Siapa nyana, ternyata sebagian besar remaja merasa tidak cukup nyaman
curhat sama orang tuanya, terutama bertanya seputar masalah seks.
Makanya, mereka lebih suka cari tahu sendiri melalui sesama teman ...
dan menonton film porno dan mencari cerita-cerita seks di situs-situs
porno di internet
Setidaknya, hasil itu menjadi salah satu kesimpulan yang mengemuka dalam
paparan hasil penelitian Synovate Research tentang perilaku seksual
remaja di 4 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan.
Survey ini mengambil 450 responden dari 4 kota itu dengan kisaran usia
antara 15 sampai 24 tahun, kategori masyarakat umum dengan kelas sosial
menengah keatas dan kebawah. Selain itu, juga diberikan pembagian
terhadap para responden ini berdasarkan aktivitas seks yang aktif dan
pasif.
Dari penelitian yang dilakukan sejak September 2004 itu, Synovate
mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi tentang seks mereka dapatkan
dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5%
dari responden remaja ini mendapatkan informasi tentang seks dari orang
tuanya.
Para remaja ini juga mengaku tahu resiko terkena penyakit seksual (27%)
sehingga harus menggunakan kontrasepsi (27%). Tapi, hanya 24% dari
responden ini yang melakukan preventiv untuk mencegah penyakit AIDS
menghinggapi mereka.
Pengalaman Berhubungan Seks Sejak Usia 16 Tahun
Dalam penelitian ini juga menarik untuk melihat pengalaman seksual
remaja di 4 kota ini. Sebab, 44% responden mengaku mereka sudah pernah
punya pengalaman seks di usia 16 sampai 18 tahun. Sementara 16% lainnya
mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13 sampai 15
tahun.
Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan
hubungan seks. Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan
hotel (26%).
Uniknya, para responden ini sadar bahwa seharusnya mereka menunda
hubungan seks sampai menikah (68%) dan mengerti bahwa hubungan seks pra
nikah itu tidak sesuai dengan nilai dan agama mereka (80%). Tapi,
mereka mengaku hubungan seks itu dilakukan tanpa rencana. Para
responden pria justru 37% mengaku kalau mereka merencanakan hubungan
seks dengan pasangannya. Sementara, 39% responden perempuan mengaku
dibujuk melakukan hubungan seks oleh pasangannya.
Karenanya, ketika ditanya bagaimana perasaan para responden setelah
melakukan hubungan seks pra nikah itu, 47% responden perempuan merasa
menyesal karena takut hamil, berdosa, hilang keperawanan dan takut
ketahuan orang tua.
"Mereka juga tahu bahwa ada beberapa jenis penyakit yang ditularkan dari
hubungan seksual. Misalnya 93% tahu tentang AIDS dan 34% tahu Sipilis.
Kalau tentang AIDS, mereka 82% tahu dari televisi, 20% dari internet
dan hanya 10% yang tahu dari orang tuanya," kata camita Wardhana,
Project Director Synovate yang mempresentasikan hasil penelitian ini.
Perlu informasi lebih lengkap
Meskipun hasil penelitian ini bukan hal yang baru bagi masyarakat saat
ini, tetap saja perlu hati-hati menyikapinya agar tidak menjadi salah
persepsi. Adrianus Tanjung, Kepala Divisi Komunikasi Informasi, Edukasi
dan Advokasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melihat,
meskipun hasil penelitian ini memberikan gambaran rata-rata pada
perilaku remaja kita saat ini, ada beberapa faktor yang bisa saja bias.
"Seperti pembagian remaja yang aktif dan pasif secara seksual dalam
penelitian ini, masih bisa diperdebatkan. Misalnya, apakah jika remaja
yang pernah sekali melakukan hubungan seksual tapi lalu tidak
melakukannya lagi, itu tetap dalam kategori aktif secara seksual?"
Namun, ia melihat bahwa hasil penelitian ini memberikan kecenderungan
yang makin menguat bahwa para remaja ini membutuhkan tempat yang nyaman
untuk mencurahkan perasaan atau bertanya seputar seks.
"Mereka sulit tanya ke orangtua karena bisa aja orangtua nggak tahu
.Selain itu, mungkin juga mereka membutuhkan tempat yang didesain nyaman
supaya mereka mau datang ke konseling seks," tambah Tanjung.
Sebab itu, PKBI yang juga pernah mendapatkan hasil serupa dari
penelitian sejenis beberapa waktu lalu ini, menurut Tanjung, akan
mencoba memberikan konseling lebih detil tentang alat-alat reproduksi
kepada remaja. Caranya dengan masuk ke sekolah-sekolah melalui kegiatan
ekstra kulikuler seperti Pramuka.
"Ini penting agar mereka mengerti organ reproduksi mereka sendiri, mulai
dari pembuahan sampai hamil dan melahirkan. Dengan begitu, mereka akan
lebih dapat menjaga diri sendiri, tahu resiko-resikonya, meskipun
tidak selalu dalam pantauan orangtua," demikian Andrianus Tanjung
*berbagai sumber
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..