Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
Ilustrasi. (arinarizkia.wordpress.com) |
Setelah mengikuti acara bedah buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” bersama penulisnya Ustadz Salim A Fillah. Sungguh luar biasa, kita mampu memaknai apa yang telah direncanakan Allah untuk kita.
“Saat kita ditanya, kapan nikah?” maka jawablah ,”Saya sedang mempersiapkan bekal ketaqwaan untuk bertemu jodoh saya nanti,” kata ustadz Salim.
Karena
untuk melangkah menuju pernikahan itu harus disiapkan secara matang.
Harus siap secara moral, spiritual, konsepsional, fisik, sosial dan
material. Mental dan spiritualnya mantap jika niat dan langkahnya menuju
pernikahan itu memang telah benar. Mampu mengatasi segala risiko dan
keraguan saat akan menikah juga menghadapi saat-saat nanti setelah
menikah.
Bisa membaca ulang kisah
para nabiyullah, para sahabat/sahabiyah, para ulama dan orang-orang
shalih saat menjemput jodohnya. Yaitu dengan mendekatkan dan semakin
dekat dengan Tuhannya.
Seorang Khadijah
binti khuwailid adalah wanita yang baik hubungan dengan Tuhannya,
terjaga izzah (kehormatannya) dan terkenal kebaikannya. Memang layak
untuk membersamai Muhammad. Lelaki yang hampir sempurna di hadapan Allah
dan manusia. Hingga Khadijah pun menjadi orang pertama yang mengimani
bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan dialah Khadijah wanita istimewa
yang pernah mendapat salam dari Allah dan malaikat Jibril karena
kemuliaannya.
Ada seorang perempuan
yang terjaga mata, telinga dan kakinya bahkan dirinya dari hal-hal yang
tidak memiliki manfaat untuknya dan agamanya. Maka dialah yang
disandingkan Allah bersama seorang lelaki yang terjaga ‘izzahnya.
terbukti saat di ketemu sebuah apel hanyut di sungai, dengan kondisi
sangat lapar. Dia masih mencari orang yang dapat menghalalkan buah itu
untuk dimakannya. Mencari si pemilik apel itu. Dan mereka adalah orang
tua dari salah seorang imam besar. Yaitu imam Syafi’i
Maka membacalah dan pelajarilah cara mereka menjemput jodohnya. Sesuci cinta Fatimah Azzahra dan Ali bin Abi Thalib menjaga hatinya hingga setan pun sampai tidak mampu mengelabuhi mereka.
Masya Allah..
Pada saat ini di ujung zaman masih adakah orang-orang seperti itu?
Jawabnya
ada. Masih ada mereka yang ingin menjemput jodohnya dengan jalan
menjaga dirinya, menjaga hubungan mesranya dengan Allah Sang Pemilik
dirinya. Hingga amalan sunnah itu hampir menjadi wajib baginya. Karena
keistiqamahannya menjaga amalan yang ingin dipersembahkan kepada
Tuhannya.
Shalat sunnahnya dia jaga. Puasa
sunnahnya rutin dia lakukan di antaranya puasa sunnah Senin kamis,
puasa ayyamul bidh (puasa tengah bulan), atau puasa Daud (sehari puasa
dan sehari tidak). Dzikirnya, wudhunya, tilawahnya dan amalan-amalan
kebaikan yang selalu dia dawwamkan. Rutin dia lakukan, untuk mengharap ridha dan kebaikan dari Tuhannya.
Dan
ternyata cara kita memperoleh anak yang baik itu juga dilihat dari cara
kita menjemput jodoh. Bagaimana tidak? Jika kita pikirkan saat bibit
itu tumbuh di tanah yang baik dan dari keturunan orang yang baik, maka
akan memudahkan kita merawat tanaman itu untuk menjadi baik.
Nasehat Ustadz Salim saat itu, apabila kita mencari jodoh carilah:
- Orang yang mesra hubungannya dengan Allah. Karena jika dengan Tuhannya saja tidak mesra, bagaimana dia akan baik hubungannya kelak dengan pasangan?
- Orang yang hormat dan patuh kepada orang tuanya, karena dengan begitu dia akan tahu cara menempatkan diri
- Orang yang baik terhadap teman sebayanya, karena baik tidaknya saat bersama temannya akan menjadi cerminan baik tidaknya dengan kawan hidupnya kelak
- Orang yang baik terhadap adik atau yang usianya ada di bawah dia. Itu sebagai cerminan dia
Rumah tangga islami harus mempunyai niat untuk beribadah kepada Allah. Dengan proses dan tata cara perjodohan yang sesuai dengan syariat yang benar.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Dan
dalam beragama kita tidak boleh mengambil sesuatu hanya dalam sepenggal
saja tetapi harus menyeluruh. Karena Islam itu sangatlah sempurna
mengatur segala sisi kehidupan manusia. Bukan hanya untuk bekal
akhiratnya, tetapi bekal untuk menghadapi kehidupan dunia juga banyak
pelajaran dan aturan yang bisa diambil dari kitab suci Allah.
“Hai
orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya,
dan jangan kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan
itu musuh nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)
Izinkan
saya (penulis) menceritakan saat-saat Allah mempertemukan jodoh. Kala
itu jelang kepulangan saya ke kampung halaman berniat untuk melanjutkan
studi dan melepas pekerjaan di perantauan demi hijrah melanjutkan misi
mewujudkan cita-cita. Doa yang selalu terpanjat kepada Allah, meminta
agar Allah tunjukkan jalan hidup yang terbaik. Jika memang harus menikah
saat itu memohon agar diberikan jodoh yang mampu mendukung dalam
ketaatan kepada Allah serta baik untuk urusan dunia akhiratku. Dan jika
memang harus bekerja lagi atau harus lanjut kuliah lagi, semoga Allah
berikan yang terbaik dan kemudahan segala urusanku. Doa itu selalu
terpanjat indah serta selalu menjaga dan berusaha agar diri ini terus
menjadi lebih baik. Qadarullah, saat jelang hari H mendapat tamu seorang
lelaki bersama salah seorang ustadz yang ada di pesantren tempat saya
pernah belajar di sana. Lelaki itu memang tidak terlalu saya kenal, dia
salah satu yang ikut aktif dalam pesantren tempat yang sama untuk
mengaji ilmu Allah.
Allah ternyata sedang merencanakan lain dari yang saya rencanakan, ta’aruf
itu sempat menjadikan pikiran ini bimbang tak menentu untuk melanjutkan
misi belajar atau harus menerima yang telah digariskan Allah. Setelah
mengadu kepada Dzat yang memiliki diri ini juga berbincang dengan keluarga dan para guru ngaji akhirnya diputuskan untuk melanjutkan proses perjodohan itu dan menunda proses melanjutkan belajar.
Sampai akhirnya proses perjodohan itu berlangsung hingga sebulan kemudian menginjak pada proses khitbah, saat
itu juga kami dihadapkan pada tantangan. Singkat cerita calon suami
yang telah bekerja di negeri jiran sana mendapat peluang untuk belajar
melanjutkan studi S2 dengan beasiswa dari pemerintah sana. Jika dihitung
beasiswa itu minim untuk biaya belajar dan kelangsungan hidup. Saat itu
kami ditanya apakah mau lanjut proses atau harus berhenti dengan
kondisi itu? Alhamdulillah Allah memberikan kami kekuatan hingga
keputusan lanjut proses itu kami mantapkan. Karena keyakinan rizki dan
semua yang ada dalam kehidupan ini hanya Allah yang mampu mengatur dan
pasti Allah Mahatahu atas segala yang ada pada hamba-Nya.
Alhamdulillah
semua telah digariskan dan telah tertulis rapi dalam skenario Allah.
Semuanya sangat indah dan rapi, sesuatu yang halal dan telah direstui
Allah itu sangat dalam termakna dalam hati dan jiwa.
Benarlah
janji Allah saat kita berusaha untuk baik di hadapan-Nya, maka Allah
juga akan memberikan kita pasangan yang terbaik dunia dan akhirat.
Adapun secara pandangan mata duniawi pasangan kita itu boleh dikatakan
“tidak berkepribadian” … Seperti rumah pribadi, mobil pribadi, pesawat
pribadi. Hehe..
“Perempuan-perempuan
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
untuk perempuan yang keji pula. Dan perempuan yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk perempuan yang
baik(pula)…” (An-Nur: 26)
Allah
memberikan pasangan yang shalih dalam urusan dunia akhiratnya inilah
yang terbaik menurut Allah. Lihatlah bahwa kita juga bukan manusia
sempurna, maka jika ada ketidaksempurnaan dalam diri pasangan kita itu
wajar. Kita dipersatukan karena untuk saling menyempurnakan dan saling
mendukung dalam kebaikan. Kalau kita menunggu yang sempurna. Hehe..
mohon maaf kita pun belum pernah sempurna apalagi di hadapan Allah.
“Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu, lebih banyak dari yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan
(pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (An-Nisa: 32)
Rumah
tangga yang dicinta Allah itu karena semua telah dilalui prosesnya
sesuai syariatnya. Yang di dalamnya ditegakkan adab-adab Islam, berdiri
atas dasar ibadah. Bertemu dan berkumpul, melakukan segala sesuatu tak
luput dari niat melakukan semuanya untuk dan karena Allah. Maka Allah
akan karuniakan rasa sakinah (tenang), mawaddah (penuh cinta) dan rahmah
(kasih sayang). Maka rumah tangga itu selaksa surga sebelum surga yang
sebenarnya.
*** Tulisan ini dipetik
dari bedah buku Nikmatnya pacaran setelah pernikahan oleh Ustadz Salim
A. Fillah dan dari buku-buku serta pengalaman penulis. sumber.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..