Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Siapa “Orang Lain di Tengah Kita” Yang Dimaksud Anis Matta ?

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Oleh : Arif Rahman

Januari lalu, tulisan Anis Matta berjudul “Orang Lain Di Tengah Kita” dimuat oleh portalpiyungan.com. Kabarnya tulisan ini cukup terkenal. Saya sendiri baru baca beberapa waktu setelah Fahri Hamzah dipecat dari PKS di semua level keanggotaan.

Tulisan Anis Matta ini menyoroti tentang penyusupan di tubuh harakah Islamiyah yang bisa saja terjadi. Beliau mengawali tulisannya dengan memberikan contoh yang terjadi di Mesir. Sayyid Quthb digantung oleh Jamal Abdul Nasser, seorang kader inti Ikhwanul Muslimin yang juga seorang perwira militer yang kemudian menjadi penguasa Mesir saat itu.

Lalu Anis melanjutkan dengan mengungkapkan bahwa ada fakta yang berulang kali terjadi, “Sebagian besar musibah yang menimpa da’wah dan harakah selalu datang dari dalam harakah itu sendiri. Untuk sebagiannya, musibah itu datang dari shaf yang terlalu longgar, yang kemudian tersusupi dengan mudah.” tulisnya.”Jangan pernah menyalahkan musuh jika mereka berhasil menyusupi shaf kita. Sebab penyusupan adalah pekerjaan yang wajar yang akan selalu dilakukan musuh.”


Kontrol Organisasi Da’wah

Anis Matta kemudian menguraikan bahwa organisasi da’wah harus mengontrol dua hal : gagasan dan orang. Anis Matta menuliskan, “Gagasan perlu dikontrol karena manhaj da’wah kita mengalami proses interaksi yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan pada lingkungan strategis. Kontrol bukanlah merupakan upaya penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam da’wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar.”

Yang menarik setelah ini adalah kontrol orang. Sebab dalam kasus pemecatan Fahri berhembus kabar intelijen telah menyusup ke dalam PKS. Fahri sendiri yang berkoar-koar di media tentang ini. Menurut Anis Matta dalam tulisannya itu, seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam da’wah, tapi bisa juga direkrut oleh ‘orang lain’ justru setelah ia bergabung dengan da’wah. “Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis da’wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.” Begitu tulis mantan presiden PKS pengganti Luthfi Hasan Ishaq ini.

Tulisan “Orang Lain di Tengah Kita” seolah menyiratkan apa yang sedang terjadi di tubuh PKS. Bahwa ada “orang lain” yang memang sedang menyusup ke tubuh partai da’wah ini. Bahkan ada twit yang menyebut inisial SHW sebagai penyusup dan menengarai SHW sebagai makelar kasus yang menimpa para petinggi PKS yang pernah menjabat sebagai menteri. Namun twit yang mengaitkan tulisan Anis Matta dengan kasus Fahri Hamzah ini jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari akun anonim memakai nama @ronindonesia98.

Awalnya saya berpendapat ini bukan soal “Orang Lain di Tengah Kita”. Tetapi ini adalah soal pentingnya kesatuan sikap. Selama ini Fahri sering berseberangan dengan PKS. Sebut saja sikap PKS yang menolak kenaikan tunjangan DPR dan pejabat negara, Fahri malah berkoar ke media masih merasa kurang. Sebut lagi soal Setya Novanto maka kita akan melihat Fahri ngotot membela Novanto padahal PKS melarang membelanya.


Tetapi menarik menyimak tulisan Sapto Waluyo di selasar.com. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform ini mengajak kita untuk menilai : “Para pengamat dan pewarta yang obyektif, silakan menilai: apa kepentingan Fahri di balik sikapnya yang ngototmendukung pembangunan gedung dan pemberian fasilitas anggota DPR RI, menerima revisi UU KPK, dan mendukung posisi Setya Novanto dalam skandal Freeport Gate serta menyerang MKD yang dipimpin sesama kader PKS (Surahman Hidayat)? Itu baru sebagian kecil dari sikap Fahri yang secara terbuka bertentangan dengan sikap PKS. Fahri tidak pernah bisa menjelaskan alasannya secara masuk akal, kecuali klaim bahwa ‘segala pernyataan dan sikapnya dilindungi konstitusi’. Narasi besar taat pada konstitusi negara dijadikan tameng Fahri untuk melecehkan AD/ART Partai. Padahal, silakan ditakar semua pernyataan dan sikap Fahri selama ini dari sisi: bobot konstitusionalitas dan kepentingan publiknya, seberapa besar? Tak ada yang tahu, karena Fahri juga tidak pernah memberikan laporan kepada Pimpinan PKS.”


Sikap berseberangannya Fahri ini dilanjutkan dengan sikap mbalelo atas panggilan demi panggilan yang dilancarkan oleh pimpinan PKS. Mangkir dari panggilan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seadanya. Sikap memandang enteng arahan pimpinan PKS ini dianggap Sapto menunjukkan bahwa Fahri sedang mendekonstruksi dirinya sendiri : tak ada loyalitas pada Partai dan Pimpinan Partai, tidak seorangpun yang dipercaya Fahri bisa mengarahkan dirinya; tidak Hilmi Aminuddin, tidak juga Salim Segaf. Patut dicatat, kedua tokoh senior PKS itu memberikan kesaksian dalam Majelis Tahkim yang diragukan legalitasnya oleh Fahri. Anis Matta memberikan keterangan tambahan di luar sidang MT.

Sapto menyebutkan bahwa watak asli Fahri terlihat saat menggugat PKS secara perdata di pengadilan negeri dengan tuntutan denda Rp 500 miliar untuk kerugian material dan immaterial. Untuk biaya pengacara, Fahri mencadangkan Rp 1 miliar. Bahkan, di saat proses mediasi disarankan Hakim PN Jaksel, Fahri menggugat tiga tokoh PKS (Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nurwahid) ke MKD DPR RI (29/4/2016). Fahri benar-benar memanfaatkan posisi politik untuk mempertahankan kedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI dengan segala fasilitasnya, sambil menyerang orang-orang yang dipandang memusuhinya.

Fahri adalah “orang lain” ?

Melihat fenomena di atas, apakah Fahri adalah “orang lain di tengah kita” yang dimaksud Anis Matta ? Apakah Fahri yang dimaksud Anis Matta sebagai orang yang direkrut “orang lain” setelah ia bergabung dalam da’wah ? Apakah Fahri yang dimaksud sebagai kader yang secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah ?

Siapa “orang lain” di tengah kita sepertinya tidak perlu dijawab. Anis Matta sebenarnya sedang mengajak kader PKS berkontemplasi, jangan-jangan banyak kader yang “direkrut” secara tidak sadar mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.

https://www.facebook.com/groups/177238346003524/permalink/189539091440116/

Baca Juga "Ada orang lain di tengah-tengah kita"

Anis Matta kemudian menguraikan bahwa organisasi da’wah harus mengontrol dua hal : gagasan dan orang. Anis Matta menuliskan, “Gagasan perlu dikontrol karena manhaj da’wah kita mengalami proses interaksi yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan pada lingkungan strategis. Kontrol bukanlah merupakan upaya penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam da’wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar.”
Yang menarik setelah ini adalah kontrol orang. Sebab dalam kasus pemecatan Fahri berhembus kabar intelijen telah menyusup ke dalam PKS. Fahri sendiri yang berkoar-koar di media tentang ini. Menurut Anis Matta dalam tulisannya itu, seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam da’wah, tapi bisa juga direkrut oleh ‘orang lain’ justru setelah ia bergabung dengan da’wah. “Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis da’wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.” Begitu tulis mantan presiden PKS pengganti Luthfi Hasan Ishaq ini.
Tulisan “Orang Lain di Tengah Kita” seolah menyiratkan apa yang sedang terjadi di tubuh PKS. Bahwa ada “orang lain” yang memang sedang menyusup ke tubuh partai da’wah ini. Bahkan ada twit yang menyebut inisial SHW sebagai penyusup dan menengarai SHW sebagai makelar kasus yang menimpa para petinggi PKS yang pernah menjabat sebagai menteri. Namun twit yang mengaitkan tulisan Anis Matta dengan kasus Fahri Hamzah ini jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari akun anonim memakai nama @ronindonesia98.
Awalnya saya berpendapat ini bukan soal “Orang Lain di Tengah Kita”. Tetapi ini adalah soal pentingnya kesatuan sikap. Selama ini Fahri sering berseberangan dengan PKS. Sebut saja sikap PKS yang menolak kenaikan tunjangan DPR dan pejabat negara, Fahri malah berkoar ke media masih merasa kurang. Sebut lagi soal Setya Novanto maka kita akan melihat Fahri ngotot membela Novanto padahal PKS melarang membelanya.
Tetapi menarik menyimak tulisan Sapto Waluyo di selasar.com. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform ini mengajak kita untuk menilai : “Para pengamat dan pewarta yang obyektif, silakan menilai: apa kepentingan Fahri di balik sikapnya yang ngototmendukung pembangunan gedung dan pemberian fasilitas anggota DPR RI, menerima revisi UU KPK, dan mendukung posisi Setya Novanto dalam skandal Freeport Gate serta menyerang MKD yang dipimpin sesama kader PKS (Surahman Hidayat)? Itu baru sebagian kecil dari sikap Fahri yang secara terbuka bertentangan dengan sikap PKS. Fahri tidak pernah bisa menjelaskan alasannya secara masuk akal, kecuali klaim bahwa ‘segala pernyataan dan sikapnya dilindungi konstitusi’. Narasi besar taat pada konstitusi negara dijadikan tameng Fahri untuk melecehkan AD/ART Partai. Padahal, silakan ditakar semua pernyataan dan sikap Fahri selama ini dari sisi: bobot konstitusionalitas dan kepentingan publiknya, seberapa besar? Tak ada yang tahu, karena Fahri juga tidak pernah memberikan laporan kepada Pimpinan PKS.”
Sikap berseberangannya Fahri ini dilanjutkan dengan sikap mbalelo atas panggilan demi panggilan yang dilancarkan oleh pimpinan PKS. Mangkir dari panggilan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seadanya. Sikap memandang enteng arahan pimpinan PKS ini dianggap Sapto menunjukkan bahwa Fahri sedang mendekonstruksi dirinya sendiri : tak ada loyalitas pada Partai dan Pimpinan Partai, tidak seorangpun yang dipercaya Fahri bisa mengarahkan dirinya; tidak Hilmi Aminuddin, tidak juga Salim Segaf. Patut dicatat, kedua tokoh senior PKS itu memberikan kesaksian dalam Majelis Tahkim yang diragukan legalitasnya oleh Fahri. Anis Matta memberikan keterangan tambahan di luar sidang MT.
Sapto menyebutkan bahwa watak asli Fahri terlihat saat menggugat PKS secara perdata di pengadilan negeri dengan tuntutan denda Rp 500 miliar untuk kerugian material dan immaterial. Untuk biaya pengacara, Fahri mencadangkan Rp 1 miliar. Bahkan, di saat proses mediasi disarankan Hakim PN Jaksel, Fahri menggugat tiga tokoh PKS (Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nurwahid) ke MKD DPR RI (29/4/2016). Fahri benar-benar memanfaatkan posisi politik untuk mempertahankan kedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI dengan segala fasilitasnya, sambil menyerang orang-orang yang dipandang memusuhinya.

Fahri adalah “orang lain” ?
Melihat fenomena di atas, apakah Fahri adalah “orang lain di tengah kita” yang dimaksud Anis Matta ? Apakah Fahri yang dimaksud Anis Matta sebagai orang yang direkrut “orang lain” setelah ia bergabung dalam da’wah ? Apakah Fahri yang dimaksud sebagai kader yang secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah ?
Siapa “orang lain” di tengah kita sepertinya tidak perlu dijawab. Anis Matta sebenarnya sedang mengajak kader PKS berkontemplasi, jangan-jangan banyak kader yang “direkrut” secara tidak sadar mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.
https://www.facebook.com/groups/177238346003524/permalink/189539091440116/
- See more at: http://pkskusuka.blogspot.co.id/2016/05/siapa-orang-lain-di-tengah-kita-yang.html#sthash.2J9p7FNW.dpuf
 Arif Rahman
Januari lalu, tulisan Anis Matta berjudul “Orang Lain Di Tengah Kita” dimuat oleh portalpiyungan.com. Kabarnya tulisan ini cukup terkenal. Saya sendiri baru baca beberapa waktu setelah Fahri Hamzah dipecat dari PKS di semua level keanggotaan.
Tulisan Anis Matta ini menyoroti tentang penyusupan di tubuh harakah Islamiyah yang bisa saja terjadi. Beliau mengawali tulisannya dengan memberikan contoh yang terjadi di Mesir. Sayyid Quthb digantung oleh Jamal Abdul Nasser, seorang kader inti Ikhwanul Muslimin yang juga seorang perwira militer yang kemudian menjadi penguasa Mesir saat itu.
Lalu Anis melanjutkan dengan mengungkapkan bahwa ada fakta yang berulang kali terjadi, “Sebagian besar musibah yang menimpa da’wah dan harakah selalu datang dari dalam harakah itu sendiri. Untuk sebagiannya, musibah itu datang dari shaf yang terlalu longgar, yang kemudian tersusupi dengan mudah.” tulisnya.”Jangan pernah menyalahkan musuh jika mereka berhasil menyusupi shaf kita. Sebab penyusupan adalah pekerjaan yang wajar yang akan selalu dilakukan musuh.”

Kontrol Organisasi Da’wah
Anis Matta kemudian menguraikan bahwa organisasi da’wah harus mengontrol dua hal : gagasan dan orang. Anis Matta menuliskan, “Gagasan perlu dikontrol karena manhaj da’wah kita mengalami proses interaksi yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan pada lingkungan strategis. Kontrol bukanlah merupakan upaya penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam da’wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar.”
Yang menarik setelah ini adalah kontrol orang. Sebab dalam kasus pemecatan Fahri berhembus kabar intelijen telah menyusup ke dalam PKS. Fahri sendiri yang berkoar-koar di media tentang ini. Menurut Anis Matta dalam tulisannya itu, seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam da’wah, tapi bisa juga direkrut oleh ‘orang lain’ justru setelah ia bergabung dengan da’wah. “Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis da’wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.” Begitu tulis mantan presiden PKS pengganti Luthfi Hasan Ishaq ini.
Tulisan “Orang Lain di Tengah Kita” seolah menyiratkan apa yang sedang terjadi di tubuh PKS. Bahwa ada “orang lain” yang memang sedang menyusup ke tubuh partai da’wah ini. Bahkan ada twit yang menyebut inisial SHW sebagai penyusup dan menengarai SHW sebagai makelar kasus yang menimpa para petinggi PKS yang pernah menjabat sebagai menteri. Namun twit yang mengaitkan tulisan Anis Matta dengan kasus Fahri Hamzah ini jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari akun anonim memakai nama @ronindonesia98.
Awalnya saya berpendapat ini bukan soal “Orang Lain di Tengah Kita”. Tetapi ini adalah soal pentingnya kesatuan sikap. Selama ini Fahri sering berseberangan dengan PKS. Sebut saja sikap PKS yang menolak kenaikan tunjangan DPR dan pejabat negara, Fahri malah berkoar ke media masih merasa kurang. Sebut lagi soal Setya Novanto maka kita akan melihat Fahri ngotot membela Novanto padahal PKS melarang membelanya.
Tetapi menarik menyimak tulisan Sapto Waluyo di selasar.com. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform ini mengajak kita untuk menilai : “Para pengamat dan pewarta yang obyektif, silakan menilai: apa kepentingan Fahri di balik sikapnya yang ngototmendukung pembangunan gedung dan pemberian fasilitas anggota DPR RI, menerima revisi UU KPK, dan mendukung posisi Setya Novanto dalam skandal Freeport Gate serta menyerang MKD yang dipimpin sesama kader PKS (Surahman Hidayat)? Itu baru sebagian kecil dari sikap Fahri yang secara terbuka bertentangan dengan sikap PKS. Fahri tidak pernah bisa menjelaskan alasannya secara masuk akal, kecuali klaim bahwa ‘segala pernyataan dan sikapnya dilindungi konstitusi’. Narasi besar taat pada konstitusi negara dijadikan tameng Fahri untuk melecehkan AD/ART Partai. Padahal, silakan ditakar semua pernyataan dan sikap Fahri selama ini dari sisi: bobot konstitusionalitas dan kepentingan publiknya, seberapa besar? Tak ada yang tahu, karena Fahri juga tidak pernah memberikan laporan kepada Pimpinan PKS.”
Sikap berseberangannya Fahri ini dilanjutkan dengan sikap mbalelo atas panggilan demi panggilan yang dilancarkan oleh pimpinan PKS. Mangkir dari panggilan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seadanya. Sikap memandang enteng arahan pimpinan PKS ini dianggap Sapto menunjukkan bahwa Fahri sedang mendekonstruksi dirinya sendiri : tak ada loyalitas pada Partai dan Pimpinan Partai, tidak seorangpun yang dipercaya Fahri bisa mengarahkan dirinya; tidak Hilmi Aminuddin, tidak juga Salim Segaf. Patut dicatat, kedua tokoh senior PKS itu memberikan kesaksian dalam Majelis Tahkim yang diragukan legalitasnya oleh Fahri. Anis Matta memberikan keterangan tambahan di luar sidang MT.
Sapto menyebutkan bahwa watak asli Fahri terlihat saat menggugat PKS secara perdata di pengadilan negeri dengan tuntutan denda Rp 500 miliar untuk kerugian material dan immaterial. Untuk biaya pengacara, Fahri mencadangkan Rp 1 miliar. Bahkan, di saat proses mediasi disarankan Hakim PN Jaksel, Fahri menggugat tiga tokoh PKS (Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nurwahid) ke MKD DPR RI (29/4/2016). Fahri benar-benar memanfaatkan posisi politik untuk mempertahankan kedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI dengan segala fasilitasnya, sambil menyerang orang-orang yang dipandang memusuhinya.

Fahri adalah “orang lain” ?
Melihat fenomena di atas, apakah Fahri adalah “orang lain di tengah kita” yang dimaksud Anis Matta ? Apakah Fahri yang dimaksud Anis Matta sebagai orang yang direkrut “orang lain” setelah ia bergabung dalam da’wah ? Apakah Fahri yang dimaksud sebagai kader yang secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah ?
Siapa “orang lain” di tengah kita sepertinya tidak perlu dijawab. Anis Matta sebenarnya sedang mengajak kader PKS berkontemplasi, jangan-jangan banyak kader yang “direkrut” secara tidak sadar mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.
https://www.facebook.com/groups/177238346003524/permalink/189539091440116/
- See more at: http://pkskusuka.blogspot.co.id/2016/05/siapa-orang-lain-di-tengah-kita-yang.html#sthash.2J9p7FNW.dpuf
ganisasi Da’wah
Anis Matta kemudian menguraikan bahwa organisasi da’wah harus mengontrol dua hal : gagasan dan orang. Anis Matta menuliskan, “Gagasan perlu dikontrol karena manhaj da’wah kita mengalami proses interaksi yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan pada lingkungan strategis. Kontrol bukanlah merupakan upaya penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam da’wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar.”
Yang menarik setelah ini adalah kontrol orang. Sebab dalam kasus pemecatan Fahri berhembus kabar intelijen telah menyusup ke dalam PKS. Fahri sendiri yang berkoar-koar di media tentang ini. Menurut Anis Matta dalam tulisannya itu, seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam da’wah, tapi bisa juga direkrut oleh ‘orang lain’ justru setelah ia bergabung dengan da’wah. “Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis da’wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.” Begitu tulis mantan presiden PKS pengganti Luthfi Hasan Ishaq ini.
Tulisan “Orang Lain di Tengah Kita” seolah menyiratkan apa yang sedang terjadi di tubuh PKS. Bahwa ada “orang lain” yang memang sedang menyusup ke tubuh partai da’wah ini. Bahkan ada twit yang menyebut inisial SHW sebagai penyusup dan menengarai SHW sebagai makelar kasus yang menimpa para petinggi PKS yang pernah menjabat sebagai menteri. Namun twit yang mengaitkan tulisan Anis Matta dengan kasus Fahri Hamzah ini jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari akun anonim memakai nama @ronindonesia98.
Awalnya saya berpendapat ini bukan soal “Orang Lain di Tengah Kita”. Tetapi ini adalah soal pentingnya kesatuan sikap. Selama ini Fahri sering berseberangan dengan PKS. Sebut saja sikap PKS yang menolak kenaikan tunjangan DPR dan pejabat negara, Fahri malah berkoar ke media masih merasa kurang. Sebut lagi soal Setya Novanto maka kita akan melihat Fahri ngotot membela Novanto padahal PKS melarang membelanya.
Tetapi menarik menyimak tulisan Sapto Waluyo di selasar.com. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform ini mengajak kita untuk menilai : “Para pengamat dan pewarta yang obyektif, silakan menilai: apa kepentingan Fahri di balik sikapnya yang ngototmendukung pembangunan gedung dan pemberian fasilitas anggota DPR RI, menerima revisi UU KPK, dan mendukung posisi Setya Novanto dalam skandal Freeport Gate serta menyerang MKD yang dipimpin sesama kader PKS (Surahman Hidayat)? Itu baru sebagian kecil dari sikap Fahri yang secara terbuka bertentangan dengan sikap PKS. Fahri tidak pernah bisa menjelaskan alasannya secara masuk akal, kecuali klaim bahwa ‘segala pernyataan dan sikapnya dilindungi konstitusi’. Narasi besar taat pada konstitusi negara dijadikan tameng Fahri untuk melecehkan AD/ART Partai. Padahal, silakan ditakar semua pernyataan dan sikap Fahri selama ini dari sisi: bobot konstitusionalitas dan kepentingan publiknya, seberapa besar? Tak ada yang tahu, karena Fahri juga tidak pernah memberikan laporan kepada Pimpinan PKS.”
Sikap berseberangannya Fahri ini dilanjutkan dengan sikap mbalelo atas panggilan demi panggilan yang dilancarkan oleh pimpinan PKS. Mangkir dari panggilan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seadanya. Sikap memandang enteng arahan pimpinan PKS ini dianggap Sapto menunjukkan bahwa Fahri sedang mendekonstruksi dirinya sendiri : tak ada loyalitas pada Partai dan Pimpinan Partai, tidak seorangpun yang dipercaya Fahri bisa mengarahkan dirinya; tidak Hilmi Aminuddin, tidak juga Salim Segaf. Patut dicatat, kedua tokoh senior PKS itu memberikan kesaksian dalam Majelis Tahkim yang diragukan legalitasnya oleh Fahri. Anis Matta memberikan keterangan tambahan di luar sidang MT.
Sapto menyebutkan bahwa watak asli Fahri terlihat saat menggugat PKS secara perdata di pengadilan negeri dengan tuntutan denda Rp 500 miliar untuk kerugian material dan immaterial. Untuk biaya pengacara, Fahri mencadangkan Rp 1 miliar. Bahkan, di saat proses mediasi disarankan Hakim PN Jaksel, Fahri menggugat tiga tokoh PKS (Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nurwahid) ke MKD DPR RI (29/4/2016). Fahri benar-benar memanfaatkan posisi politik untuk mempertahankan kedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI dengan segala fasilitasnya, sambil menyerang orang-orang yang dipandang memusuhinya.

Fahri adalah “orang lain” ?
Melihat fenomena di atas, apakah Fahri adalah “orang lain di tengah kita” yang dimaksud Anis Matta ? Apakah Fahri yang dimaksud Anis Matta sebagai orang yang direkrut “orang lain” setelah ia bergabung dalam da’wah ? Apakah Fahri yang dimaksud sebagai kader yang secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah ?
Siapa “orang lain” di tengah kita sepertinya tidak perlu dijawab. Anis Matta sebenarnya sedang mengajak kader PKS berkontemplasi, jangan-jangan banyak kader yang “direkrut” secara tidak sadar mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.
https://www.facebook.com/groups/177238346003524/permalink/189539091440116/
- See more at: http://pkskusuka.blogspot.co.id/2016/05/siapa-orang-lain-di-tengah-kita-yang.html#sthash.2J9p7FNW.dpuf
Oleh : Arif Rahman
Januari lalu, tulisan Anis Matta berjudul “Orang Lain Di Tengah Kita” dimuat oleh portalpiyungan.com. Kabarnya tulisan ini cukup terkenal. Saya sendiri baru baca beberapa waktu setelah Fahri Hamzah dipecat dari PKS di semua level keanggotaan.
Tulisan Anis Matta ini menyoroti tentang penyusupan di tubuh harakah Islamiyah yang bisa saja terjadi. Beliau mengawali tulisannya dengan memberikan contoh yang terjadi di Mesir. Sayyid Quthb digantung oleh Jamal Abdul Nasser, seorang kader inti Ikhwanul Muslimin yang juga seorang perwira militer yang kemudian menjadi penguasa Mesir saat itu.
Lalu Anis melanjutkan dengan mengungkapkan bahwa ada fakta yang berulang kali terjadi, “Sebagian besar musibah yang menimpa da’wah dan harakah selalu datang dari dalam harakah itu sendiri. Untuk sebagiannya, musibah itu datang dari shaf yang terlalu longgar, yang kemudian tersusupi dengan mudah.” tulisnya.”Jangan pernah menyalahkan musuh jika mereka berhasil menyusupi shaf kita. Sebab penyusupan adalah pekerjaan yang wajar yang akan selalu dilakukan musuh.”

Kontrol Organisasi Da’wah
Anis Matta kemudian menguraikan bahwa organisasi da’wah harus mengontrol dua hal : gagasan dan orang. Anis Matta menuliskan, “Gagasan perlu dikontrol karena manhaj da’wah kita mengalami proses interaksi yang dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi dan pada lingkungan strategis. Kontrol bukanlah merupakan upaya penjegalan atas munculnya gagasan-gagasan baru. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa proses kreativitas dan pengembangan pemikiran dalam da’wah berlangsung dengan panduan metodologi yang benar.”
Yang menarik setelah ini adalah kontrol orang. Sebab dalam kasus pemecatan Fahri berhembus kabar intelijen telah menyusup ke dalam PKS. Fahri sendiri yang berkoar-koar di media tentang ini. Menurut Anis Matta dalam tulisannya itu, seseorang bisa dirancang sebagai penyusup ke dalam da’wah, tapi bisa juga direkrut oleh ‘orang lain’ justru setelah ia bergabung dengan da’wah. “Proses rekrutmen bisa berlangsung melalui suatu rekayasa intelijen, tapi bisa juga terjadi secara natural melalui pergaulan sehari-hari. Dalam kondisi terakhir ini, seorang aktivis da’wah biasanya mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.” Begitu tulis mantan presiden PKS pengganti Luthfi Hasan Ishaq ini.
Tulisan “Orang Lain di Tengah Kita” seolah menyiratkan apa yang sedang terjadi di tubuh PKS. Bahwa ada “orang lain” yang memang sedang menyusup ke tubuh partai da’wah ini. Bahkan ada twit yang menyebut inisial SHW sebagai penyusup dan menengarai SHW sebagai makelar kasus yang menimpa para petinggi PKS yang pernah menjabat sebagai menteri. Namun twit yang mengaitkan tulisan Anis Matta dengan kasus Fahri Hamzah ini jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari akun anonim memakai nama @ronindonesia98.
Awalnya saya berpendapat ini bukan soal “Orang Lain di Tengah Kita”. Tetapi ini adalah soal pentingnya kesatuan sikap. Selama ini Fahri sering berseberangan dengan PKS. Sebut saja sikap PKS yang menolak kenaikan tunjangan DPR dan pejabat negara, Fahri malah berkoar ke media masih merasa kurang. Sebut lagi soal Setya Novanto maka kita akan melihat Fahri ngotot membela Novanto padahal PKS melarang membelanya.
Tetapi menarik menyimak tulisan Sapto Waluyo di selasar.com. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform ini mengajak kita untuk menilai : “Para pengamat dan pewarta yang obyektif, silakan menilai: apa kepentingan Fahri di balik sikapnya yang ngototmendukung pembangunan gedung dan pemberian fasilitas anggota DPR RI, menerima revisi UU KPK, dan mendukung posisi Setya Novanto dalam skandal Freeport Gate serta menyerang MKD yang dipimpin sesama kader PKS (Surahman Hidayat)? Itu baru sebagian kecil dari sikap Fahri yang secara terbuka bertentangan dengan sikap PKS. Fahri tidak pernah bisa menjelaskan alasannya secara masuk akal, kecuali klaim bahwa ‘segala pernyataan dan sikapnya dilindungi konstitusi’. Narasi besar taat pada konstitusi negara dijadikan tameng Fahri untuk melecehkan AD/ART Partai. Padahal, silakan ditakar semua pernyataan dan sikap Fahri selama ini dari sisi: bobot konstitusionalitas dan kepentingan publiknya, seberapa besar? Tak ada yang tahu, karena Fahri juga tidak pernah memberikan laporan kepada Pimpinan PKS.”
Sikap berseberangannya Fahri ini dilanjutkan dengan sikap mbalelo atas panggilan demi panggilan yang dilancarkan oleh pimpinan PKS. Mangkir dari panggilan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seadanya. Sikap memandang enteng arahan pimpinan PKS ini dianggap Sapto menunjukkan bahwa Fahri sedang mendekonstruksi dirinya sendiri : tak ada loyalitas pada Partai dan Pimpinan Partai, tidak seorangpun yang dipercaya Fahri bisa mengarahkan dirinya; tidak Hilmi Aminuddin, tidak juga Salim Segaf. Patut dicatat, kedua tokoh senior PKS itu memberikan kesaksian dalam Majelis Tahkim yang diragukan legalitasnya oleh Fahri. Anis Matta memberikan keterangan tambahan di luar sidang MT.
Sapto menyebutkan bahwa watak asli Fahri terlihat saat menggugat PKS secara perdata di pengadilan negeri dengan tuntutan denda Rp 500 miliar untuk kerugian material dan immaterial. Untuk biaya pengacara, Fahri mencadangkan Rp 1 miliar. Bahkan, di saat proses mediasi disarankan Hakim PN Jaksel, Fahri menggugat tiga tokoh PKS (Sohibul Iman, Surahman Hidayat, dan Hidayat Nurwahid) ke MKD DPR RI (29/4/2016). Fahri benar-benar memanfaatkan posisi politik untuk mempertahankan kedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI dengan segala fasilitasnya, sambil menyerang orang-orang yang dipandang memusuhinya.

Fahri adalah “orang lain” ?
Melihat fenomena di atas, apakah Fahri adalah “orang lain di tengah kita” yang dimaksud Anis Matta ? Apakah Fahri yang dimaksud Anis Matta sebagai orang yang direkrut “orang lain” setelah ia bergabung dalam da’wah ? Apakah Fahri yang dimaksud sebagai kader yang secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah ?
Siapa “orang lain” di tengah kita sepertinya tidak perlu dijawab. Anis Matta sebenarnya sedang mengajak kader PKS berkontemplasi, jangan-jangan banyak kader yang “direkrut” secara tidak sadar mengalami penyimpangan perilaku atau akhlak, larut dalam pergaulan, dan kemudian secara tidak sadar membawa ‘pesan’ orang lain tanpa sadar ke dalam da’wah.
https://www.facebook.com/groups/177238346003524/permalink/189539091440116/
- See more at: http://pkskusuka.blogspot.co.id/2016/05/siapa-orang-lain-di-tengah-kita-yang.html#sthash.2J9p7FNW.dpuf

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......