Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Ummul Mukninin ‘Aisyah tumbuh besar di rumah Rasulullah nan suci. Hal
ini sungguh merupakan anugerah yang sangat besar, karena setiap orang
yang dididik langsung oleh Rasulullah pada dasarnya akan menjadi guru
dan sekolah yang fenomenal.
Inilah yang benar-benar terjadi pada diri ibunda kita, ‘Aisyah. Nalar
dan pemikirannya dipenuhi dengan konsepsi-konsepsi Islam. Tingkah laku
dan sikap ‘Aisyah merupakan bentuk praktis dan implementasi dari
konsep-konsep Islam. Maka tidak masuk akal jika ‘Aisyah melakukan suatu
perbuatan yang menyalahi pemikiran, konsepsi dan tingkah laku yang sudah
mendarah daging pada diri dan akalnya.
Sikap seperti ini bukan hanya ada pada diri ‘Aisyah saja, melainkan
adalah corak tingkah laku yang ada pada diri sahabat Rasul secara umum.
Di situ ditemukan adanya keharmonisan luar biasa antara pikiran dan
tingkah laku, yang jarang sekali bertolak belakang dengan Al Quran.
‘Aisyah yang suci -putri dari sahabat Nabi yang jujur- ditimpa
musibah paling besar yang mungkin menimpa perempuan bermartabat
sepertinya. Ia dituduh berbuat zina. Alangkah berat ujian yang ia
terima. Tuduhan itu tidak hanya beredar di kalangan terbatas keluarga
dan sahabat dekat, tetapi beredar ke masyarakat dan dibumbui dengan
sejumlah propaganda yang licik.
Istri seorang Rasul yang sangat disegani sekaligus dicinta oleh ummat
dituduh telah melakukan zina. Zina yang dipandang sebagai aib dan dosa
besar bagi setiap perempuan, terlebih jika dilakukan oleh istri Nabi,
maka hal tersebut sungguh menjadi suatu masalah dan ujian yang berat
bagi ‘Aisyah. Hanya orang dengan kepribadian matang, tangguh dan cerdas
seperti ‘Aisyah yang dapat menanggung ujian tersebut dan mampu menemukan
solusi sehingga dapat melewati cobaan dengan baik.
Apa yang dilakukan ‘Aisyah menghadapi persoalan rumit ini? Bagaimana dia menghadapi, melawan, dan mengalahkannya?
Tentu wanita muslimah di jaman sekarang pun dapat mengambil hikmah,
meneladani sikap dan tindakan ‘Aisyah ketika menghadapi masalah dan
ujian yang dihadapinya.
Masalah dan Cara Menghadapinya
Sebelum membahas lebih lanjut tentang sikap dan cara-cara ‘Aisyah
dalam menyelesaikan masalah, ada baiknya mengulas sedikit mengenai
definisi masalah.
Manusia hidup tentu akan bertemu dengan masalah. Hal tersebut seperti
bagian dari skenario yang ditentukan اَللّهُ baik untuk pembelajaran
maupun untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya.
Masalah dapat didefinisikan sebagai perasaan atau kesadaran tentang
adanya suatu kesulitan yang harus dilewati untuk mencapai tujuan.
Masalah juga dapat diartikan sebagai kondisi disaat kita berbenturan
dengan realitas yang tidak diinginkan.
Tanpa sadar kadang masalah yang datang dapat menyita pikiran kita.
Disinilah diperlukan sikap dan pengetahuan agar dapat menghadapi masalah
dan menemukan solusi yang tepat dan tentunya tidak semakin
menjerumuskan kepada masalah lain. Dan yang lebih utama, bagaimana
bersikap dan bertindak menghadapi masalah sesuai dengan petunjuk yang
diberikan Allah.
Terkadang untuk menyelesaikan masalah butuh waktu, namun terkadang
masalah dapat selesai dengan cepat. Bagaimanakah ibunda ‘Aisyah
menghadapi persoalannya kala itu?
Persoalan yang dihadapi ‘Aisyah adalah berita bohong. Para kaum
munafik menyebarluaskan isu tentang kasus perzinaan ‘Aisyah dengan
Shafwan bin Mu’aththal. Ketika pulang dari sebuah peperangan, ‘Aisyah
terlambat dari rombongan. Ia pulang diantar Shafwan dan menaiki untanya.
Setelah itu isu tentang perzinaan ini pun menyebar luas, laksana api
yang dengan cepat membakar rerumputan kering.
Persoalan ‘Aisyah kala itu ada dua hal, pertama, ‘Aisyah mendapati
dirinya sendirian karena sudah ditinggal rombongan pasukan. Kedua,
ketika isu ini beredar di luar, ia tidak mengetahui bahkan tidak
terlintas di dalam pikirannya sama sekali. Lantas apakah yang dilakukan
‘Aisyah untuk menghadapi dua persoalan tersebut?
Sadar Bahwa Tengah Menghadapi Masalah
Harus diketahui bahwa sebuah persoalan tidak akan berarti jika orang
yang tertimpa atau memiliki hubungan dengan persoalan tersebut tidak
menyadarinya. Begitu pun dengan ‘Aisyah, ia sadar betul akan adanya
masalah yang sedang dihadapi. Ketika kembali dari mencari kalung yang
hilang dan mendapati rombongan pasukan sudah pergi meninggalkannya,
‘Aisyah sadar kalau ia sedang dalam masalah. Ini persoalan pertama.
Sedangkan terhadap persoalan kedua, dimana ia dituduh melakukan zina,
‘Aisyah segera merasa kalau sedang ada masalah ketika diberitahu Ummu
Misthah tentang isu yang sedang beredar di masyarakat. Pada awalnya
‘Aisyah tidak merasakan hal itu. Maka ia heran atas celaan Ummu Misthah
terhadap anaknya, dan ia pun membelanya karena Misthah termasuk salah
satu sahabat yang ikut dalam perang badar.
Menjaga Emosi dan Tetap Tegar
Ibunda kita ‘Aisyah mampu menahan emosinya di saat menghadapi
persoalan yang menimpanya. Padahal situasi yang ia alami kala itu sangat
mencekam. Tertinggal sendirian oleh rombongan pasukan di medan perang.
Dan ia pun tetap dapat mengontrol dirinya ketika mendengar isu yang
sesungguhnya dapat membuatnya tertekan. Tentu saja ‘Aisyah kaget dan
limbung atas isu-isu yang tersebar luas menyangkut dirinya. Namun
meskipun begitu, ‘Aisyah tetap sabar karena mengingat firman Allah,
“Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (buatku). Dan kepada
Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan. (Yusuf [12]:18)
Ketegaran hati yang dimiliki ‘Aisyah tercermin dengan selalu memohon
perlindungan Allah melalui doa, shalat, zikir, berbaik sangka kepada
Allah dan umat muslim yang terkait dengan isu tentang dirinya, serta
mengharap datangnya kebaikan. Sisi keimanan secara umum juga sangat
berpengaruh dalam hal ini, sehingga keimanan harus tetap dijaga pada
setiap fase penyelesaian masalah.
Semua inilah yang dilakukan oleh ‘Aisyah. Meskipun isu-isu itu mampu
membuat ‘Aisyah terpukul, tapi ia tetap tidak kehilangan akal sehat.
Terhadap persoalan pertama, ‘Aisyah menyimpulkan kalau rombongan
pasukan memang sudah meninggalkannya, dan ia tertinggal sendirian. Hal
ini membuat ‘Aisyah mengkhawatirkan diri sendiri kalau sampai meninggal
dunia, mendapat musibah, atau mengalami tindak kekerasan. Sedangkan
terhadap persoalan kedua, ‘Aisyah sudah menyimpulkan dan mengetahuinya.
Isu yang beredar saat itu adalah ia dituduh berbuat zina. ‘Aisyah sudah
memikirkan tuduhan tersebut dan konsekuensi yang mungkin timbul
karenanya.
Memikirkan Solusi
‘Aisyah memikirkan solusi yang mungkin berguna untuk menyelesaikan
persoalannya. Yang terbersit dalam benak ‘Aisyah waktu itu adalah
sejumlah hal berikut:
1.Menyusul rombongan pasukan. Tapi ia tidak memiliki kendaraan,
sedang malam sudah gelap dan ia pun rasanya tidak mungkin berjalan
sendirian
2.Tetap berada di tempat semula sambil bersembunyi
3.Pergi ke tempat lain
4.Menunggu di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan atau
sebagian mereka akan kembali lagi ke tempat itu. Sebab apabila rombongan
tahu kalau ia tidak ada, tentu mereka akan segera kembali ke tempat
semula untuk mencari.
5.Mencari seseorang yang mungkin tertinggal dari rombongan seperti
yang ia alami, atau menunggu seseorang yang mengikuti rombongan pasukan
dari jauh.
Sedangkan terhadap persoalan kedua, yang terbersit pada benak ‘Aisyah adalah;
1.Membela diri
2.Menyerahkan hal itu kepada Rasul, sementara ia tetap berada di
rumahnya. Namun sepertinya ‘Aisyah melihat kalau Rasulullah terpengaruh
dengan isu tersebut, di samping isunya sudah menyebar luas di masyarakat
3.Pulang ke rumah bapak ibunya, bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah
4.Menerapkan solusi paling tepat di antara solusi-solusi yang ada
Solusi
‘Aisyah memilih untuk tetap berada di tempat semula dengan harapan
rombongan pasukan atau sebagian dari mereka kembali lagi untuk
menjemput. Benar saja, Shafwan datang. Waktu itu, ‘Aisyah menyangka
kalau Shafwan memang diutus rombongan untuk menjemputnya. Oleh karena
itu, ‘Aisyah langsung menaiki unta Shafwan tanpa berbicara sedikit pun.
Dan karena anggapan seperti ini juga, ‘Aisyah tidak pernah terbetik
dalam pikirannya bakal ada isu-isu miring tentang dirinya. Sebab ia
menyangka bahwa Shafwan memang diutus rombongan untuk mencari dan
membawanya menyusul rombongan.
Sedangkan mengenai masalah tuduhan zina, ‘Aisyah meminta izin kepada
Rasulullah untuk pulang ke rumah keluarganya. Sebab persoalan ini butuh
kejelasan lebih lanjut selagi belum turun wahyu yang menjelaskannya.
Selain itu, menghadapi persoalan semacam ini juga butuh kepala dingin
agar bisa berpikir tenang. Kepulangan ‘Aisyah ke rumah orangtuanya
mengandung banyak himah dan kecerdikan. Oleh karena itu, Rasul pun
segera memenuhi keinginan ‘Aisyah tersebut. sumber
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..