Jiwa bisa ditempa dengan melakukan aktivitas tarbiyah ruhiyah.
Secara istilah, tarbiyah merupakan seni mencetak manusia. Cara yang
ditempuh adalah dengan mengintegrasikan antara potensi fisik, akal dan
ruh yang telah Allah Swt berikan.
Tarbiyah ruhiyah harus diintegrasikan dengan tarbiyah jasadiyah dan tarbiyah ‘aqliyah. Jika tidak, seseorang bisa menjadi sosok yang tidak utuh seperti yang terjadi pada mereka yang salah memahami sufisme.
Tarbiyah ruhiyah memiliki dua
sisi. Sisi pertama merupakan pengenalan kepada orientasi hidup dan sisi
kedua adalah memberikan energi kepada diri untuk melakukan semua
perintah yang Allah Swt amanahkan kepada manusia itu sendiri.
Sisi pertama relatif mudah. Namun sisi
yang kedua tidaklah demikian. Apalagi sisi kedua ini berjalan terus
menerus. Maknanya, seseorang harus bisa menggunakan kekuatan ruhiyah
untuk terus megabdi kepada Allah Swt di semua lini kehidupan.
Hal lain yang membuat sisi kedua ini
lebih susah karena berhubungan dengan niat. Sebagaimana iman yang naik
dan turun, demikian pula dengan keikhlasan. Ia harus dirawat sedemikian
rupa agar tidak menyimpang dari rel yang telah Allah Swt tentukan.
Ikhlas sendiri ada di tiga situasi:
sebelum, ketika dan setelah beramal. Yang paling berat untuk
menjalaninya adalah situasi ketiga. Bisa jadi seseorang ikhlas di awal
dan pertengahan, namun tak tahan untuk tidak menceritakan amalan yang ia
lakukan. Sehingga, saat amal itu dikisahkan berkali-kali, kadar
keihlasan pun bisa berangsur menurun, sedikit demi sedikit, perlahan
namun pasti.
Persoalan keihlasan dalam hal ini adalah
masalah konsistensi karena menyangkut sepanjang umur seseorang. Oleh
karenanya, disunnahkan untuk terus berdoa agar Allah Swt menerima semua
amal yang telah dikerjakan.
“Ya Allah, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Hal ini pula yang menjelaskan tentang
disunnahkannya mengucapkan istighfar sepenuh hati setelah mendirikan
shalat. Bukan karena shalat merupakan amal buruk, tetapi agar kesalahan
dalam bentuk ketidakikhlasan ketika shalat mendapatkan ampunan dari
Allah Swt.
Dimensi Tarbiyah Ruhiyah terkait Suplai Energi Kehidupan
Dimensi ini amat terkait dengan fungsi iman di dalam diri seseorang. Ia memiliki dua aspek bahasan sebagai berikut:
Pertama, bagaimana iman membuat seseorang kuat memikul amanah-amanah kehidupan.
Kedua, bagaimana iman membuat seseorang kuat dalam menghadapi musuh-musuh kehidupannya.
Kekuatan Spiritual sebagai Sumber Energi Kehidupan
Tulisan sebelumnya Menempa Kekuatan Jiwa
Kekuatan spiritual yang didapat melalui tarbiyah ruhiyah
merupakan sumber energi dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai
seorang hamba Allah Swt sekaligus dai di jalan-Nya. Kekuatan spiritual
memiliki dua fungsi penting sebagai pendorong amal shalih dan pencegah
dari godaan musuh-musuh kehidupan; baik dari dalam maupun luar diri.
Pertama, kekuatan spiritual dapat
menguatkan seorang dai dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah
di bumi Allah Swt yang mengajak diri dan orang lain untuk kembali ke
jalan-Nya. Inilah yang disebut dengan taklif, baik berupa ibadah ritual
maupun menebarkan kemanfaatan kepada alam semesta.
Seorang dai dengan kualitas spiritual
yang prima mampu melaksanakan ibadah wajib dengan optimal. Mereka juga
menjalankan ibadah sunnah sebagai keutamaan sehingga mencapai derajat
unggulan.
Seorang dai selalu menjadi yang terdepan
dalam amal shalih untuk memakmurkan bumi dengan kerja-kerja sosial
secara optimal. Baik sebagai individu maupun bergabung dalam jamaah
dakwah. Meski ibadah sosial menjadi kesibukannya, mereka tetap optimal
dalam menjalankan kewajibannya kepada keluarganya.
Seiring berjalannya waktu,
kewajiban-kewajiban ibadah ritual dan sosial itu pun semakin banyak nan
melimpah, dan suplai energi yang bisa menguatkannya untuk istqamah
adalah kualitas spiritual yang didapat dari riyadhah ruhiyah sepanjang
hidupnya, di setiap jenaknya.
Kedua, kekuatan spiritual harus menjadi
pelindung yang efektif bagi seorang dai dalam kaitannya menangkal godaan
dan serangan musuh. Musuh bagi orang yang beriman adalah setan yang
keji godaannya. Saat seseorang telah berniat mewakafkan dirinya untuk
dakwah, intentitas dan kualitas godaan tersebut akan bertambah. Apalagi,
setan memang diciptakan untuk mencari sebanyak-banyaknya teman di
neraka kelak.
Selain setan berbentuk jin, ada juga setan berbentuk manusia yang dinamakan auliya’ asy-syaithan.
Mereka adalah wakil-wakil maupun kepanjangan tangan setan di muka bumi.
Bentuknya bisa berupa rezim keji pemerintah, dukun, aktivis keburukan,
hingga keluarga terdekat
Bagi seorang dai menyadari bahwa musuh
memilki tipu daya dan makar yang kuat. Namun, ia tak gentar sedikit pun
karena memiliki Allah Swt yang Mahaperkasa.
Nah, kesadaran akan hal ini hanya bisa
dimiliki oleh dai dengan kualitas spiritual yang mumpuni. Sebagaimana
dimilki oleh Umar bin Khaththab yang disebutkan oleh Rasulullah Saw, Jika Umar melewati sebuah jalan, maka setan akan mencari jalan lain agar tidak berpapasan dengan Umar. Atau, seperti kisah Ibnu Taimiyah yang sandalnya saja bisa membuat setan kabur.[]
Disadur bebas dari buku Spiritualitas Kader, Anis Matta.
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..