Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Akmal Sjafril: ITJ Didukung Oleh Aktifis Yang Ikhlas Dan Berorientasi Kerja

Akmal Sjafril:
Anak muda, kreatif dan cerdas, dari berbagai kelompok/organisasi Islam, berkumpul untuk menghadapi satu musuh: penyesatan bertopeng intelektual yang dijalankan oleh Jaringan Islam Liberal, atau yang dikenal dengan JIL. Dan sudah setahun gerakan yang bermula dari jejaring sosial yang diberi nama Indonesia Tanpa JIL (ITJ atau 1TJ) itu terbentuk. Bagaimana kiprah dan harapannya ke depan?

Islamedia berkesempatan mewawancarai seorang penggagas gerakan Indonesia Tanpa JIL. Langsung saja kita ikuti obrolan dengannya.

*****

Gerakan #IndonesiaTanpaJIL baru saja merayakan miladnya yang pertama. Bisa ceritakan awal berdirinya seperti apa?

Pertama, sebenarnya tidak ada perayaan. Hanya saja memang bertebar ucapan selamat di Twitter dan juga beberapa di antaranya dimuat di Islamedia. Selain itu, banyak yang bernostalgia di Timeline-nya masing-masing dengan menceritakan pengalamannya selama setahun berkenalan dengan #IndonesiaTanpaJIL.

Awalnya, #IndonesiaTanpaJIL ini hanya sekedar hashtag. Kami tidak mengetahui siapa yang memulainya duluan dan kapan ia dimulai, bahkan kami tidak tertarik untuk mencari tahu, sebab hal semacam itu tidak begitu penting. Yang jelas, hashtag ini menemukan momentumnya ketika kita melihat betapa media massa telah menunjukkan keberpihakannya pada aksi yang digelar oleh JIL di Bundaran HI pada tanggal 14 Februari 2012. Aksi itu cuma dihadiri segelintir orang, tapi publikasinya bukan main, dan media meresponnya seolah-olah aksi itu melibatkan ribuan orang. Setelah itu, hashtag ini semakin sering muncul, dan entah bagaimana ia pun digunakan sebagai nama sebuah gerakan yang dimulai di Twitter, kemudian di Facebook.

Yang membuat #IndonesiaTanpaJIL booming adalah diunggahnya video Fauzi Baadilla. Video itu sangat singkat dan sederhana, namun impact yang diberikannya luar biasa. Terbukti, sekitar sepuluh ribu orang bergabung di fanpage #IndonesiaTanpaJIL setelah video tersebut beredar. Nah, tanggal beredarnya video tersebut – yaitu 18 Februari 2012 – itulah yang kini disepakati sebagai hari milad #IndonesiaTanpaJIL, walaupun sebenarnya hashtag ini sudah dipergunakan beberapa hari sebelum tanggal itu. Begitulah sejarah kelahiran #IndonesiaTanpaJIL.

Apakah gerakan ini hanya aktif di dunia maya?

Sebenarnya, perkembangan #IndonesiaTanpaJIL itu berjalan secara alamiah saja. Jujur saja, pada awalnya, tak ada yang punya rencana terlalu jauh untuk #IndonesiaTanpaJIL. Tadinya, #IndonesiaTanpaJIL hanya sebuah hashtag yang kami gunakan bersama, tidak lebih. Kemudian ada wacana untuk membuat kaos #IndonesiaTanpaJIL, agar pesan ini ‘sampai’ juga ke jalan-jalan, dan kaos ini pertama kali dikenakan ketika kami berpartisipasi dalam aksi 9 Maret 2012 di Bundaran HI yang diprakarsai oleh FUI. Setelah itu, muncullah ide untuk menyebarluaskan kesesatan JIL melalui aksi sebar flyer, yang pertama kali dilakukan di acara Islamic Book Fair, Senayan, pada bulan Maret 2012. Selanjutnya, seperti yang dapat dilihat sekarang, #IndonesiaTanpaJIL bergerak aktif di dunia nyata, dan bukan hanya di dunia maya saja.

Apakah target dari gerakan #IndonesiaTanpaJIL ini? Perlu berapa lama kira-kira untuk mencapai target itu?

Mission statement #IndonesiaTanpaJIL saya rasa sudah cukup jelas dari namanya, yaitu untuk membubarkan seluruh jaringan Islam liberal. Meskipun di namanya hanya disebutkan JIL, namun target kami bukan hanya JIL saja. Sebab, yang tergabung sebagai pengurus JIL itu hanya segelintir orang saja. Adapun fungsi JIL itu sendiri, sesuai penamaannya, adalah menghubungkan lembaga-lembaga berideologi Islam liberal ke dalam sebuah jaringan. Jadi, JIL ini menghubungkan banyak pihak, dan semua yang ada dalam jaringan itu adalah sasaran kerja #IndonesiaTanpaJIL.

Adapun mengenai berapa lama tugas itu akan tercapai, kami tidak punya target. Kami menyadari sepenuhnya bahwa Islam liberal adalah puncak dari gunung es. Ada banyak permasalahan umat yang menumpuk selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, sehingga menyebabkan lahirnya Islam liberal hingga pada bentuknya yang sekarang. Masalah yang menumpuk puluhan tahun tentunya sulit untuk diharapkan bisa tuntas dalam 1-2 tahun. Oleh karena itu, sejak awal #IndonesiaTanpaJIL didirikan, kami sudah siap untuk menghadapi tahun-tahun yang berat.

Apa hambatan yang dirasakan selama setahun ini?

Dari eksternal, tentunya ada perlawanan dari pihak JIL dan para pengikutnya sendiri. Akan tetapi, yang satu ini kami anggap masalah kecil, karena biasanya pihak JIL tidak mampu berargumen dengan baik. Ada juga pihak-pihak yang masih belum mengenal permasalahan dengan baik, sehingga mereka banyak berprasangka buruk dengan #IndonesiaTanpaJIL. Kalau fitnah, kami sudah terbiasa. Ketika #IndonesiaTanpaJIL baru berdiri, ada yang bilang bahwa gerakan ini hanya dibuat untuk memenangkan PKS di Pilkada DKI Jakarta. Setelah itu, ada yang menghembuskan isu bahwa gerakan ini dibentuk oleh FPI. Di Kalimantan muncul isu bahwa #IndonesiaTanpaJIL adalah bikinan HTI. Di Cikeas, beredar pula kabar bahwa gerakan ini adalah bagian dari aliran yang mereka sebut sebagai Wahabi. Kita memang harus maklum, umat Muslim Indonesia memang banyak yang mudah terkotak-kotakkan dan mudah terprovokasi. Karena itu, berita-berita bohong cepat sekali menyebar tanpa tabayyun sebelumnya.

Dari sisi internal, ada tantangan tersendiri untuk mengelola sebuah gerakan yang menaungi seluruh umat dari harakah, madzhab dan pandangan yang berbeda-beda. Sudah bukan rahasia lagi, beberapa harakah yang berkembang di Indonesia memiliki perbedaan yang sangat tajam dalam berbagai hal, dan karenanya, cukup sulit untuk dipersatukan, apalagi jika ada provokasi yang menghadang. Meski demikian, saya optimis #IndonesiaTanpaJIL akan terus survive, karena ia didukung oleh para aktivis yang ikhlash dan berorientasi pada kerja. Pada saatnya nanti, semua perdebatan itu akan mereda sendiri dan kehilangan relevansinya, sebab persamaan di antara umat ini jauh lebih banyak daripada perbedaannya.

Gerakan #IndonesiaTanpaJIL ini kabarnya diramaikan oleh para selebritis. Siapa saja mereka?

Yang paling pertama dan paling dikenal orang barangkali adalah Fauzi Baadilla. Beliau sudah mendukung gerakan ini sejak awal. Kemudian ada Noor Al Kautsar atau Ucay, mantan vokalis band Rocket Rockers yang cukup dikenal di kalangan pemuda, terutama di Bandung. Setelah itu, ada Arie Untung, Ridho Rhoma, dan beberapa artis lainnya. Beberapa artis lokal seperti duo Young Ikhwan juga kerap terlibat dalam kegiatan-kegiatan #IndonesiaTanpaJIL. Selebritis atau tidak, siapa pun yang prihatin pada masalah Islam liberal insya Allah akan nyaman bergabung di #IndonesiaTanpaJIL.

Apa motivasi para selebriti itu bergabung dengan #IndonesiaTanpaJIL? Dan manfaat apa yang didapat #IndonesiaTanpaJIL sendiri dengan adanya artis-artis itu?

Insya Allah niat mereka ikhlash lillaahi ta’ala. Sebab, kalau mencari keuntungan materi, sama sekali tidak ada gunanya mendukung #IndonesiaTanpaJIL, ha.. ha.. Kalau mencari publisitas, nampaknya itu pun tak ada gunanya, karena media massa mainstream nampaknya lebih ‘akrab’ dengan JIL daripada dengan para penentangnya. Sebaliknya, justru #IndonesiaTanpaJIL-lah yang mendapat keuntungan publisitas dari bergabungnya para artis tersebut. Tapi bagaimana pun juga, bukan itu target utama kami. Misi #IndonesiaTanpaJIL adalah menjangkau seluruh kalangan umat.

Mengapa di #IndonesiaTanpaJIL nampaknya lebih menonjol para artisnya ketimbang cendekiawan Muslim seperti di INSISTS? Apakah #IndonesiaTanpaJIL tidak mengundang mereka?

Para cendekiawan seperti yang di INSISTS mendukung sepenuhnya gerakan #IndonesiaTanpaJIL. Hanya saja, lapangan dakwah kami memang sangat berbeda. Jika INSISTS bertugas mencetak kaum cendekiawan, maka #IndonesiaTanpaJIL menyentuh kalangan akar rumput untuk menumbuhkan kepedulian mereka terhadap bahaya Islam liberal yang mengancam generasi muda kita. Kalau kepedulian itu sudah tumbuh, dengan sendirinya mereka akan mencari ilmu setinggi-tingginya. Oleh karena itu, #IndonesiaTanpaJIL pun aktif menggelar kajian-kajian keilmuan dengan mengundang tokoh-tokoh seperti ustadz Adnin Armas dan Dr. Adian Husaini. Keduanya adalah peneliti di INSISTS juga.

Apa tanggapan masyarakat terhadap #IndonesiaTanpaJIL selama setahun belakangan ini?

Sejauh ini, tanggapannya selalu bagus. Sebenarnya di luar sana banyak sekali pihak yang concern dengan masalah-masalah seperti Islam liberal ini, hanya saja mungkin selama ini mereka belum menemukan forum yang tepat. Sebelumnya, saya mengira isu ini hanya akan direspon oleh kalangan mahasiswa dan golongan profesional, namun ternyata saya salah. Animo para pelajar SMA, berdasarkan pengalaman membedah isu Islam liberal di berbagai sekolah, ternyata sangat besar.

Apa harapan #IndonesiaTanpaJIL ini ke depan?

Sesuai amanah Silaturrahim Nasional #IndonesiaTanpaJIL bulan November 2012 yang lalu, pekerjaan kami – setidaknya sampai Silatnas berikutnya – akan difokuskan pada kelompok pelajar dan mahasiswa. Karena itu, #IndonesiaTanpaJIL akan ‘membuka sayap’ sebanyak-banyaknya di sekolah-sekolah dan kampus-kampus. Jika para pelajar dan mahasiswa telah memiliki ‘antibodi’ terhadap serangan virus Islam liberal, maka propaganda mereka akan percuma saja. Kalangan pelajar dan mahasiswa inilah yang akan jadi tumpuan umat di masa depan dalam menghadapi perang pemikiran.

http://www.islamedia.web.id/2013/02/akmal-sjafril-itj-didukung-oleh-aktifis.html

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......