Judul:
Beginilah Jalan Dakwah Mengajarkan Kami
Pengarang: M. Lili Nur Aulia
Penerbit: Pustaka Da’watuna
Cetakan III, Januari 2008
***
Buku ini
menggambarkan secara ringkas ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin yang ada di
suatu jamaah dakwah. Orang-orang menyebut jama’ah dakwah ini dengan nama;
jama’ah tarbiyah (pada tahun 1999, jamah tarbiyah memasuki wilayah politik
Indonesia dengan menggunakan sarana partai politik bernama Partai Keadilan,
sekarang bernama Partai Keadilan sejahtera). Walau tidak bisa disebut buku
seluk beluk-nya jama’ah tarbiyah tapi buku ini cukup bisa memberikan tayangan
yang utuh mengenai sikap, prinsip, alasan, dan komitmen jamaah tarbiyah.
Bagi
internal kader jamaah tarbiyah, buku ini saya rekomendasikan untuk dibaca dan
ditelaah. Karena sangat membantu menajamkan pandangan dan meluruskan hal-hal
yang selama ini dianggap tidak salah.
Kalau anda
bukan kader jamaah tarbiyah, tidak mengenal tapi ingin tahu lebih banyak
tentang jamaah tarbiyah, maka jika ada kesempatan cobalah baca buku ini .
Dari Sini
Kami Memulai
Pelajaran
ke-1: Bukan dakwah yang membutuhkan kami tapi kami yang membutuhkan dakwah.
Dakwah adalah MLM sesungguhnya dalam menabung pahala, seperti sabda Rasululah
SAW: “Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk Allah, maka ia akan mendapat
pahala yang sama seperti jumlah pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa
dikurangi sedikitpun oleh pahala mereka (HR. Muslim). Dakwah juga dapat
medatangkan limpahan doa dan rahmat dari Allah juga seluruh makhluk-Nya seperti
sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah, para malaikat, semut yang ada di
lubangnya, bahkan ikan yang ada di lautan akan berdoa untuk orang yang
mengajarkan kebaikan pada manusia (HR. Tirmidzi). Dakwah juga dapat menjadi
penghalang turunnya adzab Allah, “dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara
mereka berkata: “mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan
mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?. Mereka menjawab:
“agar kami mempunyai alasan (pelepasan tanggungjawab) kepada Tuhanmu, dan
supaya mereka bertakwa” I(QS. Al-‘Araf: 164)
Pelajaran
ke-2: Meninggalkan peran dakwah tidak pernah diterima apapun alasannya. Abu
Bakar radhialahu anhu pernah berkata, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya manusia jika mereka melihat kemungkaran dan mereka
tidak merubahnya, dikhawatirkan mereka akan disamaratakan oleh Allah SWT dengan
azabnya (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Pelajaran
ke-3: Memilih teman harus didahulukan sebelum memulai perjalanan dakwah dan
jalan dakwah ini akan menyeleksi sendiri anggota komunitasnya. Imam Al-Ghazali
perna mengatakan bahwa setiap orang tergatung pada agama temannya, dan
seseorang tidak dikenal kecuali dengan melihat siapa temannya.
Pelajaran
ke-4: Amal jama’i (lebih dari sekedar kerjasama) adalah keharusan yang wajib
kami penuhi. Agama memerintahkan kita untuk saling membantu dalam kebaikan,
Allah berfirman: “dan hendaklah ada di antara kalian umat yang menyeru pada
kebaikan, dan melarang dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
menang” (QS. Al-Imran: 104). Amal jama’I adalah kewajuban agar terbentuk suatu
jamaah yang solid, karena manusia akan cenderung lemah ketika bekerja seornag
diri. Musuh-musu Islam semuanya melakukan aksi secara berkelompok, maka kami
harus melawan mereka juga dengan berkelompok, Allah berfirman: “Adapun orang
kafir, sebagian dari mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika
kamu (kaum muslim) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu,
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar” (QS.
Al-Anfal: 73)
Pelajaran
ke-5: Menempuh jalan dakwah mutlak memerlukan pemimpin. Kami telah menentukan
pemimpin-pemimpin kami di jalan ini. Kepada mereka kami serahkan keputusan yang
paling memenuhi maslahat. Maka setelah proses syuro (musyawarah) berlangsung,
apapun keputusannya, itulah yang kami pegang untuk dijalankan karena hasil
syuro bersifat mengikat. Seperti yang pernah dikatakan oleh Sa’id Hawa, bahwa
hasil syuro tidak pernah salah karena mekanisme itulah yang dijabarkan Islam
untuk menentukan langkah yang dianggap paling benar. Jika pada akhirnya,
keputusan itu ternyata tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka proses
syuro kembali yang akan menindaklanjuti kekeliruan tersebut.
Pelajaran
ke-6: Jiwa toleran agar dapat memahami dan bisa menyikapi dengan bijak sifat
dan karakter sesama saudara di jalan ini. Kebersamaan membutuhkan kekompakkan ,
kesepakatan, kesesuaian, dan kedekatan. Selama tidak pada kategori yang jelas
dan terang penyelewengan ari ajaran Allah dan Rasul-Nya, dan selama yang
terjadi adalah hanya perbedan sudut pandang, karakter, sifat cara penyampaian
dan semacamnya, maka kami belajar untuk semakin menyikapinya secara adil.
Pelajaran
ke-7: Ini adalah jalan orang-orang yang menghendaki kebahagiaan akhirat. Di
jalan ini, kami mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya. Bekal agar tetap teguh
dijalan ini, juga bekal untuk menempuh perjalanan di akhirat. Ketakwaan adalah
bekal utama yang sedang kami persiapkan. Ketika takwa melemah maka intensitas
dakwahpun menurun dan perbekalankami menuju akhirat menjadi berkurang.
Ketika
Kami Membangun Kebersamaan
Pelajaran
ke-8: Maing-masing kami adalah batu bata dalam bangunan dakwah yang siap
ditempatkan dimanapun dibutuhkan. Dakwah adalah bangunan besar yang harus
kokoh. Pembangunan dakwah telah dimulai oleh para anbiya dan orang-orang
shaleh. Semakin besar bentuk bangunan, maka kualitas batu bata semakin harus
tinggi, disinilah letak kontribusi yang harus kami lakukan.
Pelajaran
ke-9: Setiap batu bata memiliki kekhasan yang unik yang akan menempati
posisinya masing-masing tanpa ada kesenjangan derajat. Setiap kami memiliki
kekhasannya masing-masing, seperti kekhasan Raslullah SAW yang tidak dimiliki
nabi dan rasul sebelumnya, atau seperti Abu Bakar ra sebagai manusia penyayang,
atau Umar bin Khattab ra sebagai manusia yang paling tegas dlam beragama, juga
yang lainnya. Kekhasan inilahyang ternyata membawa mereka pada posisinya
masing-masing dalam bangunan dakwah dan menaikkan derajat mereka di sisi Allah
SWT karena amal-amal unggulan mereka berasal dari kekhasan mereka.
Pelajaran
ke-10: Menjadi da’i merupakan pernyataan bahwa kami ingin lebih memberi
perhatian dan pertolongan bukan sebaliknya. Kami menyadari dan berkeyakinan
bahwa kehidupan seseorang akan menjadi lebih berharga ketika ia mempunyai saham
dan peran bagi orang lain. Dan peran yang paling berharga adalah membantu
manusia mengenal dan tunduk pada Allah SWT.
Pelajaran
ke-11: jalan dakwah mengharuskan kami seimbang antara ibadah dan muamalah.
Jalan ini membentuk kami memiliki paradigma keislaman yang ituh, mengenai semua
sektor nilai-nilai Islam yang menjadi hajat kehidupan. Kami memahami Islam
sebagai sebuah bangunan dengan ruang social, ekonomi, pendidikan, politik,
budaya dan lainnya.
Pelajaran
ke-12: Sebaik-baik bekal adalah takwa. Hidup di dunia bukanlah tujuan, tapi ia
merupakan perjalanan; perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Maka jalan
dakwah membantu kami dalam mempesiapkan bekal untuk kedua perjalanan tersebut
terutama perjalanan dari dunia.
Pelajaran
ke-13: Memiliki komitmen dengan jamaah dakwah adalah termasuk bekal takwa.
Kebersamaan dalam suatu perjalanan biasanya akan menambah variasi perbekalan
yang akan dibawa. Bersama dakwah, kami mendapati keberkahan dalam perbekalan di
jalan ini. Anas bin Malik pernah berkata: “Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya
juga Abu Bakar dan Umar. Aku berharap bisa selalu bersama mereka”.
Pelajaran
ke-14: Kebersamaan kami diikat oleh lima hal. Lima hal tersebut adalah; ikatan
aqidah, ikatan pemikiran, ikatan persaudaraan, ikatan organisasi, dan ikatan
janji. Tidak ada satu perkumpulanpun yang diikat dengan lima ikatan sekaligus
kecuali kebersamaan di jalan ini.
Pelajaran
ke-15: Memang tidak semua manusia harus terikat secara formal untuk bergabung
dan berjuang menegakkan dakwah ini. Muslim manapun yang tidak bergabung dengan
jamaah ini, maka kami harus memelihara husnudzan dengan mereka. Kami tetap
memelihara hubungan kerja yangbaik dengan mereka, menyambung tali-tali harapan
mereka. Tidak ada masalah mereka kan memberikan afiliasinya secara formal
kepada dakwah kami ataupun tidak, Selama mereka mempunyai afiliasi kepada
Islam, maka kamilah yang akan mencarikan saluran-saluran afiliasi keislamannya
itu dalam bentuk perjuangan dakwah yang sedang lami lakukan.
Pelajaran
ke-16: Mewaspadai faktor yang melemahkan amal jama’i. Ada beberapa keadaan yang
umumnya bisa melemahkan seseorang dalam beramal jama’i, yaitu: pemahaman bahwa
amal jama’i adalah ibadah nafilah yang boleh ditinggalkan, ketakutan dan
kekhawatiran jika amal jama’i menjadi berkembang, dan motif ketertarikan
terhadap individu bukan kepada manhaj (aturan/sistyem/cara)
Pelajaran
ke-17: Tsiqah adalah mahar yang harus ditunaikan oleh qaid (pemimpin) dan jundi
(anggota). Ketsiqahan, atau kepercayaan harus ditunaikan secara bersama oleh
pemimpin kepada anggota dan oleh anggota kepada pemimpin. Maka pemimpin, sudah
seharusnya menjaga keterpaduan dirinya dengan anggotanya dengan cara melibatkan
anggota dalam proses syuro untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Bukankah
kekalahan pada perang uhud, telah memberikan banyak peljaran mengenai
ketsiqahan?.
Pelajaran
ke-18: Setiap orang di jalan ini tidak harus dan tidak boleh menyembunyikan
kemampuannya, mengubur bakatnya dan mengebiri ide-idenya untuk ditempatkan
dimana sja sesuai kehendak dan perintah pimpinan. Rasulullah SAW sangat terbuka
dengan saran dan kritik yang diajukan oleh para sahabat, kalau memang itu
adalah keputusan terbaik Rasulullah tidak akan segan menerimanya. Rasulullah
SAW juga pandai memberdayakan potensi para sahabat, mereka diberi posisi yag
sesuai dengan keahliannya masing-masing, walaupun begitu Rasulullah tidak mau
basa-basi kepada seseorang demi kemaslahatan umumn terutama dalam memilih
pemimpin
Perjalanan
Beraroma Semerbak
Pelajaran
ke-19: Keterikatan pada jama’ah bisa membersihkan hati dari kedengkian. Dalam
hidup ini, setiap orang mempunyai kelompok dan jama’ahnya sendiri-sendiri.
Setiap kelompok mempunyai simbol dan syiarnya sendiri-sendiri. Tapi setiap
orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh kebenaran, maka ia akan tercerai
berai oleh kejahatan.
Pelajaran
ke-20: Jalan dakwah menempa kami menghargai waktu. Kehidupan di jalan dakwah
tidak lepas dari aktifitas pemenuhan target dan amal ibadah yangtelah
disepakati yang dievaluasi setiap pekan dalam pertemuan tarbiyah.
Pelajaran
ke-21: Kami mengambil energi dari kelebihan-kelebihan saudara kami. Saudara
kami memiliki amal unggulannya masing-masing. Melalui mereka, kami bercermion
dari keistimewaan tersebut dan berlomba maniru kebaikan mereka
Pelajaran
ke-22: Mendapatkan energi dari kesalihan saudara kami. Kesalihan seseorang
memiliki aroma yang bisa dihirup oleh siapapun yang berada dan berinteraksi
dengannya
Pelajaran
ke-23: Ketersembunyian dalam melakukan amal shaleh tetap diperlukan.
Kebersamaan dalam jamaah ini tidak serta merta membuat kami lupa bahwa amal
yang dilakukan secara tersembunyi tetap dibutuhkan.Hal ini untuk menjaga
keikhlasan dan dinamika amal shaleh kami
Pelajaran
ke-24: Amal shaleh yang tetap harus ditampilkan. Ketika kejahatan mendominasi
publik, maka amal shaleh tertentu harus ditampilkan. Amal shaleh yang
diperintahkan untuk ditampilkan tidak boleh terhalang oleh alasan: takut riya
karena meninggalkan amal shaleh karena takut riya itu berarti telah riya.
Pelajaran
ke-25: Membina orang lainbagi kami sama dengan membina diri sendiri. Karakter
dan sikap-sikap pemimpin akan turun mewarnai anggota-anggota yang dibina dan
didakwahi.
Pelajaran
ke-26: Berpikir negatif akanmelemahkan dan menghancurkan semangat. Sudut
pandang yang melihat bahwa kondisi sudah sangat rusak, atau seseorang telah
melakukan terlalu banyak kesalahan sehingga sulit dirubah, adalah sudut pandang
yang melemahkan dan mematikan semangat berdakwah. Maka kami arus mewaspadai
segala informasi miring tentang seseorangatau situasi tertentu yang bisa
memunculkan lemahnya semangat melakukan lebih banyak lagi kebaikan.
Ketika
Melewati jalan Mendaki
Pelajaran
ke-27: Mengkaji yang tersirat dari yang tersurat. Kekecewaan demi kekecewaan
yang dirasakan ketika berada di jalan dakwah ini harusnya bisa kami sikapi
dengan proporsional tanpa harus keluar meninggalkan jama’’ah. Maka jika kami
merasakan kegersangan, kegelisahan, dan ketidaknyamanan dalam berinteraksi
bersama saudara-saudara kami di jalan ini, sebaiknya kami melihat diri kami
lebih dulu, dan lalu melakukan prasangka baik kepada orang lain, sampai jelas
suatu kebenaran itu benar dan suatu kesalahan itu salah. Kemudian jika
keburukan yang kami duga itu benar, maka kami harus menempuh mekanisme
penyampaian nasehat dengan baik dan benar.
Pelajaran
ke-28: Sakralisme hanya membawa sedikit manfaat. Sakralisme ternyata memiliki
sedikit saja nilai positif, yaitu jika orang yang disakralkan melakukan amal
shaleh maka banyak orang lain yang akan mengikutinya, tapi jika orang yang
disakralkan melakukan keburukan banyak pula yang akhirnya kecewa. Jalan
kebenaran tidak boleh kami tinggalkan dengan alasan adanya personil yang tidak
sejalan lagi dengan misi kebenaran. Kami menyimpulkan bahwa lari dari kewajiban
meluruskan dan memperbaiki dengan meninggalkan jama’ah dakwah sama sekali tidak
memberi maslahat untuk mengusir kerusakan yang ada.
Pelajaran
ke-29: Tidak boleh ada bias orientasi di jalan ini. Ketetapan kami
untukmemasuki wilayah politik harus diiringi dengan rutinitas evaluasi yang
ketat. Kami yakin bahwa politik adalah salah satu kendaraan dakwah yang bisa
digunakan jika situasinya memungkinkan untuk digunakan. Politik adala mimbar
dakwah yang efektif jika bisa dikelola dengan baik oleh orang-orang yang tepat.
Bahkan kami berkeyakinan bahwa menduduki kekuasaan sambil berkoalisi dengan
pemerintah bukanlah perilaku yang tercela. Yang menjadi persoalan seharusnya
adalah bagaimana proses pencapaian kekuasaan itu dan bagaimana pengelolaan
kekauasaan itu.
Pelajaran
ke-30: Kesalahan adalah sebua resiko aktifitas. Ini bukan jamaah malaikat. Ini
adalah jamaah manusia, yaitu jamaah orang-orang yang ingin memperbaiki diri
dari kekeliruan. Kami berkeyakinan bahwa kesalahan tidakk boleh dilakukan dua
kali. Dan kesalahan yang telah dilakukan adalah resiko bagi siapapun yang terus
bergerak.
Pelajaran
ke-31: Memelihara dominasi kebaikan saudara saat ia melakukan keburukan. Ketika
ada informasi miring yang kami terima terkait dengan saudara-saudara kami,
maupun institusi dakwah kami, maka pada saat itu kami arus memiliki tawaqquat
(daya antisipatif) dan manna’ah (daya imunitas) yang memadai. Bersamaan dengan
ituu, kami tetap harus merespon berbagai informasi negatif itu dengan tabayun
(klarifikasi) pada pimpinan dan melokalisir penyebaran informasi yang tidak
jelas kebenarannya dengan tidak menyampaikan pada khayalak yang lebih luas baik
internal ataupun eksternal. Kami hanya berkewajiban untuk melaporkan pada pimpinan
yang berwenang agar segera diselidiki, digali, dianalisis, disimpulkan dan
diambil langkah-langkah yang diperlukan. Cukuplah pembunuhan Utsman bin Affan
menjadi pelajaran berharga disebabkan munculnya banyak fitnah akibat
‘keburukan’ yang dibicarakan secara terbuka.
Pelajaran
ke-32: Seni menyikapi kesalahan itu beragam. Kami berkeyakinan bahwa kekeliruan
saudara kami tidak boleh disebarluaskan. Jika benar kekeliruan tersebut telah
dilakukan ole saudara kami maka kami harus bercermin dari kesalahan itu. Tidak
ada yang sempurna dalam kehidupan ini, maka saudara-saudara kami termasuk guru
dan pemimpin akami tentu saja masuk dalam bingkai ketidaksempurnaan
tersebut.Walaupun begitu, kesalahan-kesalahan harus tetap diluruskan dan
kesalahan-kesalahan harus bisa membuat kami lebih tawadu.
Pelajaran
ke-33: Dakwah tidak mengenal kata pensiun. Tidak ada kata pensiun dalam kamus
dakwah. Yang ada adalah kata uzlah (mengasingkan diri). Namun tetap saja,
berbaur dengan orang lain dalam berdakwa lebih tinggi derajatnya dibandingkan
dengan orang yang memiliki keshalehan untuk dirinya sendiri.
Pelajaran
ke-34: Nasihat adalah tiang penyangga agama. Nasihat, kritik, teguran,
aspirasi, benar-benar kami perlukan di jalan dakwah ini. Jika kami mengabaikan
nasihat, maka persaudaraan kami akanmudah hancur.
Kesejukan
yang meringankan langkah
Pelajaran
ke-35: Saling medoakan di antara sepi. Kami belajar menikmati doa untuk
saudara-saudara kami agar terbuka hatinya menerima dakwah, agar diberi
keistiqamahan juga kekuatan iman, agar Allah menguatkan ikatan hati kami. Jika
air mata kami menitik ketika melantunkan doa untuk mereka, maka suasana seperti
ini tidak akan pernah kami alami kecuali ketika kami berada di jalan ini, jalan
dakwah.
Pelajaran
ke-36: Kesan dari sejarah orang-orang shalih. Ada pengaruh yang kuat dan
perasaan penghayatan yang mendalam dengan membaca sejarah kehidupan Rasulullah
SAW, para sahabat, dan orang-orang shaleh.
Pelajaran
ke-37: Keletihan yang menjadi energi dan kesulitan yang menambah kekuatan.
Keletihan yang diiringi dengan kekuatan ruhiyah akan menjadi energi baru dalam
seketika. Keletihan ini diapat dengan cara, memurnikan kembali niat beramal
karena dakwah kepada Allah SWT, tetap memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi
orang lain yang membutuhkan terutama harta, tidak meninggalkan amal ibadah
wajib juga sunnah, dan tidak mengumbar keletihan kecuali hanya kepada Allah SWT
dengan cara bermunajat kepada-Nya. Pun begitu juga dengan kesulitan, bahwa
factor kesulitan akan menyebabkan munculnya suatu gerak dan aktifitas.
Pelajaran
ke-38: Keterasingan ini menguntungkan bagi kami. Rasulullah pernah berdabda,
bahwa Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi yang asing,
maka beruntunglah orang-orang yang asing, yaitu orang-orang yang melakukan
perbaikan disaat manusia melakukan keburukan.
Pelajaran
ke-39: Di jalan ini, kami selalu memperbaiki diri. Beragam pengalaman yang kami
peroleh di jalan dakwah ini, mengilami bahwa keberadaan kami di sini merupakan
sarana yang memudahkan kami memperbaiki diri, saat kami melakukan kemaksiatan
dan dosa.
Pelajaran
ke-40: Potensi besar yang tersingkap di jalan ini. Taubat dan menapakki kaki di
jalan dakwah ini adalah dua hal yang sangat berkaitan. Dengan bertaubat dan
kembali kepada Alla SWT, seseorang akan memulai lembaran baru dengan diri
sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Di jalan dakwah ini, taubat akan
senantiasa terpelihara. Taubat yang terpelihara akan menyingkap berbagai
potensi diri yang tersembunyi.
Pelajaran
ke-41: kami bergerak karena diri kami sendiri bukan orang lain. Apapun yang
kami tempuh, kami lah yang akan menerima kebaikan dan keburukannya. Kami tidak
boleh terlibat dalam dakwah hanya karena terpesona figure atau kekaguman kami
terhadap seorang da’I atau pemimpin. Tapi dari merekalah kami belajar bahwa
motif dan dorongankami berada di jalan dakwah harus muncul dari motivasi iman.
Pelajaran
ke-42: Bagaimanapun, kesempurnaan tetap harus dikejar. Manusia adalah tempat
lalai dan dosa. Maka kami arus kembali dari kelalaian kami dan mengevaluasi
kekeliruan kami. Kami harus membangkitkan sensitifitas iman dari dosa dan
kelemahan karena iman itu akan bertambah dengan ketaatan dan akan berkurang
dengan kemaksiatan
Pelajaran
ke-43: Tempat peristirahatan itu bernama canda. Kami tetap membutuhkan
peristirahatan dalam jalan dakwa ini. Yaitu tempat merasakan kegembiraan
bersama, melepas ketegangan, meregangkan otot dan sendi-sendi. Di jalan ini
kami memiliki ruang untuk tersenyum dan tertawa dengan porsi dan batasan
etikanya.
Pelajaran
ke-44: Perjalanan ini tidak boleh berhenti. Ini adalah jalan panjang, jalan
kebenaran. Maka kami harus tetap bertahan danmeneruskan perjalanan ini. Kami
tiak boleh tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir di jalan ini
http://aisyahmuchtar.wordpress.com/2008/12/19/beginilah-jalan-dakwah-mengajarkan-kami/