanku dengan penuh keyakinan
Sampai kepada kemengangan di atas semua manusia
Atau kembali kepada Allah di negeri yang kekal
Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Masih ingat kemenangan gemilang Jaysh al Fath saat menaklukkan
Checkpoint Al Fanar di Ariha ? Saat itu mujahideen berhasil meledakkan
markas militer Assad melalui terowongan. Terowongan ini cukup fantastis,
dibangun selama 11 bulan, sepanjang 700 m, dengan kedalaman 25 m.
Inilah rahasia dibalik kesuksesan tersebut.
Abu
Musaab, pemimpin Ahrar al Sham mengatakan kepada Stasiun televisi
Orient news bahwa Mujahideen Suriah menerima video tutorial dari Gaza
yang menunjukkan cara memperbaiki terowongan yang runtuh. “Tanah disini
basah dan mulai runtuh menimpa kami, beberapa pejuang terjebak di dalam.
Jadi kami berkoordinasi dengan para ahli, saudara kami di Gaza. Semoga
Allah membalas perbuatan baik mereka.” kata Abu Musaab.
“Kami konsultasikan hal ini dengan mereka mengenai masalah ini dan
mereka memberi solusi untuk menggunakan bilah kayu, serta mengirim video
yang menunjukkan bagaimana cara mengaplikasikannya.” Abu Musaab
menambahkan.
Pada April 2013 harian London Times, mengutip dari sumber tanpa nama,
seorang diplomat Barat yang berhubungan dengan rezim dan oposisi
Suriah, mengklaim bahwa sayap militer Hamas, Izzudin Al Qassam Brigades,
melatih unit militer FSA. The Times melaporkan, dimana hal ini dibantah
oleh Hamas, menyatakan bahwa gerakan Palestina membantu oposisi Suriah
menggali terowongan, yang digunakan untuk melancarkan serangan terhadap
rezim Assad.
Menurut keterangan dari Ibrahim Khader, seorang jurnalis Palestina
yang meliput konflik Suriah kepada MEE, jumlah total pejuang Palestina
yang bergabung dengan mujahideen Suriah tidak melebihi 200 orang, tetapi
mereka adalah pasukan elit dengan skill militer mumpuni, memiliki
keahlian khusus dalam menggali terowongan, serta menguasai tekhnik
pembuatan roket dan peledak.
Ehmad Karkas, wartawan Suriah di Idlib, mengatakan kepada MEE, para
kritikus Assad menilai salah satu sebab pejuang Suriah dan Palestina
berada dalam satu jalur karena “mereka berdua sama sama berjuang melawan
tirani”.
Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Salah ad-Din Yusuf bin Ayyub lebih dikenal di dunia
Barat sebagai Saladin, seorang Kurdi Muslim yang menjadi Ayyubiyah
pertama Sultan Mesir dan Syria. Dia membawa oposisi Islam untuk kaum
Frank dan Tentara Salib Eropa lainnya di Levant. Pada puncak kekuasaan,
ia berkuasa atas Mesir, Suriah, Mesopotamia, Hijaz, dan Yaman. Dia
memimpin umat Islam melawan Tentara Salib dan akhirnya merebut kembali
Palestina dari Kerajaan Tentara Salib di Yerusalem setelah kemenangannya
dalam Pertempuran Hattin. Dengan demikian, dia adalah tokoh terkemuka
di Kurdi, Arab, dan budaya Islam. Shalahuddin adalah seorang penganut
Islam Sunni ketat dan murid dari tatanan Qadiri Sufi. perilaku sopan-Nya
telah dicatat oleh penulis sejarah Kristen, khususnya dalam akun
pengepungan Kerak di Moab, dan meskipun menjadi musuh dari Tentara Salib
dia dihormati banyak dari mereka, termasuk Richard si Hati Singa; bukan
menjadi sosok dibenci di Eropa, ia menjadi contoh merayakan
prinsip-prinsip kesopanan.
Awal Hehidupan Saladin lahir di Tikrit, Irak. Keluarganya latar belakang Kurdi
dan keturunan, dan berasal dari kota Dvin, di Armenia abad pertengahan.
Ayahnya, Najm ad-Din Ayyub dibuang dari Tikrit dan di tahun 1139 , ia
dan pamannya Asad Al-Din Shirkuh, pindah ke Mosul. Ia kemudian bergabung
dengan pelayanan Imad ad-Din Zengi yang membuatnya komandan benteng di
Baalbek. Setelah kematian Zengi di 1146, anaknya Nuruddin, menjadi
Bupati Aleppo dan pemimpin Zengids.
Saladin, yang sekarang tinggal di Damaskus, dilaporkan memiliki
kesukaan khusus kota, namun informasi mengenai masa kecilnya masih
langka. Tentang pendidikan, Saladin menulis “anak-anak dibesarkan dengan
cara yang tua-tua mereka dibesarkan.” Menurut salah satu penulis
biografinya, Al-Wahrani, Saladin mampu menjawab pertanyaan tentang
Euclid, Almagest, aritmatika, dan hukum, tetapi ini adalah ideal
akademis dan itu mempelajari Al-Quran dan “ilmu agama” yang terhubung ke
orang-orang sezamannya. Beberapa sumber mengklaim bahwa selama studinya
dia lebih tertarik pada agama daripada bergabung dengan militer. Faktor
lain yang mungkin mempengaruhi minatnya dalam agama adalah bahwa selama
Perang Salib Pertama, Yerusalem. diambil dalam serangan mendadak oleh
umat Kristen. Selain Islam, Saladin memiliki pengetahuan tentang
silsilah, biografi, dan sejarah orang Arab, serta garis keturunan kuda
Arab. Lebih penting lagi, ia tahu Hamasah Abu Tammam oleh hati.
Awal Ekspedisi
Karir militer Saladin dimulai ketika pamannya Asad Al-Din Shirkuh,
seorang komandan militer penting di bawah Nuruddin, mulai pelatihan dia.
Pada 1163, wazir kepada khalifah Fatimiyah al-Adid, Shawar, telah
diusir dari Mesir oleh Dirgham saingan, seorang anggota suku Bani
Ruzzaik kuat. Dia meminta dukungan militer dari Nuruddin, yang sesuai
dan di 1164, Shirkuh dikirim untuk membantu Shawar dalam ekspedisi
melawan Dirgham. Saladin, pada usia 26, pergi bersama mereka. Setelah
Shawar berhasil kembali sebagai wazir, ia menuntut agar Shirkuh mundur
pasukannya dari Mesir untuk jumlah 30.000 dinar, tetapi dia menolak
bersikeras itu Nur ad-Din akan bahwa dia tetap. Saladin peran dalam
ekspedisi ini adalah kecil, dan diketahui bahwa ia diperintah oleh
Shirkuh untuk mengumpulkan toko dari Bilbais sebelum pengepungan dengan
kekuatan gabungan dari Tentara Salib dan pasukan Shawar itu.
Setelah pemecatan Bilbais, kekuatan Tentara Salib-Mesir dan tentara
Shirkuh’s adalah untuk terlibat dalam pertempuran di perbatasan padang
pasir di Sungai Nil, Giza di barat. Saladin memainkan peran utama,
memimpin sayap kanan tentara Zengid, sementara kekuatan Kurdi
diperintahkan kiri, dan Shirkuh ditempatkan di tengah. sumber-sumber
muslim pada waktu itu, bagaimanapun, menempatkan Saladin di bagasi
“pusat” dengan perintah untuk memancing musuh ke dalam perangkap oleh
pementasan mundur palsu. Gaya Tentara Salib menikmati kesuksesan awal
terhadap pasukan Shirkuh, tapi daerah itu terlalu curam dan berpasir
untuk kuda-kuda mereka, dan komandan Hugh dari Kaisarea tertangkap saat
menyerang Saladin unit. Setelah pertempuran kecil tersebar di
lembah-lembah di selatan dari posisi utama, gaya Zengid pusat kembali ke
ofensif; Saladin bergabung dalam dari belakang.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan Zengid, dan Saladin
dikreditkan telah membantu Shirkuh di salah satu “kemenangan yang luar
biasa yang paling dalam catatan sejarah”, menurut Ibn al-Atsir, meskipun
lebih dari pria Shirkuh’s tewas dan pertempuran dianggap oleh sebagian
besar sumber-sumber sebagai bukan kemenangan total. Saladin dan Shirkuh
bergerak menuju Alexandria di mana mereka disambut, diberi uang,
senjata, dan memberikan basa. Risiko yang dihadapi oleh pasukan
Salib-Mesir unggul yang mencoba mengepung kota, Shirkuh memisahkan
pasukannya. Dia dan sebagian besar pasukannya menarik diri dari
Alexandria, sementara Saladin yang tersisa dengan tugas menjaga kota
itu.
Pertempuran di Mesir
Shirkuh terlibat dalam perjuangan kekuasaan atas Mesir dengan Shawar
dan Amalric I dari Kerajaan Yerusalem, di mana Shawar meminta bantuan
Amalric. Pada 1169, Shawar dilaporkan dibunuh oleh Saladin, dan Shirkuh
meninggal kemudian pada tahun. Nur ad-Din memilih pengganti untuk
Shirkuh, tetapi Shalahuddin Al-Adid ditunjuk untuk menggantikan Shawar
sebagai wazir.
Alasan di balik pemilihan Syiah al-Adid yang Saladin, seorang Sunni,
bervariasi. Ibn al-Atsir klaim bahwa khalifah memilih dia setelah
diberitahu oleh para penasihatnya bahwa “tidak ada satu lebih lemah atau
lebih muda” dari Saladin, dan “bukan salah satu dari emir mematuhinya
atau melayaninya.” Namun, menurut versi ini, setelah tawar-menawar, dia
akhirnya diterima oleh mayoritas emir. penasihat Al-Adid yang juga
diduga mencoba untuk membagi peringkat berbasis Zengid Suriah.
Al-Wahrani menulis bahwa Shalahuddin dipilih karena reputasi keluarganya
di “kemurahan hati mereka dan kekuatan militer.” Imad ad-Din menulis
bahwa setelah masa berkabung singkat Shirkuh, selama yang “berbeda
pendapat”, para emir Zengid diputuskan Saladin dan memaksa khalifah
untuk “berinvestasi dia sebagai wazir.” Meskipun posisi yang rumit oleh
para pemimpin Muslim saingan, sebagian besar para penguasa Suriah
didukung Saladin karena perannya dalam ekspedisi Mesir, di mana ia
memperoleh catatan kualifikasi militer tanpa cela.
Dilantik sebagai wazir pada tanggal 26 Maret, Saladin bertobat “minum
anggur dan berbalik dari kesembronoan untuk menganggap gaun agama.”
Setelah mendapatkan kekuasaan lebih dan kemerdekaan dari sebelumnya
dalam karirnya, dia masih menghadapi masalah loyalitas utama antara
al-Adid dan Nuruddin. terakhir ini dikabarkan akan secara
sembunyi-sembunyi perseteruan terhadap pengangkatan Saladin dan dikutip
mengatakan, “bagaimana berani dia, Saladin melakukan apa pun tanpa
perintah saya?” Dia menulis beberapa surat untuk Saladin, yang menolak
tanpa meninggalkan kesetiaan mereka kepada Nuruddin.
Kemudian di tahun itu, sekelompok prajurit Mesir dan emir berusaha
untuk membunuh Saladin, tapi sudah dikenal memiliki niat mereka, ia
memiliki kepala konspirator, Mu’tamin al-Khilafah-controller sipil dari
Fatimiyah Istana-tewas. Keesokan harinya, 50.000 tentara Afrika hitam
dari resimen tentara Fatimiyah menentang pemerintahan Saladin bersama
dengan sejumlah emir di Mesir dan biasa menggelar sebuah pemberontakan.
Pada tanggal 23 Agustus Saladin telah tegas pemberontakan dipadamkan,
dan tidak pernah lagi harus menghadapi tantangan militer dari Kairo.
Menjelang akhir 1169, Saladin-dengan bantuan dari
Nuruddin-mengalahkan pasukan Salib-Bizantium besar dekat Damietta.
Sesudahnya, pada musim semi 1170, Nuruddin mengutus ayah Saladin ke
Mesir sesuai dengan permintaan Shalahuddin, serta dukungan dari khalifah
Abbasiyah Baghdad berbasis, al-Mustanjid, yang bertujuan untuk tekanan
Saladin di deposing kalifah saingannya, al-Adid Shalahuddin sendiri.
telah memperkuat kekuasaan pada Mesir dan perluasan basis dukungan di
sana. Dia mulai memberikan posisi anggota keluarganya tinggi di kawasan
ini dan meningkatkan pengaruh Sunni di Kairo, ia memerintahkan
pembangunan sebuah perguruan tinggi untuk cabang Maliki Islam Sunni di
kota, serta satu untuk denominasi Syafi’i yang ia termasuk dalam
al-Fustat.
Setelah mendirikan sendiri di Mesir, Shalahuddin meluncurkan kampanye
melawan para Tentara Salib, mengepung Darum pada tahun 1170 Amalric.
Menarik pasukan Templar dari Gaza untuk membantu dia dalam membela
Darum, tapi Saladin menghindari kekuatan mereka dan jatuh di Gaza
sebagai gantinya. Ia menghancurkan kota yang dibangun di luar benteng
kota dan membunuh sebagian besar penduduknya setelah mereka ditolak
masuk ke kastil. Tidak jelas kapan tepatnya, tapi selama tahun yang
sama, ia menyerang dan merebut benteng Tentara Salib dari Eilat,
dibangun di sebuah pulau dari kepala Teluk Aqaba. Hal itu tidak
menimbulkan ancaman terhadap bagian dari angkatan laut Muslim, tetapi
bisa mengganggu partai-partai kecil kapal Muslim dan Saladin memutuskan
untuk menghapus dari jalan-Nya.
Sultan Mesir
Menurut Imad ad-Din, Nur ad-Din menulis surat kepada Saladin pada
bulan Juni 1171, menyuruhnya membangun kembali khalifah Abbasiyah di
Mesir, yang terkoordinasi Saladin dua bulan kemudian setelah dorongan
tambahan oleh Najm ad-Din al-Khabushani, para Syafi’i faqih, yang dengan
keras menentang kekuasaan Syiah di negara itu. Beberapa emir Mesir
sehingga tewas, tetapi al-Adid diberitahu bahwa mereka dibunuh untuk
memberontak terhadap dia. Ia kemudian jatuh sakit, atau diracun menurut
satu account. Sementara sakit, ia meminta Saladin untuk menjenguknya
untuk meminta bahwa dia mengasuh anak-anak yang masih muda, tapi Saladin
menolak, takut pengkhianatan terhadap Bani Abbasiyah, dan dikatakan
telah menyesali perbuatannya setelah menyadari apa yang al-Adid yang
ingin. Ia meninggal pada tanggal 13 dan lima hari kemudian, khutbah
Abbasiyah diucapkan di Kairo dan al-Fustat, menyatakan al-Mustadhi
sebagai khalifah.
Pada tanggal 25 September, Saladin meninggalkan Kairo untuk mengambil
bagian dalam serangan bersama di Kerak dan Montreal, padang pasir
istana Kerajaan Yerusalem, dengan Nuruddin yang akan menyerang dari
Suriah. Sebelum tiba di Montreal, Saladin menarik, menyadari bahwa jika
ia bertemu dengan Nur ad-Din di Shaubak, ia akan menolak kembali ke
Mesir karena keengganan Nur ad-Din untuk mengkonsolidasikan kontrol
teritorial seperti besar untuk Saladin. Juga, ada kemungkinan bahwa
kerajaan-Tentara Salib yang bertindak sebagai negara penyangga antara
Suriah dan Mesir-bisa ambruk memiliki dua pemimpin menyerang dari timur
dan pantai. Hal ini akan memberikan Nuruddin kesempatan untuk lampiran
Mesir. Saladin mengklaim bahwa ia mengundurkan diri di tengah plot
Fatimiyah terhadap dia, tapi Nuruddin tidak menerima “alasan itu.”
Selama musim panas 1172, seorang tentara Nubia bersama dengan
kontingen pengungsi Armenia dilaporkan di perbatasan Mesir,
mempersiapkan pengepungan terhadap Aswan. Emir kota telah meminta
bantuan Saladin dan diberi bantuan di bawah saudara Turan-Shah-Saladin.
Akibatnya, nubia pergi, namun kembali pada 1173 dan lagi melaju pergi.
Kali ini pasukan Mesir lanjutan dari Aswan dan merebut kota Nubia dari
Ibrim. Tujuh belas bulan setelah kematian al-Adid’s, Nuruddin tidak
diambil tindakan apapun tentang Mesir, tapi diharapkan beberapa hasil
dari 200.000 dinar ia telah dialokasikan untuk pasukan Shirkuh’s yang
disita negara. Saladin membayar hutang ini dengan 60.000 dinar,
“barang-barang manufaktur yang indah”, beberapa perhiasan, seekor
keledai dari jenis terbaik, dan gajah. Sedangkan transportasi
barang-barang ke Damaskus, Saladin mengambil kesempatan untuk menyerang
pedesaan Tentara Salib. Dia tidak menekan serangan terhadap
benteng-benteng padang pasir, tetapi berusaha untuk mengusir orang Badui
Muslim yang tinggal di wilayah Tentara Salib dengan tujuan mencabut
kaum Frank dari panduan.
Pada tanggal 31 Juli 1173, ayah Shalahuddin Ayyub terluka dalam
kecelakaan menunggang kuda, akhirnya menyebabkan kematiannya pada
tanggal 9 Agustus. Pada 1174, Saladin dikirim Turan-Shah untuk
menaklukkan Yaman untuk mengalokasikan dan perusahaan pelabuhan Aden ke
wilayah dari Dinasti Ayyubiyah. Yaman juga menjabat sebagai wilayah
darurat, yang Saladin bisa melarikan diri dalam peristiwa invasi oleh
Nuruddin.
Penangkapan di Damaskus Pada awal musim panas 1174, Nuruddin adalah kemauan tentara,
mengirim surat panggilan ke Mosul, Diyarbakir, dan al-Jazira dalam
persiapan nyata dari serangan terhadap Saladin Mesir. Dinasti Ayyubiyah
diadakan dewan atas wahyu persiapan untuk membahas kemungkinan ancaman
dan Saladin mengumpulkan pasukannya sendiri di luar Kairo. Pada tanggal
15 Mei Nuruddin meninggal setelah diracuni minggu sebelumnya dan
kekuasaan diserahkan kepada anaknya sebelas tahun sebagai-Salih Ismail
al-Malik. Kematiannya meninggalkan Saladin dengan kemandirian politik
dan dalam sebuah surat kepada as-Salih, ia berjanji untuk “bertindak
sebagai pedang” melawan musuh-musuhnya dan merujuk kepada kematian
ayahnya sebagai shock gempa “.”
Dalam bangun dari kematian Nur ad-Din, Saladin menghadapi keputusan
yang sulit, ia bisa bergerak pasukannya melawan Tentara Salib dari Mesir
atau menunggu sampai diundang oleh as-Saleh di Syria datang untuk
membantu dan melancarkan perang dari sana. Dia juga bisa membawanya pada
dirinya untuk lampiran Suriah sebelum itu mungkin bisa jatuh ke tangan
saingannya, tapi takut menyerang tanah yang sebelumnya milik
tuannya-yang dilarang dalam prinsip-prinsip Islam ia mengikuti-bisa
menggambarkan dia sebagai munafik dan dengan demikian, tidak cocok untuk
memimpin perang “suci” melawan Tentara Salib. Shalahuddin melihat bahwa
untuk mendapatkan Suriah, dia juga membutuhkan sebuah undangan dari
as-Saleh atau memperingatkan bahwa potensi anarki dan bahaya dari
Tentara Salib bisa meningkat.
Ketika as-Saleh dipindahkan ke Aleppo pada bulan Agustus,
Gumushtigin, yang emir kota dan kapten veteran Nur ad-Din diasumsikan
perwalian di atasnya. emir yang siap untuk menggeser semua saingannya di
Suriah dan al-Jazira, dimulai dengan Damaskus. Dalam keadaan darurat
ini, Emir Damaskus menarik Saif al-Din (sepupu Gumushtigin) Mosul untuk
bantuan melawan Aleppo, tapi dia menolak, memaksa Suriah untuk meminta
bantuan Saladin yang sesuai. Saladin berkuda di padang pasir dengan 700
penunggang kuda mengangkat, melewati al-Kerak kemudian mencapai Bosra
dan menurut dia, telah bergabung dengan “emir, tentara, Turki, Kurdi,
dan Badui emosi dari hati mereka untuk dilihat pada wajah mereka. “Pada
tanggal 23 November, ia tiba di Damaskus tengah acclamations umum dan
beristirahat di rumah tua ayahnya di sana, sampai gerbang Benteng
Damaskus dibuka kepadanya empat hari kemudian. Dia menempatkan dirinya
di dalam benteng dan menerima hormat dan salam dari warga.
Penaklukan Lebih Lanjut Membiarkan saudaranya Tughtigin sebagai Gubernur Damaskus,
Shalahuddin melanjutkan untuk mengurangi kota-kota lain yang milik
Nuruddin, namun sekarang praktis independen. Dia mendapat Hamah dengan
relatif mudah, tapi dihindari Hims karena kekuatan benteng tersebut.
Lalu ia bergerak ke utara menuju Aleppo, mengepung itu pada tanggal 30
Desember setelah Gumushtigin menolak untuk turun tahta takhtanya.
As-Saleh, takut Saladin, keluar dari istana dan meminta penduduk untuk
tidak menyerah kepadanya dan kota dengan gaya menyerang. Salah satu
penulis sejarah Saladin menyatakan “orang-orang datang di bawah
sihirnya”.
Gumushtigin diminta dari Rasyid ad-Din Sinan, grand-master dari
pembunuh yang sudah bertentangan dengan Saladin sejak ia menggantikan
Fatimiyah Mesir, untuk membunuh Saladin di kampungnya Sekelompok tiga
belas Pembunuh mudah diperoleh masuk ke dalam. tetapi segera terdeteksi
sebelum mereka melakukan serangan mereka. Satu dibunuh oleh seorang
jenderal Saladin dan yang lainnya dibunuh ketika mencoba melarikan diri.
Untuk membuat situasi lebih sulit baginya, Raymond dari Tripoli
pasukannya dikumpulkan oleh Nahr al-Kabir di mana dia ditempatkan baik
untuk menyerang wilayah Muslim. Dia kemudian pindah ke Hims, namun
mundur setelah diberitahu kekuatan bantuan sedang dikirim ke kota oleh
Saif al-Din.
Sementara itu, saingan Saladin di Suriah dan Jazira mengobarkan
perang propaganda, mengklaim bahwa ia mempunyai “lupa kondisinya sendiri
hamba [Nur ad-Din]” dan menunjukkan rasa terima kasih tidak untuk
tuannya yang lama dengan mengepung putranya, naik “memberontak terhadap
Tuhannya . ” Saladin bertujuan untuk melawan propaganda berangkat ini
dengan pengepungan untuk mengklaim ia membela Islam sejak Tentara Salib;
pasukannya kembali ke Hama untuk melibatkan kekuatan Tentara Salib di
sana. Tentara Salib menarik terlebih dahulu dan Saladin menyatakan itu
“kemenangan membuka pintu hati manusia”. Segera setelah itu, Shalahuddin
memasuki Homs dan merebut benteng nya Maret 1175, setelah perlawanan
keras kepala dari pembelanya.
Saladin khawatir keberhasilan Saif al-Din. Sebagai kepala bani
Zengid, termasuk Gumushtigin, ia dianggap Suriah dan Mesopotamia seperti
kebun keluarga dan marah ketika Saladin berusaha untuk merebut milik
mereka. Saif al-Din mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dan dikirim
ke Aleppo yang cemas pembela telah menanti mereka. Pasukan gabungan dari
Mosul dan Aleppo berbaris melawan Saladin di Hama. Sangat kalah jumlah,
dia awalnya mencoba untuk berdamai dengan Zengids dengan meninggalkan
semua penaklukan utara provinsi Damaskus, tapi mereka menolak,
bersikeras ia kembali ke Mesir. Melihat konfrontasi tak terhindarkan,
Saladin siap untuk berperang, mengambil posisi unggul di perbukitan
dengan ngarai Sungai Orontes. Pada April 13, 1175, pasukan Zengid
berbaris untuk menyerang pasukannya, tapi segera menemukan diri mereka
dikelilingi oleh para veteran Saladin Ayyubiyah yang dimusnahkan mereka.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan menentukan bagi Saladin yang
mengejar buronan Zengid ke gerbang Aleppo, memaksa penasihat as-Saleh
untuk mengakui kekuasaannya provinsi Damaskus, Hims, dan Hama, serta
beberapa kota di luar Aleppo seperti sebagai al-Nu’man Ma’arat.
Setelah kemenangan melawan Zengids, Saladin menyatakan dirinya
menjadi raja dan menekan nama as-Saleh dalam salat Jumat dan mata uang
Islam. Sejak saat itu, ia memerintahkan untuk berdoa untuk dalam semua
masjid Suriah dan Mesir sebagai raja berdaulat dan ia mengeluarkan koin
emas di Kairo mint bantalan namanya al-Malik an-Nashir Yusuf Ayyub, ala
ghaya “itu Raja yang kuat untuk Aid, Yusuf bin Ayub; Maha Tinggi
standar. ” Khalifah Abbasiyah di Baghdad dengan anggun menyambut asumsi
Saladin kekuasaan dan menyatakan dia “Sultan Mesir dan Suriah”.
Pertempuran Hama tidak mengakhiri kontes untuk kekuasaan antara
Ayyubiyah dan Zengids, konfrontasi final terjadi pada musim semi 1176.
Saladin telah dibesarkan pasukannya dari Mesir dan Saif al-Din pengadaan
pasukan di antara negara-negara kecil dari Diyarbakir dan al-Jazira.
Ketika Shalahuddin menyeberangi Orontes, meninggalkan Hama, matahari
sudah hilang cahayanya dan meskipun melihat ini sebagai pertanda , ia
melanjutkan perjalanan ke utara. Dia mencapai Mound Sultan, 15 mil (24
km) dari Aleppo, di mana pasukannya bertemu tentara Saif al-Din. Sebuah
melawan tangan-ke-tangan pun terjadi dan berhasil menggulingkan Zengids
sayap kiri Saladin, mengemudi sebelum dia, ketika dia sendiri dibebankan
pada kepala penjaga Zengid. Pasukan Zengid panik dan sebagian besar
perwira Saif al-Din tewas atau tertangkap-ia sendiri lolos. Kamp tentara
Zengid’s, kuda, bagasi, tenda, dan toko diambil oleh Ayyubiyah. Para
tahanan Zengid, bagaimanapun, diberi hadiah dan dibebaskan oleh Saladin
dan seluruh rampasan kemenangannya diserahkan kepada tentara, tidak
menyimpan sesuatu untuk dirinya sendiri.
Dia terus menuju Aleppo yang masih menutup pintu gerbangnya
kepadanya, menghentikan sebelum kota. Dalam perjalanan, pasukannya
mengambil Buza’a, kemudian ditangkap Manbij. Dari sana mereka menuju ke
barat untuk mengepung benteng A’zaz pada tanggal 15 Mei. Beberapa hari
kemudian, ketika Saladin sedang beristirahat di salah satu tenda
kaptennya, pembunuh bergegas maju ke arahnya dan memukul kepalanya
dengan pisau. Tutup pelindung kepalanya tidak menembus dan dia berhasil
pegangan tangan pembunuh-belati hanya pemotongan gambeson-dan penyerang
itu segera dibunuh. Saladin sudah merasa ngeri pada upaya pada hidupnya
yang dia menuduh Gumushtugin dan pembunuh merencanakan, dan meningkatkan
upaya dalam pengepungan.
A’zaz menyerah pada tanggal 21 Juni, dan Saladin kemudian bergegas ke
Aleppo pasukannya untuk menghukum Gumushtigin. serangan-Nya lagi-lagi
menolak, tapi ia berhasil tidak hanya aman gencatan senjata, tetapi
sebuah aliansi yang saling menguntungkan dengan Aleppo, di mana
Gumushtigin dan as-Saleh diizinkan untuk terus menahan mereka di kota
dan di kembali, mereka diakui Saladin sebagai berdaulat atas semua ia
menguasai kerajaan. Para emir Mardin dan Keyfa, sekutu Muslim Aleppo,
juga diakui Saladin sebagai Raja Suriah. Ketika perjanjian itu
disimpulkan, adik dari as-Saleh datang ke Saladin dan meminta
pengembalian Benteng A’zaz, ia memenuhi dan dikawal kembali ke gerbang
Aleppo dengan berbagai hadiah.
Kampanye Melawan Pembunuh
Saladin telah oleh truces sekarang setuju dengan saingan Zengid dan
Kerajaan Yerusalem (musim panas 1175), tapi menghadapi ancaman dari
Assassins dipimpin oleh Rashid ad-Din Sinan. Berbasis di Pegunungan
al-Nusayri, mereka memiliki sembilan benteng-benteng di atas ketinggian
tinggi. Begitu diberhentikan sebagian besar pasukannya ke Mesir,
Shalahuddin memimpin pasukannya ke berbagai al-Nusayri di Agustus 1176,
namun mundur bulan yang sama, setelah peletakan limbah ke daerah
pedesaan, namun gagal menaklukkan salah satu benteng. Kebanyakan
sejarawan Muslim mengklaim bahwa paman Saladin dimediasi perjanjian
damai antara dirinya dan Sinan. Namun, klaim tukang menyusun tulisan
berisi pujian-pujian yang terakhir Saladin karena ketakutan untuk hidup
sendiri di tangan kaum pembunuh pergi. Dia menabur kapur dan abu di
sekitar tenda di luar Masyaf-yang mengepung terhadap-untuk mendeteksi
setiap langkah kaki oleh pembunuh dan anak buahnya.
Menurut versinya, suatu malam, penjaga Saladin melihat percikan
glowing bawah bukit Masyaf dan kemudian menghilang di antara tenda
Ayyubiyah. Saat ini, Saladin bangun dari tidurnya untuk menemukan sosok
yang meninggalkan tenda. Dia kemudian melihat bahwa lampu mengungsi dan
meletakkan di samping tempat tidurnya scone panas bentuk khas bagi
pembunuh dengan catatan di bagian atas ditempelkan dengan belati
beracun. Catatan tersebut mengancam bahwa ia akan dibunuh kalau ia tidak
menarik diri dari serangan itu. Saladin berteriak, berseru bahwa Sinan
sendiri adalah sosok yang meninggalkan tenda. Dengan demikian, Saladin
mengatakan penjaga untuk menyelesaikan kesepakatan dengan Sinan.
Menyadari ia tidak mampu menaklukkan kaum pembunuh, ia berusaha untuk
menyelaraskan diri dengan mereka, sehingga para Tentara Salib merampas
senjata rahasia.
Kembali ke Kairo dan Forays di Palestina
Setelah meninggalkan Pegunungan al-Nusayri, Saladin kembali ke
Damaskus dan telah pulang kembali tentara Suriah. Ia meninggalkan Turan
Syah dalam komando Suriah, dan meninggalkan Mesir dengan hanya pengikut
pribadinya, mencapai Kairo pada tanggal 22 September. Setelah absen
sekitar dua tahun, ia telah banyak untuk mengatur dan mengawasi di
Mesir, yaitu memperkuat dan merekonstruksi Kairo. Tembok kota diperbaiki
dan ditata ekstensi mereka, sedangkan pembangunan Benteng Kairo dimulai
(85 m) dalam Bir Yusuf (“Joseph’s Well”) dibangun atas perintah
Saladin.. Pekerjaan umum kepala ia menugaskan di luar Kairo adalah
jembatan besar di Giza, yang dimaksudkan untuk membentuk suatu pekerjaan
rumah pertahanan melawan invasi Moor potensial.
Saladin tetap di Kairo mengawasi perbaikan, bangunan sekolah seperti
Madrasah dari Pembuat Pedang dan penataan administrasi internal negara.
Pada November 1177, ia berangkat atas serangan ke Palestina, Tentara
Salib baru forayed ke dalam wilayah Damaskus dan Shalahuddin melihat
gencatan senjata itu tidak lagi layak melestarikan. Orang-orang Kristen
mengirim sebagian besar tentara mereka untuk mengepung benteng Aleppo
Harim utara dan selatan Palestina memamerkan beberapa pembela
Shalahuddin. Menemukan situasi matang, dan berjalan ke Ascalon, yang ia
sebut sebagai “Mempelai Suriah. ” William dari Tirus dicatat bahwa
tentara Ayyubiyah terdiri dari 26.000 prajurit, dimana 8.000 orang
pasukan elit dan 18.000 tentara budak hitam dari Sudan. tentara ini
berlangsung untuk menyerang daerah pedesaan, karung Ramla dan Lod, dan
tersebar diri sejauh Gerbang Yerusalem.
Pertempuran dan Gencatan Senjata dengan Baldwin
Dinasti Ayyubiyah tidak memungkinkan Raja Baldwin untuk memasukkan
Ascalon dengan Templar nya berbasis Gaza tanpa mengambil tindakan
pencegahan terhadap serangan tiba-tiba. Meskipun kekuatan Tentara Salib
hanya terdiri dari 375 ksatria, Saladin ragu-ragu untuk menyergap mereka
karena adanya jenderal yang sangat terampil. Pada tanggal 25 November,
sedangkan sebagian besar tentara Ayyubiyah tidak hadir, Saladin dan anak
buahnya terkejut Beritahu Jezer, dekat Ramla. Sebelum mereka bisa
membentuk sampai, gaya Templar hacked tentara Ayyubiyah bawah. Awalnya,
Saladin berusaha untuk mengatur anak buahnya ke battle order, tetapi
sebagai pengawalnya terbunuh, ia melihat kekalahan yang tak terhindarkan
dan begitu dengan sisa-sisa kecil pasukannya melancarkan unta cepat,
naik sampai ke wilayah Mesir.
Tidak kecewa dengan kekalahannya di Katakan Jezer, Saladin telah siap
untuk melawan Tentara Salib sekali lagi. Pada musim semi 1178, ia
berkemah di bawah dinding Homs dan beberapa pertempuran terjadi antara
jendral dan tentara Salib. kekuatan-Nya di Hama meraih kemenangan atas
musuh mereka dan membawa barang rampasan, bersama dengan banyak tahanan
perang untuk Saladin yang memerintahkan tawanan akan dipenggal untuk
“menjarah dan meletakkan limbah tanah dari Setia.” Dia menghabiskan sisa
tahun di Suriah tanpa konfrontasi dengan musuh-musuhnya.
Saladin intelijen melaporkan kepadanya bahwa para Tentara Salib
sedang merencanakan serangan ke Suriah. Dengan demikian, ia
memerintahkan salah satu jenderalnya, Farrukh-Shah, untuk menjaga
perbatasan Damaskus dengan seribu anak buahnya untuk menonton untuk
menyerang, kemudian pensiun menghindari pertempuran dan lampu suar
peringatan pada bukit-bukit yang Saladin akan berbaris keluar. Pada
April 1179, Tentara Salib dipimpin oleh Raja Baldwin yang diharapkan
tidak ada resistensi dan menunggu untuk meluncurkan serangan mendadak
pada penggembala penggembalaan Muslim kawanan ternak mereka dan timur
Dataran Tinggi Golan. Baldwin maju terlalu terburu-buru dalam mengejar
gaya Farrukh-Shah yang terkonsentrasi tenggara Quneitra dan kemudian
dikalahkan oleh Dinasti Ayyubiyah. Dengan kemenangan ini, Saladin
memutuskan untuk memanggil lebih banyak pasukan dari Mesir, ia diminta
1.500 pasukan berkuda yang akan dikirim oleh al-Adil.
Pada musim panas 1179, Raja Baldwin telah mendirikan pos terdepan di
jalan menuju Damaskus dan bertujuan untuk memperkuat suatu bagian atas
Sungai Yordan, yang dikenal sebagai Yakub Ford, yang memerintahkan
pendekatan ke dataran Banias (dataran itu dibagi oleh kaum Muslim dan
orang-orang Kristen). Saladin telah menawarkan keping emas 100.000 untuk
Baldwin untuk meninggalkan proyek yang secara khusus menyinggung umat
Islam, tetapi tidak berhasil. Ia kemudian memutuskan untuk menghancurkan
benteng, pindah markasnya ke Banias. Sebagai Tentara Salib bergegas
turun untuk menyerang pasukan muslim, mereka jatuh ke dalam kekacauan,
dengan infanteri tertinggal di belakang. Meskipun keberhasilan awal,
mereka mengejar Muslim cukup jauh untuk menjadi tersebar dan Saladin
mengambil keuntungan dengan mengerahkan pasukannya dan dibebankan pada
Tentara Salib. keterlibatan itu berakhir dengan kemenangan Ayyubiyah
menentukan dan ksatria tinggi banyak yang ditangkap. Saladin kemudian
pindah ke mengepung benteng yang jatuh pada 30 Agustus 1179.
Pada musim semi 1180, ketika Saladin berada di daerah Safad, khawatir
untuk memulai kampanye yang kuat terhadap Kerajaan Yerusalem, Raja
Baldwin mengirim utusan kepadanya dengan proposal perdamaian. Karena
kekeringan dan hasil panen yang buruk menghambat komisaris nya, Saladin
setuju untuk gencatan senjata. Raymond dari Tripoli mengecam gencatan
senjata, tetapi dipaksa untuk menerima setelah serangan Ayyubiyah di
wilayahnya bulan Mei dan atas munculnya Saladin armada laut dari
pelabuhan Tartus.
Isu Domestik
Gambar arca pada sebuah konsep waterclock oleh al-Jazarî dalam naskah Arab dari abad ke-15.
Pada Juni 1180, Saladin mengadakan resepsi untuk Nur al-Din Muhammad,
Emir Artuqid dari Keyfa, di Geuk Su, di mana ia mempersembahkan dia dan
saudaranya Abu Bakar hadiah, senilai lebih dari 100.000 dinar menurut
Imad al-Din. Ini dimaksudkan untuk memperkuat persekutuan dengan
Artuqids dan terkesan emir lainnya di Mesopotamia dan Anatolia.
Sebelumnya, Saladin menawarkan untuk memediasi hubungan antara Nuruddin
dan Kilij Arslan II-Sultan Seljuk dari Rum-setelah dua masuk ke konflik.
Yang terakhir ini menuntut kembali Nuruddin tanah yang diberikan
kepadanya sebagai mahar untuk menikahi putrinya ketika ia menerima
laporan bahwa dia disiksa oleh dirinya dan digunakan untuk mendapatkan
untuk Seljuk wilayah. Nur al-Din meminta bantuan dari Saladin, tapi
Arslan menolak.
Setelah Nuruddin dan Saladin bertemu di Geuk Su, emir Seljuk atas,
Ikhtiyar al-Din al-Hasan, dikonfirmasi penyerahan Arslan, setelah
kesepakatan yang telah dibuat. Saladin marah untuk menerima pesan dari
Arslan segera setelah, mengeluh pelanggaran lebih terhadap putrinya. Dia
mengancam akan menyerang kota Malatya, mengatakan, “itu adalah dua hari
perjalanan bagi saya dan saya tidak akan turun kuda saya sampai saya di
kota” Gusar pada ancaman itu., Orang Seljuk mendorong untuk negosiasi.
Saladin merasa Arslan benar untuk merawat anaknya, tapi Nuruddin
berlindung dengan dia, dan karena itu ia tidak bisa mengkhianatinya.
Akhirnya sepakat bahwa wanita itu akan diusir selama satu tahun dan
bahwa jika Nur al-Din tidak memenuhi, Saladin akan meninggalkan dukungan
untuknya.
Meninggalkan Farrukh-Shah yang bertanggung jawab atas Suriah, Saladin
kembali ke Kairo pada awal 1181; Menurut Abu-Syamah, dia berniat untuk
menghabiskan puasa Ramadan di Mesir dan kemudian membuat ibadah haji ke
Mekah. Untuk alasan yang tidak diketahui ia rupanya berubah pikiran
tentang ibadah haji dan terlihat memeriksa Sungai Nil bank pada bulan
Juni. Dia kembali terlibat dengan Badui, dia mengeluarkan dua-pertiga
dari wilayah mereka untuk digunakan sebagai kompensasi bagi pemegang
perdikan-di Fayyum yang dimaksudkan untuk mengambil alih. The Badui juga
dituduh perdagangan dengan Tentara Salib dan gandum mereka disita dan
mereka terpaksa pindah ke barat. Kemudian, kapal perang dilancarkan
terhadap perompak sungai Badui yang menjarah tepi Danau Tanis.
Pada musim panas 1181, mantan istana Saladin administrator Qara-Qush
memimpin pasukan untuk menangkap Majd al-Din-seorang wakil mantan
Turan-Shah di kota Zabid di Yaman-saat dia menghibur Imad ad-Din di
perkebunan di Kairo. Saladin kawan karib menuduhnya menyalahgunakan
pendapatan dari Zabid, tapi Saladin sendiri menjawab bahwa tidak ada
bukti terhadap dia. Dia menyadari kesalahannya dan telah Majd al-Din
dirilis dengan imbalan pembayaran sejumlah 80.000 dinar kepadanya dan
jumlah lain untuk saudara Saladin al-Adil dan Taj al-Muluk Bari.
Penahanan kontroversial Majd al-Din adalah bagian dari ketidakpuasan
yang lebih besar terkait dengan setelah keberangkatan Turan-Shah dari
Yaman, meskipun wakilnya terus mengirimkan pendapatan dari provinsi ini,
otoritas terpusat yang kurang dan internal pertengkaran timbul antara
Izz al-Din Aden Usman dan Hittan dari Zabid. Saladin menulis dalam surat
al-Adil: “ini Yaman adalah rumah harta … Kami menaklukkan itu, tetapi
sampai hari ini kita tidak memiliki kembali dan tidak ada keuntungan
dari itu. Ada hanya biaya yang tak terhitung banyaknya, yang mengirimkan
pasukan … dan harapan yang tidak menghasilkan apa yang diharapkan pada
akhirnya. “
Penaklukan dari Mesopotamia Pedalaman Saif al-Din meninggal awal Juni 1181 dan saudaranya Izz al-Din
mewarisi kepemimpinan Mosul Pada 4 Desember., Mahkota-pangeran dari
Zengids, as-Saleh, meninggal di Aleppo. Sebelum kematiannya, ia perwira
kepala sumpah setia pada Izz al-Din, karena dialah satu-satunya penguasa
Zengid cukup kuat untuk melawan Saladin. Izz al-Din disambut di Aleppo,
tetapi memiliki dan Mosul menaruh terlalu besar beban pada
kemampuannya. Dia demikian, Aleppo menyerahkan kepada saudaranya Imad
al-Din Zangi, sebagai ganti Sinjar. Shalahuddin tidak memberikan oposisi
terhadap transaksi tersebut untuk menghormati perjanjian dia sebelumnya
dibuat dengan Zengids.
Pada 11 Mei, 1182 Saladin bersama dengan setengah dari tentara
Ayyubiyah Mesir dan banyak non-kombatan meninggalkan Kairo untuk Suriah.
Pada malam sebelum ia pergi, ia duduk bersama teman-temannya dan guru
dari salah seorang putranya mengutip sebaris puisi: “menikmati aroma
tanaman mata sapi Najd, karena setelah malam ini akan datang lagi.”
Saladin mengambil ini sebagai pertanda buruk dan dia tidak pernah
melihat Mesir lagi. Mengetahui bahwa pasukan Salib itu berkumpul pada
perbatasan untuk mencegat, dia mengambil jalan padang pasir di
Semenanjung Sinai untuk Ailah di kepala Teluk Aqaba. Rapat oposisi
tidak, Saladin melanda desa Montreal, pasukan Baldwin sementara yang
ditonton, menolak untuk campur tangan. Ia tiba di Damaskus pada bulan
Juni untuk belajar bahwa Farrukh-Shah telah menyerang Galilea, pemecatan
Daburiyya dan menangkap Habis Jaldek, sebuah benteng sangat penting
untuk para Tentara Salib. Pada bulan Juli, Saladin dikirim Farrukh-Shah
untuk menyerang Kawkab al-Hawa. Kemudian, pada bulan Agustus, Ayyubiyah
meluncurkan serangan darat dan angkatan laut untuk menangkap Beirut;
Shalahuddin memimpin tentaranya di Lembah Bekaa. serangan itu condong ke
arah kegagalan dan Saladin ditinggalkan operasi untuk fokus pada
isu-isu di Mesopotamia.
Kukbary, para emir Harran, diundang Saladin menduduki wilayah Jazira,
membuat Mesopotamia utara. Dia memenuhi dan gencatan senjata antara
dirinya dan Zengids resmi berakhir pada September 1182. Sebelum berbaris
untuk Jazira, ketegangan telah tumbuh antara penguasa Zengid daerah,
terutama tentang keengganan mereka untuk membayar menghormati ke Mosul.
Sebelum ia menyeberangi Sungai Efrat, Saladin Aleppo dikepung selama
tiga hari, menandakan bahwa gencatan senjata sudah berakhir.
Setelah ia mencapai Bira, dekat sungai, ia bergabung dengan Kukbary
dan Nur al-Din dari Hisn Kayfa dan pasukan gabungan menangkap kota
Jazira, satu demi satu. Pertama, Edessa jatuh, diikuti oleh Saruj, maka
ar-Raqqah, Karkesiya dan Nusaybin. Ar-Raqqah adalah titik persimpangan
penting dan diselenggarakan oleh Quthb Al-Din Inal, yang telah
kehilangan Manbij untuk Saladin di 1176. Setelah melihat ukuran besar
tentara Saladin, ia sedikit usaha untuk melawan dan menyerah pada
kondisi bahwa ia akan mempertahankan miliknya. Shalahuddin segera
terkesan penduduk kota ini dengan menerbitkan sebuah dekrit yang
memerintahkan sejumlah pajak yang harus dibatalkan dan menghapus semua
menyebutkan mereka dari catatan treasury, yang menyatakan “para penguasa
paling sengsara adalah mereka yang dompet yang gemuk dan orang kurus
mereka.” Dari ar-Raqqah, ia pindah ke menaklukkan al-Fudain, al-Husain,
Maksim, Durain, ‘Araban, dan Khabur-semua yang bersumpah setia kepada
dia.
Saladin melanjutkan untuk mengambil Nusaybin mana tidak ada
resistensi ditawarkan. Sebuah kota menengah, Nusaybin tidak penting
sekali, tapi itu terletak di posisi strategis antara Mardin dan Mosul
dan mudah dicapai dari Diyarbakir. Di tengah kemenangan itu, Shalahuddin
menerima kabar bahwa Tentara Salib merampok desa-desa Damaskus. Dia
menjawab, “Biarkan mereka … sementara mereka merobohkan desa-desa, kita
mengambil kota; ketika kita kembali, kita akan memiliki semua kekuatan
lagi untuk melawan mereka” Sementara itu., Di Aleppo, sang emir kota
Zangi Saladin menyerbu kota-kota di utara dan timur, seperti Balis,
Manbij, Saruj, Buza’a, al-Karzain. Ia juga menghancurkan benteng sendiri
di A’zaz untuk mencegah dari yang digunakan oleh Ayyubiyah jika mereka
ingin menaklukkan itu.
Kepemilikan Aleppo Saladin mengalihkan perhatian dari Mosul ke Aleppo, mengirimkan
saudaranya Taj al-Mulk Buri untuk menangkap Beritahu Khalid, 80 mil
(129 km) timur laut kota. Sebuah pengepungan ditetapkan, namun Gubernur
Khalid Beritahu menyerah pada kedatangan Shalahuddin sendiri pada 17 Mei
sebelum pengepungan bisa terjadi. Menurut Imad ad-Din, setelah Beritahu
Khalid, Saladin mengambil jalan memutar ke utara Ain Tab, tapi ia
berhasil memi ketika pasukannya berbalik ke arah itu, memungkinkan untuk
segera mundur lain 60 mil (97 km) terhadap Aleppo. Pada tanggal 21 Mei,
ia berkemah di luar kota, menempatkan dirinya di sebelah timur Benteng
Aleppo, sementara pasukannya mengelilingi pinggiran Banaqusa ke timur
laut dan Bab Janan ke barat. Dia menempatkan orang-orangnya sangat dekat
dengan kota, berharap untuk keberhasilan awal.
Zangi tidak menawarkan perlawanan panjang. Dia tidak populer dengan
rakyatnya dan ingin kembali ke nya Sinjar, kota ia diatur sebelumnya.
Sebuah pertukaran dinegosiasikan mana Zangi akan menyerahkan Saladin di
Aleppo untuk kembali untuk pemulihan kontrol nya Sinjar, Nusaybin, dan
ar-Raqqa. Zangi akan memegang wilayah-wilayah sebagai pengikut Saladin
pada persyaratan layanan militer. Pada tanggal 12 Juni Aleppo secara
resmi ditempatkan di tangan Ayyubiyah. Orang-orang Aleppo tidak tahu
tentang negosiasi dan terkejut ketika standar Saladin adalah mengangkat
atas benteng. Dua emir, termasuk teman lama Saladin, Izz al-Din Jurduk,
menyambut baik dan berjanji layanan mereka kepadanya. Saladin
menggantikan Hanafi dengan administrasi pengadilan Syafi’i, meskipun
janji ia tidak akan ikut campur dalam kepemimpinan agama kota. Meskipun
ia kekurangan uang, Saladin juga mengizinkan Zangi berangkat untuk
mengambil semua toko benteng bahwa ia bisa bepergian dengan dan untuk
menjual sisa-yang dibeli Saladin sendiri.
Meskipun sebelumnya ragu-ragu untuk memeriksa nilai tukar, ia tidak
ragu tentang keberhasilannya, menyatakan bahwa Aleppo merupakan “kunci
ke tanah” dan “kota ini adalah mata Suriah dan benteng adalah
murid-nya”. Untuk Saladin, penangkapan kota menandai akhir lebih dari
delapan tahun menunggu sejak dia mengatakan Farrukh-Shah “kita hanya
untuk melakukan pemerahan dan Aleppo akan menjadi milik kita.” Dari
sudut pandang, ia sekarang dapat mengancam seluruh pantai Tentara Salib.
Setelah menghabiskan satu malam di benteng Aleppo’s, Saladin berbaris
untuk Harim, dekat Antiokhia Tentara Salib-diadakan. Kota ini
diselenggarakan oleh Surhak, sebuah mamluk “kecil.” Saladin menawarkan
kota Busra dan properti di Damaskus dalam pertukaran untuk Harim, tapi
ketika Surhak meminta lebih, garnisun sendiri di Harim memaksanya
keluar. Ia kemudian ditangkap oleh wakil Taqi Shalahuddin al-Din pada
tuduhan bahwa dia berencana untuk membagi Harim untuk Bohemond III dari
Antiokhia. Ketika Saladin menerima penyerahan, ia melanjutkan untuk
mengatur pertahanan Harim dari Tentara Salib. Dia melaporkan kepada
khalifah dan bawahannya sendiri di Yaman dan Baalbek yang akan menyerang
Armenia. Sebelum dia bisa bergerak, Namun, ada sejumlah rincian
administratif yang harus diselesaikan. Saladin menyetujui gencatan
senjata dengan Bohemond dengan imbalan tahanan Muslim ditahan oleh dia
dan kemudian ia memberi A’zaz ke Alam ad-Din Suleiman dan Aleppo untuk
Saif al-Din al-Yazkuj-yang pertama adalah Emir Aleppo yang bergabung
Saladin dan yang kedua adalah mantan mamluk Shirkuh yang telah membantu
menyelamatkannya dari usaha pembunuhan di A’zaz.
Berjuang Untuk Mosul Seperti Saladin mendekati Mosul, ia menghadapi masalah
mengambil alih sebuah kota besar dan membenarkan tindakan. The Zengids
Mosul mengajukan banding ke-Nasir, khalifah Abbasiyah di Baghdad wazir
yang disukai mereka. An-Nashir dikirim Badar al-Badar (tokoh agama
tingkat tinggi) untuk menengahi antara kedua belah pihak. Saladin tiba
di kota pada November 10, 1182. Izz al-Din tidak akan menerima
persyaratan itu karena ia menganggap mereka jujur dan luas, dan Saladin
segera mengepung kota yang diperkaya berat.
Setelah beberapa pertempuran kecil dan kebuntuan dalam pengepungan
yang dimulai oleh sang khalifah, Saladin dimaksudkan untuk mencari cara
untuk menarik diri dari pengepungan tanpa merusak reputasinya sambil
tetap menjaga tekanan militer. Dia memutuskan untuk menyerang Sinjar
yang sekarang dipegang oleh saudara Izz al-Din Sharaf al-Din. Itu jatuh
setelah pengepungan 15 hari pada tanggal 30 Desember komandan Saladin
dan tentara. Patah disiplin mereka, menjarah kota; Saladin hanya
berhasil melindungi gubernur dan petugas dengan mengirimkan mereka ke
Mosul. Setelah mendirikan garnisun di Sinjar, ia menunggu koalisi
dirakit oleh Izz al-Din yang terdiri dari pasukannya, yang berasal dari
Aleppo, Mardin, dan Armenia Shalahuddin. Dan pasukannya bertemu dengan
koalisi di Harran pada Februari 1183, namun pada mendengar
pendekatan-nya, yang terakhir mengirim utusan ke Saladin meminta
perdamaian. Setiap gaya kembali ke kota-kota mereka dan al-Fadil menulis
“Mereka, koalisi Izz Al-Din lanjutan seperti laki-laki, seperti wanita
yang mereka menghilang.”
Pada tanggal 2 Maret al-Adil dari Mesir menulis surat kepada
Shalahuddin bahwa Tentara Salib telah melanda hati “Islam.” Raynald de
Châtillon telah mengirim kapal untuk dari Teluk Aqaba untuk menyerang
kota dan desa-desa di lepas pantai Laut Merah. Bukan sebuah upaya untuk
memperluas pengaruh Tentara Salib ke laut itu atau untuk menangkap rute
perdagangan, tetapi hanya langkah bajak laut. Meskipun demikian, Imad
al-Din menulis serangan itu mengejutkan bagi umat Islam karena mereka
tidak terbiasa serangan pada laut dan Ibn al-Atsir menambahkan bahwa
penduduk tidak punya pengalaman dengan Tentara Salib baik sebagai
pejuang atau pedagang
Ibnu Jubair diberitahu bahwa enam belas Muslim kapal dibakar oleh
Tentara Salib yang kemudian menangkap kapal haji dan kafilah di Aidab.
Dia juga melaporkan bahwa mereka dimaksudkan untuk menyerang Madinah dan
menghapus tubuh Muhammad. Al-Maqrizi ditambahkan ke desas-desus itu
dengan mengklaim makam Muhammad akan direlokasi wilayah Salib sehingga
Muslim akan berziarah di sana. Untungnya bagi Saladin, al-Adil telah
pindah kapal perang dari Fustat dan Alexandria ke Laut Merah di bawah
komando seorang tentara bayaran Lu’lu Armenia. Mereka memecahkan blokade
Tentara Salib, menghancurkan sebagian besar kapal-kapal mereka, dan
mengejar dan menangkap mereka yang berlabuh dan melarikan diri ke padang
pasir Tentara Salib itu masih hidup, di nomor 170,. Diperintahkan untuk
dibunuh oleh Saladin di berbagai kota Muslim.
Dari titik sendiri Saladin pandang, dalam hal wilayah, perang melawan
Mosul berjalan lancar, namun ia masih gagal untuk mencapai tujuan dan
tentara itu menyusut; Taqi al-Din membawa anak buahnya kembali ke Hama,
sementara Nasir al-Din Muhammad dan pasukannya pergi. Hal ini mendorong
Izz al-Din dan sekutu-sekutunya untuk mengambil menyinggung. Koalisi
sebelumnya bergabung kembali di Harzam sekitar 90 mil (145 km) dari
Harran. Di awal April, tanpa menunggu Nasir al-Din, Saladin dan Taqi
al-Din memulai pergerakan mereka terhadap koalisi, berjalan ke arah
timur ke Ras Al-Ein tanpa hambatan. Pada akhir April, setelah tiga hari
“pertempuran aktual” sesuai untuk Shalahuddin, Ayyubiyah telah menangkap
tengah. Dia menyerahkan kota Nuruddin Muhammad bersamaan dengan
toko-yang terdiri dari 80.000 lilin, sebuah menara penuh dengan panah,
dan 1.040.000 buku. Sebagai imbalan atas pemberian ijazah dia kota, Nur
al-Din bersumpah setia kepada Saladin, menjanjikan untuk mengikutinya
dalam setiap ekspedisi dalam perang melawan Tentara Salib dan kerusakan
yang dilakukan untuk memperbaiki kota. Di tengah jatuhnya, selain
wilayah, yakin Il-Ghazi di Mardin untuk memasuki pelayanan Saladin,
melemahnya koalisi Izz al-Din.
Saladin berusaha untuk mendapatkan khalifah mendukung-Nasir terhadap
Izz al-Din dengan mengirimkan surat meminta dokumen yang akan memberikan
justifikasi hukum untuk mengambil alih Mosul dan wilayahnya. Saladin
bertujuan untuk membujuk khalifah menyatakan bahwa ketika dia
menaklukkan di Mesir dan Yaman di bawah bendera Bani Abbasiyah, yang
Zengids Mosul secara terbuka mendukung orang Seljuk (saingan dari
khalifah) dan hanya datang ke khalifah ketika membutuhkan. Dia juga
menuduh pasukan Izz al-Din mengganggu Muslim “Perang Suci” melawan para
Tentara Salib, yang menyatakan “mereka tidak puas tidak berperang,
tetapi mereka mencegah orang-orang yang bisa.” Saladin membela melakukan
sendiri mengklaim bahwa ia datang ke Syria untuk melawan Tentara Salib,
akhir ajaran sesat kaum pembunuh, dan untuk mengakhiri-lakukan salah
kaum muslimin. Dia juga berjanji bahwa jika Mosul telah diberikan
kepadanya, hal itu akan menyebabkan penangkapan Yerusalem,
Konstantinopel, Georgia, dan lahan dari Muwahidun di Maghreb, “sampai
firman Allah adalah yang tertinggi dan khalifah Abbasiyah telah menyeka
dunia bersih, mengubah gereja menjadi masjid. ” Shalahuddin menekankan
bahwa semua ini akan terjadi dengan kehendak Allah dan bukannya meminta
bantuan keuangan atau militer dari khalifah, ia akan menangkap dan
memberikan khalifah wilayah Tikrit, Daquq, Khuzestan, Pulau Kish, dan
Oman.
Perang Melawan Tentara Salib
Saladin dan pasukan dari Lusignan setelah Pertempuran Hattin
Pada tanggal 29 September, Shalahuddin menyeberangi sungai Yordan
untuk menyerang Beisan yang ditemukan kosong. Hari berikutnya dipecat
pasukannya dan membakar kota dan pindah ke barat. Mereka dicegat bala
Tentara Salib dari Karak dan Shaubak sepanjang jalan Nablus dan
mengambil sejumlah tahanan. Sementara itu, pasukan Tentara Salib utama
di bawah pasukan dari Lusignan pindah dari Sepforis al-Fula. Saladin
dikirim 500 Penyelinap untuk mengganggu pasukan mereka dan ia sendiri
berjalan ke Ain Jalut. Ketika Tentara Salib gaya-diperhitungkan untuk
menjadi kerajaan terbesar yang pernah dihasilkan dari sumber daya
sendiri, tapi masih outmatched oleh Muslim-maju, Ayyubiyah tiba-tiba
bergerak ke dalam arus Ain Jalut. Setelah serangan-serangan Ayyubiyah
termasuk beberapa di Zir’in, Forbelet, dan Gunung Tabor-Tentara Salib
masih tidak tergoda untuk menyerang kekuatan utama mereka, dan
Shalahuddin memimpin anak buahnya kembali ke seberang sungai sekali
ketentuan dan pasokan berlari rendah.
Namun, counter-serangan Tentara Salib membangkitkan tanggapan lebih
lanjut oleh Saladin. Raynald dari Châtillon, khususnya, dilecehkan
perdagangan Muslim dan rute ziarah dengan armada di Laut Merah, rute air
yang Saladin harus terus terbuka. Sebagai tanggapan, Saladin membangun
sebuah armada 30 kapal kerja paksa untuk menyerang Beirut pada 1182.
Raynald mengancam menyerang kota suci Mekkah dan Madinah. Dalam
pembalasan, Saladin dua kali dikepung Kerak, benteng Raynald di
Oultrejordain, pada 1183 dan 1184. Raynald menanggapinya dengan menjarah
karavan peziarah pada haji pada 1185. Menurut ketiga belas Lama
kemudian abad ke Perancis Kelanjutan dari William dari Tirus, Raynald
menangkap adik Saladin dalam sebuah serangan di karavan, meskipun klaim
ini tidak dibuktikan dalam sumber-sumber kontemporer, muslim atau Frank,
bukan menyatakan bahwa Raynald telah menyerang sebuah karavan
sebelumnya, dan Saladin mengatur penjaga untuk menjamin keamanan adiknya
dan putranya, yang datang untuk menyakitinya.
Menyusul kegagalan pengepungan nya Kerak, Saladin sementara
mengalihkan perhatian kembali ke proyek jangka panjang dan melanjutkan
serangan di wilayah iklan ˤ Izz-Din (Mas ˤ ud bin Mawdud ibn Zangi),
sekitar Mosul, yang telah dimulai dengan beberapa keberhasilan dalam
1182. Namun, sejak itu, Mas Ud ˤ telah bersekutu dengan Gubernur kuat
Azerbaijan dan Jibal, yang pada 1185 mulai bergerak pasukannya di
Pegunungan Zagros, menyebabkan Saladin ragu-ragu dalam serangan itu.
Para pembela Mosul, ketika mereka menjadi sadar bahwa bantuan sedang
dalam perjalanan, meningkatkan usaha mereka, dan Saladin kemudian jatuh
sakit, sehingga Maret 1186 perjanjian damai ditandatangani.
Pada Juli 1187 Saladin merebut sebagian besar Kerajaan Yerusalem.
Pada tanggal 4 Juli 1187, pada Pertempuran Hattin, dia menghadapi
pasukan gabungan dari Lusignan, Raja Permaisuri Yerusalem dan Raymond
III dari Tripoli. Dalam pertempuran ini tentara Salib sendiri sebagian
besar dihancurkan oleh tentara Saladin termotivasi. Ini adalah bencana
besar bagi Tentara Salib dan sebuah titik balik dalam sejarah Perang
Salib. Saladin menangkap Raynald de Châtillon dan secara langsung
bertanggung jawab atas eksekusinya pembalasan atas nya menyerang kafilah
Muslim. Para anggota kafilah ini sudah, sia-sia, memohon rahmat-Nya
dengan mengucapkan gencatan senjata antara Muslim dan Tentara Salib,
tetapi ia mengabaikan dan menghina nabi Muhammad sebelum mereka membunuh
dan menyiksa beberapa dari mereka. Setelah mendengar ini, Saladin
bersumpah untuk mengeksekusi Raynald pribadi.
seorang dari Lusignan juga ditangkap. Melihat pelaksanaan Raynald,
dia takut dia akan berikutnya. Tapi hidupnya diampuni oleh Saladin
dengan kata-kata, berbicara tentang Raynald:
Bukan ingin raja-raja, untuk membunuh raja-raja, tetapi orang yang
telah melampaui batas, dan itulah sebabnya aku memperlakukan dia
demikian.
Penangkapan di Jarusalem Saladin telah menangkap hampir setiap kota Tentara Salib.
Yerusalem menyerah untuk pasukannya pada tanggal 2 Oktober 1187, setelah
pengepungan. Sebelum pengepungan, Saladin telah menawarkan hal murah
menyerah, yang menolak. Setelah pengepungan sudah mulai, dia tidak mau
menjanjikan hal seperempat penduduk kaum Frank Yerusalem sampai Balian
dari Ibelin mengancam akan membunuh setiap sandera Muslim, diperkirakan
pada 5000, dan untuk menghancurkan masjid – masjid Islam dari Kubah Batu
dan al -Aqsa Masjid jika kuartal tidak diberikan. Saladin berkonsultasi
dengan dewan dan istilah-istilah ini diterima. Uang tebusan itu harus
dibayarkan untuk setiap Frank di kota itu baik laki-laki, perempuan atau
anak. Saladin banyak diizinkan meninggalkan tanpa jumlah yang
diperlukan untuk tebusan untuk orang lain, tetapi sebagian besar
prajurit dijual ke perbudakan. Setelah penangkapan Yerusalem, Saladin
memanggil orang-orang Yahudi dan mengijinkan mereka untuk menenangkan di
kota itu. Secara khusus, penduduk Ashkelon, sebuah pemukiman Yahudi
yang besar, menanggapi permintaannya.
Tirus, di pantai Lebanon modern, adalah kota besar terakhir Tentara
Salib yang tidak ditangkap oleh pasukan Muslim (strategis, akan lebih
masuk akal bagi Saladin untuk menangkap Tirus sebelum Yerusalem-Namun,
Saladin mengejar memilih Yerusalem pertama karena pentingnya kota
Islam). Kota ini sekarang dipimpin oleh Conrad dari Montferrat, yang
memperkuat pertahanan Tirus dan bertahan dua pengepungan oleh Saladin.
Pada 1188, di Tortosa, Saladin dirilis seseorang dari Lusignan dan
kembali ke istrinya, Ratu Sibylla dari Yerusalem. Mereka pergi pertama
ke Tripoli, lalu ke Antiokhia. Di 1189, mereka berusaha untuk merebut
kembali kerajaan Tirus untuk mereka, namun ditolak masuk oleh Conrad,
yang tidak mengakui dia sebagai raja. dia kemudian mulai mengepung Acre.
Perang Salib Ketiga Hattin dan jatuhnya Yerusalem diminta Perang Salib Ketiga,
dibiayai di Inggris dengan perpuluhan “khusus Saladin.” Richard I dari
Inggris memimpin seorang pengepungan Acre, menaklukkan kota itu dan
dieksekusi 3.000 Muslim tahanan termasuk wanita dan anak-anak. Saladin
membalas dengan membunuh semua kaum Frank yang diambil dari 28
Agustus-10 September. “Meskipun kami berada di sana mereka membawa kedua
Frank kepada Sultan (Saladin), yang telah dilakukan oleh penjaga
tahanan muka Dia mereka dipenggal di tempat..”
Tentara Saladin terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Raja
Richard I dari Inggris pada Pertempuran Arsuf pada tanggal 7 September
1191, di mana Saladin dikalahkan. Semua upaya yang dilakukan oleh
Richard si Hati Singa kembali gagal mengambil Yerusalem. Namun, hubungan
Saladin dengan Richard adalah salah satu sopan saling menghormati serta
persaingan militer. Ketika Richard jatuh sakit dengan demam, Saladin
menawarkan layanan dari dokter pribadinya. Saladin juga mengirimnya buah
segar dengan salju, untuk mendinginkan minuman, sebagai pengobatan.
Pada Arsuf, ketika Richard kehilangan kudanya, Saladin mengiriminya dua
pengganti. Richard mengusulkan untuk Saladin bahwa Palestina, Kristen
dan Muslim, dapat bersatu melalui pernikahan adiknya Joan dari Inggris,
Ratu Sisilia untuk saudara Saladin, dan bahwa Yerusalem dapat hadiah
pernikahan mereka. Namun, dua orang pernah bertemu muka dengan muka dan
komunikasi yang baik tertulis atau melalui kurir.
Sebagai pemimpin faksi masing, kedua orang itu sampai kepada suatu
kesepakatan dalam Perjanjian Ramla pada 1192, dimana Yerusalem akan
tetap berada di tangan Muslim, tapi akan terbuka untuk ziarah Kristen.
Perjanjian itu mengurangi Kerajaan Latin ke strip sepanjang pantai dari
Tirus ke Jaffa. perjanjian ini seharusnya tiga tahun terakhir.
Akhir Hidup Saladin Saladin meninggal karena demam pada 4 Maret 1193, di Damaskus, tak lama setelah kepergian Richard.
Sejak Saladin telah memberikan sebagian besar uangnya untuk amal,
ketika mereka membuka perbendaharaannya, mereka menemukan tidak ada
cukup uang untuk membayar pemakamannya. Dan Saladin dimakamkan di sebuah
makam yang megah di taman luar Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah.
Tujuh abad kemudian, Kaisar Wilhelm II dari Jerman menyumbangkan
sarkofagus marmer baru ke makam. Saladin Namun, tidak ditempatkan di
dalamnya. Sebaliknya makam, yang terbuka kepada pengunjung, sekarang
memiliki dua sarkofagus: satu kosong di marmer dan asli yang memegang
Saladin terbuat dari kayu. Alasan mengapa Saladin tidak diletakkan di
dalam kubur itu paling mungkin menghormati dan keinginan untuk tidak
mengganggu tubuhnya.
Makam Saladin di Damaskus, Suriah
Perjuangan sengit melawan tentara salib-Nya adalah tempat Saladin
mencapai reputasi besar di Eropa sebagai seorang ksatria ksatria, begitu
banyak sehingga tidak ada oleh abad keempat belas sebuah puisi epik
tentang eksploitasi-nya. Meskipun Saladin memudar dalam sejarah setelah
Abad Pertengahan, ia muncul dalam cahaya yang simpatik dalam novel Sir
Walter Scott, The Talisman (1825). Hal ini terutama dari novel ini bahwa
pandangan kontemporer dari Saladin berasal. Menurut Jonathan
Riley-Smith, penggambaran Scott Saladin adalah seorang ” Tuan-tuan
Century Eropa liberal, di samping yang Barat abad pertengahan akan
selalu membuat yang menunjukkan miskin.” Meskipun pembantaian Tentara
Salib “ketika mereka awalnya menaklukkan Yerusalem pada tahun 1099,
Saladin mendapat amnesti, dan bagian bebas untuk semua orang Katolik
umum dan bahkan mengalahkan tentara Kristen, selama mereka mampu
membayar tebusan tersebut (Kristen Ortodoks Yunani diperlakukan bahkan
lebih baik, karena mereka sering menentang Tentara Salib Barat ).
Pandangan menarik dari Saladin dan dunia di mana ia tinggal disediakan
oleh novel Tariq Ali Kitab Shalahuddin. Meskipun pandangan kontemporer
tentang Saladin sering positif, kualitas Saladin sering berlebihan,
terutama di bawah pengaruh gambar diciptakan selama Abad 19.
Meskipun perbedaan dalam kepercayaan, Saladin Muslim yang dihormati
oleh raja Kristen, Richard khususnya. Richard pernah memuji Saladin
sebagai pemimpin besar itu, mengatakan bahwa ia tanpa keraguan pemimpin
terbesar dan paling kuat di dunia Islam Shalahuddin.