Layaknya sebuah kertas yang sudah kejatuhan atau tergores oleh tinta
hitam, tentu akan sangat sulit untuk dibersihkan. Begitu juga dengan
hati dan pikiran kita, semua rekaman dan rasa yang menjamah pasti
adakalanya membekas selama kita masih hidup.
Dalam konteks kehidupan yang kita alami setiap hari, harus kita yakini bahwa setiap episode kehidupan yang kita lalui tentu tak akan pernah lepas dari keterlibatan interaksi diri kita dengan orang-orang yang selama ini dekat dengan diri kita, baik itu orang tua, saudara, ataupun sahabat kita. Keterlibatan antara kita dengan orang lain inilah yang terkadang menyisakan banyak kisah, baik kisah yang indah untuk dikenang, maupun kisah buruk yang sulit untuk dilupakan.
Kisah yang indah bisa muncul dari berbagai macam kolaborasi antara tindakan, rasa dan persepsi, serta nilai-nilai kebaikan yang menyertai jalannya episode kehidupan yang dinilai memiliki makna yang membuat hati nyaman dan mampu merangsang pikiran untuk menyimpan rekaman kisah ini secara permanen di dalam otak. Karena output dari kisah indah ini adalah kebahagiaan dan kasih sayang. Sementara kisah yang buruk dan sulit dilupakan muncul dari prasangka, dan tindakan negatif yang membuat hati tidak nyaman untuk menerimanya dan pikiran sulit untuk melupakannya, outputnya adalah kebencian.
Harus kita akui bahwa setiap insan termasuk diri kita tidak akan pernah luput dari kesalahan, baik kesalahan yang sengaja ataupun tak disengaja. Dan harus kita akui bahwa setiap insan di dunia ini pasti pernah melakukan nilai-nilai kebaikan yang luhur baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adakalanya kesalahan yang orang lain perbuat kepada diri kita membuat kita sulit untuk melupakannya atau meremovenya dari memory kenangan kita. Ketika bertemu dengan orang yang melakukan kesalahan terhadap diri kita maka yang akan muncul dari benak kita adalah lintasan kesalahan kesalahan yang diperbuatnya, dengan melupakan semua kebaikan yang pernah ia perbuat untuk diri kita. Bukankah kebencian atau amarah yang terpendam tanpa maaf akan menumbuhkan tunas kedengkian dalam hati yang membuat darah semakin panas? Lantas sampai kapan kita akan terus menyimpan semua perbuatan salah yang orang lain lakukan pada diri kita dan melupakan nilai kebaikan yang diperbuatnya untuk diri kita?
Teringat pesan yang begitu berharga dari seorang Murabbi yang begitu santun dalam tutur katanya ketika ia memberikan nasehat, yaitu “Akhi ada 2 hal yang harus kita lupakan dalam hidup kita, yaitu “Kesalahan yang orang lain perbuat pada diri kita, dan kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain, dan ada 2 hal yang harus kita ingat dalam hidup kita, kesalahan yang kita lakukan kepada orang lain, serta kebaikan yang orang lain lakukan untuk kita.”
Ya kesalahan yang orang lain lakukan pada diri kita tak akan ada manfaatnya jika terus kita ingat dan kita simpan dalam lerung qolbu dan lintasan pikiran kita, justru semakin kita ingat maka akan semakin timbul rasa benci yang amat sangat, bukankah memaafkan itu indah sebagaimana firman Allah:
“…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134)
”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh…” (QS. Al A’raaf [7] ; 199)
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syuura: 43)
Masih banyak ayat yang lain dari pesan cinta Allah untuk kita tentang urgensi memaafkan kesalahan orang lain. Sungguh memaafkan itu lebih indah dibandingkan dengan terus mendendam tiada arti. Kemudian mengenai kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain bukanlah sesuatu hal yang harus kita pamerkan. Niat dan keikhlasan kita dalam beramal menjadi penilaian tersendiri di hadapan Allah.
Maka jadilah sebuah pohon yang rindang serta lebat buahnya yang tumbuh subur di tengah jalanan, ikhlas memberikan kesejukan bagi mereka yang berteduh dan sabar di lemari batu untuk di ambil buahnya. Semakin banyak kita ingat kebaikan yang kita lakukan dan kita ungkit kembali di hadapan orang yang kita tolong maka semakin muncul sifat riya’ ke dalam permukaan hati.
Sungguh di balik setiap kebaikan yang kita lakukan dan orang lain lakukan kepada diri kita Allah SWT tahu itu semua. Dan juga karena setiap kebaikan itu adalah sedekah. Dari Jabir bin Abdullah RA, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Semua kebaikan itu adalah sedekah.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Jadi mulai saat ini juga ada 2 hal yang harus kita lupakan dalam hidup kita, yaitu “Kesalahan yang orang lain perbuat pada diri kita, dan kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain,” dan ada 2 hal yang harus kita ingat dalam hidup kita, “Kesalahan yang kita lakukan kepada orang lain, serta kebaikan yang orang lain lakukan untuk kita.”
Latihlah kesabaranmu dengan memaafkan kesalahan orang lain terhadap dirimu, karena, “Sungguh, Allah ‘azza wa jalla bersama orang yang sabar.” (QS. al-Anfal [8] : 46)
Dan latihlah keikhlasanmu dengan tidak mengungkit setiap kebaikan yang kau kerjakan, cukuplah Allah dan Malaikat yang menjadi saksi.
“Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima pahalanya, dan barangsiapa yang melakukan keburukan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima balasannya.” (Qs. Az-Zalzalah: 7-8)
Wallahualam Bissawab..
Gunawan Alfarizi
Dalam konteks kehidupan yang kita alami setiap hari, harus kita yakini bahwa setiap episode kehidupan yang kita lalui tentu tak akan pernah lepas dari keterlibatan interaksi diri kita dengan orang-orang yang selama ini dekat dengan diri kita, baik itu orang tua, saudara, ataupun sahabat kita. Keterlibatan antara kita dengan orang lain inilah yang terkadang menyisakan banyak kisah, baik kisah yang indah untuk dikenang, maupun kisah buruk yang sulit untuk dilupakan.
Kisah yang indah bisa muncul dari berbagai macam kolaborasi antara tindakan, rasa dan persepsi, serta nilai-nilai kebaikan yang menyertai jalannya episode kehidupan yang dinilai memiliki makna yang membuat hati nyaman dan mampu merangsang pikiran untuk menyimpan rekaman kisah ini secara permanen di dalam otak. Karena output dari kisah indah ini adalah kebahagiaan dan kasih sayang. Sementara kisah yang buruk dan sulit dilupakan muncul dari prasangka, dan tindakan negatif yang membuat hati tidak nyaman untuk menerimanya dan pikiran sulit untuk melupakannya, outputnya adalah kebencian.
Harus kita akui bahwa setiap insan termasuk diri kita tidak akan pernah luput dari kesalahan, baik kesalahan yang sengaja ataupun tak disengaja. Dan harus kita akui bahwa setiap insan di dunia ini pasti pernah melakukan nilai-nilai kebaikan yang luhur baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adakalanya kesalahan yang orang lain perbuat kepada diri kita membuat kita sulit untuk melupakannya atau meremovenya dari memory kenangan kita. Ketika bertemu dengan orang yang melakukan kesalahan terhadap diri kita maka yang akan muncul dari benak kita adalah lintasan kesalahan kesalahan yang diperbuatnya, dengan melupakan semua kebaikan yang pernah ia perbuat untuk diri kita. Bukankah kebencian atau amarah yang terpendam tanpa maaf akan menumbuhkan tunas kedengkian dalam hati yang membuat darah semakin panas? Lantas sampai kapan kita akan terus menyimpan semua perbuatan salah yang orang lain lakukan pada diri kita dan melupakan nilai kebaikan yang diperbuatnya untuk diri kita?
Teringat pesan yang begitu berharga dari seorang Murabbi yang begitu santun dalam tutur katanya ketika ia memberikan nasehat, yaitu “Akhi ada 2 hal yang harus kita lupakan dalam hidup kita, yaitu “Kesalahan yang orang lain perbuat pada diri kita, dan kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain, dan ada 2 hal yang harus kita ingat dalam hidup kita, kesalahan yang kita lakukan kepada orang lain, serta kebaikan yang orang lain lakukan untuk kita.”
Ya kesalahan yang orang lain lakukan pada diri kita tak akan ada manfaatnya jika terus kita ingat dan kita simpan dalam lerung qolbu dan lintasan pikiran kita, justru semakin kita ingat maka akan semakin timbul rasa benci yang amat sangat, bukankah memaafkan itu indah sebagaimana firman Allah:
“…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134)
”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh…” (QS. Al A’raaf [7] ; 199)
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Asy-Syuura: 43)
Masih banyak ayat yang lain dari pesan cinta Allah untuk kita tentang urgensi memaafkan kesalahan orang lain. Sungguh memaafkan itu lebih indah dibandingkan dengan terus mendendam tiada arti. Kemudian mengenai kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain bukanlah sesuatu hal yang harus kita pamerkan. Niat dan keikhlasan kita dalam beramal menjadi penilaian tersendiri di hadapan Allah.
Maka jadilah sebuah pohon yang rindang serta lebat buahnya yang tumbuh subur di tengah jalanan, ikhlas memberikan kesejukan bagi mereka yang berteduh dan sabar di lemari batu untuk di ambil buahnya. Semakin banyak kita ingat kebaikan yang kita lakukan dan kita ungkit kembali di hadapan orang yang kita tolong maka semakin muncul sifat riya’ ke dalam permukaan hati.
Sungguh di balik setiap kebaikan yang kita lakukan dan orang lain lakukan kepada diri kita Allah SWT tahu itu semua. Dan juga karena setiap kebaikan itu adalah sedekah. Dari Jabir bin Abdullah RA, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Semua kebaikan itu adalah sedekah.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Jadi mulai saat ini juga ada 2 hal yang harus kita lupakan dalam hidup kita, yaitu “Kesalahan yang orang lain perbuat pada diri kita, dan kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain,” dan ada 2 hal yang harus kita ingat dalam hidup kita, “Kesalahan yang kita lakukan kepada orang lain, serta kebaikan yang orang lain lakukan untuk kita.”
Latihlah kesabaranmu dengan memaafkan kesalahan orang lain terhadap dirimu, karena, “Sungguh, Allah ‘azza wa jalla bersama orang yang sabar.” (QS. al-Anfal [8] : 46)
Dan latihlah keikhlasanmu dengan tidak mengungkit setiap kebaikan yang kau kerjakan, cukuplah Allah dan Malaikat yang menjadi saksi.
“Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima pahalanya, dan barangsiapa yang melakukan keburukan sebesar biji zarah niscaya ia akan menerima balasannya.” (Qs. Az-Zalzalah: 7-8)
Wallahualam Bissawab..
Gunawan Alfarizi
http://www.islamedia.web.id/2012/12/ingat-kesalahan-sendiri-lupakan.html
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..