Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

7 Sifat Yang Dimiliki Orang Yang Suka Merendahkan Orang Lain

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Merendahkan Orang Lain – Sahabat yang Allah muliakan, ketika kita merendahkan seseorang, terkadang saat itu kita berasa hebat. Apalagi ketika merendahkan itu, kita merupakan salah satu orang yang berpengaruh di masyarakat, lalu merendahkan orang yang miskin, kecil dan rendah. Masyaallah.
Terkadang, diantara teman sendiri, disaat kita mempunyai kelebihan harta atau apapun itu, kita sering tidak sadar merendahkan teman kita. walaupun niat kita hanya bercanda, tetapi kita tidak tahu bahwa hati teman kita merasa sakit saat direndahkan.
Bercanda dan Memotivasi seseorang, bukan berarti dengan cara merendahkan dan mencaci maki perbuatan buruknya. Apalagi jika kamu adalah seseorang yang terpandang sebagai orang berpengaruh seperti Guru, atau Dokter dan yang lainnya. Ada beberapa sifat buruk yang melekat pada orang yang suka merendahkan orang lain, diantaranya sebagai berikut :

1. Sombong / Angkuh

merendahkan orang lain
smpkosgoro.sch.i
Ketika ada orang yang merendahkan orang lain, dengan cara mencaci maki orang tersebut, pasti di dalam hatinya akan terbesit bahwa dirinya itu merasa lebih baik darinya. misalnya orang itu berkata “kamu itu bodoh, tidak mungkin bisa masuk ke Universitas Negeri, balik aja sana!!!”.
Jadi saat kamu merendahkan seseorang, akan terbesit dan timbul rasa sombong bahwa kamu itu seolah lebih baik dari orang tersebut. Untuk itu, janganlah kita merendahkan orang lain. Sebab, mungkin saja orang yang kita rendahkan itu, memiliki derajat yang lebih baik dari kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Mempunyai Hati Yang Keras dan Menolak Kebaikan

sifat buruk orang yang suka merendahkan
infoyunik.com
Sudah pasti bahwa orang yang suka merendahkan orang lain, mempunyai hati yang keras. Mengapa demikian? Misalkan ketika ia melakukan yang salah, ada orang yang menasihatinya. Namun karena orang tersebut memiliki hati yang keras, ia malah menolak nasihat tersebut, bahkan sampai merendahkan orang tersebut.
Artinya saat orang itu tidak mau menerima nasihat baik, meskipun nasihat itu benar untuk dirinya, ia akan menolaknya, karena ia merasa lebih baik dari orang yang menasihatinya.

3. Selalu Berprasangka Buruk Sangka (Suudzon)

sifat orang yang suudzon
viva.co.id
Mengapa orang yang selalu merendahkan orang lain mempunyai sifat suudzon? Karena kebanyakan orang yang suka merendahkan itu adalah orang yang selalu berburuk sangka kepada orang lain, bisa kita ketahui bahwa orang yang selalu merendahkan orang lain, menganggap dirinya paling baik. Jadi mereka hanya berfikir positif untuk dirinya sendiri tetapi melihat orang selalu berburuk sangka dan tidak lebih baik darinya.

4. Tidak Berhati-hati (Ceroboh)

Orang yang suka merendahkan orang lain, dirinya tidak berfikir dulu akibatnya sebelum bertindak, dia hanya mementingkan emosi dan hawa nafsunya saja. Terkadang orang yang merendahkan orang lain, mereka lebih bersifat ceroboh, bahkan tidak peduli akibat dari perbuatan mereka. sifat ceroboh ini biasanya identik dengan tidak berhati-hati, tidak cermat, dan tidak dipikirkan baik-baik dan kurang ajar.

5. Tidak Bijaksana

Orang yang suka merendahkan orang lain adalah orang yang tidak menggunakan akal dan budi pekertinya, terlebih lagi mereka kurang berhati-hati dan tidak cermat karena orang yang pandai menggunakan akal dan budi pekertinya tidak akan mudah untuk mencaci maki seseorang.

6. Bodoh

Sebutan yang pas untuk orang suka yang mencaci maki dan merendahkan orang. Mereka tidak mengetahui kelemahan dan kekurangan mereka hanya mengetahui kekurangan orang lain. Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang akibat mencaci maki dan merendahkan orang lain

7. Pemarah

sifat orang pemarah
ibuhamil.info
Buas seperti binatang buas yang suka melawan dan suka marah, Terkadang suka memukul orang yang suka mencaci maki itu. tapi terkadang juga orang yang pendiam tetapi sekali berbicara – langsung membuat telinga sakit, itu malah lebih sadis menurut saya. karena kita tahu dia pendiam baik tetapi ternyata sekali berbicara langsung merendahkan orang. itu seperti berbalik 90 derajat.
Demikianlah diantara tujuh sifat orang yang suka merendahkan orang lain. Mudah-mudahan kita tidak termasuk kepada kategori orang-orang yang suka merendahkan orang lain, tapi orang baik kepada orang lain. Semoga bermanfaat.
Lengkapnya Klik DISINI

Jangan Ragu Tinggalkan Masa Lalu

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Bro en Sis rahimakumullah, Alhamdulillah jumpa lagi, di setiap hari Senin. Ya, ini adalah jadwal terbit buletin kesayanganmu ini setiap pekannya. Semoga ada manfaatnya. Nah, sekarang temanya agak adem dan cair alias ringan, ya. Kemarin-kemarin dituduh panas, keras, dan berat mulu, atau manas-manasin. Ah, nggak juga sih. Kan pas nulisnya kagak duduk di atas kompor lagi nyala. Oppss…
Duh, ini masa lalu kayak gimana sih? Lah, kamu masih belum ngeh, ya. Hmm.. ini memang judulnya belum spesifik. Itu sebabnya, kamu memang kudu baca ampe tuntas, ya.
Jadi begini. Orang kalo ngomongin masa lalu, dan itu harus ditinggalkan, berarti masa lalu itu kelabu, mungkin juga kelam, bisa juga gelap. Intiya nggak mau diinget-inget lagi. Malah seharusnya jangan ragu untuk ditinggalkan. Betul?
Gimana kalo masa lalu itu kebaikan? Nah, bukan saatnya dibahas sekarang. Insya Allah nanti aja lain waktu, kalo inget dibahas (hehehe…). Kalo untuk kebaikan di masa lalu, boleh aja sih diingat, sebagai bahan evaluasi buat sekarang dan masa yang akan datang. Iya, kalo dulu aja udah baik, seharusnya saat ini jauh lebih baik dan masa yang akan datang makin jauh lebih baik. Duh, ribet juga nulisnya. Intinya, terus bertambah kebaikannya, sepanjang hayat di kandung badan. Insya Allah.
Berusaha berbuat baik
Keburukan masa lalu, bila pun masih teringat, jadikan saja sebagai bahan evaluasi. Agar hari ini dan hari depan jauh lebih baik. Mengubur masa lalu yang buruk dengan cara menabur banyak kebaikan pada masa sekarang dan yang akan datang. Walau mungkin agak berat untuk bisa memulainya.
Namun, kita memang harus berusaha untuk bisa melakukannya. Jika dahulu kita bisa melakukan perbuatan buruk meski awalnya ragu, kenapa tidak bisa mencoba sekuat tenaga untuk melakukan perbuatan baik di masa sekarang, meski awalnya berat? Iya, nggak sih?
Kita mungkin juga sering mendengar nasihat, “ayo kamu bisa!”. Bukan sekali atau dua kali kita dengar, bisa jadi malah puluhan kali. Tapi kenapa kita tidak percaya diri untuk membuktikannya? Atau justru kita malah menyepelekan motivasi tersebut?
Hehehe.. saya sendiri pernah atau bahkan sering merasakannya. Bahwa saya bisa menulis, iya itu benar. Saya sudah punya kemampuan untuk menulis. Menulis untuk menyampaikan kebenaran, menulis untuk melawan kedzaliman. Namun, dalam beberapa kondisi selalu saja ada godaan yang memungkinkan saya tidak selesai-selesai dalam menulis atau justru malas menulis. Pada beberapa kondisi pula alhamdulillah saya berhasil mengalahkan rasa malas itu. Saya mampu menulis artikel bahkan buku. Tapi dalam beberapa kondisi pula saya gagal menulis satu artikel pun. Inilah sisi baik dan buruk yang bisa dimiliki siapa saja.
   Memang, banyak kendala yang menghalangi kita untuk bisa berubah menjadi lebih baik. Kita sebenarnya bisa. Tapi kita seringkali mengampuni diri sendiri bahwa kita belum bisa sebaik itu. Kita merasa bahwa apa yang kita lakukan sudah benar. Kita berpendapat sesuai pikiran kita sendiri bahwa apa yang kita lakukan sebelumnya sudah lebih dari cukup. Bahkan merasa bahwa kini saatnya menikmati hasil yang sudah dicapai. Saatnya santai.
Wah, itu namanya kendala internal yang kudu banget dijauhi. Nggak seru dong kalo setiap upaya untuk menjadi baik dan sebenarnya kita berpeluang bisa melakukannya, malah dibiarkan berlalu begitu saja.
Sobat, kita bisa kok untuk jadi lebih baik dalam hidup ini. Siapa nggak capek kalo hidup gitu-gitu aja. Nggak ada kemajuan. Kalo pun ada, ya sebatas bisa dinikmati sendiri dan kita nggak peduli dengan yang lain. Apa yang kita jalani sebatas memuaskan keinginan kita dalam hal-hal yang sifatnya miskin manfaat bahkan nyerempet-nyerempet maksiat. Kita hanya bisa berbuat untuk hal-hal yang buruk, sementara untuk mencoba yang baik, kita malu, malas, dan belum siap berubah karena merasa akan ada teror kata-kata berupa ejekan dari teman-teman kita.
So, nggak ada salahnya kalo kita menanamkan dalam pikir dan rasa kita, “aku harus bisa!”. Kalo kamu udah ngerasa sadar diri, berbahagialah. Sebab, kamu bisa untuk berubah menjadi lebih baik. Seorang pelajar yang menyadari kekurangan dirinya dalam bidang akademik tertentu, lalu ia berusaha belajar dengan giat dan serius agar bisa, insya Allah akan bisa. Bukan halangan. Kita mungkin pernah belajar naik sepeda. Jatuh bangun saat belajar adalah hal yang wajar. Kita berusaha dan bertekad agar bisa naik sepeda dan pada akhirnya, dengan proses belajar yang benar kita bisa mewujudkan keinginan tersebut.
Saya waktu belum bisa baca al-Quran, merasa penasaran. Kenapa penasaran? Karena teman-teman saya yang sebaya dengan saya sudah bisa lancar membaca al-Quran sementara saya masih terbata-bata membacanya. Saya berusaha untuk lebih giat dan serius belajar. Hingga akhirnya alhamdulillah bisa membaca al-Quran dengan lancar setelah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran. Pengorbanan itu tak sia-sia karena berbuah prestasi.
Begitu pula saat saya ingin bisa menulis. Banyak sudah waktu yang saya korbankan, tenaga, pikiran, bahkan harta untuk membeli buku-buku sebagai sarana menambah wawasan saya. Tapi saya puas karena saya pada akhirnya bisa mewujudkan harapan itu.
Nah, seharusnya kita juga bisa mengubah diri kita. Kepribadian kita. Akhlak kita. Juga tentunya meng-‘create’ masa depan kita di akhirat kelak. Awalnya memang berat, tapi kita harus bisa. Saya sebelum belajar Islam, bukan siapa-siapa. Jangankan menulis untuk mensyiarkan Islam seperti sekarang, karena bisa jadi saat itu sayalah yang harus didakwahi. Saya tak bisa apa-apa. Ilmu sedikit, menulispun masih sekadar mengeluarkan unek-unek. Tak ada idealisme, tak ada harapan bisa menjadi lebih baik secara hakiki.
Waktu teman-teman ngajak saya untuk ngaji, sebenarnya saya malas. Nsmun saya salut dengan beberapa rekan saya yang tak putus semangat untuk mengajak saya belajar Islam. Saya sempat merenung mengapa ada orang yang begitu peduli dan mengajak orang lain untuk baik, sementara yang diajaknya malah cuek. Seperti halnya jika ada orang yang mau menunjukkan jalan yang benar, tapi yang ditunjuki tak merespon, bahkan menolak mentah-mentah. Saya sadar, memang tak mudah untuk berubah. Tapi bukan berarti tak bisa mencobanya. Saya harus bisa.
Alhamdulillah, dengan proses yang cukup panjang akhirnya saya bisa mencintai Islam, bisa mencintai ilmunya, dan berbagi ilmu dengan media yang bisa saya kuasai. Saya yakin ada banyak cerita lain dari kawan-kawan yang bisa menjadi inspirasi dalam hidup ini. Beberapa orang yang pernah belajar dengan saya merasakan hal yang sama. Awalnya sulit mengubah kebiasaan. Tapi dengan berusaha mengalahkan ego diri sendiri (yang belum tentu selalu benar), insya Allah bisa mengubah kebiasaan buruk menjadi baik. Percayalah. Banyak orang sudah berubah. Kini saatnya diri kita. So, jangan ragu untuk tinggalkan masa lalu yang buruk, lalu songsong masa depan yang lebih baik.
Belajar berubah
Sobat gaulislam, seorang pimpinan perusahaan yang tidak tanggap akan perubahan dunia usaha dan dinamika pasar, bisa saja perusahaan yang dikelolanya gagal bersaing dengan perusahaan lain, dan bukan tak mungkin menemui kebangkrutan. Kita juga sama. Ya, manusia juga sama. Perubahan itu selalu ada. Baik dari dalam diri kita maupun dari luar diri kita. Kita harus menyiapkan diri untuk berubah menjadi lebih baik. Berkembang dengan sangat pesat meraih prestasi dunia-akhirat.
Pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. tentang lima hal sebelum datang lima hal sangat tepat jika kita ingin mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik. Insya Allah kita harus bisa melakukannya. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: 1) waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu; 2) waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu; 3) masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu; 4) masa luangmu sebelum datang masa sibukmu; 5) hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Nah, kita coba jelasin satu per satu ya. Pertama, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.” Jadi, ayo tanamkan dalam diri kita untuk bisa berubah menjadi lebih baik: “aku harus bisa!” Jangan sampe nunggu udah tua dan bau tanah. Selain belum tentu usia kita nyampe tua, juga kelamaan. Mau berubah kok susah. Iya nggak sih?
Kedua, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.” Iya dong, kalo udah sakit (apalagi parah), jangankan beribadah dengan khusyuk, mau makan dan minum aja susah. So, mumpung masih sehat, lakukan perubahan diri dan perbanyak amal baik.
Ketiga, waktu luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatkanlah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.” Selain itu, jangan biasakan menunda-nunda pekerjaan saat waktu luang. Lakukankan yang bisa dilakukan saat itu, sebelum suatu saat nanti kita sibuk dan tak punya banyak waktu untuk mengerjakan yang seharusnya sudah kita kerjakan sejak lama. Abdullah ibn Mubarak memberikan nasihat, “Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang bodoh akan mengerjakannya tiga hari kemudian”
Keempat, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.”
So, kesadaran dari kita sangat menentukan, apakah saat ini kita bisa mencoba untuk bisa berubah menjadi baik, atau menunda saat kita tak punya apa-apa yang bisa dikorbankan demi meraih kebaikan. Kita yang menentukannya sendiri. Ok?
Kelima, hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.” Yo ayo sebelum datang kematian, yang bisa tiba-tiba datang karena kita tak pernah tahu kapan ajal kita, kita berbuat untuk kehidupan lebih baik. Sadar sesadar-sadarnya dan berusaha untuk bisa mengubahnya.
Bro en Sis, semua orang dilahirkan hebat. Tinggal kita mau berusaha atau tidak untuk menunjukkan bahwa diri kita hebat. Terlahir sebagai pemenang dan menjadi keren karena mau berubah dari buruk menjadi baik. Perlu kesadaran tingkat tinggi agar mau berhasil mewujudkan keinginan itu. Kita bisa melakukannya. Insya Allah. Kalo orang lain saja bisa, mengapa kita tidak bisa untuk berbuat lebih baik?
Lupakan masa lalu yang buruk. Isi dengan beragam kebaikan amal shalih kita. Jadi, jangan ragu tinggalkan masa lalu, semai harapan untuk meraih kebaikan di masa depan. Pastikan, kebaikan bersama Islam.

Semangat!


Lengkapnya Klik DISINI

Tentang Periwayatan Al-Quran

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Salah satu keistimewaan al-Quran adalah bahwa ia sampai ke tangan kita dengan riwayat yang mutawatir. Artinya, al-Quran ditransmisikan dari generasi ke generasi oleh orang dalam jumlah yang banyak dan mustahil terjadi kebohongan. Bahkan, sedemikian pentingnya periwayatan itu, apabila ada bacaan (atau pemahaman) yang secara logika terlihat lebih dekat pada kebenaran, bacaan atau pemahaman itu tetap wajib ditolak.

Contoh Pertama.

Dalam surah al-A’raf, Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّىٰ يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS al-A’raf 40).
Mayoritas ulama qiraat membaca ayat tersebut sebagaimana kita dapati dalam mushaf yang sekarang ini kita miliki. Hanya saja, di kalangan mayoritas itu-pun, ada sedikit perbedaan ketika membaca kata “f-t-h”. Sebagian membaca dengan huruf ت sehingga terbaca, (تفتح) dan sebagian lain membaca dengan huruf ي sehingga terbaca (يفتح).
Dengan merujuk pendapat Ibn Ja’far, Imam At-Thabari dalam tafsirnya menyimpulkan, baik bacaan dengan huruf “ta” atau “ya” keduanya dapat dibenarkan, sebab memiliki riwayat yang shahih dan tidak mengubah makna. Apabila dibaca dengan menggunakan huruf “ت”, maka itu berarti “pintu-pintu langit tidak ada yang dibuka satu persatu”. Sementara jika dibaca dengan huruf “ي”, maka semua pintu langit tidak dibuka untuk ruh orang-orang kafir secara serentak.
Perbedaan kedua dalam hal qiraat adalah pada kata “j-m-l” (الجمل).  Mayoritas ahli qiraat membaca ayat tersebut sebagai “الجَمَل” yang berarti unta. Ketika ditanya, apa maksud kata الجمل di ayat itu, Ibn Mas’ud menjawab, هو زوج الناقة  “dia adalah pasangan unta perempuan”. Karena itu, terjemahan yang populer berbunyi, “hingga unta masuk ke lubang jarum”. Maksudnya adalah, bahwa orang kafir mustahil masuk surga sebagaimana mustahilnya unta masuk ke lubang jarum.
Sedangkan Ibnu Abbas membaca, “الجُمَل” yang berarti tambang yang besar (dadung) yang biasa digunakan untuk menarik kapal ke dermaga. Jadi, jika merujuk pada riwayat Ibn Abbas, ayat tersebut (dapat) diterjemahkan sebagai, “hingga tambang masuk ke lubang jarum”. Bacaan Ibn Abbas ini seakan lebih tepat sebab pasangan asli jarum adalah benang, maka membandingkannya dengan unta seakan berlebihan.
Karena itu pula, ketika membaca surah al-Mursaalat,
إِنَّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْر * كَأَنَّهُ جمَالَةٌ صُفْرٌ
Ibnu Abbas men-dhomah-kan hurf ج yang artinya, “sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana (*) seperti gulungan tambang yang berwarna kuning”.
Namun demikian, riwayat Ibn Abbas ini riwayat yang syadz (aneh), karena itu tidak diikuti oleh para ahli qiraat baik dari kelompok Kufah atau Madinah.
Contoh kedua:
Dalam surah al-Ghasyiyah, Allah SWT berfirman,
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17)وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan
Pada ayat ke-17 itu, ada yang membaca kata الابل dengan tasydid (berat). Akibatnya, maknanya menjadi berbeda, bukan lagi “unta” tetapi “gumpalan awan”. Sekilas, orang akan mengatakan bacaan dengan mentasydid lebih cocok sebab pada ayat berikutnya Allah menjelaskan tentang penciptaan langit, gunung, dan bumi, mengapa kok di awalnya “unta” bukan “awan”. Tetapi, sekali lagi, al-Quran ini sampai ke tangan kita dengan riwayat sehingga, mengutip Imam Al-Qurtubi, bacaan dan pemahaman tersebut tak dapat diterima.
Demikian semoga bermanfaat.

Sumber: cek disini

Lengkapnya Klik DISINI

Membangun Soliditas dengan Kader Berkualitas | Oleh Solikhin Abu Izzudin

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Gambar terkait

"Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". (q.s. Ash-Shaff: 4)

Dimulai dari kader berkualitas.

“Setiap umat memiliki orang kepercayaan. Dan orang kepercayaan umat ini ialah Abu Ubaidah bin Al Jarrah.”

Sebuah soliditas adalah keniscayaan dalam jamaah dakwah. Kita memerlukan energy untuk terus membangkitkan semangat dan menghadirkan sosok-sosok pilihan yang mampu memaknai peran tanpa kehilangan jatidiri sebagai aktifis pergerakan. Kader yang senantiasa tegas dan lantang dalam menyuarakan perubahan demi perubahan. Seperti Abu Ubaidah ibnul Jarrah yang tetap teguh menjaga kepribadian. Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah bersabda memuji Abu Ubaidah bin Al Jarrah, “Setiap umat memiliki orang kepercayaan. Dan orang kepercayaan umat ini ialah Abu Ubaidah bin Al Jarrah.”

Bagaimana sosok Abu Ubaidah hingga mendapat pujian sebagai orang kepercayaan? Inilah rahasia super murabbi yang hendak kami sajikan. Beberapa episode penting dalam kehidupannya menjadi inspirasi bagi para murabbi untuk terus menempa diri menghadirkan prestasi demi prestasi dalam setiap episode tarbawi dan dalam setiap mihwar da’awi alias orbit dakwah.

Pada suatu hari Abu Ubaidah dan beberapa tokoh kaum Quraisy lainnya pergi ke rumah keluarga Al Arqam untuk bertemu secara langsung dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Oleh beliau, mereka ditawari masuk Islam, dan diperkenalkan syari’at-syari’atnya. Dengan tekun dan tenang Abu Ubaidah mendengarkan apa yang disampaikan oleh beliau. Diam-diam ia mencuri pandang wajah beliau yang nampak sangat rupawan dan bercahaya. Jenggot yang tipis menambah ketampanan beliau. Dan ketika mata Abu Ubaidah beradu pandang dengan mata beliau yang sejuk, seketika ia langsung menunduk dan merasa malu sendiri.

Begitu selesai mendengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Ubaidah dan kawan-kawannya segera menyatakan beriman dengan suka rela dan atas kesadaran sendiri, setelah Allah Ta’ala berkenan membukakan hati mereka menerima Islam. Maka dalam waktu yang sama, Abu Ubaidah dan kawan-kawannya sudah menjadi orang muslim.

Yang menarik dari pribadinya adalah sikap-sikap bijaknya dalam mengatasi konflik. Mampu menyelesaikan masalah-masalah pelik dengan strategi yang sangat cantik dan unik.

Berjiiwa Besar dalam Perang Badar

Dalam perang Badar menghadapi konflik batin yang sangat berat. Dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, banyak para sahabat Nabi syahid di tangan ayahnya sendiri. Terjadi konflik batin, antara membela sahabatnya atau memerangi ayahnya. Dia harus mengambil keputusan. Dia harus bersikap tegas mengatasi konflik itu, dia harus memerangi dan membunuh ayahnya yang musyrik. Dia memenangkan keputusannya. Membunuh ayahnya. Dengan tangannya. Sungguh sebuah medan konflik yang telah diselesaikan dengan cantik.

Dia segera bisa mengambil keputusan yang tegas. Ia lebih mementingkan membela imannya kepada Allah dan mengutamakan akidahnya yang murni daripada menuruti perasaannya sebagai seorang anak terhadap ayahnya. Tanpa ragu-ragu, dia mendekati ayahnya. Segera melancarkan serangan yang mematikan ke tubuh ayahnya, sebelum didahului oleh temannya sesama pasukan muslim. Dan seketika ayahnya tewas di tangannya.

Momentum dalam Perang Uhud

Dalam perang Uhud. Ketika pasukan orang-orang musyrik menyiarkan kabar bohong bahwa Nabi saw telah terbunuh. Pasukan muslimin guncang. Putus asa. Kendor semangatnya. Menyaksikan hal ini Abu Ubaidah segera menghampiri Nabi saw yang sedang mendapat serangan yang sangat gencar. Bibirnya Nabi terluka. Gigi depannya retak. Pelipisnya memar. Wajah berlumuran darah. Luka. Tepat ketika di dekat Nabi, Abu Ubaidah melihat darah mengalir deras dari wajahnya yang elok.

Berkali-kali dia segera berupaya menyeka darah yang terus mengalir. Dia menanggalkan salah satu gigi depan Nabi yang sudah retak dengan cara menggigit. Menggunakan giginya. Tanpa peduli, sekuat tenaga dia tarik gigi depan beliau sehingga akhirnya tanggal. Tentu saja hal ini menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada beliau. Tak ayal, darah pun mengucur deras dari mulut Nabi. Tetapi dia merasa senang karena bisa mengurangi rasa sakit yang dialami oleh beliau. Itulah sisi lain Abu Ubaidah, berani mengambil resiko terberat agar Rasulullah selamat.

Berhasil dalam Perang Dzatus Salasil

Ketika Rasulullah saw mengutus Amru bin Ash dalam perang Dzatus Salasil, bersama 300 prajurit kaum muslimin. Tatkala mereka mendekati kabilah-kabilah tersebut, ternyata jumlah pasukan musuh amatlah besar. Amru bin Ash kemudian meminta tambahan pasukan kepada Rasulullah saw untuk memperkuat skuad pasukan kaum muslimin.

Rasulullah saw pun mengutus Abu Ubaidah ibnul Jarrah bersama 200 pasukan tambahan. Di dalam pasukan terdapat Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rasullah juga mengamanahkan panji kepemimpinan pasukan kepada Abu Ubaidah ibnul Jarrah dan memerintahkan segera menyusul pasukan Amru bin Ash seraya berpesan agar mereka bersatu padu dan tidak berselisih paham.

Ketika Abu Ubaidah tiba bersama pasukannya dan hendak mengimami seluruh pasukan tersebut —karena panji-panji kepemimpinan pasukan sebelumnya diserahkan oleh Rasulullah saw kepadanya—, Amru bin Ash berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau datang kemari untuk menambah pasukan yang aku pimpin. Dan aku adalah komandan pasukan di sini.”

Bagaimanakah sikap Abu Ubaidah?

Abu Ubaidah mematuhi apa yang dikatakan oleh Amru bin Ash yang akhirnya memimpin pasukan kaum Muslimin dan meraih kemenangan.

Saudaraku, Abu Ubaidah mampu memahami esensi pesan Nabi dan tetap menahan diri. “Hendaklah kalian semua bersatu padu dan tidak berselisih paham.” Padahal jelas, Rasulullah menyerahkan panji-panji kepemimpinan pasukan kepadanya, mengapa dia tidak merebut kepemimpinan itu?

Mengapa dia mengalah? Mengapa dia rela dipimpin oleh Amru bin Ash? Mengapa? Justeru di situlah keunggulan integritasnya. Pemimpin sejati adalah yang siap memimpin dirinya sendiri dan lebih mengutamakan soliditas dengan menjaga hubungan daripada memenangkan situasi.

Melejit dalam Berbagai Situasi Sulit

Ketika Rasulullah wafat, terjadi krisis kepemimpinan yang sangat sulit, menyulut konflik dan hampir-hampir memecah belah umat. Kaum muhajirin memilih Abu Bakar, kaum Anshar lebih memilih Sa’ad bin Mu’adz. Di tengah konflik inilah muncul nama Abu Ubaidah. Dia yang dipersaudarakan oleh Nabi dengan Sa’ad bin Mu’adz, tokoh puncak kaum Anshor. Sebenarnya ini sebuah pilihan yang tepat untuk perekat umat. Ini ‘kan kesempatan emas untuk berbuat, memberikan kontribusi penuh manfaat. Namun Abu Ubaidah melihat sesuatu yang oleh orang lain tidak terlihat. Dia bertindak cepat, lalu berseru dengan tawadhu,”Bagaimana kalian bisa mencalonkan aku, sementara di tengah-tengah kalian ada seseorang yang lebih hebat?”

Dia merasa Abu Bakar pilihan yang lebih tepat. Akhirnya Abu Ubaidah segera mengambil tangan Abu Bakar untuk berbaiat padanya, diikuti oleh Umar. Umat pun terselamatkan dari perpecahan. Terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah. Alhamdulillah.

Episode demi episode dilalui Abu Ubaidah penuh dengan pilihan-pilihan sulit. Saat berperang melawan Romawi di bawah pimpinan Heraklius, dalam kondisi terdesak dia mengutus kurir menemui sang khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq di Madinah untuk meminta pertimbangan. Khalifah mengirimkan pasukan tambahan dalam jumlah yang sangat besar untuk membantu pasukan yang sudah ada, seraya menginstruksikan:

“Aku mengangkat Khalid bin Al Walid sebagai panglima untuk menghadapi pasukan Romawi di Syiria. Dan aku harap kamu jangan menentangnya. Tetapi ta’atilah dia, patuhilah perintahnya. Aku memang sengaja memilihnya sebagai panglima, meskipun aku tahu kamu lebih baik daripadanya. Tetapi aku yakin dia memiliki kelihaian perang yang tidak kamu miliki. Mudah-mudahan Allah selalu menunjukkan kita kepada jalan yang lurus.”

Abu Ubaidah menerima perintah khalifah dengan lapang dada. Rela sepenuhnya. Dia sambut Khalid bin Walid dengan suka cita. Dia serahkan tampuk kepemimpinan kepadanya dengan sikap hormat. Khalid tahu, Abu Ubaidah seorang komandan yang cerdas, berpengalaman, dan pemberani. Dia menunjuk Abu Ubaidah sebagai komandan pasukan kavaleri. Lalu pasukan berangkat. Mengepung Damaskus. Khalid bin Walid bergerak ke pintu gerbang kota sebelah timur, Abu Ubaidah bergerak ke pintu gerbang daerah Jabiyah. Komandan-komandan yang lain bergerak ke gerbang masing-masing.

Kekuatan pasukan kaum muslimin berhasil mengepung kota yang sangat kuat tersebut dari segala penjuru. Karena terus didesak, penduduk kota Damaskus berusaha melakukan perlawanan dengan sangat gigih untuk mempertahankan kota mereka yang tercinta. Di tengah keadaan yang sangat genting tersebut, ketika pasukan kaum muslimin bertempur habis-habisan dengan pasukan Romawi, Umar bin Khattab ra menemui Abu Ubaidah. Membawa kabar, Abu Bakar telah wafat. Umar juga hendak memecat panglima Khalid bin Al Walid, mengembalikan kepemimpinan kepada Abu Ubaidah.

Abu Ubaidah menyembunyikan berita duka agar tidak terdengar oleh pasukan kaum muslimin yang sedang gigih bertempur di bawah komando panglima Khalid bin Walid melawan pasukan Romawi. Dia khawatir berita kematian sang khalifah Abu Bakar membuat suasana gempar sehingga kekuatan jadi buyar. Bahkan surat Umar untuk pemecatan Khalid bin Al Walid dia tahan, mencari waktu yang tepat benar. Sebab, mereka tengah menghadapi pasukan yang sangat tangguh. Bahkan keadaan pasukan kaum muslimin sedang terdesak. Abu Ubaidah tetap tegar dan tidak mau menyerah. Dia terus berjuang habis-habisan. Dia merasa jika terus menerus mengepung kota Damaskus yang sangat kuat, bisa menguras kekuatan pasukan kaum muslimin, melemahkan semangat mereka, dan menimbulkan kebosanan. Akhirnya dia mencari jalan keluar. Menawarkan gencatan kepada penduduk kota Damaskus. Namun dalam waktu yang bersamaan Khalid bin Al Walid baru saja berhasil mendobrak pintu gerbang kota sebelah timur sehingga dapat memasuki kota tersebut dengan leluasa.

Abu Ubaidah dan Khalid bin Al Walid lalu bertemu. Mereka terlibat perdebatan sengit tentang apa yang harus dilakukan terhadap kota Damaskus, apakah ditaklukkan dengan kekerasan atau memilih jalan damai, gencatan senjata?

Abu Ubaidah bersikukuh menempuh jalan damai dengan penduduk Damaskus, sehingga Khalid bin Walid pun luluh. Mengalah demi menghormati Abu Ubaidah yang terlanjur telah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Damaskus. Khalid bin Al Walid tunduk patuh kepada Abu Ubaidah setelah mengetahui bahwa dirinya sudah dipecat sebagai panglima oleh Umar bin Khattab, khalifah yang baru.

Belajar Keulungan dari Abu Ubaidah

Mari kita belajar dari salah seorang dari Sepuluh Orang yang Dijamin Surga, dialah Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Seluruh mozaik kehidupannya perlu kita telisik dengan unik karena sosoknya mencerminkan kader pengokoh soliditas jamaah terutama di saat sulit, dalam berbagai medan konflik dapat dilalui dengan cantik. Kalau surga merindukannya tentunya ini pula yang menjadi obsesi kita.

Pertama, cepat merespon kebaikan demi kebaikan sejak pertama kali bergabung bersama Islam. Prestasi keislamannya dan berbagai peran unggulannya munculnya dari tarbiyah yang paripurna. “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik.” (q.s. An-Nahl: 128)

Kedua, memiliki visi yang kuat dalam berjamaah. Yakni keterikatan dia pada jamaah karena ikatan visi, ikatan aqidah, keimanan, dakwah dan ukhuwah bukan karena ikatan kepentingan berupa jabatan, gengsi popularitas maupun kenikmatan duniawi yang sesaat. Medan konflik peran dan konflik batin mampu dilalui dengan sangat manis karena orientasi rabbani benar-benar menghunjam dalam diri.

Ketiga, mampu mengelola perbedaan menjadi kekuatan dan mensinergikannya menjadi jalan kemenangan demi kemenangan meski kemenangan tersebut bukan diatas namakan pada dirinya. Dia mampu menahan diri untuk tidak begitu menyampaikan berita-berita penting di saat-saat genting agar tidak menimbulkan konflik yang meruncing. Seorang murabbi dan para pemimpin dakwah mesti memiliki kecerdasan praktis seperti ini. Yakni kecerdasan untuk mengetahui apa yang harus dikatakan kepada orang tertentu, mengetahui kapan mengatakannya, tahu bagaimana mengatakannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. (Robert Sternberg – dalam buku OUTLIERS Malcolm Gladwell)

Keempat, organisasi adalah system dan sarana bukan tujuan. Dalam menjaga soliditas jamaah dakwah Abu Ubaidah sangat peka merasakan betapa pentingnya menjaga soliditas team dan keberlangsungan system karena adanya tujuan-tujuan agung dakwah yang hendak diraih bersama.

Kelima, Selalu berorientasi memberi. Bila setiap kader memiliki jiwa seperti Abu Ubaidah kita akan merasakan atmosfer tarbiyah dan aura dakwah begitu melimpah ruah karena para ikhwah adalah barisan orang-orang yang sadar untuk memberikan kontribusi dalam perjuangan. Dan ini bisa dibangun dari lima pilar kesadaran berorganisasi atau berjamaah dalam kemenyeluruhan dakwah Islamiyah, yakni :

1. Individu bagian dari FUNGSI pencapaian TUJUAN.
2. Semangat MEMBERI mengalahkan semangat MENERIMA.
3. SIAP menjadi TENTARA KREATIF dalam bingkai KESETIAAN dan KETAATAN.
4. Berorientasi pada KARYA bukan POSISI
5. BEKERJASAMA walaupun BERBEDA
(M. Anis Matta, Dari GERAKAN ke NEGARA)

Bukan Menuntut tapi Memulai…

Soliditas itu dimulai dan dibangun dari dalam diri setiap kader dakwah, murabbi dan murabbiyah secara sadar. Sebab kebanyakan orang keluar dari organisasi –menurut Azim Premji Milyuner Muslim dari India—bukan karena tidak cinta kepada organisasinya namun karena manajemen yang buruk. Nah, kader-kader dakwah yang clear, care and competence mesti menjadi pelopor kebaikan dalam diri dengan mampu menjaga quwwatush shilah billah yang terimplementasi dalam ranah ukhuwah dari tataran dasar salamatush shadr hingga puncak itsar.

Inilah cara sehat untuk sehat. Kita sehat kalau berpikir untuk memberi manfaat kepada orang lain dan kita mudah lelah dan sakit bila hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Saat kita memberikan yang terbaik, sesungguhnya kebaikan itu akan kembali kepada kita juga.

Saudaraku, mari kita membentuk diri dengan spirit keulungan seorang murabbi sejati. Super murabbi didikan Rasulullah. Abu Ubaidah yang mampu mengelola konflik demi konflik dengan apik. Bukan untuk kebesaran dirinya tapi untuk kemenangan bersama. Kemenangan besar. Itulah yang mensurgakan perannya, yang mengangkat kebesaran jiwanya. Keunggulan dalam ketawadhu’an. Ketegasan dalam kesabaran.

Dibutuhkan kesabaran yang super seperti Abu Ubaidah untuk bisa meraih kemenangan yang besar. Kesabaran untuk kebesaran. Itulah cara mengelola sikap optimisme agar menjiwa, mendarahdaging, mensumsum tulang dalam berpikir menang. Kemenangan di alam jiwa, kemenangan di alam nyata.

Begitulah hidup. Lebih bermakna bila fokus pada kualitas tanpa meremehkan kuantitas. Adapun bila kualitas bergabung dengan kuantitas tentu akan menjadi kekuatan super dahsyat. Seperti kejeniusan pikiran seorang pemimpin, bersarang dalam hati yang ikhlas, tegak di atas fisik yang kuat, dan tampak dalam kemuliaan akhlak.

Semoga kita bisa mewujudkannya… dan itu dimulai dari dalam diri setiap ikhwah, kader-kader dakwah dan tarbiyah. Ya Ayyuhalladziinaa aamanuu intanshurullaha yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum.

—–

Solikhin Abu Izzudin
dari Buku Super Murabbi
Sumber :
http://www.pkskelapadua.com/2014/05/membangun-soliditas-dengan-kader.html
Lengkapnya Klik DISINI

Kenapa Imam Mazhab Tidak Pakai Hadits Bukhari dan Muslim?



Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Tahun Lahir Imam Mazhab dan Hadits
Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Malik tidak memakai hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tersahih? Untuk tahu jawabannya, kita harus paham sejarah. Paham biografi tokoh2 tsb.

Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah. Sementara Imam Bukhari lahir tahun 196 H dan Imam Muslim lahir tahun 204 H. Artinya Imam Malik sudah ada 103 tahun sebelum Imam Bukhari lahir. Paham?
Apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim?
Justru sebaliknya. Lebih kuat karena mereka lebih awal lahir daripada Imam Hadits tsb.
Rasulullah SAW bersabda, خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ “Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).”[HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 ]
Siapakah pengikut ulama SALAF sebenarnya?
1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah
2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah
3) Imam Syafie lahir:150 hijrah
4) Imam Hanbali lahir:164 hijrah

Jadi kalau ada manusia akhir zaman yang berlagak jadi ahli hadits dgn menghakimi pendapat Imam Mazhab dgn Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, ya keblinger. Hasil “ijtihad” mereka pun berbeda-beda satu sama lain…

Biar kata misalnya menurut Sahih Bukhari misalnya sholat Nabi begini2 dan beda dgn sholat Imam Mazhab, namun para Imam Mazhab seperti Imam Malik melihat langsung cara sholat puluhan ribu anak2 sahabat Nabi di Madinah. Anak2 sahabat ini belajar langsung ke Sahabat Nabi yang jadi bapak mereka. Jadi lebih kuat ketimbang 2-3 hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari 100 tahun kemudian.
Imam Bukhari dan Imam Muslim pun meski termasuk pakar hadits paling top, tetap bermazhab. Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie. Ini adalah Imam Hadits yang mengikuti Mazhab Syafi’ie: Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim.

Lho apa kita tidak boleh mengikuti hadits Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dsb? Ya boleh sebagai pelengkap. Tapi jika ada hadits yang bertentangan dengan ajaran Imam Mazhab, yang kita pakai adalah ajaran Imam Mazhab. Bukan hadits tsb. Wong para Imam Hadits saja kan mengikuti Mazhab Syafi’ie? Tidak pakai hadits mereka sendiri?


Menurut Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, banyak orang awam yang tersesat karena mendapatkan informasi yang sengaja disesatkan oleh kalangan tertentu yang penuh dengan rasa dengki dan benci. Menurut kelompok ini Imam Mazhab yang 4 itu kerjaannya cuma merusak agama dengan mengarang-ngarang agama dan menambah-nambahi seenaknya. Itulah fitnah kaum akhir zaman terhadap ulama salaf asli.

Padahal Imam Mazhab tsb menguasai banyak hadits. Imam Malik merupakan penyusun Kitab Hadits Al Muwaththo. Dengan jarak hanya 3 level perawi hadits ke Nabi, jelas jauh lebih murni ketimbang Sahih Bukhari yang jaraknya ke Nabi bisa 6-7 level. Begitu pula Imam Ahmad yang menguasai 750.000 hadits lebih dikenal sebagai Ahli Hadits ketimbang Imam Mazhab.

Ada tulisan bagus dari Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, yaitu:

Penelitian Hadits Dilakukan Oleh Empat Imam Mazhab


Di antaranya Ustad Ahmad menulis bahwa para imam mazhab yang empat, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, sama sekali tidak pernah menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Kenapa?

Pertama, karena mereka lahir jauh sebelum Bukhari (194-265 H) dan Muslim (204-261 H) dilahirkan. Sementara Imam Malik wafat sebelum Imam Bukhari lahir. Begitu pula saat Imam Syafi’ie wafat, Imam Bukhari baru berumur 8 tahun sementara Imam Muslim baru lahir. Tidak mungkin kan para Imam Mazhab tsb berpegang pada Kitab Hadits yang belum ada pada zamannya?

Kedua, menurut Ustad Ahmad, karena keempat imam mazhab itu merupakan pakar hadits paling top di zamannya. Tidak ada ahli hadits yang lebih baik dari mereka.

Ketiga, karena keempat imam mazhab itu hidup di zaman yang lebih dekat ke Rasulullah SAW dibanding Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka hadits mereka lebih kuat dan lebih terjamin keasliannya ketimbang di masa-masa berikutnya.

Dalam teknologi, makin ke depan makin maju. Komputer, laptop, HP, dsb makin lama makin canggih. Tapi kalau hadits Nabi, justru makin dekat ke Nabi makin murni. Jika menjauh dari zamannya, justru makin tidak murni, begitu tulis Ustad Ahmad Sarwat.

Keempat, justru Imam Bukhari dan Muslim malah bermazhab Syafi’ie. Karena hadits yang mereka kuasai jumlahnya tidak memadai untuk menjadi Imam Mazhab. Imam Ahmad berkata untuk jadi mujtahid, selain hafal Al Qur’an juga harus menguasai minimal 500.000 hadits. Nah hadits Sahih yang dibukukan Imam Bukhari cuma 7000-an. Sementara Imam Muslim cuma 9000-an. Tidak cukup.
Ada beberapa tokoh yang anti terhadap Mazhab Fiqih yang 4 itu kemudian mengarang-ngarang sebuah nama mazhab khayalan yang tidak pernah ada dalam sejarah, yaitu mazhab “Ahli Hadits”. Seolah2 jika tidak bermazhab Ahli Hadits berarti tidak pakai hadits. Meninggalkan hadits. Seolah2 para Imam Mazhab tidak menggunakan hadits dalam mazhabnya. Padahal mazhab ahli hadits itu adalah mazhab para ulama peneliti hadits untuk mengetahui keshahihan hadits dan bukan dalam menarik kesimpulan hukum (istimbath).

Kalaulah benar pernah ada mazhab ahli hadits yang berfungsi sebagai metodologi istimbath hukum, lalu mana ushul fiqihnya? Mana kaidah-kaidah yang digunakan dalam mengistimbath hukum? Apakah cuma sekedar menggunakan sistem gugur, bila ada dua hadits, yang satu kalah shahih dengan yang lain, maka yang kalah dibuang?

Lalu bagimana kalau ada hadits sama-sama dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi isinya bertentangan dan bertabrakan tidak bisa dipertemukan?

Imam Syafi’ie membahas masalah kalau ada beberapa hadits sama-sama shahihnya tetapi matannya saling bertentangan, apa yang harus kita lakukan? Beliau menulis kaidah itu dalam kitabnya : Ikhtilaful Hadits yang fenomenal.

Cuma baru tahu suatu hadits itu shahih, pekerjaan melakukan istimbath hukum belum selesai. Meneliti keshahihan hadits baru langkah pertama dari 23 langkah dalam proses istimbath hukum, yang hanya bisa dilakukan oleh para mujtahid.

Entah orientalis mana yang datang menyesatkan, tiba-tiba muncul generasi yang awam agama dan dicuci otaknya, dengan lancang menuduh keempat imam mazhab itu sebagai  bodoh  dalam ilmu hadits. Hadits shahih versi Bukhari dibanding-bandingkan secara zahir dengan pendapat keempat mazhab, seolah-olah pendapat mazhab itu buatan manusia dan hadits shahih versi Bukhari itu datang dari Allah yang sudah pasti benar. Padahal cuma Al Qur’an yang dijamin kebenarannya. Hadits sahih secara sanad, belum tentu sahih secara matan. Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad, sedikit sekali hadits yang mutawattir secara matan. Artinya susunan kalimat atau katanya sama persis.
Orang-orang awam dengan seenaknya menyelewengkan ungkapan para imam mazhab itu dari maksud aslinya : “Bila suatu hadits itu shahih, maka itulah mazhabku”. Kesannya, para imam mazhab itu tidak paham dengan hadits shahih,  lalu menggantungkan mazhabnya kepada orang-orang yang hidup dua tiga abad sesudahnya.

Padahal para ulama mazhab itu menolak suatu pendapat, karena menurut mereka hadits yang mendasarinya itu tidak shahih. Maka pendapat itu mereka tolak sambil berkata,”Kalau hadits itu shahih, pasti saya pun akan menerima pendapat itu. Tetapi berhubung hadits itu tidak shahih menurut saya, maka saya tidak menerima pendapat itu”. Yang bicara bahwa hadits itu tidak shahih adalah profesor ahli hadits, yaitu para imam mazhab sendiri. Maka wajar kalau mereka menolaknya.

Tetapi lihat pengelabuhan dan penyesatan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Digambarkan seolah-olah seorang Imam Asy-Syafi’i itu tokoh idiot yang tidak mampu melakukan penelitian hadits sendiri, lalu kebingungan dan menyerah menutup mukanya sambil bilang,”Saya punya mazhab tapi saya tidak tahu haditsnya shahih apa tidak, jadi kita tunggu saja nanti kalau-kalau ada orang yang ahli dalam bidang hadits. Nah, mazhab saya terserah kepada ahli hadits itu nanti ya”.
Dalam hayalan mereka, para imam mazhab berubah jadi badut pandir yang tolol dan bloon. Bisanya bikin mazhab tapi tidak tahu hadits shahih. Sekedar meneliti hadits apakah shahih atau tidak, mereka tidak tahu. Dan lebih pintar orang di zaman kita sekarang, cukup masuk perpustakaan dan tiba-tiba bisa mengalahkan imam mazhab.

Cara penyesatan dan merusak Islam dari dalam degan modus seperti ini ternyata nyaris berhasil. Coba perhatikan persepsi orang-orang awam di tengah kita. Rata-rata mereka benci dengan keempat imam mazhab, karena dikesankan sebagai orang bodoh dalam hadits dan kerjaanya cuma menambah-nambahi agama.

Parahnya, setiap ada tradisi dan budaya yang sesat masuk ke dalam tubuh umat Islam, seperti percaya dukun, tahayyul, khurafat, jimat, dan berbagai aqidah sesat, sering diidentikkan dengan ajaran mazhab. Seolah mazhab fiqih itu gudangnya kesesatan dan haram kita bertaqlid kepada ulama mazhab.

Sebaliknya, orang yang harus diikuti adalah para ahli hadits, karena mereka itulah yang menjamin keshahihan hadits.
Ahmad Sarwat, Lc., MA

Baca selengkapnya di:

Menurut Ustad Ahmad Sarwat Lc, MA,  Hadits di zaman Imam Bukhari yang hidup di abad 3 Hijriyah saja sudah cukup panjang jalurnya. Bisa 6-7 level perawi hingga ke Nabi. Sementara jalur hadits Imam Malik cuma 3 level perawi. Secara logika sederhana, yang 3 level itu jelas lebih murni ketimbang yang 6 level.

Jika Imam Bukhari hidup zaman sekarang di abad 15 Hijriyah, haditsnya bisa melewati 40-50 level perawi. Sudah tidak murni lagi. Beda 3 level saja bisa kurang murni. Apalagi yang beda 50 level.
Jadi Imam Bukhari dan Imam Muslim bukan satu2nya penentu hadits Sahih. Sebelum mereka pun ada jutaan ahli hadits yang bisa jadi lebih baik seperti Imam Malik dan Imam Ahmad karena jarak mereka ke Nabi lebih dekat. *Inspirasi Rabbani/sumber
Lengkapnya Klik DISINI

Tukang Sapu dan Tukang Sampah

Abbas Hasan As Sisi
Ada seorang akh bertanya kepada saya tentang “kiat sukses memikat hati.”

Saya katakan, “Kita percaya bahwa manusia itu sama. Ini tercermin ketika kaum Muslimin berada dalam masjid. Yang miskin duduk ber-dampingan dengan yang kaya, yang lemah berdam-pingan dengan yang kuat, tukang sapu dan tukang sampah sama seperti kebanyakan manusia lain dalam masjid. Tetapi sayang, hal ini tidak diaplikasikan di luar masjid. Apakah ketika Anda lewat di jalanan dan bertemu salah seorang tukang sapu, Anda mengucapkan salam padanya?”

“Tidak,” jawabnya.

Saya katakan, “Itu karena Anda tidak peduli kepada-nya. Sungguh, Rasul Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang perbuatan demikian melalui sabdanya, ‘Janganlah kalian menganggap remeh suatu kebaikan walau itu hanya sekedar bermuka ceria ketika bertemu saudaramu.’  Bila Anda melakukan hal itu, lalu Anda ucapkan salam padanya, baik kenal maupun tidak, berarti Anda telah menghargai dinnya dan memberinya rasa optimis dalam menatap kehidupan, karena sebelumnya ia merasa dari golongan terasing dalam masyarakat. Ia merasa tidak seorang pun yang mau memalingkan wajah ke arahnya, tidak seorang pun yang menghargainya atau sekedar mengajaknya berbi-cara dengan baik. Bila Anda ucapkan salam kepadanya di suatu hari, maka ia akan menantimu lewat di jalan itu, hanya untuk mendapatkan salam darimu. Ketahuilah, telah banyak orang yang mengabaikan sesuatu yang selama im ia cari-cari dan dambakan.”

Pada hakikatnya tukang sapu dan tukang sampah yang bekerja sebagai petugas mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah dan dari jalanan ke jalanan, berhak mendapat penghargaan. Karena kita merasa terbantu dengan pekerjaan yang sulit dan kotor ini.

Oleh karena itu, negara berkewajiban memberikan gaji yang berlipat atau memberinya tunjangan biaya kesehatan. Karena pada hakikatnya ia lebih mudah terserang banyak penyakit, yang disebabkan oleh seringnya berhubungan dengan kotoran-kotoran itu. Jika kita memahami tujuan da’wah, yaitu da’wah pembenahan, guna mewujudkan masyarakat islami, maka tidak akan terlewat dari pikiran kita untuk memahami kenyataan ini, yang dapat menyatukan hati dan menjernihkan akhlak.

Pada suatu hari saya berada di Masjid Kurmuz, Iskandaria, membicarakan tentang hal ini bersama bebe-rapa ikhwah. Ketika saya selesai berbicara, tiba-tiba saya dihampiri seorang pemuda, seraya mengatakan, “Saya sangat terkesan dengan pembahasan ini.” Setelah saya tanya, ternyata ia bekerja sebagai tukang kebersihan dan tukang sapu. Lalu saya katakan, “Bukankah kannas (tukang sapu) itu kan-nas (sama seperti manusia lain)?'” Sungguh, ini kata-kata spontan belaka, yang kebetulan saja berlaku.

Lengkapnya Klik DISINI

Hijrah Rasulullah Bukan Tanggal 1 Muharram

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Hasil gambar untuk gambar hijrah
 
Hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah tak terjadi pada tanggal 1 Muharram.

Dalam kitab Ar-Rahiq Al-Makhtum, Syeikh Al-Mubarakfury mengatakan bahwa Muhammad SAW. meninggalkan kediamannya di Mekkah ke kediaman Abu Bakar saat hari gelap atau malam hari, yakni pada tanggal 27 Shafar. Dari kediaman Abu Bakar, Rasulullah SAW. bersama Abu Bakar meninggalkan Mekkah ke tempat yang berlawanan dengan Madinah, menuju Gua Tsaur untuk tujuan sembunyi. Nabi Muhammad SAW. sempat menginap di dalamnya selama tiga malam, yakni malam Jumat, Sabtu serta Ahad.

Bersama Abu Bakar dan Abdullah bin Uraiqith serta orang kafir penunjuk jalan, Rasulullah SAW. memulai perjalanan ke Madinah lewat jalan yang tak lumrah.

Senin 8 Rabiul Awwal (23 Sept 622M) Rasulullah SAW. tiba di Quba, sekian kilometer sebelum masuk kota Madinah pada masa itu. Di Quba ini Rasulullah SAW. sempat menginap dari hari Senin, Selasa, Rabu hingga Kamis. Rasulullah SAW. bergerak menuju Madinah pada hari Jumat, tepatnya tanggal 11 Rabiul Awwal.
 
Jadi, rasanya kurang tepat apabila pada tanggal 1 Muharram diperingati peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW. Mengapa? karena hijrah Rasulullah SAW. tak terjadi pada bulan Muharram. Apabila ingin memperingati hijrah nabi, waktunya seharusnya antara 27 Shafar hingga 11 Rabiul Awwal.

Jika kita memperingati 1 Muharam sebenarnya itu memperingati ulang tahun kelahiran Al-Madinah Al-Munawwarah. Sebab pada dasarnya penetapan kalender hijriah itu dari kepentingan sistem adminstrasi negara. Umar serta para shahabat ketika itu setuju untuk mulai hitungan tahun pertama adalah sejak berdirinya negara Madinah, yang secara politis dijatuhkan pada tahun dimana Nabi SAW. hijrah dan tiba di Madinah.

Tahun dimana Nabi SAW tiba di Madinah adalah tahun yang menjadi tonggak besar dalam sejarah Islam, sebab merupakan tahun awal mula berdirinya negara Islam pertama.

Seperti halnya kita bangsa Indonesia memperingati 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan RI, dan bangsa Amerika setiap 4 Juli memperingati The Independen Day, maka umat Islam sedunia memperingati tiap 1 Muharram sebagai awal mula berdirinya Madinah sebagai negara.

Tak sedikit orang yang meragukan Madinah sebagai negara, sekalipun yang beragama Islam. Padahal tak ada kausal untuk meragukan kenegaraan Madinah.

Madinah ketika itu sudah memenuhi rukun dasar sebuah negara, yakni adanya pemimpin, rakyat dan wilayah. Madinah punya hukum dan pengadilan sendiri. Yang lebih penting lagi, negara-negara besar di masa itu juga diakui bila Madinah merupakan negara berdaulat.

Buktinya dengan dijawabnya surat yang dikirim oleh Nabi Muhammad kepada para raja dunia. Jawaban dari penguasa Romawi Kaisar Heraklius, surat Nabi SAW yang berisi ajakan masuk Islam itu, direspons baik dengan sepenuh penghormatan serta pengakuan bahwa Rasulullah SAW. adalah kepala negara.

Madinah ketika itu masih sangat kecil areanya, kira-kira hanya seluas masjid An-Nabawi saat ini. Jumlah penduduknya pun masih sangat sedikit. Penelitian menyebutkan bahwa saat Rasulullah tiba, Madinah hanya memiliki penduduk sejumlah kira-kira 15 ribuan jiwa. Saat Rasulullah SAW mangkat, jumlah penduduk Madinah sudah mencapai dua kali lipatnya, yaitu sekitar 30 ribu jiwa. 

sumber : [Paramuda/BersamaDakwah]


Lengkapnya Klik DISINI

KEAJAIBAN UMAT NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM DALAM KITAB TAURAT

KEAJAIBAN UMAT NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM DALAM KITAB TAURAT
Ketika Nabi Musa ‘alaihissalam bermunajat di Gunung Thursina untuk “bertemu” Allah subhaanahu wata’aala, Nabi Musa ‘alaihissalam mengajukan beberapa permintaan terkait isi dalam lauh-lauh (Kitab Taurat) yang diterimanya.

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang menjadi umat terbaik yang pernah terlahir ke dunia, mereka menyuruh sesamanya untuk berbuat kebaikan dan mencegah sesamanya berbuat kemungkaran. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang menjadi umat terakhir yang diciptakan namun mereka adalah umat yang paling dahulu masuk surga. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang memiliki anak-anak yang sudah dapat menghapal kitab suci mereka, sedangkan umat-umat sebelum itu membaca kitab suci mereka dengan melihat. Apabila kitab itu disingkirkan, mereka tidak dapat membacanya dan tidak mengetahuinya. Engkau juga memberikan mereka daya hafal yang tinggi yang tidak diberikan pada umat-umat lainnya. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang beriman pada kitab suci yang pertama kali diturunkan hingga kitab suci yang terakhir diturunkan, mereka senantiasa memerangi kesesatan, bahkan mereka juga memerangi makhluk paling pendusta yang bermata satu (Dajjal). Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang dapat memakan hasil dari zakat yang dikeluarkan oleh sesama mereka, namun tetap diberi ganjaran yang berlipat-lipat. Engkau mewajibkan zakat itu pada orang-orang kaya di antara mereka dan menyalurkannya pada orang-orang miskin. Sementara ketika umat-umat lain berzakat, jika diterima maka zakat itu akan dimakan api, dan jika ditolak maka zakat itu akan dimakan hewan buas dan burung-burung. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang ketika berniat untuk berbuat baik namun mereka tidak melaksanakan niat tersebut, maka akan tertulis satu kebaikan. Dan jika mereka melaksanakan niat tersebut, maka akan tertulis bagi mereka 10 hingga 700 kali lipat. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Nabi Musa ‘alaihissalam berkata lagi, “Ya Tuhanku, aku melihat di lauh-lauh itu disebutkan suatu umat yang dapat memberikan syafaat sekaligus menerima syafaat. Ya Tuhanku, jadikanlah mereka itu sebagai umatku.”
Allah subhaanahu wata’aala menjawab, “Itu adalah umat Muhammad.”

Setelah mendegar semua itu, Nabi Musa ‘alaihissalam melemparkan lauh-lauh yang dipegangnya sembari berkata, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku salah satu umat Muhammad.”

Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......