Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Banyaknya persoalan akan mengantarkan kita pada upaya mencari solusi
alias pemecahannya. Masalah remaja ini kan lumayan banyak ya. Apa aja
tuh? Tawuran, pergaulan bebas, pacaran, seks bebas, narkoba, miras,
perundungan alias nge-bully, selera dan ekspresi musik,
kecanduan game online, pornografi, penyalahgunaan internet, tren mode
pakaian, dan lain sebagainya dan lain sejenisnya. Buwanyak buwanget.
Namun, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi semua itu? Memulai
dari mana untuk bisa turut andil dalam menyelesaikan problem ini?
Jawabannya, dakwah. Tetapi, tentu saja sebelum kita terjun dalam
dakwah, kita kudu punya ilmunya dulu dong. Nggak asal nyebur aja di
arena dakwah. Nah, ilmu didapat dari belajar. Setuju ya? Ok. Jadi, untuk
bisa ikut andil dalam dakwah, maka kita kudu mempermak diri kita dengan
ilmu keislaman. Berarti kudu belajar dulu, kan? Ya, belajar dan
mengkaji. Kalo untuk kegiatan belajar Islam, biasanya orang udah kadung
pake istilah ngaji. Betul, dengan ngaji kita jadi bisa tahu mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Melalui
ngaji, kita jadi tahu mana yang halal dan mana yang haram. Ngaji juga
mengantarkan kita kepada pengetahuan dan pemahaman mana perbuatan yang
terpuji dan mana perbuatan yang tercela. Mau kan jadi orang yang tahu
dan paham? Harusnya mau, dong.
Ngaji, langkah awalnya
Sobat gaulislam, saya kebetulan mengajar di Pesantren Media untuk
materi pelajaran Problem Anak Muda. Nah, dalam mapel ini santri
dirangsang cara berpikirnya untuk mendata apa saja sih permasalahan
remaja itu, lalu menilainya dan mencari solusi atas permasalahan
tersebut. Ini standar lho. Sebab memang begitu adanya. Nggak ada asap
kalo nggak ada api. Sebab-akibat terhadap suatu fakta itu menjadi
langganan santri Pesantren Media dalam membaca dan memahami fakta. Maka,
seharusnya cara pandang seperti ini bisa menghantarkan kita untuk tahu
permasalahan dan solusinya.
Ngaji sebagai langkah awal kita untuk bisa nyebur di arena dakwah,
adalah sebuah keharusan. Umpama kita mau renang, tentu saja nggak asal
nyebur. Perlu sedikit teori dasar dan perlu bimbingan yang sudah tahu
seluk-beluk renang. Sama halnya ketika mau nyebur dalam medan tempur,
setiap individu prajurit kudu tahu teori pake senjata, bertahan di medan
perang, strategi memukul mundur musuh, strategi gerilya, taktik
menyerang melalui darat, laut, dan udara. Semua teori itu dipelajari
terlebih dahulu. Bahkan, sebelum berperang pun tetap ada briefing untuk
menyatukan tujuan dan target serta cara mencampainya. Semua butuh ilmu
sebelum amal. Itu sebabnya, bagi para remaja wajib juga untuk mengkaji
Islam, sebelum terjun langsung dakwah.
Melalui ngaji kita akan tahu kewajiban, keutamaan, cara, tujuan,
target, dan bagaimana mencapainya. Selain itu, kita juga diajarkan untuk
senantiasa menjadikan niat sebagai ukuran dalam melakukan perbuatan.
Niatnya salah, maka salah pula hasil yang kita dapat meski caranya
benar. Shalat nggak diterima kalo niatnya bukan karena mengharap
keridhoan Allah Ta’ala, meski caanya benar. Rugi, kan? Ngaji dan dakwah
juga nggak diterima sebagai amal shalih kalo niatnya bukan karena Allah
Ta’ala. Tuh, tebelin dah catetannya.
Mungkin ada di antara kamu yang bertanya-tanya, gimana caranya bisa
ngaji? Nggak usah khawatir, kini banyak kegiatan rohis yang bagus. Ikut
aja kegiatan di rohis dan kamu bakal dapetin bukan saja ilmu, tetapi
juga teman seperjuangan. Gabung juga di kegiatan remaja masjid yang
hampir selalu ada di setiap masjid besar di desa atau kelurahan. Lembaga
gaulislam yang menerbitkan buletin kesayangan kamu ini, insya Allah
juga bisa membantu kamu untuk belajar seputar Islam dan ikut
kajian-kajiannya. Ada tim yang bisa bantu kamu belajar Islam. Tunggu apa
lagi? Bergegaslah menuju kebaikan.
Lapar ilmu
Kalo kamu lapar biasanya ingin segera menuntaskan rasa laparmu dengan
mencari makanan. Kalo nggak punya duit buat beli makanan, bisa jadi
kamu pinjam uang ke tamanmu. Bahkan dalam kondisi yang darurat
sekalipun, banyak orang berusaha untuk memenuhi rasa laparnya walau
sekadar memakan dedaunan. Kenapa hal itu dilakukan? Semata karena
tuntutan kebutuhan bertahan hidup. Lalu bagaimana jika lapar ilmu?
Hehehe saya menggunakan istilah ini karena kalo “haus ilmu” kayaknya
udah terlalu sering kita dengar. Jika kita dalam memenuhi rasa lapar
untuk kebutuhan fisik bisa mengupayakan secara maksimal, maka tak ada
salahnya (malah lebih bagus juga) jika dipraktekkan dalam memenuhi
kebutuhan akan ilmu pengetahuan. Jadinya, kondisi kita yang lapar ilmu
akan menghantarkan untuk giat dan semangat mencari guru dan belajar demi
memenuhi kebutuhan akan ilmu. Betul? Ya, seharusnya.
Itu sebabnya, kondisi lapar ilmu bisa menghantarkan kita giat dan
semangat belajar. Ngaji bukan lagi sesuatu yang beban, tetapi sebagai
tamasya, rihlah. Maka, bercerminlah kepada para ulama, kepada
orang-orang yang secara keilmuan bagus. Belajarlah dengan mereka. Bila
belum memungkinkan, teladani semangatnya dalam mencari ilmu dan
mendapatkannya. Selain itu, ‘contek’ juga cara para ulama setelah
mencari dan mendapatkan ilmu, yakni tiru bagaimana mereka mengajarkannya
lagi kepada orang lain, atau mendakwahkannya. Sebab, orang yang sudah
punya ilmu namun tidak memiliki semangat untuk menyebarkannya lagi atau
menjadi bekal mereka untuk berdakwah, ilmu itu jadi nganggur dan mungkin
sia-sia karena hanya dinikmati diri sendiri.
Ayo sobat gaulislam, mumpung punya kesempatan untuk belajar, kajilah
Islam. Apalagi kondisi keluarga mendukung. Ayah-ibumu masih ada dan
mampu untuk membiayai kehidupan dan proses belajarmu.
Bolehlah kita bercermin pada para ulama terdahulu. Mereka dididik
oleh orang tuanya dengan sangat bagus dalam belajar tentang Islam. Kamu
tentu tahu kan dengan sosok Imam asy-Syafi’i? Ya, ayah Imam asy-Syafi’i
wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan
memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi
seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza
menuju Mekah.
Di Mekah, ia mempeljari al-Quran dan berhasil menghafalkannya saat
berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang
bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun
jadi tertata dan fasih.
Setelah itu, ibunya memperhatikannya agar bisa berkuda dan memanah.
Jadilah ia seorang pemanah ulung. 100 anak panah pernah ia muntahkan
dari busurnya, tak satu pun meleset dari sasaran.
Allah Ta’ala memberikan taufik kepada Imam asy-Syafi’i sehingga
dengan kecerdasan dan kedalaman pemahamannya, saat beliau baru berusia
15 tahun, Imam asy-Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa.
Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang
muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama.
Imam asy-Sayfi’i bercerita tentang masa kecilnya, “Aku adalah seorang
anak yatim. Ibukulah yang mengasuhku. Namun ia tidak memiliki biaya
untuk pendidikanku. Aku menghafal al-Quran saat berusia 7 tahun. Dan
menghafal kitab al-Muwaththa saat berusia 10 tahun. Setelah
menyempurnakan hafalan al-Quran, aku masuk ke masjid, duduk di
majelisnya para ulama. Kuhafalkan hadits atau suatu permasalahan.
Keadaan kami di masyarakat berbeda, aku tidak memiliki uang untuk
membeli kertas. Aku pun menjadikan tulang sebagai tempat menulis”.
Walaupun memiliki keterbatasan materi, ibu Imam asy-Syafi’i tetap
memberi perhatian luar biasa terhadap pendidikan anaknya. Buat kita nih,
nggak ada alasan lagi untuk malas belajar. Yuk, mulai dari sekarang
kita ngaji.
Dakwah bagi remaja
Ya, persoalan penting lainnya, sesuai judul di buletin gaulislam
edisi 449 ini, maka kita perlu adanya dakwah khusus buat remaja. Sebab,
permasalahan manusia ini banyak banget. Kadang, tergantung tingkatan
usia dan latar belakang pendidikan untuk bisa masuk pesannya. Ya iyalah,
kan nggak mungkin kita cara berdakwah ke anak-anak disamain dengan cara
dakwah buat orang dewasa. Malah, untuk orang dewasa aja, perlu ada trik
berbeda ketika dakwah kepada yang masih awam dan kepada yang udah
terpelajar. Betul nggak?
Nah, bagaimana prospek dakwah buat remaja? Bagus. Bagaimana masa
depan dakwah remaja? Insya Allah bisa bagus juga kalo ditangani dengan
benar dan baik sejak dari sekarang (atau saya sih yakin sejak lama sudah
dilakukan para pendahulu kita). Sudah ada sejak lama. Kita tinggal
melanjutkan saja dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini.
Betul?
Kalo ngeliat fakta sekarang, maka dakwah bagi remaja kudu rajin
digeber. Menyatukan banyak komponen. Kalo saya dan kawan-kawan sebagai
penulis yang memperhatikan permasalahan remaja, maka cara utama saya
berdakwah dalam menyelesaikan problem tersebut adalah melalui media,
khususnya tulisan yang saya sebar di blog, di buletin, dan tentu saja di
buku. Kadang, saya juga sampaikan di radio dan televisi, termasuk di
Youtube. Alhamdulillah, selama ini saya fokuskan untuk menemani kamu
semua–remaja muslim–dalam belajar Islam. Walau, kalo harus jujur, saya
bukan lagi remaja. Tetapi insya Allah akan terus saya fokuskan dakwah
untuk remaja, apalagi saya sudah memiliki anak usia remaja (SMA dan
SMP). Jadi tambah semangat deh buat sharing ilmu dengan kamu semua para
remaja muslim.
Insya Allah banyak banget kaum muslimin yang peduli dengan remaja.
Mereka berdakwah bahu membahu dengan banyak pengemban dakwah lainnya.
Saya sendiri alhamdulillah sudah sejak 1994 mulai tertarik ke dunia
dakwah remaja. Ada rentang waktu 22 tahun sampai sekarang. Jejak tulisan
saya insya Allah bisa kamu temukan di Majalah Remaja PERMATA, Majalah
SOBAT Muda, Buletin STUDIA, juga di Buletin gaulislam saat ini. Insya
Allah bisa kamu temukan juga di buku-buku yang saya khususkan untuk
remaja (alhamdulillah ada lebih dari 45 buku) sejak buku Jangan Jadi Bebek,
yakni buku pertama saya yang diterbitkan tahun 2002. Kemudian disusul
buku lainnya, baik yang ditulis sendiri maupun hasil kolaborasi dengan
penulis lain. Alhamdulillah, di usia yang tak lagi muda, Allah Ta’ala
memudahkan saya untuk menulis beberapa buku baru bagi remaja. Silakan
cari di toko buku ya. Ada tiga buku baru saya, lho (hehe.. promo nih
jadinya). Pertama, Sosmed Addict (Oktober 2015). Kedua, Jomblo’s Diary (edisi re-make, April 2016). Ketiga, Lupakan Mantanmu! (Mei 2016).
Semoga apa yang saya lakukan ini bisa membuat kamu lebih semangat
mencari ilmu, untuk kemudian mengkaji lebih dalam, dan akhirnya bisa
ikutan berdakwah. Sesuai kemampuan maksimal yang bisa kamu lakukan.
Lebih keren lagi kalo kamu bisa melampaui apa yang saya dan kawan-kawan
lakukan. Sebab, generasi kamu lebih berpeluang besar untuk terus
berkiprah dalam dakwah ketimbang generasi kami. Semangat menjemput masa
depan dakwah remaja dan kebangkitan Islam yang benar dan baik. Insya
Allah. [O. Solihin | Twitter @osolihin]
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..