Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Ikhwati fillah…
Jika kita memperhatikan perjalanan hidup kita, kita akan menemukan bahwa Allah Ta’ala
telah memberikan kita nikmat dan karunia yang tidak terhingga kepada
kita. Dimulai ketika kita terlahir dalam keluarga muslim dan hingga
sekarang Allah Ta’ala masih memberikan kita nikmat iman dan Islam.
Berapa banyak manusia yang terlahir dalam lingkungan keluarga
non-muslim hingga dewasa bahkan sampai ajal menjemput, mereka tetap
tidak mendapatkan fitrah penciptaannya, yaitu Islam seperti disebutkan
dalam hadits “kullu mauluudin yuuladu ‘alal fithrah” (tiap bayi dilahirkan atas fitrah Islam). Bukankah ini karunia besar yang patut kita syukuri?
Allah Ta’ala mencela dan mengancam orang yang tidak mensyukuri nikmat dengan siksa yang pedih nanti di akhirat,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih’”. (Ibrahim:7)
Kelimpahan nikmat dan kebaikan yang Allah Ta’ala berikan kepada manusia disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Mulk:1)
Al-Quran mengungkapkan keberlimpahan kebaikan Allah Ta’ala
dengan ungkapan “tabaarak” yang arti sebenarnya adalah Maha Pemberi
kebaikan yang berlimpah dan tak terhingga. Pengertian ini dapat kita
lihat di ayat lain yang menyebutkan,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا
Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan dapat menghitungnya. (Ibrahim:34)
Hal di atas cukup untuk menjadi alasan pribadi bagi seorang muslim
untuk bersyukur dan membela Islam. Dalam tinjauan yang lebih luas lagi,
Islam bukan hanya agama pribadi, tetapi juga sebuah arus dan ideologi
yang harus diperjuangkan agar nilai-nilainya berjalan di muka bumi.
Untuk tujuan ini, maka intima atau berafiliasi kepada Islam dan
perjuangan dakwah Islam menjadi suatu keharusan sebagai wujud dari rasa
syukur manusia kepada Allah Ta’ala.
Islam adalah ideologi dan risalah Allah Ta’ala yang harus
sampai kepada seluruh manusia atau menjadi rahmat bagi semesta. Tugas
besar ini memerlukan orang-orang yang memiliki komitmen dan loyalitas
serta keterikatan yang kuat kepada Islam. Pembelaan dan keberpihakan
kita kepada Islam merupakan wujud intima kita kepada Islam dan gerakan dakwah. Ekspresi kesyukuran kita atas semua nikmat ini harus benar-benar terwujud.
Ikhwati fillah…..
Intima kepada Islam bukan berarti mengungkung manusia, mengikat manusia dan merasa tidak merdeka. Sisi lain dari pemahaman intima yang dapat diwujudkan adalah seperti yang dikatakan Imam Syafi’i dalam suatu sya’irnya,
الحُرُّ مَنْ رَاعَى وِدَادَ لحَظَةٍ أَو انْتَمَى لمِنَ أَفَادَهُ لَفْظَة
”Orang yang merdeka adalah orang menjaga (merawat) kasih sayang
(ukhuwah) yang hanya sebentar atau orang yang berafiliasi kepada orang
yang telah memberikan manfaat meski hanya satu kata.”
Dakwah dan tarbiyah telah memberikan sesuatu yang banyak kepada kita.
Kita bukan hanya menerima ukhuwah sesaat dari ikhwah lainnya, bahkan
bertahun-tahun kita telah hidup menjalin ukhuwah. Ilmu dan nilai yang
bermanfaat buat kehidupan telah banyak kita dapatkan dari murabbi kita,
dari qiyadah kita dan ikhwah sejawat kita. Jadi kita telah banyak
berhutang kepada dakwah dan pelaku dakwah itu sendiri, apalagi kepada
Allah, sumber segala kebaikan.
Dengan banyaknya kebaikan yang kita dapatkan dari dakwah dan
tarbiyah, maka kita belum dapat dikatakan merdeka jika kita tidak dapat
berterima kasih kepada para dai, murabbi, qiyadah, mas’ul kita yang
telah menunaikan hak ukhuwah kepada kita. Bukan hanya “lafzhah,” beberapa menit, tetapi bertahun-tahun kita merasakan kebaikan ukhuwah tersebut.
Manfaat yang kita dapatkan dari perkataan murabbi kita bukan hanya “lafzhah”
sepatah dua patah, tetapi ribuan kata dalam bentuk arahan, taujih,
materi dan berbagai pelajaran telah kita dapatkan, bahkan sebagian kita
ada yang membukukan materi yang mereka dapatkan.
Sudah sepantasnya dan tanpa ragu-ragu, kita harus memberikan
kontribusi kita kepada dakwah dan gerakan dakwah ini sebagai wujud dan
bukti intima kita kepada Islam.
Misi dakwah telah dibebankan kepada para dai. Mereka adalah manusia. Kepada merekalah kita menunjukkan intima
Islam kita. Kepada murabbi, kepada naqib, kepada mas’ul, kepada qiyadah
dan kepada mereka yang urusan kita menjadi tanggungannya kita bekerja
sama dan beramal jamai.
Ketaatan kita kepada qiyadah dan mas’ul merupakan cerminan intima
kita kepada gerakan dakwah, karena Allah memerintahkan kita untuk taat
kepada pemimpin.
Jika nikmat keislaman kita syukuri dengan berwala kepada Allah, Rasul
dan pemimpin Islam, maka nikmat berukhuwah dapat kita syukuri dengan
senantiasa berafiliasi kepada gerakan dakwah dalam kerja dan ketaatan
kepada kebijakan dakwah.
Wallahu a’lam
Sumber: Taujihat Usbu’iyah No. 69 1429 H
http://www.al-intima.com/harakatuna/intima-kepada-gerakan-dakwah
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..