Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Tarbiyah Dzatiyah untuk Kemenangan Dakwah


Secara garis besar tarbiyah terbagi menjadi dua: tarbiyah ijtima’iyah dan tarbiyah dzatiyah. Tarbiyah ijtima’iyah bertujuan untuk membina silaturahim dan soliditas berjama’ah, sedangkan tarbiyah dzatiyah bermaksud untuk semakin mendekatkan masing-masing kader dakwah kepada Allah Swt melalui ibadah-ibadah ritual yang disyariatkan.

Rasulullah Saw telah memberi contoh amat baik dalam hal tarbiyah dzatiyah ini. Beliau adalah sosok yang amat istiqamah dalam mendawamkan ibadah ritual kepada Allah Swt. Meski terjamin baginya surga, sosoknya senantiasa melakukan shalat Tahajjud hingga kakinya bengkak.

Selepas Fathu Makkah, ketika dakwah telah melembaga dalam bentuk negara, kualitas dan kuantitas ibadah beliau bukan menurun, justru semakin menanjak dengan kualitas terbaik. Lepas itu, beliau semakin intens dalam mendekatkan diri kepada Rabbnya.

Sosok-sosok sahabat beliau juga melakukan hal serupa. Abu Bakar ash-Shidiq, ‘Umar bin Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Thalib adalah contoh lainnya. Mereka semakin intens dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt setelah dilantik menjadi pemimpin kaum muslimin sepeninggal Rasulullah yang mulia.

Tentang hal ini, Imam Hasan al-Banna menyampaikan kepada kita, “Maka seseorang tidak diperkenankan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu (ibadah) dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial.” Bukankah ini sindiran bagi sebagian diantara kita? Ada banyak al-akh yang melupakan atau mengendorkan intensitas ibadah kepada Allah Swt melalui ibadah ritual dengan alsan sibuk syuro, baksos, gerakan silaturahim dan sebagainya.

Sebaliknya, “Seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan kepada Allah Swt.” Nampaknya, beliau amat piawai dalam membaca realitas bersebab ketajaman pikirnya dalam memahami sirah nabawiyah. Pasalnya, di zaman kita ini, gejala seperti ini mulai marak dan bertambah banyak jumlahnya.

Ada al-akh yang mengaku tak sempat bersilaturahim karena sibuk dengan ibadah ritualnya. Parahnya, ada pula kasus al-akh yang sampai-sampai, melupakan mencari nafkah untuk keluarga dengan alasan sibuk munajat kepada Yang Mahakuasa.

Maka dalam tahap inilah, masing-masing kader dan pimpinan dakwah harus semakin berbenah terkait aktivitas ibadah ritual ini. Caranya dengan kembali menekuni al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw, lalu melihat bagaimana manhaj dakwah memberi petunjuk tentang keduanya.

Misalnya tentang dzikir tiawah al-Qur’an. Dalam manhaj dakwah, minimal seorang kader harus rutin melakukan tilawah sebanyak satu juz saban hari. Hal lain yang tak boleh luput adalah keistiqamahan dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid, shalat Tahajjud, shalat Dhuha, menadabburi kalam-kalam Allah Swt dan sebagainya.

Hendaknya dipahami betul, bahwa ibadah-ibadah ritual ini ibarat tangga yang bisa semakin mendekatkan seorang hamba kepada penciptanya. Dan, inilah salah satu tiket yang kudu dimiliki guna menyongsong kemenangan dakwah d jalan-Nya.

Maka, saat dakwah belum berjaya, bisa jadi karena kualitas ibadah kader dan pimpinan dakwah yang masih compang-camping dan robek di sana-sini.

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......