Ilustrasi |
"Apabila datang kepadamu seorang laki-laki datang untuk
meminang yang engkau ridho terhadap agama dan akhlaqnya maka nikahkanlah dia.
Bila tidak engkau lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan timbul
kerusakan yang merata di muka bumi." (HR Tarmidzi dan Ahmad)
Saya tidak tahu apakah ini merupakan hukum sejarah yang
digariskan oleh Allah. Ketika orang mempersulit apa yang dimudahkan Allah,
mereka akhirnya benar-benar mendapati keadaan yang sulit dan nyaris tak
menemukan jalan keluarnya. Mereka menunda-nunda pernikahan tanpa ada alasan
syar'i dan akhirnya mereka mereka benar-benar takut melangkah di saat hati
sudah sangat menginginkannya. Atau ada yang sudah benar-benar gelisah tak
kunjung ada yang mau serius.
Kadangkala lingkaran ketakutan itu berlanjut. Bila di usia
dua puluh tahunan mereka menunda pernikahan karena takut dengan ekonominya yang
belum mapan, di usia menjelang tiga puluh hingga sampai tiga puluh lima berubah
lagi masalahnya. Laki-laki mengalami sindrom kemapanan (meski wanita juga
banyak yang demikian, terutama mendekati usia 30). Mereka (laki-laki)
menginginkan pendamping dengan kriteria yang sulit dipenuhi. Seperti hukum
kategori, semakin banyak kriteria semakin sedikit yang masuk kategori.
Begitu pula kriteria tentang jodoh, ketika menetapkan
kriteria yang terlalu banyak maka akhirnya bahkan tidak ada yang sesuai dengan
keinginan kita. Sementara wanita yang sudah berusia sektar 35 tahun, masalah
nya bukan kriteria tetapi soal apakah ada orang yang mau menikah dengannya.
Ketika usia sudah 40-an, ketakutan kaum laki-laki sudah berbeda lagi, kecuali
bagi mereka yang tetap terjaga hatinya. Jika sebelumnya banyak kriteria yang
dipasang pada usia 40-an muncul ketakutan apakah dapat mendampingi isteri
dengan baik. Lebih-lebih ketika usia beranjak 50 tahun, ada ketakutan lain yang
mencekam. Yaitu kekhawatiran ketidakmampuan mencari nafkah sementara anak masih
kecil. Atau ketika masalah nafkah tak merisaukan khawatir kematian lebih dahulu
menjemput sementara anak-anak masih banyak perlu dinasehati. Apabila tak ada
iman maka muncul keputusasaan.
WAHAI ALI JANGAN KAU TUNDA-TUNDA
Apa yang menghimpit saudara kita sehingga mereka sanggup
meneteskan air mata. Awalnya adalah karena mereka menunda apa yang harus
disegerakan, mempersulit apa yang seharusnya dimudahkan. Padahal Rasululloh
berpesan: "Wahai Ali, ada tiga perkara jangan di tunda-tunda, apabila
sholat telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan
perempuan apabila telah datang laki-laki yang sepadan meminangnya." (HR
Ahmad)
Hadis ini menunjukan agar tidak boleh mempersulit pernikahan
baik langsung maupun tak langsung. Secara langsung adalah menuntut mahar yang
terlalu tinggi. Atau yang sejenis dengan itu. Ada lagi yang tidak secara
langsung. Mereka membuat kebiasaan yang mempersulit, meski nyata-nyata menuntut
mahar yang tinggi atau resepsi yang mewah. Sebagian orang mengadakan acara
peminangan sebagai acara tersendiri yang tidak boleh kalah mewah dari resepsi
pernikahan.sebagian lainnya melazimkan acara penyerahan hadiah atau uang
belanja untuk biaya pernikahan secara tersendiri.
Bila seseorang tak kuat menahan beban, maka bisa saja
melakukan penundaan pernikahan semata karena masalah ini. Saya sangat khawatir
akan keruhnya niat dan bergesernya tujuan. Sehingga pernikahan itu kehilangan
barokahnya. Na'udzubillah
Penyebab lain adalah lemahnya keyakinan kita bahwa Allah
pasti akan memberi rezeki atau bisa jadi cerminan dari sifat tidak qona'ah
(mencukupkan diri dengan yang ada). PILIHLAH YANG BERTAKWA
Suatu saat ada yang datang menemui Al Hasan (cucu
Rasululloh). Ia ingin bertanya sebaiknya dengan siapa putrinya menikah? Maka Al
Hasan ra berkata: "Kawinkanlah dia dengan orang yang bertakwa kepada
Allah. Sebab jika laki-laki mencintainya, ia memuliakannya, dan jika ia tidak
menyenanginya ia tidak akan berbuat zalim padanya."
Nasihat AL Hasan menuntun kita untuk membenahi pikiran. Jika
kita menikah dengan orang yang bertakwa, cinta yang semula tak ada meski Cuma
benihnya dapat bersemi indah karena komitmen yang memenuhi jiwa.
Wallahu alam bi showwab.
Penulis : Oleh:
M. Fauzil Adhim
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..