Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Seiring
revolusi di belahan Timur Tengah sana, isu Syiah kembali menyeruak.
Pertempuran yang terjadi di dunia Arab, khususnya Suriah, memperlihatkan
adanya gesekan antara dua kubu; Sunni dan Syiah. Pergesekan ini terus
menjalar luas. Terlebih ketika turut campurnya beberapa negara ke kancah
perang. Dalam kasus Suriah dan Irak, Iran secara terbuka mengirimkan
pasukannya dan milisi Syiah untuk masuk kesana. Pun demikian dengan Arab
Saudi. Saudi pun mengirimkan jet-jet tempur ke Yaman untuk menyerang
suku Houtsi yang berbasis Syiah. Tak ayal, pengaruh pergesekan ini
semakin meluas karena baik Saudi (Sunni) atau Iran (Syiah) mempunyai
pengaruh dan pendukungnya masing-masing di berbagai wilayah dunia.
Beberapa
waktu lalu pun, Indonesia ramai terkompori masalah ini. Muncul berbagai
berita dan spekulasi terkait Sunni & Syiah yang cukup panas
aromanya. Kubu Sunni "radikal" memandang bahwa Syiah memiliki hidden agenda
dalam pemerintahan Indonesia. Mengingat ada salah satu tokoh Syiah yang
duduk di parlemen. Kubu Syiah pun tak kalah gertak, beberapa yang
terkenal radikal dan kontroversial, malah siap melakukan pertempuran
dengan Sunni. Bahkan jualan mereka didukung oleh kelompok-kelompok
liberal yang selama ini memang kerap berhadapan dengan kelompok Sunni
"radikal".
Terlepas dari itu, ada
suatu fakta menarik yang sayang untuk dilewatkan. Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), sebuah ormas yang dikenal berpaham Sunni, menjadi
sorotan beberapa kelompok Sunni "radikal" karena dipandang memiliki
hubungan dengan Syiah, khususnya Syiah Iran. Hal tersebut dikarenakan
adanya isu tentang penawaran Khilafah kepada Imam Khomeini pasca
Revolusi Iran. Akan tetapi keterkaitan dengan Syiah ini dibantah oleh
Juru Bicara HTI di sela-sela kegiatan Halaqoh Islam dan Peradaban yang
digelar di Gedung Asrama Haji Yogyakarta (11/4/2015).[1]
Menurut Jubit HTI, Hizbut Tahrir (HT) kala itu justru mengkritik
Khomeini dan Rancangan Konstitusi Iran yang kemudian kritik tersebut
dibukukan dalam kitab berjudul Naqdh Masyru’ ad-Dustur al-Irani yang terbit 7 Syawal 1399 H (30 Agustus 1979).[2] Bagi HT, perbedaan HT dengan Syiah adalah pada tataran ushul dan furu'.
Fakta
ini menjadi menarik karena ada beberapa hal yang justru bertolak
belakang dengan penjelasan juru bicara HT dan juga beberapa anggota HT
lain terkait Syiah dan Khomeini. Hal-hal yang menyebabkan sebagian pihak
akhirnya menyatakan bahwa HT tidak jujur dalam penyikap mereka terhadap
Syiah. Entah karena ketidakpahaman mereka akan Syiah atau memang
dibalik itu semua ada kemesraan diantara Syiah dengan HT -yang
menyatakan dirinya partai politik-. Adapun beberapa hal tersebut adalah:
1. ANGGOTA HT ADA YANG BERALIRAN SYIAH
Besar
kemungkinan anggota HT beraliran Syiah di lapangan banyak, khususnya
untuk daerah Timur Tengah. Hal ini didasari oleh pernyataan DR. Muhammad
Muhsin Radly, anggota HT Irak, dalam tesisnya yang berjudul "Hizbut Tahrir: Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fii Iqamati Daulah Khilafah”.[3] Dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa pengikut madzhab Jafari (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)
banyak yang bergabung menjadi anggota HT Irak, di antara mereka yang
terkenal adalah: Muhammad Hadi Abdullah as-Subaiti, dan Arif al-Bashri."
(hal - 98). Selain itu, di Libanon pun banyak tersebar anggota HT dan
pendukung HT (hal - 113). Salah satu nama yang mencuat di HT Libanon
adalah dr. Mohammad Jaber [4] yang memangku jabatan sebagai salah satu ketua HT di Libanon.
Dokter
kelahiran 50-an dari Nabatieh (Lebanon Selatan) ini menyelesaikan
pendidikan kedokteran di Jerman Barat sebelum kembali ke Lebanon pada
tahun 1985. Dia sudah bergabung dengan HT sejak tahun 1974 dan menjabat
jabatan di HT Libanon pada tahun 2006. Mohammad Jaber mengakui sendiri
langsung dalam sebuah wawancara yang dilakukan Mahan Abedin, Peneliti
Institute for Defence Studies and Analysis New Delhi, bahwa HT tidak
mementingkan untuk melampirkan identitas sektarian dan perbedaan di
dalam Islam. Oleh karenanya, dia kemudian mengakui bahwa dirinya lahir
dari keluarga Syiah dan dia sendiri bermazhab Jafary [5] (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah).
2. PENAWARAN KHOMEINI MENJADI KHALIFAH
Beberapa
anggota HT apabila dikonfirmasi terkait hal ini akan mengatakan bahwa
tidak benar HT mengirimkan perwakilannya untuk menawarkan Khalifah
kepada Khomeini tahun 1979.[6]Dalam
pertemuan tersebut, HT hanya menjelaskan dan menawarkan pada Khomeini
tentang kesalahannya dan jauhnya dia dari kebenaran dengan
mengesampingkan penerapan Islam secara sempurna. HT juga menyampaikan
kepadanya tentang kewajiban mengangkat seorang kepala Negara yang akan
bertindak sebagai khalifah bagi seluruh umat Islam. Hal tersebut
menurut anggota HT belum pernah dilakukan oleh pihak lain.[7]
Karena tidak menerima tanggapan dari Khomeini selama berbulan-bulan, HT akhirnya menerbitkan Naqdh Masyru’ ad-Dustur al-Irani (Kritik terhadap Undang-Undang Dasar Iran) yang terbit 7 Syawal 1399 H (30 Agustus 1979).[8] Kritik tersebut coba diberikan langsung pada Khomeini oleh delegasi HT namun tidak berhasil bertemu Khomeini lagi.
Ada
beberapa catatan yang berbeda terkait hal diatas dengan apa yang
disampaikan dr. Mohammad Jaber. Menurut Jaber, pertemuan dengan Khomeini
tidak hanya dilakukan pada tahun 1979 saja namun dilakukan juga
beberapa bulan sebelum kemenangan revolusi Iran. Pertama delegasi HT
(terdiri dari dr. Mohammad Jaber, amir HT Eropa, dan pendamping amir HT
Eropa) mengirim terlebih dahulu surat untuk bertemu lalu akhirnya dapat
bertemu pertama kali pada bulan Oktober 1978. Selanjutnya pertemuan
kedua pada Desember 1978 dan terakhir Februari 1979. Delegasi menekankan
pada Khomeini agar mau mendirikan negara Islam yang mendunia
(Khilafah). Bahkan jika Negara tersebut nantinya akan didominasi oleh
penganut Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah). HT akan siap membantu dengan catatan tetap bentuknya Khilafah untuk seluruh kaum muslimin.[9]
Adanya
informasi tadi dengan jelas menampakan bahwa HT memang menawarkan
Khomeini sebagai Khalifah. Karena HT meminta Khomeini untuk mendirikan
Khilafah dan kalaupun dikuasai Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)
maka tidak mengapa. Kenapa disimpulkan demikian? Karena pemimpin
Revolusi Iran sekaligus pemimpin spiritual Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)
saat itu adalah Khomeini. Pada saat itu pun Khomeini tidak diminta
untuk beralih menjadi Sunni. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
kesiapan HT untuk membantu Khomeini apabila Khilafah nantinya dikuasai
Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah).
Sehingga akan tidak mungkin apabila Khalifahnya adalah HT Eropa atau
amir HT. Karena kedua orang tadi bukan penganut Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah).
Bantahan
HT tidak menawarkan Khomeini sebagai Khalifah pun tertolak sendirinya
dengan apa yang pernah dirilis HT sendiri di majalah Al Khilafah No. 18,
Jum’at, 2 Januari 1410 H (1989), dan majalah Al Wa’ie, Nomor 75 halaman
23 (1993). Dalam majalah Al Khilafah dengan artikel berjudul “Hizbut Tahrir wal ‘Imam’ Khomeini”,
dikatakan “Kami mengusulkan agar Khomeini menjadi khalifah umat ini”.
Sedangkan dalam Al Wa’ie, Nomor 75 halaman 23 (1993) dikatakan bahwa
persoalan sunni-syiah ini terjadi karena ada orang-orang yang berada di
belakang perpecahan ini (yang mempunyai maksud tertentu). Oleh karenanya
HT harus memerangi orang-orang itu, sebab tidak ada perbedaan antara
keduanya, dan siapa saja yang melakukan perbedaan itu maka akan HT
lawan”.
Bagi HT sendiri,
kemungkinan seorang Syiah menjadi Khalifah bukanlah sebuah keniscayaan,
sebab dalam buku pelatihan ideologis-politik berjudul “Dasar-Dasar
Islam” (1953), dengan jelas diyatakan bahwa penganut Syiah Dua Belas
Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)
adalah kaum Mukminin yang memiliki hak untuk berperan secara aktif di
dalam Negara Islam, termasuk aksesi ke Kantor Politik-Keagamaan yang
tertinggi, yaitu Khalifah.[10]
3. MENGAGUNGKAN KHOMEINI
Bagi
dr. Mohammed Jaber, Khomeini merupakan pemimpin besar Islam dan tulus.
Khomeini memiliki pengaruh politik dan hukum dalam tatanan global. Dia
juga telah berhasil mengubah jalan dan beberapa konsep yang mendasar
terkait hubungan internasional. Menurutnya, pendapat ini adalah pendapat
pribadinya akan tetapi pendapat ini disebar di para pemimpin HT dan
anggota HT di seluruh dunia.[11]
Bukan
hanya dr. Mohammed Jaber saja yang memuji Khomeini, tokoh HT lain pun
ikut memuji-muji Khomeini. Adalah Muhammad Mis’ari yang menyebarkan
selebaran di London pada Kamis 22 Syawwal 1415 H / 23 Maret 1995 M. Isi
dari selebaran tersebut salah satunya memuji Khomeini dengan mengatakan
bahwa Khomeini adalah seorang pemimpin bersejarah yang agung dan jenius.
Selain itu, dia mencaci sebagian ulama dan menganggap Syiah sebagai
saudara.[12]
4. KERJASAMA DENGAN HIZBULLAH
Hubungan
HT dengan Hizbullah secara struktural memang tidak. Kedua kelompok
nampaknya pernah menjalin komunikasi. Entah resmi atau tidak. Hal
tersebut dapat dilihat dari pernyataan dr. Mohammed Jaber yang memuji
Hizbullah sebagai kelompok perlawanan dan politik Islam yang tulus.
Adalah sebuah kewajiban syar'i, menurut dr. Mohammed Jaber, untuk
mendukung perjuangan Hizbullah.[13] Meskipun demikian, HT menyatakan bahwa mereka tetap kritis terhadap kebijakan-kebijakan politik Hizbullah.
Hubungan ini nampak ketika diselenggarakannya acara Al Quds Day [14]
di jalanan kota London yang rutin setiap tahun. Acara ini memang bukan
acara HT dan Hizbullah, namun ini adalah acara lintas golongan, agama,
dan kelompok. Beberapa kelompok yang terlibat di dalamnya adalah British
Muslim Initiative, Crescent International, Friends of Al-Aqsa, Islamic
Forum Europe, Islamic Human Rights Commission, Islamic Student
Association UK, Islamic Centre of England, Innovative Minds,
International Muslims Organization, Lebanese Communities, Muslim
Association of Britain, Neturei Karta, Palestine Return Centre,
Palestine Internationalist, Respect Party, Stop the War and the 1990
Trust. Beberapa tokoh HT tercatat pernah mengisi acara ini berbarengan
dengan tokoh-tokoh lainnya. Antara lain Majid Nawaz (2006), Taji Mustafa
[15] (2008)
5. PERNYATAAN TIDAK SEMUA SYIAH KAFIR/SESAT
HT kerap mengatakan bahwa HT dengan Syiah berbeda. Mereka memiliki perbedaan pada tataran ushul dan furu',
atau dengan kata lain berbeda dari segi pondasi dan bangunan. Seperti
yang disampaikan dalam pertemuan MIUMI Pusat & HTI di Alqur'an
Learning Center (AQL) Tebet Jakarta Selatan (24/4/2015).[16]
Singkatnya, HT memandang bahwa tidak semua Syiah sesat atau kafir.
Syiah ada yang sudah masuk kafir, ada yang sesat, namun sebagian lagi
ada yang masih muslim misalnya sebagian Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) atau Syiah Zaidiyyah, khususnya yang di Yaman.
Terkait
Syiah Zaidiyyah, aliran ini dinisbatkan kepada Zaid bin Ali Zainal
Abidin. Ali Zainal Abidin, bapaknya, merupakan sosok yang cinta kepada
para sahabat seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Bahkan beliau menilai
kalangan yang senantiasa mencaci maki para sahabat merupakan kalangan
yang melecehkan Islam dan bukan bagian dari Islam (Kafir). Pemahaman
ayahnya tersebut diikuti oleh anaknya, Zaid bin Ali. Hingga karena
kealimannya, muncullah pengikut yang menamakan diri mereka sebagai
Syi’ah Zaidiyah.
Dalam
perkembangannya Zaidiyyah disebut memiliki kemiripan dengan Mu’tazilah
karena kerap berinteraksi dengan murid-murid Washil bin Atha’. Sedangkan
dalam masalah fikih mereka memiliki kemiripan dengan madzhab Hanafi
karena sering terjadi interaksi antara murid-murid Abu Hanifah di Irak
dengan Zaid bin Ali. Hanya saja, untuk perkara tauhid, Zaidiyyah berbeda
dengan mazhab Hanafi dan pandangan sunni lainnya. Beberapa hal terkait
akidah yang berbeda dengan sunni adalah; 1) Tidak meyakini bahwa
orang-orang yang beriman dapat melihat Allah di akhirat, 2) Allah tidak
menciptakan maksiat, 3) Kalam adalah makhluk, bukan bagian dari
sifat-sifat Allah, 4) Mengingkari adanya syafaah bagi umat Rasulullah
yang menjadi ahli maksiat, 5) Orang yang lebih berhak setelah
kepemimpinan Rasulullah adalah Ali dan kelaurganya. Pengangkat Abu Bakar
adalah kesalahan. Namun demikian, Zaidiyah tidak sampai mengkafirkan
para sahabat akibat “kesalahan” ini, 6) Dibolehkan dan dibenarkan bahkan
wajib melakukan pemberontakan kepada pemerintahan Muslim yang zalim
(ket: pernah terjadi pada abad ke 8 (bani Umayyah), masa terakhir
Utsmaniyyah tahun 1915).
Karena
pemikiran Syiah Zaidiyyah seperti diataslah, Imam Asy-Syaukani akhirnya
tertobat dan memilih kembali ke ahlu sunnah Wal jamaah. Meskipun selama
itu beliau kerap dikenal dan dikatakan sebagai ulama syiah (baca: Syiah
Zaidiyyah). Sebagai bentuk pertobatannya, Imam Asy-Syaukani menyusun
kitab yang cukup terkenal dengan judul As-Sail Al-Jurar Al-Mutadaffiq 'ala Hada,iq Al-Azhar.
Isi kitab tersebut mengkritik seluruh pemikiran dan pendapat kelompok
Syiah Zaidiyyah, serta menelanjangi kebohongan-kebohongannya dan
penyimpangan-penyimpangannya dari pemahaman As-Sunnah yang dipahami
Salaf As Shalih.
Dan bukan hanya
Imam As Syaukani saja yang menentang Syiah Zaidiyyah, Hadratus Syaikh KH
Hasyim Asy’ari pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdhatul Ulama pun
menolaknya dan menyatakan mazhab Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) dan Zaidiyah tidak sah diikuti umat Islam dan tidak boleh dipegang pendapatnya sebab mereka adalah ahli bid’ah. Pihak MUI pun telah mengeluarkan resmi buku terkait hal tersebut.[17]
Yang
perlu dipahami adalah Syiah Zaidiyyah saat ini keberadaan mereka hanya
tersisa di Yaman, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Syiah
Houtsi. Mereka telah banyak menyelesihi pendahulunya, bahkan pada dekade
terakhir ini gencar memerangi Ahlu Sunnah dan berusaha merebut dan
berkuasa di pemerintahan Yaman. Pergeseran Syiah Zaidiyyah ini banyak
bermula dari merapatnya ulama-ulama Syiah Zaidiyyah pasca revolusi Iran
yaitu pada tahun 1979 ke Khomeini.[18]
Sehingga secara akidah dan politik mereka telah melebur dan membaur
menjadi warna yang sama, sebab Syiah Zaidiyah tersebut menjadi berpegang
pada kitab yang sama dari kitab yang menjadi rujukan Syiah Itsna
Asy'ariyah/Imamiyah.
Terlepas dari
itu, kalau pun toh Syiah Zaidiyah (Houtsi) hari ini masih dianggap
muslim dan lebih dekat dengan Ahlu Sunnah, maka pembelaan pada Syiah
Zaidiyyah yang masih ada di Yaman ini pun menjadi blunder apabila
dikaitkan dengan seruan HT tentang persatuan Sunni-Syiah.[19]
Mengapa? Sebab kalaulah yang dikatakan Syiah masih muslim itu Syiah
Zaidiyyah yang di Yaman, lantas kenapa seruan Sunni dan Syiah bersatu
dalam nanungan Khilafah justru dikeluarkan di Irak yang notabene lebih
banyak Syiah Nushairiyyah di bagian barat dan sebagian Rafidhah di
sebelah timur Irak. Kalau pun mau mengeluarkan seruan tersebut harusnya
dikeluarkan oleh HT wilayah Yaman.
Syi'ah
sendiri secara keseluruhan, dari awal lahir hingga berakhirnya Khilafah
tahun 1924, senantiasa diperangi oleh para dinasti kekhilafahan. Tidak
dipungkiri, memang ada upaya dari Khalifah untuk menyatukan sunni dan
syiah. Itu pun dalam konteks mendakwahi mereka untuk pindah dari Syiah
ke sunni, bukan dibiarkan tetap Syiah. Usaha ini pernah dilakukan tahun
74 H. Umat Islam yang menyokong persatuan ini akhirnya disebut
Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah. Namun opsi ini ditolak oleh kaum Syiah sendiri.
Oleh karena itu, meskipun sempat menguasai wilayah dan pemerintahan,
Syiah akhirnya selalu diburu untuk didakwahi agar beralih pada Islam
atau diperangi. Khalifah Jafar al Mansur (Bani Abbasiyah) dan Salahuddin
al Ayyubi menjadi salah satu bukti atas hal tersebut. Mereka melakukan
itu karena paham bagaimana akidah dan tabiat Syiah yang tidak mau
bersatu. Kasus kejatuhan Abbasiyah ke tangan Tartar hingga lahir Daulah
Syiah Fathimiyah, kasus penghadangan kapal dagang Khilafah masuk
Nusantara, kasus pelolosan Portugis masuk Nusantara, hingga masuk
kerjasama Syiah dengan Mustafa Kamal Attaturk untuk membendung
membendung Khilafah Utsmaniyyah menjadi beberap bukti dari penyimpangan
yang kerap dilakukan Syiah.
6. MAZHAB JAFARY ADALAH MAZHAB ISLAM
Kembali
ke dr. Mohammad Jaber, dia menyatakan dirinya adalah seorang yang
bermazhab Jafariy. Mazhab yang menurutnya dan sebagian besar anggota HT
masih dalam lingkup Islam. Yang karenanya maka sah-sah saja Jaber
menjadi anggota HT bahkan menjadi tokoh sentral di HT Libanon. Namun
seperti apakah mazhab Jafari itu?
Mazhab Jafary dikenal juga sebagai mazhab Dua Belas Imam /Istna al asy ariyah/Rafidah. Namnya dinisbatkan kepada Imam ke-6 kaum Syiah, yaitu Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Ulama terkenalnya abad ini adalah Khomeini. Perlu diketahui, Imam
Jafar tidak pernah menuliskan kitab. Berbeda dengan 4 imam besar lainnya
seperti; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Imam Malik merupakan
murid langsung Imam Jafar. Imam Malik menulis berbagai kitab fiqh tapi
tidak dinamakan fiqh Jafary. Karena Imam Malik memiliki metode
tersendiri atas fiqhnya yang kemudian lahirlah nama mazhab Maliki.
Akibat ketiadaan kitab yang langsung ditulis oleh Imam Jafar, kaum Syiah penganut mazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)
akhirnya mencari-cari kitab rujukan. Karena tidak ada satu pun murid
Imam Jafar yang menulis kitab (kecuali Imam Malik), akhirnya mereka
mendapatkan rujukan pula yaitu kitab Furu’ Al Kafi Al Kulainy
(Kitab rujukan tertua). Namun kitab ini ditulis 180 tahun setelah Imam
Ja’far wafat. Kitab lain yang dijadikan rujukan adalah kitab Man La Yadurruhul Faqih
karya Muhammad bin Ali bin Babawaihy Al Qummy yang ditulis 230 tahun
setelah Imam Jafar wafat. Atau 50 tahun kemudian setelah kitab Furu’ Al Kafi Al Kulainy.
Atau sekitar 4 generasi. Karena jauhnya jarak periwayat dan penulis
kitab, akhirnya banyak ditemukan sanad-sanad yang terputus dan tidak
jelas sambungannya ke Imam Jafar. Ulama Syi'ah ternama, Syarif Al
Murtadlo di dalam kitabnya Rosail Syarif Al Murtadlo
juz 3 hal 310 menjelaskan bahwa kebanyakan fiqh (Syiah) bahkan
keseluruhanya tidak terlepas dari berpedoman kepada madzhab yg terhenti,
diriwayatkan dari jalur lain dan ada kalanya keduanya darinya.
Kalaulah kemudian mazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)
mau ini dimasukan ke dalam Islam sebenarnya sah-sah saja. Tidak ada
larangan selama memang tidak menjadi masalah bagi umat Islam itu
sendiri. Namun sebelum jauh menyatakannya masuk ke dalam khazanah Islam,
ada baiknya dilihat terlebih dahulu bagaimana fiqh Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) ini sebenarnya. Beberapa fiqh yang menarik yang ada dalam mazhab Jafari (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) adalah; kebolehan nikah mut'ah, shalat dalam sehari semalam ada 50 kali, gerakan shalat yang berbeda [20], mengucapkan “aamiin”
setelah al Fatihah dalam shalat maka batal shalatnya, bersedekap ketika
shalat maka batal shalat, mengakui Ali merupakan khalifah dan pemimpin
umat Islam setelah Rasulullah dengan alasan perintah dari Allah di
sebuah tempat yang dikenal dengan nama “Ghadir Khum” yang akhirnya
lahirlah Hari Raya Idul Dhadir, dll. Lalu bagaimana hubungannya dengan
HT? Maka apabila kemudian ada seorang anggota HT menyatakan dirinya
bukan Syi'ah namun Muslim dengan bermazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah),
maka apakah contoh-contoh fikh diatas tidak cukup mengatakan bahwa
anggota tersebut sejatinya bukan anggota HT. Sebab dari contoh fiqh yang
sedikit itu saja sudah dapat dipastikan akan bertentangan dengan apa
yang diadopsi HT. Kalau misalnya sebenarnya maksud dia adalah "dulu" dia
bekas penganut mazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) dan sekarang sudah berubah menjadi sunni, apa urgensinya mengaku-ngaku sebagai Syiah atau mengaku bermazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)? Kenapa tidak menyatakan diri dengan kalimat "Saya muslim, tapi dulunya saya Syiah" atau "Saya telah tobat dari Syiah Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah),
sekarang saya muslim"? Kenapa konsep Syiah terus dibawa-bawa dan
digunakan? Apakah karena Syiah memang didalam tubuh HT dibolehkan? Kalau
kemudian dijawab boleh atau muter-muter tidak jelas lagi, maka jangan
salahkan orang semakin yakin bahwa HT memang mesra dengan Syiah. Itu pun
kalau tidak mau dikatakan HT disusupi Syiah. Atau yang lebih ekstrim
lagi adalah HT adalah Syiah itu sendiri. Wallahu’alam
Referensi:
8. religion.info, Op.cit.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Mereka Adalah Teroris, Al Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh, Pustaka Qaulan Sadida Cetakan ke 2, Dzulqa’dah 1426 H.
13. religion.info, Op.cit.
17. Buku panduan MUI, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, hal 33-34
nemu disini :
https://www.facebook.com/notes/adi-sanjaya/hizbut-tahrir-mesra-dengan-syiah/254881064891987
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..