Ketika malam tiba, nuansa spiritual 
hadir dalam jiwa para ulama. Ketika lentera yang menyinari rumah-rumah 
mereka dimatikan, tak ada yang terlihat mata. Gelap. Namun dalam selimut
 gelap itulah nuansa spiritual mengental. Mereka menangis dalam beragam 
latar.
Khalifah Umar bin Abdu Aziz. Meskipun ia
 bisa menerangi seluruh istananya, ia lebih suka menikmati gelapnya 
malam. Di tengah malam selepas seharian mengurus rakyatnya, ia shalat 
malam dan menangis dalam persujudannya. “Ia terus menangis hingga kedua 
matanya tertidur, kemudian terbangun dan menangis lagi dan lagi,” kata 
Fatimah binti Abdul Malik, “Dia menghabiskan sebagian besar malamnya 
seperti itu.”
Ibnu Jauzi mengisahkan, Abu Muhammad 
biasa menangis di malam hari. Mengapa ia suka menangis di malam hari? 
“Ia takut jika ia sudah tidak bisa menemui pagi,” kata istrinya. Masya 
Allah… ingat mati benar-benar dimiliki ahli ibadah ini. Ia memperbanyak 
ibadah dan menangis di malam hari karena menyadari bahwa tak ada yang 
bisa menjaminnya bahwa esuk hari ia masih hidup atau telah mati.
Ada pula ulama yang suka menangis di 
malam hari sebab begitu mendapati gelapnya malam, ia langsung ingat 
dengan alam barzakh. Ia menyadari, tengah malam yang gulita saja sudah 
demikian sunyi, bagaimana dengan kuburan yang tertimbun tanah. Tak ada 
celah. Tak ada cahaya, tak ada teman bicara. Terbujur kaku sendirian, 
hanya ditemani oleh amal dalam masa penantian panjang. Entah berapa lama
 hingga kiamat datang. Yang menakutkan, tak ada jaminan bahwa amal-amal 
sepanjang kehidupan diterima Allah Azza wa Jalla. Bagaimana jika 
semuanya menguap tak tersisa karena tidak ikhlas pada-Nya. Bagaimana 
jika seluruhnya tertolak karena tercampur syahwat dunia, riya dan 
berharap puja?
Ada pula yang menangis karena mereka 
paham betul. Bahwa hanya mata yang berjaga dalam jihad fi sabilillah dan
 mata yang menangis karena Allah yang akan diselamatkan dari api neraka.
 “Dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka,” sabda sang Nabi suatu 
ketika, “mata yang berjaga dalam jihad fi sabilillah dan mata yang 
menangis karena Allah.”
Para ulama menemukan banyak alasan untuk
 menangis dan bersimpuh dalam keheningan malam. Bagaimana dengan kita? 
[Muchlisin BK/Bersamadakwah]
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..