PADA akhir tahun 1948, Sayyid Quthb meninggalkan Iskandariah, Mesir,
menuju Amerika melalui Kapal Api dengan melintasi laut tengah dan
mengarungi samudera Atlantik. Diatas kapal api itu banyak persitiwa yang
membekas dalam hatinya. Bahkan kenangan dalam perjalanan menuju Amerika
itu banyak dituangkan saat ia menulis Tafsir Fii Dzhilalil Qur’an.
Salah satu kisahnya saat beliau melihat seorang misionaris Kristen
berupaya mengkristenkan umat Islam yang menumpang kapal tersebut.
Kejadian itu berlangsung tepat ketika waktu bergulir menuju Shalat
Jum’at.
Sayyid Quthb melihat sang misionaris tidak ubahnya pendeta-pendeta
pada umumnya yang menawarkan ajaran agama Kristen yang sangat kacau.
Sontak saja, hal ini membangkitkan rasa dan semangat keimanannya untuk
menjaga akidah saudara semuslimnya. Tidak butuh menunggu waktu lama, ia
segera menghubungi kapten kapal untuk meminta izin mendirikan Sholat
Jum’at di atas kapal. Semua orang Islam, berikut awak kapal pun kemudian
mendatangi panggilan Shalat Jum’at yang diinisiasikan Sayyid Quthb. Ia
kemudian bertindak sebagai khotib dan usut siapa sangka Sayyid Quthb
ternyata tengah melakukan perubahan besar dalam kapal tersebut.
Rupanya, shalat Jum’at yang ia pimpin adalah shalat Jum’at pertama
yang didirikan di kapal tersebut. Mengenai hal ini, Sayyid Quthb sempat
menulisnya dalam Tafsir Fii Dzihilalil Qur’an saat membahas Surat Yunus.
“Nahkoda kapal (seorang Inggris) memberikan kemudahan kepada kami
untuk menunaikan shalat. Ia memberikan kelonggaran kepada para awak
kapal, para juru masak, dan para pelayannya, yang kesemuanya beragama
Islam untuk menunaikan shalat Jum’at bersama kami asalkan tidak ada
tugas saat waktu itu. Mereka sangat bergembira, karena ini merupakan
kali pertama dilaksanakannya shalat Jum’at di kapal tersebut.”
Sayyid bersama para jama’ah kemudian menjadi santapan para
penumpang asing. Gerakan Sholat Sayyid dan kaum muslimin terasa asing
bagi mereka namun memendam kelembutan ibadah yang begitu syahdu. Hingga
sesaat setelah shalat Juma’at dilaksanakan, banyak diantara orang asing
mendatangi Sayyid dan para jama’ah seraya mengucapkan selamat dan sukses
atas ibadah Jum’at yang baru saja dilaksanakan. Sayyid Quthb pun
menulis kenangan itu dalam Kitab Fi Dzhilalil Qur’annya,
“Saya bertindak sebagai Khatib dan imam shalat Jum’at itu. Para
penumpang yang sebagian besarnya orang asing itu duduk-duduk
berkelompok-kelompok menyaksikan kami shalat. Setelah menunaikan shalat
banyak dari mereka, yang datang kepada kami untuk mengucapkan selamat
atas kesuksesan kami melaksanakan tugas suci. Dan ini merupakan puncak
pengetahuan mereka tentang shalat kami.”
Salah satu orang yang mendatangi jama’ah Sayyid Quthb ialah seorang
wanita Nashrani berkebangsaan Yugoslavia yang melarikan diri dari
tekanan dan ancaman komunis Teito. Wanita itu mengaku takjub atas
kesyahduan dan ketertiban Shalat Jum’at yang didirikan kaum muslimin.
Air matanya pun tak kuasa jatuh tak terbendung mengetahui betapa
nilai-nilai rabbani yang dilantunkan Sayyid Quthb mampu menyentuh
perasaannya.
Dengan diliputi rasa heran, ia pun bertanya-tanya alunan musik apa
yang baru saja dibacakan Sayyid Quthb. Tidak pernah rasanya dalam hidup
ia mendengar untaian Syahdu yang begitu merasuk ke dalam kalbu. Iramanya
lembut dan bahasanya pun penuh ketentraman hati. Jadi, bacaan seperti
ini sangatlah asing dalam agamanya. Dan begitu kagetnya sang wanita
nashrani itu ketika mengetahui bahwa bahasa yang dilantunkan Sayyid
Quthb dalam Shalat Jum’at adalah ayat-ayat Al Qur’anul Karim, sebuah
kitab suci mulia bagi umat muslim.
Inilah yang membuat Sayyid Quthb semakin memahami bagaimana kekuatan
redaksional ayat Qur’an begitu mempesona. Tidak hanya bagi umat muslim,
juga bagi non muslim. Karena ucapan takjub itu keluar dari mulut seorang
wanita yang belum pernah mendengar satu huruf pun di dalam Al Qur’an,
apalagi memahaminya. Tentang kejadian itu, Sayyid Quthb menulis dalam
Kitab Fii Dzhilalil Qur’an,
“Terjadinya peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa serupa lainnya,
yang dialami banyak orang menunjukkan bahwa di dalam Al Qur’an ini
terdapat rahasia lain yang ditangkap oleh sebagian hati manusia, hanya
semata-mata ia mendengar Al Qur’an dibaca. Boleh jadi keimanan wanita
kepada agamanya dan pelariannya dari negeri komunis itu telah menjadikan
perasaannya begitu sensitif terhdap kalimat-kalimat Allah secara
mengaggumkan seperti ini.”
Maka itu Sayyid Quthb, merasa perlu untuk memperbincangkan kekuatan
Al Qur’an yang tersembunyi dan mengagumkan itu. Menurut Sayyid Quthb
penyampaian Al Qur’an memiliki keistemewaan karena yang ditunjukinya
lebih luas, pengungkapannya lebih lembut, indah, dan lebih hidup. Selain
itu, Al Qur’an pun memiliki metode penjelasan yang diluar kemampuan
jangkauan manusia. Seperti bagaimana Al Qur’an menyampaikan metodenya
dalam beberapa ayat di dalam surat Yunus.
“ dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan
menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang
dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah)”. (Surat Yunus, 90)
Menurut Sayyid Quthb, sampai kisah ini diceritakan, Allah kemudian
mengomentari secara langsung, dengan firman yang diarahkan kepada
pemandangan yang dihadapi sekarang,
“ Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu
telah durhaka sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan
kami.” (Surat Yunus 91-92)
Kemudian disusul lagi dengan membeberkan pandangan yang terus terjadi hingga sekarang ini, (bahkan pada masa-masa selanjutnya),
“dan Sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat
kediaman yang bagus dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka
mereka tidak berselisih, kecuali setelah datang kepada mereka
pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat). Sesungguhnya Tuhan kamu akan
memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang apa yang mereka
perselisihkan itu.” (Surat Yunus 93)
Maka benarlah kata Sayyid Quthb bahwa redaksi Al Qur’an sangat
berbeda dengan redaksi ciptaan manusia. Redaksi atau susunan Al Qur’an
mempunyai kekuatan yang hebat terhadap jiwa, dimana redaksi ciptaan
manusia tidak pernah bisa memilikinya. Dengan hanya membacanya, maka
kadang-kadang dapat menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap orang-orang
yang tidak tahu apa-apa tentang bahasa Arab. Ya termasuk wanita
Yugoslavia itu, yang menangis mendengar bacaan Al
Qur’an.[pizaro/islampos]
~ Inspirasi Rabbani
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..