Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==
Tampilkan postingan dengan label Anis Matta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anis Matta. Tampilkan semua postingan

"Ada orang lain di tengah-tengah kita"

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Foto Cyber Army PKS :: Cyber Activist Community ::.

oleh: M Anis Matta

Fajar belum menyingsing ketika itu. Tiga orang laki-laki melangkah gagah menggapai takdir mereka. Senyum mereka lepas. Sorot mata mereka teduh, ada keyakinan dan kerinduan yang menggelora di sana. Mereka baru saja akan memulai sebuah kehidupan baru, kehidupan dari kehidupan yang sesungguhnya, hidupnya hidup; kehidupan akhirat sedetik setelah tiang gantungan menutup nafas mereka.

Sayyid Quthb, Yusuf Hawwas dan Abdul Fattah Ismail. Merekalah ketiga pahlawan itu, yang mengakhiri hidup di tiang gantungan, menjelang fajar hari Senin tanggal 29 Agustus 1966. Sebuah buku kehidupan telah berakhir dalam riwayat kefanaan dunia, tapi sebuah buku kehormatan telah dimulai dalam riwayat keabadian akhirat. Sebuah skenario kebatilan telah dirampungkan dengan sempurna, tapi sebuah skenario kepahlawanan baru saja dimulai dengan indahnya.

Itu peristiwa besar dalam sejarah harakah Islam yang kita catat dengan penuh kebanggaan, dan akan tetap kita kenang dengan penuh kebanggaan. Sebab darah para syuhada itulah yang sesungguhnya mengalirkan energi dalam tubuh harakah Islam, yang membuatnya sanggup bertahan di tengah berbagai macam cobaan dan penderitaan panjang yang menimpanya.

Lelaki yang menggantung Sayyid Quthb bersama kedua rekannya itu adalah Jamal Abdul Nasser. Lelaki yang disebut terakhir ini naik ke panggung kekuasaan Mesir setelah sukses melakukan kudeta militer pada 23 Juli 1952. Kudeta militer yang kemudian dikenal dengan Revolusi Juli itu dirancang melalui kerjasama antara militer dengan Ikhwanul Muslimin. Nasser sendiri, disamping merupakan perwira tinggi militer, juga merupakan seorang kader inti Ikhwan. Selama masa perencanaan dan pematangan revolusi, rumah Sayyid Quthb, yang juga dikenal sebagai pemikir kedua Ikhwan setelah Hasan Al-Banna, merupakan salah satu pusat pertemuan terpenting para tokoh perancang revolusi tersebut.

Dalam segala hal Sayyid Quthb adalah senior. Itu sebabnya Nasser selalu memanggilnya dengan sebutan "abang". Setelah menjadi presiden, Nasser bahkan menawarkan jabatan apa pun yang diinginkan Sayyid Quthub. Tapi 14 tahun kemudian, Nasser pulalah yang menggantung seniornya, abangnya.

Pelajaran besar

Dalam sejarah pergerakan Islam, ada sebuah fakta yang terulang berkali-kali, bahwa sebagian besar musibah yang menimpa da'wah dan harakah selalu datang dari dalam harakah itu sendiri. Untuk sebagiannya, musibah itu datang dari shaf yang terlalu longgar, yang kemudian tersusupi dengan mudah.

Jangan pernah menyalahkan musuh jika mereka berhasil menyusupi shaf kita. Sebab penyusupan adalah pekerjaan yang wajar yang akan selalu dilakukan musuh. Kita juga akan selalu melakukan hal yang sama. Seperti dulu, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah melahirkan banyak tokoh intelijen yang dikenal dengan keahlian menyusup. Misalnya Huzaifah Ibnul Yaman dan Amru Bin 'Ash. Tapi kalau sekarang malah shaf kita sendiri yang mengalami kebobolan. Tampaknya kita perlu belajar kembali.

Apakah shaf Rasulullah Saw sendiri tidak pernah disusupi? Dalam sebuah perang, penyusupan adalah keahlian inti tim intelijen. Orang-orang Yahudi dan munafiqin berkali-kali mencoba melakukan penyusupan ke dalam shaf Rasulullah. Tapi tidak pernah berhasil.

Begitu harakah Islam mulai membuka diri dengan masyarakat luas, masyarakat yang heterogen, maka mereka akan berhadapan dengan persoalan kontrol organisasi. Pengetatan dan pelonggaran berakar pada konsep harakah sendiri tentang mekanisme kontrol internalnya.

Keterbukaan adalah asas da'wah. Semua manusia mempunyai hak untuk dida'wahi, sama seperti mereka berhak juga untuk ikut berpartisipasi dalam da'wah. Jadi gerakan bawah tanah haruslah dianggap sebagai sebuah pengecualian, yang ditentukan oleh tuntutan kondisi lingkungan strategis da'wah.

Tapi di sinilah letak masalahnya; keterbukaan adalah tuntutan da'wah, tapi keterbukaan juga bisa membawa masalah. Salah satunya adalah penyusupan itu; terlalu ketat akan menutup ruang partisipasi dan rekrutmen, terlalu longgar akan membuka peluang penyusupan. Jadi pertanyaannya adalah bagaimana membangun sebuah organisasi da'wah yang terbuka, tapi tetap rapi dan terkontrol?
Sistem kontrol

Apakah yang harus kita kontrol dalam organisasi da'wah kita? Jawabannya adalah gagasan dan orang. Gagasan perlu dikontrol karena manhaj da'wah kita mengalami proses interaksi yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan pada lingkungan strategis. Prinsip-prinsip da'wah yang bersifat fundamental dan permanen, atau yang biasa disebut dengan tsawabit, dengan pikiran-pikiran yang bersifat variabel, atau yang biasa disebut dengan mutaghayyirat, mengalami proses-proses pengujian dan pembuktian yang rumit dan kompleks.

Benturan-benturan yang berkesinambungan dengan realitas melahirkan dinamika dalam pemikiran yang menjadi sumber kekayaan harakah. Tapi dinamika itu jugalah yang harus dikontrol. Kontrol bukanlah merupakan upaya penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam da'wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar. Keluaran (output) yang kita harapkan adalah munculnya gagasan baru yang menjadi sumber kekayaan pemikiran yang mendinamisasi da'wah.

Ambillah contoh bagaimana, misalnya, gagasan tentang penggunaan kekerasan telah mendorong banyak harakah Islam terjebak dalam konflik berkepanjangan dengan penguasa dan masyarakat. Kekerasan bagi mereka adalah cara kilat untuk mengubah masyarakat atau melawan kemungkaran. Apakah munculnya gagasan itu merupakan proses dinamika pemikiran yang murni dari dalam atau ada kekuatan lain yang 'mewahyukan' pemikiran itu kepada harakah karena mereka memang menginginkan harakah berpikir dan bertindak begitu?

Kontrol atas orang dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada penyusup dalam organisasi da'wah. Hubungan personal dalam da'wah dilakukan atas dasar kepercayaan atau tsiqah; kepercayaan kepada aqidah, niat, fikrah, akhlak. Tapi kepercayaan itu bersifat subjektif, sedangkan manusia juga mengalami perubahan-perubahan besar di dalam dirinya. Perubahan-perubahan itulah yang perlu kita kontrol; dari saat seseorang menjadi objek da'wah, kemudian bergabung dengan da'wah hingga saat wafatnya.

Seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam da'wah, tapi bisa juga direkrut oleh 'orang lain' justru setelah ia bergabung dengan da'wah. Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis da'wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa 'pesan' orang lain tanpa sadar ke dalam da'wah.

Akhir kata, sistem proteksi gerakan da'wah harus dilakukan dengan dua cara: penguatan kesadaran manhajiah dan penguatan kesadaran intelijen. Kesadaran manhajiah akan memungkinkan kita mengontrol gagasan, sedangkan kesadaran intelijen memungkinkan kita mengontrol orang.

Lengkapnya Klik DISINI

Taujih Anis Matta: Pemukim Demokrasi

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Jika demokrasi dikiaskan sebagai satu wilayah, demokrasi Indonesia memiliki dua jenis penduduk: imigran dan pemukim asli (native) demokrasi. Saya sengaja menyebut imigran lebih dulu karena dari segi usia dan generasi, imigran demokrasi lebih tua dan lebih dulu ada dari para pemukim yaitu sejak sebelum Indonesia menjadi teritori demokrasi.

Indonesia menjadi teritori demokrasi sejak Reformasi 1998. Walau masih banyak kekurangan di sana-sini, paling tidak kita sudah memenuhi kaidah-kaidah demokrasi dasar dan prosedural. Sambil jalan, kita terus memperbaiki demokrasi di Indonesia untuk memenuhi substansi demokrasi yaitu cara partisipatif rakyat dalam mewujudkan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera. Dalam beberapa kesempatan saya mengintroduksi istilah “gelombang ketiga” dalam sejarah Indonesia.

Anis Matta, Lc.
Saya menganalogikan perjalanan sejarah terjadi dalam beberapa gelombang. Gelombang pertama terjadi sejak penjajahan hingga kita merdeka. Gelombang ini saya sebut sebagai fase “menjadi Indonesia”, di mana kita menemukan jati diri kita sebagai bangsa dan kemudian negara melalui dua tonggak sejarah besar, Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Gelombang kedua berlangsung sejak merdeka hingga 2014, di mana kita bergulat “menjadinegara-bangsamodern”. Gelombang ini diwarnai dengan usaha mencari sistem ekonomi dan politik yang sesuai sejarah dan budaya bangsa.

Selama lebih dari 60 tahun kita membongkar-pasang berbagai sistem ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya hingga menemukan sintesisnya pada Era Reformasi. Pada 2014 menjadi garis batas karena tahun ini “ujian akhir semester” demokrasi prosedural pasca-Reformasi. Kita sudah mengalami satu masa kepresidenan yang dihasilkan oleh pemilihan langsung.

Satu dasawarsa yang terdiri atas dua periode kepresidenan yang terus berjalan di dalam koridor prosedur demokrasi, dalam arti tanpa ancaman nondemokratis yang signifikan— seperti kudeta atau usaha penggulingan di tengah jalan lainnya—adalah pencapaian dalam praktik demokrasi yang patut kita apresiasi bersama. Gelombang ketiga terjadi sejak 2014 ke depan. Saya belum punya nama karena gelombang ini sedang terjadi dan kita sedang menghirup semangat zaman (zeitgeist) gelombang ini.

Satu fenomena khas dari gelombang ketiga ini adalah kelahiran kelompok “native democracy” atau pemukim demokrasi. (Mungkin dari segi tata bahasa Inggris kurang tepat, saya mohon maaf dan mohon masukan). Tapi, esensinya, kini lahir satu generasi yang hanya mengenal demokrasi sebagai sistem dan cara hidup sejak mereka cukup dewasa dalam melihat lingkungan sekitar. Coba amati. Pemilih pemula pada Pemilu2014adalahmereka yang lahir pada rentang 1992- 1997.

Ketika sekolah dasar mereka menyaksikan krisis moneter dan gerakan Reformasi. Gambar yang terbayang di benak adalah Gedung DPR di Senayan diduduki mahasiswa dan Jakarta terbakar oleh kerusuhan. Lalu mereka tumbuh remaja dengan menyaksikan pemilihan presiden langsung, iklan politik di media, dan kebebasan berpendapat hampir di mana saja.

Mereka tidak memiliki referensi kehidupan dalam suasana otoriter Orde Baru, di mana pers dibungkam, partai politik dibonsai, dan pemilu semata menjadi “pesta” bagi penguasa, bukan pesta demokrasi yang sebenarnya. K e l o m p o k pemukim demokrasi ini berbeda dengan “kakaknya” yang lahir pada awal Orde Baru (akhir 1960-an atau awal 1970-an) yang mengalami hidup di era Orde Baru. Karena itu, sang kakak—dan generasi sebelumnya— saya sebut sebagai “imigran demokrasi”, yang berpindah dari teritori suasana otoritarian ke alam demokrasi dengan membawa rekaman suasana mencekam di era Orde Baru.

Saya gemar menggunakan analogi telepon seluler dalam menggambarkan kelahiran “native democracy” ini. Bagi generasi tua, mereka menyaksikan dan mengalami sendiri perubahan dari rumah tanpa listrik menjadi ada listrik, menggunakan telepon putar dengan jaringan kabel di rumah, penyeranta (pager), hingga telepon seluler. Mereka bermigrasi dari satu tahapan teknologi ke tahapan teknologi berikutnya, berikut perubahan gaya hidup yang menyertainya.

Mereka saya sebut sebagai “imigran teknologi”. Ketika smartphone datang, mereka mampu membelinya, tetapi hanya menggunakan fiturfitur dasar sesuai referensi pengalamannya. Smartphone itu kebanyakan hanya digunakan untuk bertelepon, pesan pendek (SMS) dan sesekali berfoto. Lihat bedanya dengan anak sekarang. Mereka lahir dan tumbuh ketika smartphone hadir. Bagi mereka, smartphone adalah sesuatu yang biasa dan fitur-fitur canggih di dalamnya adalah keharusan, mulai dari chatting, social media, e-mail, hingga fitur yang rumit seperti internet banking.

Merekalah “native technology” yang dengan lancarmenguasaiperkembangan teknologi sebagaimana mereka berbicara dalam bahasa ibu. “Native democracy” juga demikian. Mereka lahir ketika demokrasi ini tumbuh dan mulai menguasai fitur-fitur demokrasi yang rumit sementara generasi tua masih berkutat pada fitur-fitur dasar demokrasi. Fitur dasar ini yang sebelumnya saya sebut sebagai demokrasi prosedural.

Pemilihan umum yang bebas, pembatasan masa kekuasaan, pemisahan kekuasaan melalui trias politica, yang merupakan “prestasi” dari proses demokratisasi yang panjang bagi generasi tua, dianggap hal biasa oleh generasi muda. Mereka sudah masuk ke penguasaan fitur-fitur rumit seperti perlindungan kaum minoritas, partisipasi individu dalam gerakan sosial, hingga keadilan global.

Ideologi dan Kepemimpinan 

Dalam konteks ideologi, ahli politik Inggris Robert Corfe dalam The Future of Politics(2010) menyebut kelompok ini sebagai middlemiddle majority (mayoritas tengah-tengah). Mereka berada di tengah dalam konteks sosioekonomi dan spektrum ideologi. Karena tidak ada lagi konflik politik ideologi yang bipolar, generasi ini percaya diri untuk menyuarakan isu-isu secara objektif dan berani. Mereka sudah melampaui cara berpikir dalam kungkungan kepentingan kelas bahkan melampaui batas negara-bangsa.

Kebajikan yang paling utama bagi kelompok tengah-tengah ini adalah keadilan sosial, kesempatan yang sama, dan kesetaraan. Kelompok baru ini membangun nilai etis baru sebagai konsekuensi dari perubahan yang mereka alami. Bagi mereka, mengejar kesuksesan dan melakukan akumulasi finansial adalah kebajikan karena dalam mengejar kesuksesan dan kekayaan itu mereka tidak mengorbankan individu atau bagian lain dari masyarakat.

Di sisi politik, mereka yang hanya paham fitur dasar demokrasi akan tergagap-gagap berdialog dengan mereka yang sangat lancar menguasai fiturfitur yang advance. Kelompok ini membutuhkan pendekatan kepemimpinan baru yang mampu memberdayakan mereka di tengah situasi ketidakpastian. Karena itu, komunikasi politik ke depan tidak bisa lagi bertumpu pada penjejalan ideologi sebagai cara pandang terhadap dunia yang rigid, tapi juga tidak terjebak pada sikap asal menyenangkan publik alias populisme.

Pemimpin para native democracy di gelombang ketiga adalah perpaduan antara penggugah visioner dan eksekutor andal dalam menyelesaikan (deliver) agenda-agenda publik yang telah disepakati. Dalam konteks tersebut, Pemilu 2014 punya arti penting karena peristiwa itu bukan saja menjadi momentum peralihan kekuasaan, melainkan juga momentum peralihan gelombang sejarah Indonesia. Gelombang demi gelombang sejarah telah kita lalui dan meninggalkan endapan berharga bagi perjalanan kita sebagai negara-bangsa. Gelombang ketiga adalah momentum berharga bagi Indonesia menuju kemajuan.(anismatta)
http://www.pksabadijaya.org/2016/03/taujih-anis-matta-pemukim-demokrasi.html
Lengkapnya Klik DISINI

Rebutlah Hatinya Dulu Sebelum Kita Merubah Pemikirannya

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

"Tiupan nafas cintamu akan membuat bunga yang kuncup mnjadi mekar. Indonesia itu ibarat taman dan Warga Negara Indonesia adalah bunganya. taman itu tidak akan indah jika ditanam satu jebis bunga saja. Tamanpun tidak akan indah kalau bunga yg berwarna-warni itu dicampur jadi satu begitu saja tanpa pengelolaan.
Oleh : Anis Matta, Lc,
Dan taman akan menjadi indah manakala taman itu ditanami bunga ynag berwarna warni tapi ada manajemen penempatan disana. begitu juga dengan membangun indonesia. Indonesia akan lebih hebat ketika semua potensi dimaksimalkan dan dikelola, tidak memaksakan kehendak untuk semua potensi itu dipaksa menjadi satu pemikiran/satu ideologi atau apapun. biarlah mereka berkreasi dengan idenya untuk membangun indonesia denga persepsi mereka selama persepsi itu baik dan tidak merusak dan bertentangan yang penting kita (PKS) menjadi pemimpinnya (mengaturnya). Tiuplah ia dengan nafas cintamu sehingga bunga yang kuncup menjadi mekar.

Rebutlah hatinya dulu sebelum kita mau merubah pemikirannya. karena ketika hati sudah terikat maka akan mudah ia menerima pemikiran kita dan kitapun akan lebih mudah merubah pemikirannya.

Lengkapnya Klik DISINI

Pemimpin Itu Harapan atau Hiburan ?

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Foto Cyber Army PKS :: Cyber Activist Community ::.
Pengujung transisi menuju demokrasi adalah situasi yang khas: ekspektasi akan hidup yang lebih baik kian membuncah tapi pada saat yang sama energi dan euforia– bahkan kesabaran–sudah menyurut.

Fase pungkas transisi, yaitu konsolidasi demokrasi, adalah jalan sepi yang ditempuh dengan ketekunan, bukan panggung ingar-bingar penuh deklamasi. Dalam tahap ini diperlukan pemimpin yang mampu menggerakkan sekaligus mendorong rakyat, agar mau melangkah lagi agar tujuan transisi, yaitu demokrasi yang sejati dapat tercapai. Itulah yang kini terjadi di Indonesia. Pemilu demokratis sudah tiga kali kita lewati dan kini kita tengah melaksanakan pemilu demokratis keempat dengan ekosistem politik yang jauh lebih stabil.

Kita telah berusaha merumuskan arah yang ingin dituju agar transisi ini tidak menjadi jalan berputar atau–malah lebih parah–berputar-putar tanpa arah. Tantangan itulah yang coba dijawab dalam Sidang Umum MPR dan proses amendemen UUD 1945 pasca-Reformasi. Kita berusaha untuk menulis kembali cetak biru dan mempertegas alasan kehadiran (raison d(raison detre) Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi semua warga bangsa yang berlindung dalam naungannya.

Dalam perjalanannya, cetak biru itu harus berdialektika dengan realitas dan ekspektasi yang terus berubah. Kini kita harus menjaga stamina agar negara dan warganya tidak kehabisan tenaga untuk menuntaskan transisi demokrasi karena janji perbaikan hidup sebagian belum terwujud.

Karena itu, kita harus bekerja bersama menuntaskan transisi demokrasi dan menghindarkan Indonesia dari jebakan transisi berkepanjangan (prolonged transition), di mana nilai dan sistem lama telah dihancurkan namun nilai dan sistem baru belum terbangun, atau belum mampu menghasilkan kehidupan lebih baik sebagaimana yang dijanjikan.

Jebakan transisi berkepanjangan ini membutuhkan pemimpin yang mampu memecah kebuntuan situasi sekaligus menjaga api harapan tetap menyala untuk mencapai garis tujuan.

Demokrasi “Media-Sentris” 

Kita tengah berada di era “demokrasi melalui media” di mana media memegang peran penting dalam mentransmisikan pesan ke dan dari masyarakat. Media telah menghablurkan batas antara realitas yang kita alami sendiri dan realitas yang kita serap dari media. Hari ini orang yang tidak tinggal di Jakarta bisa bercerita tentang macetnya Jakarta akibat pengetahuan yang diserapnya dari media.

Ini juga yang mempengaruhi ruang politik kita. Media berperan sangat penting karena media tidak semata mempresentasi realitas, tetapi merepresentasi (mewakilkan hadirnya) realitas ke depan khalayak. Menurut ahli kajian media David Buckingham (2010), media tidaklah menawarkan jendela bening tembus pandang untuk melihat “dunia”, namun menghadirkan sebuah “dunia” dalam versi yang telah dimediasi.

Media bukan menyediakan kacamata atau teropong, tapi menghadirkan akuarium sehingga kita beranggapan bahwa akuarium itulah keseluruhan dunia ini. Yang terserak di luar akuarium dianggap tidak penting dan bermakna. Logika media (terutama televisi/ tv) adalah “menonton dan ditonton” dengan dikotomi peran pasif-aktif yang semakin kabur, terutama dalam konteks pemilihan umum.

Penonton yang selama ini dinilai pasif dan tidak berdaya, dalam politik menjadi berdaya karena dialah pemilik suara yang diperebutkan. Sementara, para tokoh politik yang diimajikan berkuasa, sebenarnya sedang memainkan pertunjukan yang naskahnya didiktekan oleh massa rakyat melalui survei opini publik. Dalam situasi “media-sentris” seperti ini, sangat mudah orang terjebak untuk menjadi penghibur bagi penonton.

Tokoh-tokoh politik menyajikan tontonan yang menyenangkan hati penontonnya, melalui suatu pertunjukan buatan. Apa yang dipertontonkan belakangan ini tentu berbeda makna dan motivasinya dengan, misalnya, kebiasaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX keliling Yogyakarta pada malam hingga subuh. Pada suatu kesempatan beliau memberi tumpangan kepada seorang mbok pasar.

Ketika sampai di pasar, orang-orang memberi tahu mbok bahwa yang memberinya tumpangan adalah Ngarsa Dalem. Langsung mbok itu pingsan! Tidak ada media yang meliput, tapi cerita itu hidup sampai sekarang. Cerita yang otentik, nyata, bukan pertunjukan. Masyarakat umum mengetahuinya belasan tahun kemudian melalui buku Takhta Untuk Rakyat.

Karena dikendalikan dengan logika hiburan, bukan otentisitas, tokoh politik terjebak untuk menyederhanakan masalah dan cara penyelesaian masalah. Ini tak terelakkan karena dalam demokrasi media- sentris, durasi, jam tayang, prime time, sound byte menjadi indikator utama. Pesan pemimpin dikemas mirip iklan yang renyah dan berdimensi tunggal agar mudah diingat tanpa elaborasi yang mendalam.

Gagasan Pemimpin 

Di tengah arus media-sentris itu, kita kekurangan kesempatan menelaah gagasan pemimpin secara mendalam. Ruang-ruang publik yang didominasi logika media dan budaya instan berpotensi melahirkan figur pemimpin penghibur yang membuat kita tertawa sejenak meskipun masalah tetap menggunung.

Pemimpin penghibur tidak mengajak penontonnya berkerut kening karena yang ditawarkan adalah keceriaan sesaat&mdash;tanpa memikirkan bagaimana besok atau lusa. Pemimpin penghibur tidak menawarkan masa depan karena yang penting baginya adalah hari ini. Pemimpin penghibur juga kerap khawatir penontonnya berpaling mencari tontonan lain yang lebih menghibur.

Mirip logika rating dalam industri sinetron. Indonesia tidak membutuhkan pemimpin penghibur atau pemimpin sinetron. Kita sudah melewati sejumlah krisis dan kini tengah bersiap untuk naik kelas dari negara skala menengah menjadi negara kuat dalam ukuran ekonomi dan pengaruh geopolitik.

Kondisi itu akan tercapai jika kita berhasil menuntaskan transisi demokrasi dan menghasilkan negara bangsa yang kuat dan demokratis. Yang dibutuhkan adalah pemimpin penyala harapan, bukan penyaji hiburan, bahwa hari esok yang lebih baik akan datang jika kita mau bekerja keras, bukan dengan tertawatawa sejenak.

Peran penting pemimpin adalah menciptakan “state of mind” atau situasi psikologis di dalam masyarakatnya dengan cara melahirkan dan mengartikulasikan tujuan yang menggerakkan orang dari kepentingan mereka sendiri menuju kepentingan bersama yang lebih tinggi. (JW Gardner, 1988).Kita membutuhkan lebih banyak ruang lagi untuk mendengarkan gagasan pemimpin untuk mendapat harapan, bukan hiburan.(anismatta)  

Lengkapnya Klik DISINI

Taujih Anis Matta: 'Keberanian itu, Sesungguhnya Kesabaran Sesaat'

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

 

Tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan.

Maka dahulu ulama kita mengatakan: "Keberanian itu, sesungguhnya hanyalah kesabaran sesaat."

Risiko adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran yang dapat menyuplai seorang pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak itu terus-menerus. Dan itulah yang dimaksud Allah swt dalam firman-Nya: "Jika ada di antara kamu dua puluh orang penyabar, niscaya mereka akan mengalahkan dua ratus orang. Dan jika ada di antara kamu seratus orang (penyabar), niscaya mereka akan mengalahkan seribu orang kafir."(QS. 8: 65).

Ada banyak pemberani yang tidak mengakhiri hidup sebagai pemberani. Karena mereka gagal menahan beban resiko. Jadi keberanian adalah aspek ekspansif dari kepahlawanan. Tapi kesabaran adalah aspek defensifnya. Kesabaran adalah daya tahan psikologis yang menentukan sejauh apa kita mampu membawa beban idealisme kepahlawanan, dan sekuat apa kita mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup. Mereka yang memiliki sifat ini pastilah berbakat menjadi pemimpin besar. Coba simak firman Allah swt ini: "Dan Kami jadikan di antara mereka sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar dan mereka selalu yakin dengan ayat-ayat Kami." (QS. 32 : 24).

Demikianlah kemudian ayat-ayat kesabaran turun beruntun dalam Qur'an dan dijelaskan dengan detil beserta contoh aplikasinya oleh Rasulullah saw, sampai-sampai Allah menempatkan kesabaran dalam posisi yang paling terhormat ketia la mengatakan: "Mintalah pertolongan dengan kesabaran dan sholat. Sesungguhnya urusan ini amatlah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS. 2: 45 )

Rahasianya adalah karena kesabaran ibarat wanita yang melahirkan banyak sifat lainnya. Dari kesabaranlah lahir sifat santun. Dari kesabaran pula lahir kelembutan. Bukan hanya itu. Kemampuan menjaga rahasia juga lahir dari rahim kesabaran. Demikian pula berturut-turut lahir kesungguhan, kesinambungan dalam bekerja dan yang mungkin sangat penting adalah ketenangan.

Tapi kesabaran itu pahit. Semua kita tahu begitulah rasanya kesabaran itu. Dan begitulah suatu saat Rasulullah saw mengatakan kepada seorang wanita yang sedang menangisi kematian anaknya: "Sesungguhnya kesabaran itu hanya pada benturan pertama." (Bukhari dan Muslim). Jadi, yang pahit dari kesabaran itu hanya permulaannya. Kesabaran pada benturan pertama menciptakan kekebalan pada benturan selanjutnya. "Mereka memanahku bertubi-tubi, sampai-sampai panah itu hanya menembus panah," kata penyair Arab nomor wahid sepanjang sejarah, Al-Mutanabbi.

Mereka yang memiliki naluri kepahlawan dan keberanian, harus mengambil saham terbesar dari kesabaran. Mereka harus sabar dalam segala hal: dalam ketaatan, meninggalkan maksiat atau menghadapi cobaan. Dan dengan kesabaran tertinggi, "sampai akhirnya kesabaran itu sendiri yang gagal mengejar kesabarannya," kata Imam Ibnul Qayyim (sahrulfadlishikamaru) sumber
Lengkapnya Klik DISINI

{Membaca Kembali} Taujih Ust. Anis Matta, Lc

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

 
Mengambil keputusan besar seperti pernikahan butuh keberanian. Kita butuh keberanian seperti itu #Taujih

Shalat, zakat dan haji adalah ibadah bil fi'li (melakukan sesuatu). Shaum itu ibadah bil kaffi (menahan diri/tdk melakukan sesuatu) #Taujih

Di Mekah dapat intimidasi, tapi perintahnya spy bertahan dan bersabar, di Madinah mulai diizinkan melakukan perlawanan #Taujih

Modal utama kita dalam membangun peradaban adalah al quwwah ar ruhiyyah (kekuatan spiritualitas) #Taujih

Ciri peradaban naik adalah aqlaniyyah (rasionalitas). Dengan rasionalitas, produktifitas lebih besar (minimal sama) dari sumber daya #Taujih

Ciri peradaban turun adalah syahwat dominan, maka dampaknya kehidupan hedonisme. Produktifitas lebih kecil dari sumber daya yg ada #Taujih

Saat kaum muslimin bangkit, saat itu mereka tdk punya apa2. Tapi dibantai tartar saat kaum muslimin memiliki semua sumber daya #Taujih

Dimanakah grafik peradaban islam? Peradaban islam sedang naik, peradaban yang lain sedang turun #Taujih

Kalau sekarang kita harus bekerja tanpa sumber daya yang cukup, ketahuilah itu indikator peradaban sedang naik #Taujih

Saat dakwah ini mulai tampil terbuka dalam bentuk hizb, kita tidak memiliki sumber daya yg banyak #Taujih

Sumber daya itu sekunder. Ia akan mengikuti ideologi. Ketika ideologi diikuti follower yg fanatik, maka sumber daya akan mengikuti #Taujih

Kita mulai dari nol membuat hizb dengan sumber daya yang terbatas. Alhamdulillah produktifitas luar biasa #Taujih

Jihad itu adalah manhajul hayat. Sebelum berupa perang, jihad itu adalah kerja keras, kemudian baru berkorban harta dan nyawa #Taujih

Yang penting adalah semua sumber daya (diri, harta, nyawa) kita kerahkan sehingga kita produktif. Itu juga jihad #Taujih

Jika DPR&Pemerintah buat UU wajib puasa 30 hari dalam 1 tahun. Kira2 akan diikuti gak? Enggak! Bgm kalau dijaga polisi setiap hari? #Taujih

Tapi kemarin ada 1,5 milyar orang puasa dg sukarela. Tidak ada yg kontrol. Intinya agama punya wibawa lebih besar dari wibawa negara #Taujih

Negara dari dulu datang& pergi. Agama dari dulu tumbuh terus. Saat Rasul hijrah dg 200 org muhajirin, 70 org Anshor, 85 di Etiophia #Taujih

Kini menurut data wikileaks, Jumlah muslim sekitar 1,9 milyar (sekitar 1/5 penduduk dunia). Diprediksi sebentar lg ¼ dunia #Taujih

Rasulullah sudah wafat, tapi followernya nambah terus. Kalau twitter, mungkinkah nambah terus follower jika orangnya check out? #Taujih

Rasul brsabda Romawi Barat (Vatikan) &Romawi Timur (Konstantinopel) akan dikuasai kaum muslimin. Mana yg lebih dulu? Konstantinopel! #Taujih

Konstantinopel ditaklukkan sekitar 7-8 abad kemudian. Kini jarak waktunya sudah hampir sama utk takluknya yg satu lg #Taujih

Yusuf Qardhawi: “Kalau dulu Konstantinopel kita taklukkan dg pedang, insya Allah Roma akan takluk dg lisan dan pena kaum muslimin” #Taujih

Ahli ekonomi Amerika menyatakan bahwa kemunduran ekonomi penyebab utamanya demografi karena mereka zero growth. #Taujih

Sepuluh tahun lagi piramida demografi Indonesia akan ideal. Dan insya Allah itu sama dg usia pertumbuhan aktifis dakwah jamaah ini #Taujih

Agama& negara berbeda dalam mengelola manusia. Negara mendekati manusia dengan pendekatan mesin. Kalau agama yg yg dibangun manusianya #Taujih

Negara seperti membangun pagar dulu, rumahnya terserah seperti apa. Kalau agama, membangun rumah dulu (manusianya). #Taujih

Makanya ketika di Makkah tdk ada ayat2 hukum pemerintahan dll, umumnya ayat-ayat pembangunan akidah dan ibadah utk membangun manusia #Taujih

Kita semakin yakin bahwa ajaran agama yg kita dakwahkan ini sesuai dg isyarat kebangkitan sebuah peradaban #Taujih

Selama ini kita dibuat tegang brhubungan dg negara. Spt upacara detik2 proklamasi. Semua org Ind tegang, tapi dubes2 banyak yg foto2 #Taujih

Spt ada org yg datang utk ketemu Umar dg tegang krn Umar penakluk Romawi & Persia. Ternyata Umar sdg tidur di masjid tanpa pengawal #Taujih

Umar tidak menciptakan ketegangan dlm berhubungan dg negara, tapi dia melaksanakan tugas inti negara dg cara yg sederhana #Taujih

Negara dan keluarga bedanya cuma skala. Kalau keluarga anggotanya 10, negara anggotanya jutaan. Tapi inti pengelolaannya sama #Taujih

Mengelola negara itu masalah intinya pada self confidence. Bilal bin Rabbah mantan budak jadi Gubernur Syiria, berhasil! #Taujih

Baitul Mal baru ada zaman Umar ikuti Persia, krn zaman Rasul &Abu Bakar tiada saldo. Zaman Umar ada saldo, baru mikir bgm kelolanya #Taujih

Itu ilmu ketemu di jalan. Wattaqulloha yu'allimukumuLlah… Kalau kita tidak jalan dan bergerak, kita tidak akan dapat ilmu.. #Taujih

Ada satu masa ketika agama jalan tanpa negara. Ada juga suatu masa ketika negara jalan tanpa agama #Taujih

Negara itu blank spot yang bisa diisi oleh ideologi apa saja. Bisa kapitalis, sosialis, atau islam! #Taujih

Kata Ibnu khaldun, “Semakin banyak orang jahat, maka semakin diperlukan negara” #Taujih

Zaman Rasul dlm 10 thn hanya ada 1 kasus zina, itu jg eksekusi ditunda 2thn 9bln. Bgm dgn 65000 kasus di KPK. 170-an yg ditangani #Taujih

Masukkan mind-set jihad dlm diri apapun yg kita lakukan. Intinya adalah menghubungkan sumberdaya dg pencapaian tujuan kita #Taujih

Ketika kaum muslimin berhenti berjihad (dalam semua aspek kehidupan), pasti dia miskin :) #Taujih
(adjiewicaksana)
Lengkapnya Klik DISINI

"PERAHU NUH" Oleh Anis Matta

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Mereka mengejeknya. Mereka bilang itu pekerjaan yang sia-sia belaka. Mereka bilang tak ada hajat sama sekali untuk membuat perahu. Lantas mengapa? Mengapa Nuh membuatnya? Tapi Nuh toh tak bergeming. Ia tetap saja melanjutkan pekerjaannya. Ia bekerja dengan keyakinan penuh.

Mereka yang pandangan matanya pendek, selalu hanya melihat hujan yang turun di depan mata mereka. Mereka takkan sanggup melihat awan. Apalagi melihat bagaimana awan menyerap air dari bumi. Mereka juga tidak bisa melihat bagaimana hujan mengubah wajah bumi kita. Mereka yang pandangan matanya pendek, selalu memfokuskan tatapannya pada hilir dari sebuah sungai. Mereka tidak pernah bisa melihat hulu dari mana sungai itu mengalir. Apalagi menemukan mata air yang menyemburkan air itu.

Sebagian dari kuasa pengetahuan itu terletak pada fakta bahwa ia membuka mata kita untuk dapat melihat lebih jauh dari yang dapat dilihat orang lain, melihat horizon yang lebih luas dari apa yang mungkin dilihat orang lain, dan karenanya membantu tangan kita menjangkau lebih banyak dari apa yang dijangkau tangan orang lain. Pengetahuan membuka mata kita untuk melihat fakta-fakta secara lebih apa adanya, menyeluruh dan jelas terang, dan karenanya membantu kita merekonstruksi realitas dalam kerangka ruang dan waktu, serta menentukan sikap dan tindakan terhadap realitas tersebut.

Pengetahuan yang diperoleh Nuh dari sumber wahyu tentang akan datangnya sebuah banjir besar mengharuskan beliau menyiapkan perahu. Beliau tahu apa yang akan terjadi, maka ia tahu apa yang harus beliau lakukan. Itu sebabnya beliau bekerja dengan keyakinan penuh, menanggapi semua ejekan dengan tenang, santai dan dingin. Beliau melihat lebih jauh dari kaumnya. Beliau lebih antisipatif dari kaumnya. Karenanya beliau bisa menjangkau lebih jauh dari mereka.

Pengetahuan membuat ruang masa depan, dengan segenap peristiwa-peristiwanya, tergambar jelas dalam benak Nuh. Bahwa ada ancaman yang akan membinasakan mereka. Dan itu pasti, karena sumbernya dari langit. Maka perahu itu adalah tindakan antisipatsinya. Itulah sebagian dari kuasa pengetahuan itu: ia membantu kita bereaksi secara tepat, bersikap secara teratur dan bertindak lebih cepat.

Mereka yang memiliki pengetahuan, biasanya memiliki speed of life yang lebih cepat. Speed itulah yang sering tidak dapat dipahami orang ramai. Maka mereka bereaksi secara negatif: mengejek atau menuduh, bukan bertanya dan mencari tahu.[]

*Disalin dari Tarbawi, Edisi Desember 2009
http://www.portalpiyungan.com/2016/01/perahu-nuh-oleh-anis-matta.html
Lengkapnya Klik DISINI

TENTANG WAKTU !

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

 
Hal terpenting dari waktu adalah efek akumulasi dan Konsep Penggandaan
Setiap kali ada pergantian tahun seperti sekarang, saya selalu membangunkan kembali kesadaran saya tentang waktu dan cara merasakannya. Cara setiap orang merasakan waktu berbeda karena "satuan waktu" yang mereka gunakan juga berbeda. Itu lahir dari falsafah hidup yang juga berbeda. Jika kita memaknai hidup sebagai pertanggungjawaban, maka waktu adalah masa kerja. Waktu adalah kehidupan itu sendiri.

Orang-orang beriman membagi waktu - seperti juga hidup – ke dalam waktu dunia dan waktu akhirat. Itu 2 sistem waktu yang sama sekali berbeda. Waktu dunia adalah waktu kerja. Waktu akhirat adalah waktu pertanggungjawaban dan pembalasan atas nilai waktu kerja di dunia. Waktu kerja di dunia mengharuskan kita memaknai setiap satuan waktu sebagai satuan kerja. 1 unit waktu harus sama dengan 1 unit amal. Persamaan itu, 1 unit waktu sama dengan 1 unit kerja, membuat hidup kita jadi padat sepadat-padatnya, nilai waktu terletak pd isinya, kerja!

Tidak ada hal yang paling tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam hidup orang beriman selain waktu luang. Itu hidup yang tidak terencana. Waktu luang lahir dari pikiran dan jiwa yang kosong, yang tidak punya daftar pekerjaan yang harus dieksekusi. Hidup mereka longgar tak bernas. Mereka yang punya daftar pekerjaan utk dieksekusi menempatkan waktu sebagai sumber daya tak tergantikan. Karena itu tidak boleh lewat tanpa nilai.

Efek waktu adalah akumulasi

Menyadari waktu adalah menyadari efeknya dan efek terpenting dari waktu adalah efek akumulasi. Sesuatu tidak terjadi seketika tapi bertahap. Akumulasi dari tindakan yang sama yang kita lakukan secara berulang2 akan menjadi karakter pada skala individu. Akumulasi dari karakter individu selanjutnya menjadi budaya dalam skala masyarakat. Akumulasi itu terjadi dalam rentang waktu tertentu. Akumulasi budaya dari berbagai kelompok masyarakat dalam rentang waktu tertentu itulah yang berkembang menjadi peradaban. Karena efek akumulasi sebuah peradaban tidak bisa bangkit seketika atau runtuh seketika. Ada faktor-faktor yang mempengaruhinya secara akumlatif.

Masyarakat bangkit melalui akumulasi kontribusi. Produktivitas individu-individu di dalamnya berupa karakter dan ide yang membentuk budaya mereka. Begitu juga keruntuhan sebuah masyarakat, itu akumulasi karakter dan ide destruktif individu-individunya yang membentuk budaya keruntuhannya.

Contoh lain adalah kesehatan. Kualitas kesehatan fisik dan mental kita di atas usia 40 tahun adalah akumulasi dari pola hidup sehari-hari kita. Sebagian besar penyakit yang kita alami di atas usia 40 tahun itu adalah akumulasi ketidakseimbangan pola hidup yang berlangsung lama. Begitu juga dengan struktur pengetahuan kita, itu adalah akumulasi ilmu yang kita peroleh sehari-hari melalui bacaan dan media belajar lain.

Usia membuat orang lebih arif karena ia mengalami akumulasi pengetahuan. Tehnologi hari ini adalah akumulasi tehnologi kemarin. Karena itu Nabi Muhammad saw mengatakan "Jangan pernah meremehkan kebajikan sekecil apa pun itu". Itu karena sifat akumulasinya. Beliau juga mengatakan "Amal yang paling baik dan paling dicintai Allah adalah yang berkelanjutan walaupun hanya sedikit". Itu akumulasi. Kebajikan kecil-kecil yang kita lakukan secara terus-menerus menunjukkan perhatian dan konsistensi serta keterlibatan emosi yang dalam. Nilai-nilai emosi yang menyertai amal itu hanya bisa dilihat dalam rentang waktu. Karena itu, waktu jadi alat uji iman dan karakter yang efektif.

Sisi negatif manusia juga akumulatif. Dosa yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi karakter dan selanjutnya memenuhi ruang hati manusia. Dosa yang telah jadi karakter tidak akan menyisakan ruang bagi dorongan kebajikan dalam diri seseorang. Allah akhirnya mengunci hatinya. Akumulasi dosa yang menjadi karakter menutup mata hati seseorang. Ada tabir yang menghalagi mata dan telinganya utk melihat kebenaran. Akumulasi itulah yang sebenarnya banyak menipu manusia pendosa karena terjadi secara perlahan dan tidak disadari oleh pelaku. Terlalu halus.

Karena efek akumulasi itu, maka sifat-sifat terpuji yang paling banyak berhubungan dengan waktu adalah kesabaran dan ketekunan. Tidak ada prestasi besar yang bisa kita raih dalam hidup tanpa kesabaran dan ketekunan yang panjang, sebab semua perlu waktu yang lama. Kecerdasan yang tidak disertai kesabaran dan ketekunan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Itu ciri orang cerdas yang tidak produktif. Itu sebabnya mengapa di antara semua sifat yang paling terulang dalam Qur'an adalah sabar. Termasuk hubungan dengan waktu dalam surat Al 'Ashr.

Kesabaran dan ketekunan adalah sifat utama yang melekat pada orang-orang besar, baik dalam dunia militer, bisnis, ekademik atau politik. Kesabaran dan ketekunan juga merupakan sifat dasar kepemimpinan, karena mereka harus memikul beban berat dalam jangka waktu yang lama. Kesabaran dan ketekunan adalah indikator kekuatan kepribadian seseorang. Artinya ia punya tekad yang takkan terkalahkan oleh rintangan.

Efek akumulasi juga mengajarkan kita untuk berpikir secaraO sekuensial. Berurut mengikuti deret ukur waktu. Itu strategic thinking. Kemampuan berpikir sekuensial adalah bagian dari kemampuan berpikir strategis yang diajarkan oleh kesadaran akan waktu. Efeknya besar! Kemampuan berpikir sekuensial terutama diperlukan saat kita membaca sejarah dan berbagai fenomena sosial politik. Juga dalam perencanaan.

Konsep Penggandaan

Sebagai sumber daya waktu sangat terbatas, orang-orang produktif pasti selalu merasa bahwa waktu mereka terlalu sedikit dibanding rencana amal mereka. Umat Muhammad saw juga mempunyai umur masa kerja yang jauh lebih pendek dari umat-umat terdahulu, untuk sebuah hikmah Ilahiyah yang kita tidak tahu. Jadi harus ada cara mengatasi keterbatasan itu. Untuk itulah Islam memperkenalkan makna efesiensi melalui konsep penggandaan.

Kita menggunakan waktu yang sama untuk sholat 5 waktu secara jamaah atau sendiri, tapi mendapatkan pahala yang berbeda. Waktu sama pahala beda. Waktu yang sama dengan pahala yang berbeda adalah inti dari konsep penggandaan. Ini menciptakan perbedaan mencolok dan mengatasi keterbatasan. Konsep penggandaan ini bisa mengubah persamaan dari sblmnya 1 unit waktu sama dengan 1 unit amal menjadi 1 unit waktu sama dengan beberapa unit amal. Ajaran tentang amal jariah, sedekah jariyah, ilmu yang diajarkan, anak sholeh yang terus mendoakan, juga penerapan lain dari konsep penggandaan.

Konsep penggandaan bukan saja mengajarkan bagaimana mengatasi keterbatasan sumber daya tapi juga bagaimana memaksimalkan sumber daya yang terbatas itu. Konsep penggandaan bukan saja mengajar bagaimana mengatasi keterbatasan sumberdaya, tapi juga bagaimana melipatgandakan hasil dari sedikit sumber daya. Seseorang bisa hidup lebih lama dari umurnya dengan konsep penggandaan itu. Caranya dengan menciptakan amal yang dampaknya lebih lama dari umur kita.

Seperti individu, masyarakat juga punya umur. Peradaban juga punya umur. Umur masyarakat ditentukan oleh akumulasi umur individu. Umur sosial menjadi panjang jika banyak individunya melakukan kerja-kerja penggandaan. Salah satunya adalah pewarisan ilmu pengetahuan.

Umur peradaban juga begitu. Peradaban barat moderen dibangun pertama kali oleh spanyol dan portugis, lalu inggris dan prancis, lalu AS. Epicentrum sebuah peradaban berpindah dari 1 masyarakat ke yang lain, begitu umur sosial masyarakat itu habis. Walaupun secara fisik tetap ada. Seperti Barat, peradaban Islam juga dipikul banyak suku bangsa. Mulanya Arab, lalu Persia, lalu Afrika, lalu Turki, lalu Mongol dst. Akumulasi umur sosial dari suku bangsa itu menentukan panjang pendeknya umur peradaban. Makin banyak yang memikulnya makin panjang umurnya.

Muhammad Anis Matta

Lengkapnya Klik DISINI

"NARASI MUHAMMAD"

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

 

oleh: Anis Matta, Lc

“Aku bisa berdoa kepada Allah untuk menyembuhkan butamu dan mengembalikan penglihatanmu. Tapi jika kamu bisa bersabar dalam kebutaan itu, kamu akan masuk surga. Kamu pilih yang mana?”

Itu dialog Nabi Muhammad SAW dengan seorang wanita buta yang datang mengadukan kebutaannya kepada beliau, dan meminta didoakan agar Allah mengembalikan penglihatannya. Dialog yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Abbas itu berujung dengan pilihan yang begitu mengharukan: "Saya akan bersabar, dan berdoalah agar Allah tidak mengembalikan penglihatanku."

Beliau juga bisa menyembuhkan seperti Nabi Isa, tapi beliau menawarkan pilihan lain: bersabar. Sebab kesabaran adalah karakter inti yang memungkinkan kita survive dan bertahan melalui seluruh rintangan kehidupan. Kesabaran adalah karakter orang kuat. Sebaliknya, tidak ada jaminan bahwa dengan bisa melihat, wanita itu akan bisa melakukan lebih banyak amal saleh yang bisa mengantarnya ke surga. Tapi di sini, kesabaran itu adalah jalan pintas ke surga. Selain itu, penglihatan adalah fasilitas yang kelak harus dipertanggungjawabkan di depan Allah, karena fasilitas berbanding lurus dengan beban dan pertanggungjawaban. Ada manusia, kata Ibnu Taimiyah, lebih bisa lulus dalam ujian kesulitan yang alatnya adalah sabar ketimbang ujian kebaikan yang alatnya adalah syukur.

Nabi Muhammad juga berperang seperti Nabi Musa. Bahkan Malaikat Jibril pun pernah meminta beliau menyetujui untuk menghancurkan Thaif. Tapi beliau menolaknya. Sembari mengucurkan darah dari kakinya beliau malah balik berdoa: "Saya berharap semoga Allah melahirkan dari tulang sulbi mereka anak-anak yang akan menyembah Allah."

Muhammad bisa menyembuhkan seperti Isa. Juga bisa membelah laut seperti Musa. Bahkan bulan pun bisa dibelahnya. Muhammad punya dua jenis kekuatan itu: soft power dan hard power. Muhammad mempunyai semua mukjizat yang pernah diberikan kepada seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya. Tapi beliau selalu menghindari penggunaannya sebagai alat untuk meyakinkan orang kepada agama yang dibawanya. Beliau memilih kata. Beliau memilih narasi. Karena itu mukjizatnya adalah kata: Al-Qur'an. Karena itu sabdanya pun di atas semua kata yang mungkin diciptakan semua manusia.

Itu karena narasi bisa menembus tembok penglihatan manusia menuju pusat eksistensi dan jantung kehidupannya: akal dan hatinya. Jauh lebih dalam daripada apa yang mungkin dirasakan manusia yang kaget terbelalak seketika menyaksikan laut terbelah, atau saat menyaksikan orang buta melihat kembali.


Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......