Seorang pejuang islam tersohor yang dilahirkan pada tahun 1137 Masehi dalam masa perang salib yang paling termasyur, dialah Salahuddin Al Ayyubi.
Dikenal juga sebagai Saladin, sang macan perang salib. Kepemimpinan,
keberanian dan kehalusan budi pekertinya telah diakui oleh semua
kalangan, baik di kalangan Islam maupun non Islam.
Nama aslinya adalah Yusuf bin Najmuddin. Salahuddin merupakan nama gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Beliau dilahirkan di Tikrit pada tahun 532 H yang bertepatan dengan tahun 1138 M, sebuah wilayah Kurdi di utara Iraq.
Singkat cerita, Salahuddin mencoba merebut kembali Jerusalem yang telah berhasil diduduki pasukan salib semenjak 1099. Usahanya berhasil, dimana akhirnya pada tahun 1187, Baitul Maqdis kembali dikuasai pasukan Muslimin.
Pasukan salib mencoba merebut kembali Jerusalem, dimana pimpinan pasukan salib saat itu di bawah komando Richard the Lion Heart dari Ingris. Namun usaha pasukan salib sia-sia belaka, Salahuddin berhasil mempertahankan Jerusalem. Pada tahun 1192 Salahuddin dan Richard menandatangani perjanjian perdamaian, yaitu perjanjian Ramla, di mana ditetapkan bahwa Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris.
Setiap bertempur, Salahuddin selalu menghindari terjadinya pertumpahan darah. Kepada anaknya ia pernah berpesan :
"Anakku, jangan tumpahkan darah, sebab darah yang terpercik tak akan tertidur," katanya.
Kata-kata tersebut menunjukkan bahwa Salahuddin bukanlah seorang yang haus darah dan haus peperangan. Beliau adalah seorang pemimpin yang cinta damai. Sekali pun terjadi perang, beliau selalu mengupayakan untuk tidak menumpahkan darah sebanyak mungkin.
Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah, yang dilakukan Saladin bukanlah melakukan pembantaian massal atau menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam. Padahal, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Bahkan, ketika Salahuddin memerintah di tanah Jerusalem, beliau memuliakan pemeluk agama lain. Salahuddin berujar, “Muslim yang bails harus memuliakan tempat ibadah agama lain!”
Kebiasaan Sultan Salahuddin adalah membacakan Kitab Suci Al-Quran kepada pasukannya menjelang pertempuran berlangsung. Beliau juga sangat disiplin menjaga setiap puasanya dan tidak pernah lalai mengerjakan solat lima waktu hingga akhir hayatnya. Minumannya tidak lain dari air kosong saja, memakai pakaian yang terbuat dari bulu yang kasar, dan suatu ketika Beliau juga mengizinkan dirinya untuk dipanggil ke depan pengadilan karena suatu tuduhan fitnah. Beliau mengajar sendiri anak-anaknya mengenai agama Islam. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang:
“Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.
Pemimpin pasukan Islam ini bersikap baik juga pada musuhnya. Salah satunya adalah kepada Raja Richard Berhati Singa (Richard the lion heart) yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.
Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazahnya tercengang karena ternyata Sultan Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan panglima besar tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.
Berikut kata-kata bijak yang sempat beliau ucapkan, yang sungguh dapat menggugah semangat bagi mereka yang berjuang di jalan Allah
1. Aku meminta kekuatan dan Allah memberikanku kesulitan untuk membuatku semakin kuat
2. Aku meminta kebijaksanaan dan Allah memberikanku permasalahan untuk kuselesaikan
3. Aku meminta kemakmuran dan Allah memberiku kecakapan dan energi untuk bekerja
4. Aku meminta keberanian dan Allah memberikanku rintangan untuk kuatasi
5. Aku meminta cinta dan Allah memberikanku orang-orang yang dalam masalah untuk kutolong
6. Aku meminta kemurahan hati dan Allah memberikanku kesempatan
7. Aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tetapi aku selalu mendapatkan apa yang aku butuhkan
Sumber: resensiakhirzaman
Nama aslinya adalah Yusuf bin Najmuddin. Salahuddin merupakan nama gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Beliau dilahirkan di Tikrit pada tahun 532 H yang bertepatan dengan tahun 1138 M, sebuah wilayah Kurdi di utara Iraq.
Singkat cerita, Salahuddin mencoba merebut kembali Jerusalem yang telah berhasil diduduki pasukan salib semenjak 1099. Usahanya berhasil, dimana akhirnya pada tahun 1187, Baitul Maqdis kembali dikuasai pasukan Muslimin.
Pasukan salib mencoba merebut kembali Jerusalem, dimana pimpinan pasukan salib saat itu di bawah komando Richard the Lion Heart dari Ingris. Namun usaha pasukan salib sia-sia belaka, Salahuddin berhasil mempertahankan Jerusalem. Pada tahun 1192 Salahuddin dan Richard menandatangani perjanjian perdamaian, yaitu perjanjian Ramla, di mana ditetapkan bahwa Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris.
Setiap bertempur, Salahuddin selalu menghindari terjadinya pertumpahan darah. Kepada anaknya ia pernah berpesan :
"Anakku, jangan tumpahkan darah, sebab darah yang terpercik tak akan tertidur," katanya.
Kata-kata tersebut menunjukkan bahwa Salahuddin bukanlah seorang yang haus darah dan haus peperangan. Beliau adalah seorang pemimpin yang cinta damai. Sekali pun terjadi perang, beliau selalu mengupayakan untuk tidak menumpahkan darah sebanyak mungkin.
Saladin merebut Jerusalem kembali di musim panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Dan ketika pasukan Kristen itu akhirnya kalah, yang dilakukan Saladin bukanlah melakukan pembantaian massal atau menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam. Padahal, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Bahkan, ketika Salahuddin memerintah di tanah Jerusalem, beliau memuliakan pemeluk agama lain. Salahuddin berujar, “Muslim yang bails harus memuliakan tempat ibadah agama lain!”
Kebiasaan Sultan Salahuddin adalah membacakan Kitab Suci Al-Quran kepada pasukannya menjelang pertempuran berlangsung. Beliau juga sangat disiplin menjaga setiap puasanya dan tidak pernah lalai mengerjakan solat lima waktu hingga akhir hayatnya. Minumannya tidak lain dari air kosong saja, memakai pakaian yang terbuat dari bulu yang kasar, dan suatu ketika Beliau juga mengizinkan dirinya untuk dipanggil ke depan pengadilan karena suatu tuduhan fitnah. Beliau mengajar sendiri anak-anaknya mengenai agama Islam. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang:
“Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.
Pemimpin pasukan Islam ini bersikap baik juga pada musuhnya. Salah satunya adalah kepada Raja Richard Berhati Singa (Richard the lion heart) yang datang dari Inggris untuk mengalahkannya. Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.
Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazahnya tercengang karena ternyata Sultan Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan panglima besar tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.
Berikut kata-kata bijak yang sempat beliau ucapkan, yang sungguh dapat menggugah semangat bagi mereka yang berjuang di jalan Allah
1. Aku meminta kekuatan dan Allah memberikanku kesulitan untuk membuatku semakin kuat
2. Aku meminta kebijaksanaan dan Allah memberikanku permasalahan untuk kuselesaikan
3. Aku meminta kemakmuran dan Allah memberiku kecakapan dan energi untuk bekerja
4. Aku meminta keberanian dan Allah memberikanku rintangan untuk kuatasi
5. Aku meminta cinta dan Allah memberikanku orang-orang yang dalam masalah untuk kutolong
6. Aku meminta kemurahan hati dan Allah memberikanku kesempatan
7. Aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tetapi aku selalu mendapatkan apa yang aku butuhkan
Sumber: resensiakhirzaman
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..