Khadijah binti Khuwailid
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da'wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu'minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.
Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira'. Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda :
"Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa."
Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal di hadapan kita ada "wanita terbaik di dunia," Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu'minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.
Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :
"Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan."
[HR. Bukhari dalam "Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata :"Keshahihannya telah disepakati."]
Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya oleh dunia ?
Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu'min yang orang pertama yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.
Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong.
Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah berkata :"Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku." Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata :"Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini." Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali peneguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.
Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya :"Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :"Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu." Maka Khadijah r.a. menjawab :"Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam (kesejahteraan)."
Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung da'wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW bersabda :
"Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia." [HR. Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :
"Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :"Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan." [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539]
Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Nabi SAW sesudah Khadijah r.a. dan dia sendiri yang bersama Nabi SAW selama kurang lebih 3 tahun sehingga beliau berumah tangga dengan 'Aisyah r.a.
Adalah para sahabat -radhiyallahu 'anhum- memperhatikan kesendirian Nabi SAW sesudah Khadijah r.a. wafat dan berharap kiranya beliau menikah, barangkali dalam pernikahan itu ada yang menghibur kesendiriannya. Akan tetapi, siapa yang berani bicara kepada beliau soal itu ?
Khaulah binti Hakim maju untuk melakukan tugas itu. Maka dia berbicara kepada Rasul SAW dan menawarkan 'Aisyah binti Ash-Shiddiq r.a. namun dia masih kecil. Maka biarlah dia dipinang, kemudian ditunggu hingga dewasa. Akan tetapi, siapakah yang akan memperhatikan urusan-urusan Nabi SAW dan melayani putri-putri serta memenuhi rumah beliau ? Pernikahan dengan 'Aisyah tidak akan berlangsung sebelum 2 atau 3 tahun lagi. Siapakah gerangan wanita yang memimpin urusan-urusan Nabi SAW dan memelihara putri-putrinya ? Dia adalah Saudah binti Zam'ah dari bani Ady bin Najjar.
Rasul SAW mengizinkan Khaulah meminang keduanya. Pertama Khaulah datang ke rumah Abu Bakar r.a., lalu ke rumah Zam'ah. Dia menemui puterinya, Saudah, dan berkata : "Kebaikan dan berkah apa yang dimasukkan Allah kepadamu, wahai Saudah ?" Saudah bertanya karena tidak tahu maksudnya, "Apakah itu, wahai Khaulah ?" Khaulah menjawab :"Rasulullah SAW mengutus aku untuk meminangmu." Saudah berkata dengan suara gemetar, "Aku berharap engkau masuk kepada ayahku dan menceritakan hal itu kepadanya." Maka terjadi kesepakatan dan berlangsunglah pernikahan.
Saudah mengalami situasi yang menyebabkan Rasulullah SAW mengulurkan tangannya yang penyayang untuk menolong masa tua dan meringankan kekerasan hidup yang dirasakan oleh Saudah. Saudah telah hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan agama bersama suami, putra pamannya. Kemudian suaminya meninggal sebagai muhajir dan Saudah tinggal sendirian. Saudah menjadi janda yang hidup di tanah perantauan sebelum tiba di Ummul Qura. Rasul SAW telah terkesan oleh wanita muhajir yang mu'min dan janda itu. Ternyata, Saudah setuju untuk menikah dengan Rasulullah SAW.
Saudah menjadi ibu rumah tangga di rumah suaminya, Rasul SAW sampai 'Aisyah r.a. datang ke rumah kenabian. Dia mengetahui kedudukan 'Aisyah terhadap hati Nabi SAW. Maka dia berikan harinya kepada 'Aisyah dan melapangkan tempat pertama baginya di dalam rumah. Saudah berupaya sekuat tenaga untuk mendapatkan keridhoan pengantin yang masih muda dan menyenangkannya ('Aisyah). Setelah menginjak masa tua yang dingin, Saudah sangat berharap untuk tetap menjadi isteri Rasulullah SAW di dunia dan di akhirat serta tidak diharamkan dari kemuliaan yang besar ini, sekalipun dia berikan harinya kepada 'Aisyah setelah merasa dia tidak menginginkan apa yang biasa diinginkan kaum wanita.
Saudah hidup bekerja keras dalam mengurusi rumah kenabian, sementara hatinya sarat dengan keridhoan dan iman hingga Nabi SAW pergi menghadap Tuhannya. Saudah wafat dalam masa khilafah Umar ibnul Khaththab r.a. 'Aisyah r.a. sering menyebut kebaikan dan memujinya atas kebaikan itu. Dia berkata,
"Tidak seorang pun yang lebih aku sukai dalam dirinya daripada Saudah binti Zam'ah, hanya saja dia agak keras wataknya." [Al-Istii'aab 4/1867]
Ketika Saudah wafat, Ibnu Abbas sujud. Ditanyakan kepadanya mengenai hal itu, maka dia menjawab, "Rasulullah SAW bersabda :
"Apabila kamu melihat suatu tanda, maka sujudlah." Dan tanda ketika wafatnya isteri-isteri Nabi SAW itulah yang menyebabkan dia bersujud. [Thabaqat Ibnu Sa'ad, Al-Ishaabah oleh Ibnu Hajar dan Usudul Ghaabah oleh Ibnu Atsiir]
Saudah meriwayatkan lima hadits dari Rasulullah SAW. Di antaranya satu hadits diriwayatkan dalam Sahihain [Ibnul Jauzil, Al-Mujtanaa]. Dalam satu riwayat, bahwa Bukhari meriwayatkan dari Saudah dua hadits. [Al-Maqdisi, Al-Kamaal bii Ma'rifatir Rijaal]
Semoga Allah SWT merahmatinya. Saudah menyukai sedekah dan berbudi luhur. Dari 'Aisyah r.a. dia berkata :
"Bahwa sebagian isteri-isteri Nabi SAW berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah di antaraa kami yang paling cepat menyusulmu ?" Nabi SAW menjawab, "Yang terpanjang tangannya di antara kalian." Kemudian mereka mengambil tongkat untuk mengukur tangan mereka. Ternyata, Saudah adalah orang yang terpanjang tangannya di antara mereka. Kemudian kami mengetahui, bahwa maksud dari panjang tanganya adalah suka sedekah. Saudah memang suka memberi sedekah dan dia yang paling cepat menyusulnya di antara kami." (H.R. Syaikhain dan Nasai).
Dalam suatu riwayat lain oleh Muslim :
"Yang paling cepat menyusulku di antara kalian adalah yang terpanjang tangannya di antara kalian." 'Aisyah berkata, "Mereka saling mengukur siapa di antara mereka yang terpanjang tangannya. Ternyata yang terpanjang tangannya di antara kami adalah Zainab, karena dia melakukan pekerjaan tangan dan mengeluarkan sedekah."
Zainab binti Muhammad bin Abdullah SAW
Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan sebagai isteri, keikhlasan cinta dan ketulusan iman.
Zainab dilahirkan apda tahun 30 setelah kelahiran Nabi SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti Khuwailid, saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang untuk puteranya, Abil Ash bin Rabi'. Semua pihak setuju dan ridha. Zainab binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi'. [Ibnu Sa'ad menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : Ini adalah jauh. Kemudian dia berkata : Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun sebelum suaminya masuk Islam.
Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah bagi pengantin. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada ayahnya, Nabi SAW. Ketika cahaya Tuhan-nya menerangi bumi, Zainab pun beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisahkan antara keduanya.
Abil Ash tetap membangkang dan berkata :"Tidak akan tercapai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku." Adapun Zainab, maka dia berkata :"Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani."
Pasangan suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya sadar ketika terdengar suara yang membisikkan kepada keduanya :"Jika agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."
Hari-hari berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk memerangi Rasul SAW dan di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi', bukan untuk menyatakan ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul SAW. Situasi menjadi kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah. Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanannya, Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, beliau merasa iba hatinya dan bersabda :"Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah." Mereka menjawab :"Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW
mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembalikannya kepada beliau di Madinah.
Abil Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat gambaran yang lebih cemerlang dari isteri yang berbakti dan mulia ini. Maka dia kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab kepadanya, akan tetapi untuk berkata keapdanya :"Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab." Dia telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW untuk membiarkan Zainab pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya dan tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun di luar Mekkah, di mana telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki-laki Anshor.
Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin Rabi' :"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan."
Di saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya, datanglah Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata :"Wahai, puteri Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !" Zainab menjawab :"Aku tidak ingin melakukannya." Hind berkata :"Wahai puteri pamanku, jangan engkau lakukan. Jika engkau mempunyai keperluan akan suatu barang yang menjadi bekal dalam perjalananmu atau harta yang hendak engkau sampaikan kepada ayahmu, maka aku akan memenuhi keperluanmu. Maka janganlah engkau segan kepadaku, karena sesuatu yang masuk di antara orang-orang lelaki tidaklah masuk di antara orang-orang wanita." Zainab berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya mengatakan hal itu, kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut kepadanya. Maka aku menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun bersiap-siap."
Setelah menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi' menyerahkan kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah mengambil busur dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab di waktu siang dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah menuntun untanya. Akan tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar setelah mereka mengalami kekalahan di Badr. Bagaimana dia boleh keluar sementara orang-orang melihat dan mendengarnya ?
Tidak...sekali lagi tidak ! Banyak orang laki-laki Quraisy telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah mereka untuk mencarinya hingga mereka berhasil menyusul di Dzi Thuwa. Yang pertama kali menemukannya adalah Habbar bin Aswad bin Muththalib dan Nafi' bin Abdul Qais. Habbar menakutinya dengan tombak. Di saat itu Zainab berada di dalam pelangkinnya dan dia sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang, dia mengalami keguguran kandungannya.
Iparnya marah dan berkata kepada para penyerang :"Demi Allah, tidak seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanahnya." Maka orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rombongan Quraisy datang kepadanya dan berkata :"Hai, orang laki-laki, tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu." Maka Kinanah menahan panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :"Tindakanmu tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara terang-terangan di hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kehinaan yang menimpa kita akibat musibah dan bencana yang telah kita alami sebelumnya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan kelemahan kita. Demi umurku, kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi kepada ayahnya. Kami tidak ingin membalas dendam, tetapi kembalikan wanita itu."
Tatkala suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami isteri jadi berpisah. Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah menyendiri dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di Madinah dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan tidak dapat bertemu.
Tahun demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa lolos. Dia telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak. Abil Ash tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada para pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ?
Dia teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan kesetiaan. Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya. Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar suara teriakan di belakang dinding :"Hai, orang-orang, aku telah melindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan jaminanku." Ternyata, Zainablah yang berseru itu.
Rasulullah SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui orang banyak dan bersabda :"Wahai, orang-orang, apakah kalian mendengar apa yang aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim adalah dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk menemui puterinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW berpesan :"Wahai, puteriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia lolos kepadamu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik." Nabi SAW terkesan melihat kesetiaan puterinya kepada suaminya yang ditinggalkan dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena perintah Allah SWT.
Di samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian, kesetiaan dan pertolongan : yaitu kebaktian sebagai wanita muslim, kesetiaan sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash mendapatkan dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga dia menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi SAW mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash. Beliau berkata :"Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang ini terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbuat baik kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai hal itu. Jika kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang diberikan-Nya kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya."
Mereka berkata :"Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash." Beberapa orang di antara mereka berkata :"Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik ?" Abil Ash menjawab :"Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanatku."
Maka mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak. Jiwanya dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat gambaran yang tidak meninggalkannya.
Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku ?" Mereka menjawab :"Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia." Abil Ash berkata :"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam."
Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."]
Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan mendapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama
setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.
Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah meninggalkan kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan isteri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah mengherankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke Syam :
"Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya."
Rombongan muhajir ke Habasyah membawa 11 orang wanita. Ini berarti bahwa wanita Muslim adalah bagian dari da'wah dan jihad di jalan Allah SWT. Mereka tinggalkan kesenangan hidup yang hanya sebentar, berupa harta, anak dan keluarga serta negeri demi Allah. Mereka tinggalkan tanah airnya yang mahal dan berangkat menuju Habasyah, sebuah negeri yang jauh dengan penduduk yang berlainan bangsa, warna dan suku, demi membela aqidah yang diimaninya.
Tatkala fajar da'wah memancar dari Mekkah, maka muhajir pertama bukanlah dua orang laki-laki, tetapi seorang laki-laki dan seorang wanita. Kedua muhajir ini adalah Utsman bin Affan dan isteri-nya, Ruqayyah binti Muhammad SAW. Ruqayyah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Sesudah kedua orang itu, muncullah Ummu Kultsum yang menemani dalam hidupnya setelah Zainab menikah.
Ketika keduanya mendekati usia perkawinan, Abu Thalib meminang mereka berdua untuk kedua putera Abu Lahab. Allah SWT menghendaki perkawinan ini tidak berlangsung lama, karena melihat sikap Abu Lahab terhadap Islam. Akan tetapi Allah SWT menampilkan Utsman bin Affan kepada kedua puteri itu. Maka dia pun menikah dengan Ruqayyah dan hijrah bersamanya ke Habasyah. Ummu Kultsum tetap tinggal bersama ayah dan ibunya menunggu sesuatu yang ditakdirkan baginya.
Imam Adz-Dzahabi berkata :"Ruqayyah hijrah ke Habasyah bersama Utsman dua kali. Nabi SAW bersabda :"Sesungguhnya kedua orang itu (Utsman dan Ruqayyah) adalah orang-orang yang pertama hijrah kepada Allah sesudah Luth."[ "Siyar A'laamin Nubala'"; juz 2, halaman 78] Anas bin Malik r.a. berkata : Utsman bin Affan keluar bersama isterinya, Ruqayyah, puteri Rasulullah SAW menuju negeri Habasyah. Lama Rasulullah SAW tidak mendengar kabar kedua orang itu. Kemudian datang seorang wanita Quraisy berkata :"Wahai, Muhammad, aku telah melihat menantumu bersama isterinya." Nabi SAW bertanya :"Bagaimanakah keadaan mereka ketika kau
lihat ?"
Wanita itu menjawab :"Dia telah membawa isterinya ke atas se-ekor keledai yang berjalan pelahan, sementara ia memegang kendalinya." Maka Rasulullah SAW bersabda :"Allah menemani keduanya. Sesungguhnya Utsman adalah laki-laki pertama yang hijrah membawa isterinya, sesudah Luth a.s."
Ruqayyah kembali bersama Utsman ke Mekkah dan mendapati ibunya telah berpulang kepada Ar-Rafiiqil A'laa. Kemudian kaum Muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah semuanya. Ruqayyah juga ikut hijrah bersama suaminya, Utsman, sehingga dia menjadi wanita yang hijrah dua kali.
Penyebab hijrah ke Habasyah adalah takut fitnah dan menyelamatkan agama mereka menuju Allah. Bukan menyebarkan agama Islam, karena negeri Habasyah pada waktu itu menganut agama Masehi dan agama Masehi di sana tidak akan menerima agama baru yang menyainginya, meskipun Habasyah diperintah oleh raja yang tidak menganiaya seseorang. Hijrah ke Habasyah merupakan bagian dari peralihan dan kelanjutan perjuangan, karena hasil yang diharapkan oleh kaum muhajirin dari hijrah mereka ke Habasyah adalah menyelamatkan agamanya ke negeri yang memberi ketenangan bagi mereka di sana. Di negeri itu mereka tidak mengalami kekerasan dan gangguan, sampai ketika saudara-saudara mereka di Mekkah ditakdirkan binasa hingga orang terakhir, membawa panji da'wah sebagai penerus.
Adapun hijrah ke Madinah, maka penyelamatan agama adalah salah satu sebabnya, tetapi bukan penyebab utama. Penyebab utamanya adalah perubahan dan kelanjutan perjuangan di mana para muhajirin dapat mendirikan sebuah tanah air tempat hijrah mereka. Selama 13 tahun Islam merupakan agama tanpa tanah air dan rakyat tanpa negara. Hijrah yang merupakan tahap kedua di antara tahap-tahap da'wah adalah tahap perjuangan yang paling rumit. Apabila tahap perjuangan ini telah memiliki sifat petualangan, maka sesungguhnya petualangan itu hanyalah semacam perjuangan, bahkan macam perjuangan heroik tertinggi. Tahap perjuangan ini berhasil mendapat kemenangan. Iman mengalahkan kekuatan, roh mengalahkan materi dan kebenaran mengalahkan kebathilan. Sesungguhnya kebesaran dari kemenangan itu sulit digambarkan dan dinilai.
Kebebasan dari ketakutan dan perjuangan menuju keamanan. Kebebasan dari perbudakan dan perjuangan menuju kemerdekaan. Kebebasan dari kehinaan dan perjuangan menuju kemuliaan. Kebebasan dari kesempitan dan perjuangan menuju kelapangan. Kebebasan dari kelumpuhan dan perjuangan menuju keaktifan. Kebebasan dari kelemahan dan perjuangan menuju kekuatan. Dan kebebasan dari ikatan-ikatan bicara dan perjuangan menuju kebebasan berbicara.
Ruqayyah kembali kepada Tuhannya setelah menderita sakit demam. Kemudian Rasulullah SAW mengawinkan Utsman dengan Ummu Kultsum. Semoga Allah SWT merahmati Ruqayyah yang hijrah dua kali dan Utsman yang mempunyai dua cahaya, dan semoga Allah SWT membalas keduanya atas jihad dan kesabarannya dengan sebaik-baik balasan. Amiin yaa Robbal'aalamiin.
Isteri Ikrimah bin Abu Jahal
Sebuah figur dari iman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW serta lambang dari pengorbanan dan pembelaan di jalan Allah SWT. Sesungguhnya dia adalah wanita mujahid yang agung. Sebelum masuk Islam, dia keluar bersama suaminya untuk ikut dalam perang Uhud. Suaminya adalah Ikrimah bin Abu Jahal, dan dia harus berdiri dalam barisan Musyrikin.
Akan tetapi pada waktu penaklukan Mekkah, dia sendiri yang masuk Islam, tanpa suaminya. Adapun suaminya, Ikrimah bin Abu Jahal, maka dia telah minta perlindungan kepadanya. Maka kaum Muslimin pun melindunginya, akan tetapi Ikrimah telah kabur. Ummu Hakim keluar mencarinya, padahal Ikrimah telah kabur ke Yaman. Ummu Hakim menemukannya di Pesisir Tihamah. Ikrimah sudah berada di kapal. Maka Ummu Hakim meneriakinya :"Hai, putera pamanku, aku datang kepadamu dari orang yang paling pemurah, paling banyak berbuat kebajikan dan sebaik-baik manusia. Jangan binasakan dirimu ! Aku telah minta perlindungan bagimu dan dia telah melindungimu." Ikrimah berkata :"Engkau lakukan itu ?" Ummu Hakim menjawab, "Ya, aku berbicara kepadanya, lalu dia melindungimu."
Kemudian Ikrimah kembali bersamanya, Ikrimah datang dan berhenti di pintu Rasulullah SAW bersama isterinya. Ummu Hakim minta izin kepada Rasulullah SAW, lalu masuk. Umar r.a. mengabari Rasulullah SAW tentang kedatangan Ikrimah yang telah masuk Islam. Ummu Hakim termasuk wanita-wanita yang berada di sekitar Rasulullah SAW dalam menjalankan da'wah dan membelanya. Dia ikut dalam Perang Yarmuk dan menunjukkan keberanian yang baik di sana. Dia bertempur dengan sengit dalam Perang Marj Ash-Shafar (di dekat Damsyik). Dia keluar memegang tiang kemah dan membunuh 7 orang tentara Romawi dengan tiang itu.
Tidakkah Anda ketahui apa yang dilakukan wanita Muslim bagi suami dan agamanya ? Untuk mengetahui lebih rinci, lihatlah kitab-kitab rujukan berikut ini :
1. Taarikh Ath-Thabari
2. Ibnul Atsir, "Usudul Ghaabah"
3. Al-Muwaththa'
4. Ibnu Abdil Barr, "Al-Istii'aab"
5. Taarikh Ibnu Asakir
6. Thabaqat Ibnu Sa'ad
7. Ibnu Asakir
8. Hajar, "Al-Ishaabah"
9. Al-Baladziri, "Futuuhul Buldaan"
10. Ash-Shafadi, "Al-Waafy bil Wafayaat"
Dia seorang wanita yang fasih dan indah perkataannya. Dia selalu berhubungan dengan Allah SWT. Tidak kehilangan imannya kepada Allah di saat-saat yang paling sulit. Akan tetapi dia mengadukan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kami ketengahkan kisah Khaulah bersama suaminya di hadapan para suami dan isteri ketika terjadi perselisihan, perdebatan, perbantahan dan pertengkaran.
Khaulah berkata :"Demi Allah, mengenai aku dan Aus bin Shamit, Allah Azza wa Jalla menurunkan awal surah Al Mujaadilah. Dia berkata : "Ketika itu aku sedang berada di dekatnya. Dia adalah orang tua yang buruk kelakuannya dan sudah jemu." Khaulah berkata :"Pada suatu hari dia masuk kepadaku, lalu aku membantahnya karena sesuatu hal sehingga dia marah dan berkata :"Engkau terhadapku seperti punggung ibuku." Kemudian dia keluar, lalu duduk di tempat pertemuan kaumnya sesaat, setelah itu dia masuk dan menginginkan diriku. Maka aku katakan : Sekali-kali jangan. Demi Allah yang menguasai nyawaku, jangan lolos kepadaku sementara engkau telah mengatakan apa yang engkau katakan, hingga Allah dan Rasul-Nya memberi keputusan tentang kita."
Khaulah berkata : "Dia memaksaku, namun aku menolak. Aku berhasil mengalahkannya, sebagaimana halnya wanita yang berhasil mengalahkan laki-laki tua, maka aku berhasil menyingkirkannya dariku. Kemudian aku keluar menemui Rasulullah SAW, lalu duduk di hadapan beliau dan aku ceritakan kepada beliau perlakuan sang suami terhadap diriku. Aku adukan kepada beliau perlakuan buruk yang aku terima dari suamiku." Khaulah berkata :"Rasulullah SAW hanya bersabda :"Wahai, Khuwailah, putera pamanmu seorang tua yang sudah lanjut usianya, maka takutlah engkau kepada Allah."
Khaulah berkata :"Demi Allah, begitu aku pergi, turun Al-Qur'an mengenai diriku. Rasulullah SAW mengalami sesuatu yang biasa dialaminya, kemudian terbebas darinya. Maka beliau bersabda :"Wahai Khuwailah, Allah telah menurunkan wahyu mengenai dirimu dan temanmu. Kemudian beliau membacakan surah Al Mujaadilah :
"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguh nya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Orang-orang yang menzihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Orang-orang yang menzihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, mereka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allha; bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih." (Q.S. Al-Mujaadilah, 58:1-4)
Khaulah berkata :"Kemudian Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah dia membebaskan seorang budak. Maka aku katakan : Demi Allah, wahai Rasulullah, dia tidak punya budak untuk dibebaskan. Nabi SAW bersabda : Suruhlah dia berpuasa dua bulan berturut-turut. Maka aku katakan : Demi Allah, sesungguhnya dia seorang tua renta yang tidak berdaya. Nabi SAW bersabda : Suruhlah dia memberi makan orang miskin sebanyak 60 sha' kurma. Maka aku katakan : Wahai, Rasulullah, dia tidak mempunyai makanan sebanyak itu. Maka Rasulullah SAW bersabda : Kami akan membantumu dengan serangkai kurma. Maka aku katakan : Wahai Rasulullah, aku akan membantunya dengan serangkai kurma lagi. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : Engkau berbuat benar dan baik. Pergilah dan sedekahkan kurma itu baginya, kemudian perlakukan putera pamanmu dengan baik. Maka aku pun melakukannya." ["Al-Ishaabah, juz 8, halaman 618-620]
Inilah dia, Khaulah. Di dalam kisahnya terdapat pelajaran tentang kerukunan hidup suami isteri dan keikutsertaan dalam memperbaiki perpecahan dan pemeliharaan hubungan kerabat serta ketuaan usia antara suami isteri. Diriwayatkan, bahwa Umar bin Khaththab r.a. berjumpa dengannya di masa khilafahnya, ketika dia sedang menunggang seekor keledai dan orang-orang di sekelilingnya. Kemudian Khaulah menyuruhnya berhenti dan menasihatinya. Lalu dikatakan kepada Umar r.a. :"Apakah engkau bersikap demikian terhadap perempuan tua ini ?" Umar berkata :"Tahukah kalian, siapa wanita tua ini ? Dia adalah Khaulah binti Tsa'labah. Allah SWT mendengar perkataannya dari atas tujuh lapis langit. Apakah Tuhan semesta alam mendengar perkataannya, sedangkan Umar tidak mendengarnya ?" [Husnul Uswah bimaa Tsabata Minallaahi wa Rasuulihi fin Niswah]
Khaulah tidak mengandalkan kekerasan dan tidak berpikir mengenai kejahatan, karena itu bukan akhlaq Islam. Akan tetapi dia mencari penyelesaian di sisi Allah dan Rasul-nya, dan mengadukan perkaranya kepada Allah SWT yang menciptakannya, agar menghilangkan kesusahannya dan memberi kemudahan sesudah kesulitan. Jika Anda ingin mendengarnya ketika menyampaikan keluhan kepada Rasulullah SAW, maka marilah kita baca hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al-Hakim, dan disahihkannya, dan Baihaqi serta lainnya dari 'Aisyah r.a., dia berkata :
"Maha Suci Allah yang pendengaran-Nya mendengar segala sesuatu. Sungguh aku mendengar perkataan Khaulah binti Tsa'labah dan sebagiannya tidak bisa kudengar ketika dia mengadukan suaminya kepada Rasulullah SAW dan berkata : Wahai Rasulullah, dia menghabiskan masa mudaku dan aku banyak melahirkan anak untuknya. Setelah usiaku menjadi tua dan aku berhenti melahirkan, dia melakukan zihar terhadapku. Ya, Allah, aku mengeluh kepada-Mu."
Khaulah berkata :"Begitu aku pergi, Jibril a.s. turun membawa ayat-ayat ini." [Surah Al-Mujaadilah]
Nabi SAW telah berwasiat agar memperlakukan para wanita dengan baik dan beliau adalah teladan tertinggi dalam memperlakukan isteri-isterinya. Nabi SAW bersabda mengenai hal itu : "Tidaklah orang Mu'min mendapat faedah sesudah taqwa kepada Allah yang lebih baik daripada isteri yang sholeh. Jika dia menyuruhnya, maka sang isteri menaatinya. Jika dia memandang kepadanya, sang isteri menyenangkannya. Jika dia bersumpah kepadanya, maka sang isteri melakukannya. Jika dia tidak ada di rumah, sang isteri memelihara harta dan kehormatan suaminya." Nabi SAW bersabada : "Orang Mu'min yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaqnya, dan sebaik-baik kamu adalah yang terbaik terhadap isterinya." ["Kanzul 'Ummaal (9/258-261)]
Nabi SAW juga bersabda dalam akhir sebuah khotbahnya :"Perlakukan para wanita dengan baik." Dari Amru Ibnul Ahwash di sebuah hadits panjang dalam menceritakan haji Wada', dari Nabi SAW, beliau bersabda :"Perlakukanlah para isteri dengan baik, karena mereka adalah tawanan pada kalian. Kalian tidak berkuasa sedikit pun atas mereka selain itu, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji. Jika mereka melakukannya, maka jauhilah mereka dengan pukukan yang tidak menyakitkannya.
Jika mereka taat kepada kalian, maka janganlah mencari jalan untuk menyakiti hati mereka. Ketahuilah, bahwa kamu mempunyai hak pada isteri-isterimu dan isteri-isterimu mempunyai hak kepada kalian. Adapun hak kalian pada isteri-isterimu, maka mereka tidak boleh mengizinkan orang-orang yang tidak kalian sukai menginjak tempat tidurnya dan tidak boleh mengizinkan orang-orang yang tidak kamu sukai memasuki rumah-rumah kalian. Ketahuilah, sesungguhnya hak mereka pada kalian adalah kalian beri pakaian dan makanan yang baik kepada mereka." (HR. Tirmidzi dan disahihkannya)
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..