Pergaulan Bebas
Sebagai makhluk sosial, mustahil bagi
orang-orang beriman untuk tidak bergaul dengan sesamanya. Apalagi
sebagai muslim yang mukmin sekaligus penyeru dakwah, bergaul kepada
khalayak adalah suatu keharusan.
Dari bergaul itulah seorang dai bisa
menyampaikan kebaikan dan mencegah dari keburukan. Tanpa itu, dakwah tak
bisa menyentuh masyarakat dan hanya dinikmati seorang diri.
Dalam bergaul, ada dua konsekuensi yang
pasti terjadi: mempengaruhi atau terpengaruh, mewarnai atau terwarnai.
Karenanya, penting untuk membatasi diri dalam hal ini.
Dengan adanya pembatasan yang disesuaikan
dengan kemampuan diri yang senantiasa ditingkatkan, maka seorang mukmin
harus senantiasa melihat dan teliti kepada siapa ia harus bergaul.
Apakah dengan orang shaleh agar ia semakin dekat dengan Allah? Atau
dengan pelaku maksiat dan dosa sehinnga bisa menjerumuskannya ke dalam
neraka.
Mewah dan Berlebihan dalam Makanan
Jika porsinya cukup, sesuai dengan
kebutuhan, makanan adalah penopang tubuh agar semakin kuat dalam
beribadah kepada Allah Ta’ala.
Namun, jika porsinya berlebihan, meskipun
halal, maka makanan bisa menjadi penghalang serius bagi seseorang dalam
mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala. Apalagi jika mengonsumsi
makanan sudah menjadi obsesi yang berlebihan sehingga melalaikan
seseorang dari ibadah yang wajib maupun sunnah.
Hal ini akan semakin parah jika yang
dimakan adalah makanan haram. Sebab atas daging yang tumbuh dari makanan
haram, baginya berhak atas siksa neraka.
Karena itu, Nabi amat memerhatikan
perihal makanan ini. Beliau hanya makan ketika lapar dan berhenti
sebelum kenyang. Selain itu, beliau juga hanya memakan sesuatu yang baik
dan halal hingga timbul darinya keberkahan. Nabi juga anjurkan umatnya
untuk membagi lambung menjadi tiga saat makan: sepertiga untuk makanan,
sepertiganya lagi untuk minuman dan sepertiga sisanya untuk udara.
Kebanyakan Tidur
Di antara dampak buruk dari makanan yang
berlebihan adalah timbulnya kemalasan dan banyaknya tidur. Sebab tidur
adalah kematian kecil, maka saat itu seseorang tak bisa perbanyak
melakukan ibadah. Bahkan amat sia-sia waktu yang Allah Ta’ala berikan
jika ia tertidur dalam keadaan lalai dari mengingat Allah Ta’ala sebab
tak jalankan sunnah menjelang menuju pembaringan istirahat.
Saat tidur yang dipenuhi kelalaian itu,
pikiran dan hati seseorang akan lalai dari mengingat Allah Ta’ala dan
absennya ia dari proyek kebaikan. Padahal, dalam keadaan terjaga, waktu
yang diberikan bisa dioptimalkan untuk mengikuti Majlis Ilmu, membaca
buku, menulis kebaikan, silaturahim, diskusi mencerahkan pikir, olah
raga penyehat raga, maupun dzikir penenang hati serta
aktivitas-aktivitas bermanfaat lainnya.
Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari racun-racun hati ini. Aamiin. [Pirman]
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..