Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Sobat, yuk kita introspeksi, apa hasil dari shaum Ramadhan
yang sudah kita laksanakan dari hari pertama hingga sudah melewati pekan
ketiga ini? Jika shaum Ramadhan membuat kita makin takwa, bersyukurlah.
Tadinya gampang bohong ke orang lain, tetapi setelah shaum Ramadhan
yang dijalani sampai hari ini, kita takut dosa sehingga tak mau
berbohong lagi. Ini termasuk berhasil menjadi salah satu bagian dalam
hidup kita dalam meraih ketakwaan setelah shaum Ramadhan. Insya Allah.
Ada banyak orang mengistilahkan semangat meraih pahala di bulan
Ramadhan, seperti perlombaan. Ibarat lomba maraton, peserta awal tuh
banyak banget. Biasanya kalo lomba maraton itu jaraknya lumayan jauh,
minimal 10 KM, bahkan bisa lebih. Jumlah peserta yang melimpah dan jarak
yang jauh memungkinkan banyak peserta berguguran selama perjalanan. Ada
yang di awal doang semangatnya, ada yang di tengah jalan kendur, dan
bahkan ada yang menjelang garis finis malah KO. Mereka yang menang lomba
maraton, selain karena kesungguhan dan harapan untuk meraih yang
terbaik, juga karena daya tahan. Itu beberapa kunci sukses.
Bagaimana dengan shaum? Kunci yang tadi ditambah dengan niat ikhlas
karena Allah Ta’ala, caranya benar sesuai tuntunan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dorongan keimanan inilah yang kemudian
bisa membuat kita kuat daya tahannya dalam menjalani shaum Ramadhan.
Coba aja lihat, malam pertama tarawih yang datang ke masjid untuk shalat
banyak banget. Saya aja pernah tuh kebagian tempatnya di luar ruangan
utama. Seneng aja. Sebab, selain Ramadhan seperti biasa masjid sepi
peminat. Malam-malam berikutnya mulai tuh ada satu dua yang mulai nggak
ke masjid. Seminggu berlalu, jumlahnya terus berkurang. Shaf makin maju.
Walhasil, tadi malam saja, di malam yang ke-22 yang tersisa masih
mending ada dua shaf juga, daripada nggak ada. Padahal, masjid luas
banget. Duh!
Mereka yang masih bertahan semoga mendapatkan kebaikan dan keberkahan
yang banyak dari Allah Ta’ala. Daya tahan untuk melaksanakan kewajiban
adalah salah satu poin penting bagi seorang muslim. Sebab, betapa banyak
pemuda yang gagah tapi ke masjid untuk shalat berjamaah aja malas.
Sebaliknya, banyak orang tua yang sudah usia lanjut tetap ke masjid
meski secara fisik pastinya mulai lemah. Keimananlah yang membedakan di
antara keduanya. So, di sepuluh terakhir bulan Ramadhan ini kita kejar target untuk mendapatkan pahala yang lebih besar. Yuk, semangat!
Iman sebagai daya tahan
Sobat, dalam surah al-Baqarah ayat 183 yang di bulan
Ramadhan jadi ‘trending topic’ karena sering disebut dan disampaikan
dalam berbagai ceramah, hakikat melaksanakan shaum Ramadhan adalah untuk
meraih takwa, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa” (QS al-Baqarah [2]: 183)
Nah, coba perhatikan permulaan ayatnya, Bro en Sis. Di situ kan yang
dipanggil adalah orang-orang yang beriman. Why? Saya pernah dapetin
keterangan saat ikut pengajian. Dijelaskan oleh ustaznya bahwa orang
yang beriman itu lembut hatinya. Jadi, mudah untuk melaksanakan perintah
Allah Ta’ala. Waktu itu saya tertegun dan berpikir, berarti
kebalikannya adalah, kalo kita merasa berat melaksanakan perintah Allah
Ta’ala berarti ada sesuatu yang aneh dengan keimanan kita, bisa masih
lemah, bisa juga ada kemungkinan udah tipis banget. Introspeksi yuk!
Kita insya Allah bisa mengukur diri, sejauh ini apakah kita udah kuat
atau belum keimanannya, udah mantep belum keyakinan kepada Allah
Ta’ala. Jika iman sudah kuat, daya tahannya juga oke, lho. Maka,
ketakwaan akan didapat. Shaum Ramadhan itu adalah kewajiban kaum
muslimin. Syarat dan ketentuannya berlaku. Kalo kita merasa enjoy,
bahkan antusias melaksanakan shaum Ramadhan, insya Allah kita termasuk
orang-orang yang beriman dan akhirnya ketakwaan kita tumbuh makin kokoh.
Mengenal tauhid
Eh, apa hubungannya pembahasan Ramadhan dengan tauhid? Tentu saja ada. Saya rangkumkan aja ya dari pembahasan di website muslimah.or.id (yang mengutip dari al-Qaulul Mufiiid, jilid I, halaman 7-10). Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam al-Quran:
رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang
ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam
beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama
dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS Maryam [19]: 65)
Perhatikan ayat di atas:
Pertama, dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) (Rabb (yang menguasai) langit dan bumi) merupakan penetapan tauhid rububiyah.
Kedua, dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ) (maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.
Ketiga, dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً) (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.
Berikut penjelasan ringkas tentang tiga jenis tauhid tersebut.
Pertama, tauhid rububiyah.
Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan
pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman
Allah:
أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (QS al-A’raf [7]: 54)
Kedua, tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah
karena penisbatanya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena
penisbatannya kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan
Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang
berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ
”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Allah adalah batil” (QS Luqman [31]: 30)
Ketiga, tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla
dengan nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini
mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus
menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia
tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak
menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya.
Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya: ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS asy-Syuura [42]: 11)
Masih dalam penjelasan di website muslimah.or.id, disampaikan bahwa antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tauhid rububiyah mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Maksudnya pengakuan seseorang terhadap tauhid rububiyah mengharuskan pengakuannya terhadap tauhid uluhiyah.
Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa Allah adalah Tuhannya yang
menciptakannya dan mengatur segala urusannya, maka dia harus beribadah
hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
Sedangkan tauhid uluhiyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya, tauhid rububiyah termasuk bagian dari tauhid uluhiyah.
Barangsiapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak
menyekutukan-Nya, pasti dia meyakini bahwa Allahlah Tuhannya dan
penciptanya. Hal ini sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
“Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu
kamu sembah (75), kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? (76), karena
sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan
semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah
yang memberi petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia memberi
makan dan minum kepadaku (79), dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan
menghidupkan aku (kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan
mengampuni kesalahanku pada hari kiamat (82)” (QS asy-Syu’araa’ [26]: 75-82)
Maka, sesuai dengan pembahasan kita tentang Ramadhan ini, khususnya
kewajiban melaksanakan shaum, adalah bagian dari konsekuensi terhadap
keimanan kepada Allah dan pelaksanaan perintah-Nya. Meyakini hanya Allah
Ta’ala sebagai pencipta dan wajib diibadahi.
Semoga saja di Ramadhan yang udah menjelang garis finis ini kita
tetap semangat melaksanakan amalan shalih dengan landasan iman
(khususnya kepada Allah Ta’ala) sebagai daya tahannya. Mulai dari shaum,
shalat tarawih (tentu saja shalat wajib yang utama), shadaqah, baca
al-Quran, dan berlomba mendapatkan lailatul qadar. Semoga keikhlasan
tetap dijaga, hanya untuk mengharap keridhoan Allah Ta’ala.
Sobat, insya Alalh pekan depan saat kita ketemu lagi bisa
saja Ramadhan hari terakhir, karena jumlah hari dalam sebulan menurut
penanggalan hijriah adalah 29 atau 30. Semoga bisa sampai di garis finis
dan mendapat gelar orang yang takwa. Insya Allah
https://osolihin.wordpress.com/2016/06/27/ramadhan-menjelang-garis-finis/
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..