Oleh: Anis Matta, Lc

 
Ummat ini bagaikan daun-daun yang berguguran, mudah sekali diterpa  
angin. Tiada kekuatan yang mampu menghimpunnya kembali, menata seperti  
ia masih bergayut pada pohonnya. Begitulah kenyataan! Banyak orang  
saleh, orang hebat, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan.  
Oleh karena itu, jalan panjang untuk menuju kebangkitan ummat ini  
haruslah dimulai dari menghimpun daun-daun tersebut dalam wadah yang  
bernama jama'ah, merajut kembali jalinan cinta, satukan potensi dan  
kekuatan, sehingga ia menjadi pohon peradaban yang teduh, menaungi  
kemanusiaan.
Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal
Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
Hidupkan lagi ajaran saling mencinta
Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu
Itulah beberapa bait dari sajak doa Iqbal. Mungkin batinnya menjerit  
pada setiap kesaksiannya atas zamannya; ummat ini seperti daun-daun yang
  berhamburan. Seperti daun-daun yang gugur diterpa angin, tak ada lagi 
 kekuatan yang dapat menghimpunnya kembali, menatanya seperti ketika ia 
 masih menggayut pada pohonnya.
Begitulah kenyataan ummat ini; mungkin banyak orang saleh diantara  
mereka, tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan, tidak  
terhimpun dalam sebuah wadah yang bernama jama'ah. Mungkin banyak orang 
 hebat diantara mereka, tapi kehebatan mereka hilang diterpa angin 
zaman.  Mungkin banyak potensi yang tersimpan pada individu-individu 
diantara  mereka, tapi semuanya berserakan di sana sini, tak terhimpun.
Maka jama'ah adalah alat yang diberikan Islam bagi umatnya untuk  
menghimpun daun-daun yang berhamburan itu; supaya kekuatan setiap satu  
orang saleh, atau orang hebat, atau satu potensi, bertemu padu dengan  
kekuatan saudaranya yang lain, yang sama salehnya, yang sama hebatnya,  
yang sama potensialnya.
Jama'ah juga merupakan CARA YANG PALING TEPAT UNTUK MENYEDERHANAKAN PERBEDAAN-PERBEDAAN PADA INDIVIDU.
  Di dalam satu jama'ah, individu-individu yang memiliki kemiripan  
disatukan dalam sebuah simpul. Maka meskipun ada banyak jama'ah, itu  
tetap jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Sebab JAUH  
LEBIH MUDAH MEMETAKAN ORANG BANYAK MELALUI PENGELOMPOKAN ATAU  
SIMPUL-SIMPULNYA, KETIMBANG HARUS MEMETAKAN MEREKA SEBAGAI INDIVIDU.
Maka jalan panjang menuju kebangkitan kembali ummat ini, harus dimulai  
dari menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali jalinan 
 cinta diantara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian
  `meledakkannya' pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang
  teduh, yang menaungi kemanusiaan.
Tapi itulah masalahnya. Ternyata itu bukan pekerjaan yang mudah.  
Ternyata cinta tidak mudah ditumbuhkan diantara mereka. Ternyata orang  
saleh tidak mudah disatukan. Ternyata orang hebat tidak selalu bersedia 
 menyatu dengan orang hebat yang lain. Mungkin itu sebabnya, ada 
ungkapan  di kalangan gangster mafia; seorang prajurit yang bodoh, 
kadang-kadang  lebih berguna dari pada dua orang jenderal yang hebat. 
Tapi tidak ada  jalan lain; NABI UMMAT INI TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN 
SETIAP ORANG DI  ANTARA KITA UNTUK MENINGGALKAN JAMA'AH SEMATA-MATA 
KARENA IA TIDAK  MENEMUKAN KECOCOKAN BERSAMA ORANG LAIN DALAM 
JAMA'AHNYA. Sebab,  kekeruhan jama'ah, kata Imam Ali Bin Abi Thalib Ra, 
jauh lebih baik  daripada kejernihan individu.
DARI INDIVIDU KE JAMA'AH
Orang-orang saleh diantara kita harus menyadari, bahwa tidak banyak yang
  dapat ia berikan atau sumbangkan untuk Islam kecuali kalau ia bekerja 
 di dalam dan melalui jama'ah. Mereka tidak dapat menolak fakta bahwa  
tidak ada orang yang dapat mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang  
lain, bahwa tidak pernah ada orang yang dapat melakukan segalanya atau  
menjadi segalanya, bahwa KECERDASAN INDIVIDUAL TIDAK PERNAH DAPAT  
MENGALAHKAN KECERDASAN KOLEKTIF. Bekerja di dalam dan melalui jama'ah  
tidak hanya terkait dengan fitrah sosial kita, tapi terutama terkait  
dengan kebutuhan kita untuk menjadi lebih efisien, efektif dan  
produktif.
Ada juga alasan lain. Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh  
ahli-ahlinya dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat  
organisasi. Semua aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui  
organisasi; pemerintahan, politik, militer, bisnis, kegiatan sosial  
kemanusiaan, rumah tangga, hiburan dan lainnya. Itu merupakan kata kunci
  yang menjelaskan, mengapa masyarakat moderen menjadi sangat efektif 
dan  efisien serta produktif.
Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa  
keterbatasan-keterbatasan yang ada pada setiap individu sesungguhnya  
dapat dihilangkan dengan mengisi keterbatasan mereka itu dengan  
kekuatan-kekuatan yang ada pada individu-individu yang lain. Jadi  
kebutuhan setiap individu Muslim untuk bekerja, atau beramal Islami di  
dalam dan melalui jama'ah, bukan saja lahir dari kebutuhan untuk  
meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitasnya, tapi juga  
lahir dari kebutuhan untuk bekerja dan beramal Islami pada level yang  
setara dengan tantangan zaman kita.
Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka
  dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi,
  dan kalau ada, biasanya tanpa manajemen.
Pilihan untuk bekerja dan beramal Islami di dalam dan melalui jama'ah  
hanya lahir dari kesadaran mendalam seperti ini. Tapi kesadaran ini saja
  tidak cukup. Ada persyaratan psikologis lain yang harus kita miliki  
untuk dapat bekerja lebih efektif, efisien dan produktif dalam kehidupan
  berjama'ah.
1. KESADARAN BAHWA KITA HANYALAH BAGIAN DARI FUNGSI PENCAPAIAN TUJUAN
Jama'ah didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan besar. Untuk jama'ah  
bekerja dengan sebuah perencanaan dan strategi yang komprehensif dan  
integral. Di dalam strategi besar itu, individu harus ditempatkan  
sebagai bagian dari keseluruhan elemen yang diperlukan untuk  
mencapainya. Jadi sehebat apa pun seorang individu, bahkan sebesar apa  
pun kontribusinya, dia tidak boleh merasa lebih besar daripada strategi 
 dimana ia merupakan salah satu bagiannya. Begitu ada individu yang  
merasa lebih besar dari strategi jama'ah, maka strategi itu akan  
berantakan. Untuk itu setiap indvidu harus memiliki kerendahan hati yang
  tulus.
2. SEMANGAT MEMBERI YANG MENGALAHKAN SEMANGAT MENERIMA
Dalam kehidupan berjama'ah terjadi proses memberi dan menerima. Tapi  
jika pada sebagian besar proses kita selalu berada pada posisi menerima,
  maka secara perlahan kita `mengkonsumsi' kebaikan-kebaikan orang lain 
 hingga habis. Itu tidak akan pernah mampu melanggengkan hubungan  
individu dalam sebuah jama'ah. Betapa bijak nasihat KH Ahmad Dahlan  
kepada warga Muhammadiyah; "Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, dan jangan  
mencari hidup dalam Muhammadiyah".
3. KESIAPAN UNTUK MENJADI TENTARA YANG KREATIF
Pusat stabilitas dalam jama'ah adalah kepemimpinan yang kuat. Tapi  
seorang pemimpin hanya akan menjadi efektif apabila ia memiliki  
prajurit-prajurit yang taat dan setia. Ketaatan dan kesetiaan adalah  
inti keprajuritan. Begitu kita bergabung dalam sebuah jama'ah, kita  
harus bersiap untuk menjadi taat dan setia. Tapi ruang lingkup amal  
Islami yang sangat luas membutuhkan manusia-manusia kreatif. Dan  
kreativitas tidak bertentangan dengan ketaatan dan kesetiaan. Jadi
kita harus menggabungkan antara ketaatan dan kreativitas; ketaatan lahir
  dari kedisiplinan dan komitmen, sementara kreativitas lahir dari  
kecerdasan dan kelincahan. Dan itu merupakan perpaduan yang
indah.
4. BERORIENTASI PADA KARYA, BUKAN PADA POSISI
Jebakan terbesar yang dapat menjerumuskan kita dalam kehidupan  
berjama'ah adalah posisi struktural. Jama'ah hanyalah wadah bagi kita  
untuk beramal. Maka kita harus selalu berorientasi pada amal dan karya  
yang menjadi tujuan utama kita berjama'ah, dan memandang posisi  
structural sebagai perkara sampingan saja. Dengan begitu kita akan  
selalu bekerja dan berkarya ada atau tanpa posisi struktural.
5. BEKERJASAMA WALAUPUN BERBEDA
Perbedaan adalah tabiat kehidupan yang tidak dapat dimatikan oleh  
jama'ah. Maka adalah salah jika berharap untuk hidup dalam sebuah  
jama'ah yang bebas dari perbedaan. Yang harus kita tumbuhkan adalah  
kemampuan jiwa dan kelapangan dada untuk tetap bekerjasama di tengah  
berbagai perbedaan. Perbedaan tidaklah sama dengan perpecahan, dan  
karena itu kita tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.
JAMAAH YANG EFEKTIF
Mungkin jauh lebih realistis untuk mencari jama'ah yang efektif  
ketimbang mencari jama'ah yang ideal. Kita adalah ummat yang sakit.  
Setiap kita mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika  
orang-orang sakit itu saling bertemu dalam sebuah jama'ah, pada dasarnya
  jama'ah itu juga merupakan jama'ah yang sakit. Itulah faktanya. Tapi  
tugas kita menyalakan lilin, bukan mencela kegelapan.
Jama'ah yang efektif adalah JAMA'AH YANG DAPAT MENGEKSEKUSI ATAU  
MEREALISASIKAN RENCANA-RENCANANYA. Kemampuan eksekusi itu lahir dari  
integrasi antara berbagai elemen; ada sasaran dan target yang jelas,  
strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja 
 dengan penuh semangat, lingkungan strategi yang kondusif.
Jama'ah yang didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah Swt di
  muka bumi, akan menjadi efektif apabila ia memiliki syarat-syarat  
berikut ini;
1. IKATANNYA AQIDAH, BUKAN KEPENTINGAN
Orang-orang yang bergabung dalam jama'ah itu disatukan oleh ikatan  
aqidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan Islam. 
 Mereka tidak disatukan oleh kepentingan duniawi yang biasanya lahir 
dari  dua kekuatan syahwat; keserakahan (hubbud dunya) dan ketakutan  
(karahiatul maut).
2. JAMA'AH ITU SARANA, BUKAN TUJUAN
Jama'ah itu tetap diposisikan sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga  
tidak ada alasan untuk memupuk dan memelihara fanatisme sekadar untuk  
menunjukkan kesetiaan pada grup. Hilangnya fanatisme juga memungkinkan  
jama'ah-jama'ah itu saling bekerja sama diantara mereka, membangun  
jaringan yang kuat, dan tidak terjebak dalam pertarungan yang saling  
mematikan.
3. SISTEM, BUKAN TOKOH
Jama'ah itu akan menjadi efektif jika orang-orang yang ada di dalamnya  
bekerja dengan sebuah sistem yang jelas, bukan bekerja dengan seseorang 
 yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan prajurit hanyalah bagian  
dari strategi, sistem adalah sesuatu yang terpisah. Dengan cara ini kita
  mencegah munculnya diktatorisme dimana selera sang Pemimpin menjelma  
menjadi sistem.
4. PENUMBUHAN, BUKAN PEMANFAATAN
Sebuah jama'ah akan menjadi efektif jika ia memandang dan menempatkan  
orang-orang yang bergabung ke dalamnya sebagai pelaku-pelaku, yang  
karenanya perlu ditumbuh-kembangkan secara terus menerus, untuk fungsi  
pencapaian tujuan jama'ah itu. Jama'ah itu akan menempatkan dirinya  
sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas individunya, dan tidak
  memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang harus dipaksa bekerja 
 keras, atau sapi-sapi yang dungu yang harus diperah setiap saat.
5. MENGELOLA PERBEDAAN, BUKAN MEMATIKANNYA
Jama'ah yang efektif selalu mampu mengubah keragaman menjadi sumber  
kreativitas kolektifnya. Dan itu dilakukan melalui mekanisme syuro yang 
 dapat memfasilitasi setiap perbedaan untuk diubah menjadi konsensus..
(Diambil dari Buku "Dari Gerakan ke Negara")
*) http://www.pkspiyungan.org/2012/01/beramal-islami-di-dalam-dan-melalui.html