Fenomena khalwat (berdua-duan) dan ikhtilat (campur baur) yang
terjadi di antara pria dan wanita yang bukan mahram saat ini sungguh
sangat memprihatinkan. Dengan alasan ‘gaul’, mereka demikian bebas
melakukannya tanpa memperhatikan adab-adab Islam tentang hal itu.
Hendaklah kaum pria dan wanita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Alangkah
baiknya jika mereka menjauhi khalwat dan ikhtilat guna menutup jalan
yang mengarah kepada perbuatan zina. Hindarilah hal-hal yang ‘sepele’,
berupa ‘telepon-teleponan’ maupun ‘chating’ yang tidak jelas tujuannya.
Berikut ini kami ingatkan adab-adab yang harus diperhatikan oleh
setiap muslim agar mereka terhindar dari perbuatan zina yang tercela:
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan
matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan, apalagi diiringi
syahwat. Perhatikanlah firman Allah berikut ini,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ
أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُن
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُن
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian
itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya…” (QS. An-Nur, 24: 30-31)
Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Karena itu jagalah mata
agar terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا عَلِيُّ لاَ تُنْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَاِنَّ لَكَ اْلأُوْلَى وَ لَيْسَتْ لَكَ الثَّانِيَةُ
“Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada
wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena pandangan yang
pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya
masing-masing dengan cara berbusana islami. Secara khusus bagi kaum
wanita Allah SWT berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
ke dadanya…” (QS. 24: 31).
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak
perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Al-Ahzab, 33: 59)
Dalam hal menjaga aurat, Nabi menegaskan sebuah adab yang harus diperhatikan, beliau bersabda:
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ
الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي
الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلاَ تُفْضِي
الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ.
“Janganlah seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan jangan
pula wanita melihat aurat wanita lainnya. Seorang pria tidak boleh
bersama pria lainnya dalam satu kain, dan tidak boleh pula wanita
bersama wanita lainnya dalam satu kain.” (HR. Muslim)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra, 17: 32).
Contoh perbuatan mendekati zina adalah ber-khalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perbuatan tercela ini dengan sabdanya,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الاخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِاِمْرَاَةٍ فَاِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيطَانُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah
berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahramnya) karena
sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan.” (HR. Ahmad).
Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara
yang bisa ‘membangkitkan syahwat’. Arahan mengenai hal ini kita temukan
dalam firman Allah,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ
اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي
قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan
lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan
ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. Al-Ahzab, 33: 32)
Berkaitan dengan suara perempuan, Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan
dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan
lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اِنِّى لاَ اُصَافِحُ النِّسَاءَ
“Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Dalam keterangan lain disebutkan,
مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ يَدَامْرَاَةٍ لاَ يَمْلِكُهَا قَطٌّ
“Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada
umatnya agar melakukan tindakan preventif sebagai upaya penjagaan hati
dari bisikan syaithan. Wallahu a’lam.
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni
berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat yang dapat mendorong
kepada fitnah. Hal ini diungkapkan Abu Asied,
خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ مِنَ الْمَسْجِدِ
وَقَدِ اخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِى الطَّرِيقِ, فَقَالَ:
اِسْتَأخِرْنَ فَلَيسَ لَكُنَّ اَنْ تَحْقُقْنَ الطَّريْقَ, عَلَيْكُنَّ
بِحَافَاتِ الطَّريْقِ.
“Rasulullah saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu
bercampur baur laki-laki dan wanita di jalan, maka beliau berkata:
“Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian bagian tengah jalan;
bagian kalian adalah pinggir jalan.” (HR. Abu Dawud).
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang
harus menjaga batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah
dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita kepada kebenaran dan menjauhkan kita dari perbuatan tercela dan tidak terpuji. Amin.
Wallahu A’lam…
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..