Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Inilah tanah pilihan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan
keberkahan tanah Palestina, tanah yang juga termasuk bagian dari Syam.
Keberkahannya ini dapat dirunut, misalnya Syam menjadi tempat hijrah
Nabi Ibrahim Alaihissalam, tempat singgah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika menjalankan Isra dan Mi’raj, tempat dakwah para
Nabi. Dakwah yang membawa misi agama tauhid. Dan juga lantaran
keberadaan Masjidil Aqsha di tanah Palestina yang penuh berkah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat” [Al-Israa : 1]
Selain memuliakan tanah Palestina, Allah juga memilih Mekkah dan
Madinah. Begitulah Allah telah mengistimewakan wilayah Syam, dan
Masjidil Aqsha. Dan Allah memilih Nabi kita, Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan menjadikannya sebagai khatamul anbiya wal
mursalin. [1]
BILAMANA KEBERADAAN BANI ISRAIL DI BUMI PALESTINA?
Masa Nabi Ya’qub Dan Nabi Yusuf
Sejarah Yahudi bermula sejak Israil, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim
Al-Khalil, yang tumbuh di daerah Kan’an (Palestina) dengan dikarunia
sejumlah 12 anak. Mereka itulah yang disebut asbath (suku) Bani Israil,
dan hidup secara badawah (pedesaan) [2].
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan Yusuf sebagai pejabat
penting di Mesir, kemudian meminta kedua orang tua dan
saudara-saudaranya untuk berpindah ke Mesir. Di Mesir, keluarga ini
hidup di tengah masyarakat watsaniyyun (paganisme). Mereka hidup dengan
kehidupan yang baik lagi nikmat di masa Yusuf [3]
Setelah Nabi Yusuf wafat, seiring dengan perjalanan waktu dan
pergantian penguasa, kondisi Bani Israil berubah total. Yang sebelumnya
menyandang kehormatan dan kemuliaan, kemudian menjadi terhina, lantaran
Fir’aun melakukan penindasan dan memperbudak mereka dalam jangka waktu
yang amat lama, sampai Allah mengutus Nabi Musa Alaihissalam, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan
pengikut-pengikutnya, mereka menimpakan kepadamu siksaan yang
seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian
terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabb-mu” [Al-Baqarah : 49]
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari
mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidud anak-anak
perempuan mereka …” [Al-Qashash : 4]
Masa Nabi Musa Alaihissalam
Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun dan kaumnya, dengan
dibekali mukjizat, untuk menyeru mereka agar beriman kepada Allah dan
membebaskan Bani Israil dari siksaan. Namun Fir’aun dan kaumnya
mendustakan mereka berdua, kufur kepada Allah. Karenanya, Allah
menimpakan kepada mereka berbagai bencana, kekeringan, rusaknya
pertanian, mengirim angin kencang, belalang dan lain-lain.
[4]. Kemudian
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Musa untuk lari bersama Bani
Israil pada suatu malam dari negeri Mesir [5]. Fir’aun dan kaumnya pun
mengejar. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menenggelamkan Fir’aun
beserta kaumnya, dan menyelematkan Musa dan kaumnya ke Negeri Saina,
masuk dalam wilayah Palestina sekarang. Peristiwa itu terjadi pada hari
Asyura. [6]
Orang-orang Yahudi menyebutkan, lama Bani Israil tinggal di Mesir 430
tahun. Jumlah mereka waktu itu sekitar 600 ribu orang lelaki.
Mengenai besaran jumlah ini. Dr Su’ud bin Abdul Aziz Al-Khalaf berkata : [7]
“Pengakuan ini sangat berlebihan. Karena berarti, bila ditambah
dengan jumlah anak-anak dan kaum wanita, maka akan mencapai kisaran 2
juta-an jiwa. Tidak mungkin dapat dipercaya. Itu berarti jumlah mereka
mengalami pertumbuhan 30 ribu kali. Sebab sewaktu Bani Israil masuk ke
Mesir, berjumlah 70 jiwa. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
dalam surat Asy-Syu’ara : 53.
“(Fir’aun berkata) ; ‘Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan yang kecil”
Jumlah 2 juta tidak bisa dikatakan kecil. Mustahil dalam satu malam
terjadi eksodus dua juta jiwa. Kita tahu di dalamnya terdapat anak-anak
dan kaum wanita serta orang-orang tua.
Orang-orang yang bersama Nabi Musa, mereka adalah orang-orang dari
Bani Israil yang mengalami penindasan dan kehinaan serta menuhankan
manusia dalam jangka waktu yang lama. Aqidah mereka telah rusak, jiwanya
membusuk, mentalnya melemah, dan muncul pada mereka tanda-tanda
pengingkaran, kemalasan, pesimis, serta bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya. [8]
Meski Allah telah menunjukkan banyak mukjizat dan tanda-tanda
kekuasaan-Nya melalui Nabi Musa, tetapi mereka tetap ingkar, sombong dan
tetap kufur. Mereka justru meminta untuk dibuatkan berhala sebagai
tuhan yang disembah. Hingga akhirnya, As-Samiri berhasil menghasut
mereka untuk menyembah anak sapi, menolak memerangi kaum yang bengis
(Jababirah). Maka, Allah menimpakan hukuman kepada mereka berupa tiih
(berjalan berputar-putar tanpa arah karena kebingungan) dalam jangka
waktu yang dikehendaki Allah. Pada rentang waktu ini, Musa wafat.
Sementara Harun sudah meninggal terlebih dahulu.
Setelah usai ketetapan waktu yang Allah kehendaki untuk menghukum
mereka dengan kebingungan tanpa mengetahui arah, Bani Israil berhasil
menaklukan bumi yang suci di bawah pimpinan Nabi Yusya bin Nun
Alaihissalam. [9]
Para ahli, membagi perjalanan sejarah kota suci Palestina pasca penaklukan tersebut menjadi tiga periode.
Pertama : Masa Qudhah, Yaitu masa penunjukkan hakim
bagi setiap suku yang berjumlah dua belas, setelah masing-masing
mendapatkan wilayah sesuai pembagian Nabi Yusya bin Nun. Masa ini,
kurang lebih berlangsung selama 400 tahun lamanya. [10]
Kedua : Dikenal dengan masa raja-raja. Diawali oleh
Raja Thalut. Kondisi masyarakat mengalami masa keemasan saat dipegang
oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Ketiga : Periode yang disebut sebagai masa
perpecahan internal, yaitu setelah Nabi Sulaiman wafat. Mereka terbelah
menjadi dua kutub. Bagian selatan dengan ibukota Baitul Maqdis dan
wilayah utara dengan ibukota Nablus.
Dua wilayah ini, akhirnya dikuasai bangsa asing. Wilayah selatan
ditaklukan oleh bangsa Assiria dari Irak. Wilayah utara diserbu Mesir.
Disusul kedatangan Nebukadnezar, yang mampu mengusir bangsa Mesir dari
sana. Pergantian kekuasaan ini, akhirnya dipegang bangsa Romawi yang
berhasil mengalahkan bangsa Yunani, penguasa sebelumnya.
Pada masa kekuasaan Romawi inilah, Isa Al-Masih diutus oleh Allah.
Pada masa itu pula, musibah dahsyat dialami kaum Yahudi. Bangsa Romawi
melakukan genocide (pemusnahan) secara keras etnis mereka, lantaran
orang-orang Yahudi melakukan pemberontakan. Baitul Maqdis pun
dihancurkan. Bangsa Yahudi tercerai-berai. Sebagian melarikan diri ke
seluruh penjuru wilayah bumi. Demikianlah hukuman Allah dengan
mendatangkan bangsa yang menindas mereka. Siksaan dan kepedihan
ditimpakan kepada mereka, atas kerusakan, tindak aniaya dan akibat
akhlak mereka yang buruk. [11]
Bangsa Romawi menguasai tanah Baitul Maqdis hingga beberapa lama,
hingga kemudian pada abad pertama hijriyah, pada masa khalifah Umar Ibnu
Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, kaum Muslimin berhasil mengambil alih
penguasaan tanah penuh berkah ini dari tangan bangsa Romawi yang memeluk
agama Nashrani, meliputi Palestina, Syam dan daerah yang ada di
dalamnya. Tepatnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibnul Khaththab
Radhiyallahu ‘anhu, pada bulan Rajab tahun 16H, sehingga menjadi Darul
Islam. Penyerahan Baitul Maqdis ini terjadi, setelah pasukan Romawi
disana dikepung oleh pasukan kaum Muslimin selama empat puluh hari di
bawah komando Abu Ubaidah Ibnul Jarrah Radhiyallahu ‘anhu.
Kemudian
Khalifah Umar Ibnul Khaththab menetapkan orang-orang Yahudi tidak boleh
tinggal di Baitul Maqdis.
KLAIM PALSU YAHUDI ATAS TANAH PALESTINA
Merasa nenek moyangnya pernah berdiam disana, menyebabkan kaum Yahudi
membuat klaim jika mereka memiliki hak atas tanah Palestina. Alasan yang
dikemukakan, karena mereka telah mendiaminya sejak Nabi Ibrahim dan
berakhir ketika orang-orang Yahudi generasi akhir diusir dari Baitul
Maqdis pada masa Romawi.
Mereka pun mengklaim hak kepemilikan tersebut juga berdasarkan
tinjauan agama. Yaitu mengacu kepada kitab suci mereka, bahwa Allah
telah menjanjikan kepemilikan tanah Kan’an (Palestina) dan wilayah
sekitarnya, dari sungai Nil di Mesir sampai sungai Eufrat di Irak. Janji
tersebut disampaikan Allah kepada Ibrahim. Begitulah bangsa Yahudi yang
hidup pada masa sekarang mengklaim sebagai keturunan Ibrahim, bangsa
terpilih. Sehingga merasa paling berhak dengan Palestina dan sekitarnya,
yang disebut-sebut sebagai ardhul mi’ad (tanah yang dijanjikan).
Karenanya, muncul upaya untuk menghimpun kaum Yahudi yang
tersebar di berbagai wilayah, bertujuan mendirikan sebuah negara Israil
Raya, Napoleon Bonaparte, seorang raja Perancis telah memfasilitasi
tujuan tersebut. Caranya, pada tahun 1799M, dia mengajak Yahudi
dari Asia dan Afrika untuk bergabung dengan pasukannya. Namun akibat
kekalahan dideritanya, menyebabkan rencana tersebut tidak terwujud.
Wacana ini kembali muncul, dengan terbitnya buku Negara Yahudi, yang
ditulis pemimpin mereka, Theodare Heartzel pada tahun 1896M. Orang-orang
Yahudi melakukan kajian secara jeli tentang kondisi negara-negara
penjajah. Hingga sampai pada kesimpulan, bahwa Inggris merupakan negara
yang paling tepat untuk membantu merealisasikan rencana tersebut.
Ringkasnya, setelah melalui lobi-lobi, maka pada tahun 1917M, Inggris
yang menjajah kebanyakan negara Arab, memberikan tanah hunian bagi
Yahudi di Palestina. Penguasa Inggris melindungi mereka dari kemarahan
kaum Muslimin. Di sisi lain, penjajah Inggris bersikap sangat keras
terhadap kaum Muslimin di sana.
KEPALSUAN PENGAKUAN YAHUDI
Sebelum Bani Israil masuk ke wilayah tersebut, tanah Palestina telah
didiami dan dikuasai suku-suku Arab. Kabilah Finiqiyyin, menempati
wilayah utara kurang lebih pada tahun 3000SM. Kabilah Kan’aniyyun,
menempati bagian selatan dari tempat yang dihuni orang-orang Finiqiyyin.
Mereka menempati wilayah tengah pada tahun 2500SM. Inilah suku-suku
bangsa Arab yang berhijrah dari Jazirah Arabiyah. Kemudian datang
kelompok lain, kurang lebih pada tahu 1200SM, yang kemudian dikenal
dengan Kabilah Falestin. Menempati wilayah antara Ghaza dan Yafa. Hingga
akhirnya nama ini menjadi sebutan bagi seluruh wilayah tersebut. dan
ketiga suku ini terus mendiaminya.
Secara historis, telah jelas Bani Israil bukanlah bangsa yang pertama menempati Palestina.
Daerah itu, sudah dihuni oleh suku-suku Arab sejak beribu-ribu tahun
lamanya, sebelum kedatangan Bani Israil. Bahkan keberadaan suku Arab
tersebut terus berlangsung sampai sekarang.
Adapun Bani Israil, pertama kalia masuk Palestina, yaitu saat bersama
Yusya bin Nun, setelah wafatnya Nabi Musa Alaihissalam. Sebelumnya
mereka dalam kebingungan, terusir, tak memiliki tempat tinggal, karena
melakukan pembangkangan terhadap perintah Allah
Dikisahkan dalam Al-Qur’an.
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya :”Hai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara
umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena
kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”
[Al-Maidah : 20-21]
Akan tetapi, mereka adalah bangsa pengecut yang dihinggapi rasa takut
Sikap pengecut ini terlihat jelas dari jawaban mereka terhadap ajakan
Nabi Musa.
Kelanjutan ayat di atas menyebutkan.
“Mereka berkata :”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan
memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka keluar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya”.
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah)
yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya : “Serbulah mereka dengan
melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya, nisacaya
kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
“Mereka berkata : “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinyua
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti di sini saja”.
“Berkata Musa : “Ya Rabb-ku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan
orang-orang yang fasik itu”.
“Allah berfirman : “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih
hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu” [Al-Maidah : 22-26]
Dengan terusirnya dari tanah yang diberkahi ini, bagaimana mungkin mereka mengaku memiliki hak atas tanah ini?
Sementara itu, pengembaraan ke berbagai penjuru bumi, karena terusir di
mana-mana menimbulkan konsekwensi bagi mereka berinteraksi, dan
beranak-pinak dengan bangsa lainnya. Sehingga terpuituslah nasab mereka
dengan nenek moyangnya.
Jelaslah, generasi Yahudi pada masa sekarang ini bukan keturunan Bani
Israil sebagaimana yang mereka katakan. Meski demikian, mereka berupaya
keras menyebarluaskan klaim palsu ini, bahwa mereka keturunan
orang-orang Bani Israil generasi pertama yang menghuni Palestina dahulu.
Tujuan propaganda ini, agar kaum Nashara menilai mereka sebagai
keturunan Nabi Ya’qub. Sehingga muncul opini, bahwa merekalah yang
dimaksud oleh janji sebagaimana tersebut dalam Pejanjian Lama. Dengan
ini mereka berharap Nashara merasa memiliki ikatan emosional, dan
kemudian membela mereka. Sebab Nashara mengagungkan Taurat (Perjanjian
Lama) dan menganggapnya sebagai wahyu dari Allah.
Akan tetapi, fakta menujukkan, jika klaim mereka dalah dusta. Mereka
mengaku akar keturunannya masih murni, bersambung sampai ke Israil
(Ya’qub). Padahal, mereka sendiri telah mengakui, banyak di antara
orang-orang Yahudi yang menikahi wanita Yahudi. Demikian juga, kaum
wanitanya pun menikah dengan lelaki non Yahudi.
Sebagai contoh bukti lainnya, sebuah suku yang besar di Rusia ,
Khazar telah memeluk Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Kerajaan ini begitu
kuatnya. Kemudian mengalami kehancuran total setelah diserang Rusia.
Sejak abad ke -13 Masehi, wilayah ini terhapus dari peta Eropa.
Penduduknya bercerai berai di Eropa Barat dan Timur. Ini merupakan salah
satu indikasi yang jelas, bahwa mereka tidak mempunyai ikatan dengan
Ya’qub dan keturunannya.
Kalaupun mereka tetap bersikeras mengaku sebagai keturunan Ya’qub,
akan tetapi sebagai kaum Muslimin, kita tidak merubah sikap, selama
mereka memusuhi kaum Muslimin. Sebab, nasab tidak ada artinya, bila
masih berkutat dalam kekufuran. [12]
YAHUDI BUKAN KETURUNAN IBRAHIM
Pengakuan mereka sebagai keturunan Ibrahim Alaihissalam, merupakan klaim yang batil, ditinjau dari beberapa aspek berikut.
[1]. Batilnya klaim mereka sebagai keturunan Bani Israil, secara
jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashrani) mengatakan bahwa
Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama
Yahudi atau Nashrani. Katakanlah : “Apakah kamu yang lebih mengetahui
ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya”, Dan Allah
sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan” [Al-Baqarah : 140]
[2]. Kitab suci mereka tidak lagi orsinil dan sudah terjadi
perubahan. Mereka telah melakukan perbuatan tercela terhadap kitab-kitab
yang diturunkan kepada para nabi Bani Israil, dengan melakukan tahrif
(mengubah), memalsukan dan memanipulasi. Al-Qur’an telah mengabadikan
perbuatan mereka tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuk mereka, dan
kami jadikan hati mereka keras membantu. Mereka suka merobah perkataan
(Allah) dari tempat-tempatnya …..”[Al-Maidah : 13]
[3]. Klaim kepemilikan tanah yang penuh berkah ini oleh Yahudi,
berkaitan dengan janji Allah kepada Ibrahim, hakikatnya janji tersebut
telah diwujudkan yaitu saat pertama kali Ibrahim Alaihissalam
menginjakkan kaki di wilayah suku Kan’an.
Sekilas, mengacu kepada kitab mereka yang kini disebut Kitab
Perjanjian Lama, kita akan mengetahui, jika janji Allah tersebut menjadi
hak Isma’il, nenek moyang bangsa Arab dan kaum Muslimin. Pada waktu itu
Nabi Ibrahim Alaihissalam belum dikaruniai anak (Kejadian : 12/7).
Kemudian janji ini terulang kembali saat beliau kembali ke Mesir
(Kejadian : 13/15). Janji ini pun terulang kembali bagi Ibrahim, tetapi
beliau belum dikaruniai anak (15/18). Berikutnya, janji itu pun terulang
lagi, saat Ibrahim dikaruniai anaknya, yaitu Ismail (Kejadian : 17/8).
Sedangkan putra kedua Ibrahim Alaihissalam, yaitu Ishaq, pada saat janji
itu ditetapkan ia belum dilahirkan.
[4]. Kalaupun mereka menyanggah, bahwa janji Allah tentang
kepemilikan tanah Palestina merupakan warisan dan hunian abadi bagi
mereka, yang menurut mereka didukung oleh Al-Qur’an –surat Al-Maidah :
21 : “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah
bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada
musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”. Maka jawabnya
adalah.
Ungkapan janji yang ada dalam ayat tersebut tidak berbentuk abadi,
tetapi khusus bagi zaman yang mereka dijanjikan mendapatkannya, sebagai
balasan atas sambutan mereka kepada perintah-perintah Allah dan
kesabaran mereka. Sedangkan orang-orang Yahudi pada masa ini, mereka
bukan Bani Israil –sebagaimana sudah dipaparkan-. Dan ayat ini tidak
menyangkut yang bukan Bani Israil, meski kaum Yahudi pada saat ini
mayoritas. Sungguh, kebenaran dalam masalah ini yang menjadi pegangan
jumhur ulama tafsir
Balasan keimanan dan keistimewaan yang mereka raih atas umat zaman
mereka ini merupakan ketetapan Allah bagi hamba-hambaNya. Allah
berfirman.
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis
dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hambaKu
yang shalih”. [Al-Anbiya : 105]
Begitu juga setelah mereka menyimpang dari agama Allah dan melakukan
kerusakan di bumi, maka Bani Israil tidak lagi memiliki hak dengan janji
tersebut. Justru balasan bagi mereka, sebagaimana terkandung dalam
ayat, yaitu mereka mendapat laknat, kemurkaan dan hukuman dari Allah.
Mereka tercerai berai di bumi, dikuasai oleh orang-orang yang menimpakan
siksaan kepada mereka sampai hari Kiamat, dirundung kehinaan dimanapun
mereka berada. Ini semua sebagai hukuman atas kekufuran mereka terhadap
ayat-ayat Allah.
Sebuah fakta yang ironis. Ketika Allah memerintahkan Bani Israil
untuk memasuki tanah yang dijanjikan, ternyata mereka enggan dan
membangkang. Maka Allah menghalangi mereka darinya. Tatkala mereka
menyambut perintah, maka Allah memberikannya kepada mereka.
Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Yang Allah
janjikan kepada kalian melalui lisan ayah kalian, Israil ia
mewariskannya kepada orang yang beriman dari kalian” [13]
Berdasarkan ini, tanah tersebut milik mereka ketika mereka beriman.
Tetapi, karena mereka kufur kepada Allah dan para Nabi-Nya, dan Allah
telah menetapkan murka dan laknatNya kepada mereka, maka mereka sama
sekali tidak mempunyai hak atas tanah suci itu.
[5]. Bisa juga bisa dikatakan, janji itu sudah terwujud pada masa
Nabi Musa, yaitu tatkala Bani Israil memasuki tanah suci dengan dipimpin
oleh Nabi Yusya bin Nun, kemudian menempatinya pada masa Nabi Dawud dan
Sulaiman. Sebuah masa ketika Allah menganugerahkan kepada mereka
keutamaan atas manusia seluruhnya. Namun, ketika mereka kufur kepada
Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka kemurkaan Allah pun berlaku
pada mereka, dan terjadilah bencana menimpa mereka.
[6]. Janji Allah memiliki syarat, yaitu iman dan amalan shalih,
sebagaimana juga termuat dalam Taurat. Sedangkan mereka telah berbuat
kufur dan murtad, beribadah kepada selain Allah. Oleh karena itu,
musibah, bencana dan kemurkaan dari Allah ditimpakan kepada mereka. Dan
semua ini termuat dalam kitab-kitab suci mereka. Bahkan dalam kitab
mereka, terdapat keterangan yang melarang memasuki Baitul Maqdis,
lantaran kekufuran, kesesatan dan kemaksiatan mereka.
Dengan pengingkaran ini, maka janji tersebut tidak terwujudkan.
Sebaiknya, siksa dan bencanalah yang mereka dapatkan. Bumi ini milik
Allah, diwariskan kepada hamba-hambaNya yang menegakkan agama dan
mengikuti ajaran-ajaranNya, bukan diwariskan kepada orang-orang yang
melakukan kerusakan di bumi. Allah berfirman.
“Musa berkata kepada kaumnya : “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ; dipusakakanNya
kepada siapa saja yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan
yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf : 128]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik” [An-Nur : 55]
Menjelaskan ayat ini Ibnu Katsir berkata.
Ini janji dari Allah bagi RasulNya, akan menjadikan umatnya sebagai
pewaris bumi. Maksudnya, tokoh-tokoh panutan dan penguasa mereka.
Negeri-negeri menjadi baik dengan mereka, dan orang-orang tunduk kepada
mereka… Allah Subhanahu wa Ta’la telah mewujudkannya walillahilhamdu
walminnah. Nabi tidaklah wafat, melainkan Allah telah membuka
penaklukkan Mekah, Khaibar, seluruh Jazirah Arab, wilayah Yaman
seluruhnya. Memberlakukan jizyah kepada Majusi dari daerah Hajr, dan
sebagian wilayah Syam
Kemudian, ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu
Bakar mengirimkan pasukan Islam ke Persia di bawah komando Khalid bin
Al-Walid dan berhasil menaklukkan sebagian wilayahnya. Juga mengirim
pasukan lain pimpinan Abu Ubaidah menuju Syam.
Allah juga memberikan karunia kepada kaum Muslimin. Yaitu
mengilhamkan kepada Abu Bakar untuk memilih Umar Al-Faruq untuk
menggantikan kedudukannya. Dan Umar pun melaksanakan amanah ini dengan
sebaik-baiknya. Pada masa kekuasannya, seluruh wilayah Syam berhasil
dikuasai. [14]
Kaum Muslimin, mereka itulah yang dimaksud dengan ayat-ayat tersebut.
Bila membenarkan janji yang mereka ikat dengan Allah, kembali kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh dengan Islam secara
sempurna, baik individu, keluarga, masyarakat atau negara, maka sungguh
janji Allah benar adanya. Dan siapakah yang berhak atas tanah yang penuh
berkah itu? Tidak lain adaka kaum Muslimin.
Maraji.
– Dirasatun Fil Ad-yan Al-Yahudiyah wan Nashraniyah, Dr Su’ud bin Abdil
Aziz Al-Khalaf, Penerbit Adhwa-us Salaf, Cetakan I, Th 1422H/2003M
– Mujaz Tarikhil Yahudi war-Raddi Ala Ba’dhi Maza’imil Bathilah, Dr
Mahmud bin Abdir Rahman Qadah, Majalah Jami’ah Islamiyah, Edisi 107, Th
29, 1418-1419H
– Shahih Qashashil Anbiya, karya Ibnu Katsir, Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali, Maktabah Al-Furqan, Cetakan I Th, 1422H
– Tafsir Al-Qur’anil Azhim, Abu Fida Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Cetakan II, Th.1422H
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun
X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl.
Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp.
0271-5891016]
_________
Footnotes
[1]. Barakatu Ardhisy-Syam, Dr Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr, Majalah Manarusy-Syam, edisi Jumadal Ula 1425H.
[2]. Lihat Surat Yusuf ayat 100
[3]. Kisah tersebut termuat dalam Surat Yusuf.
[4]. Lihat Surat Al-A’raaf ayat 133
[5]. Lihat Surat Asy-Syu’ara ayat 52-66
[6]. Dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang ke Madinah, saat kaum Yahudi berpuasa hari Asyura. Beliau
bersabda. Hari apakah ini yang kalian berpuasa padanya? Mereka menjawab :
Ini hari kemenangan Musa atas Fir’aun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepada para sahabat : Kalian lebih pantas menghormati
Musa daripada mereka, maka berpuasalah” [HR Al-Bukhari dan Muslim.
Dinukil dari Shahih Qashashil Anbiyaa, halaman 310]
[7]. Dirasatun Fil Adyan Al-Yahudiyah wa Nashraniyah, halaman 49
[8]. Mujaz Tarikhil Yahudi, Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah, halaman 248
[9]. Nabi Yusya bin Nun Alalihissalam dalah salah seorang dari Nabi yang
diutus kepada Bani Israil. Dalil yang menunjukkan kenabiannya, yaitu
hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda : “Matahari tidak
pernah tertunda perjalanannya karena seseorang, kecuali bagi Yusya bin
Nun, (ketika) pada malam hari ia menuju Baitul Maqdis: [HR Ahmad 2/325].
Ibnu Katsir berkata : Sanadnya sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Lihat
Al-Bidayah, 1/333. Dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Hafizh dalam
Al-Fath, 2/221. Di tempat lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda : Ada seorang nabi dari kalangan para nabi yang berperang,
(ia) berkata kepada kaumnya … kemudian ia berkata kepada matahari,
‘Sesungguhnya engkau diperintah, dan aku pun juga diperintah, Ya Allah,
hentikanlah ia, maka matahari itu pun berhenti, sampai akhirnya Allah
membuka kota tersebut lantaran mereka” [HR Al-Bukhari, Lihat Al-Fath
6/220]
[10]. Dirasatun Fil Adyan, halaman 53
[11]. Lihat surat Al-A’raaf ayat 167
[12] Dirasatun Fil Ad-yan, halaman 66-67
[13]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/75
[14]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/304 secara ringkas
Sumber
| republished by
(YM) Yes Muslim !