Konsep Diri seseorang yang terbentuk dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya memiliki susunan berikut ini:
• Aku Diri
Aku Diri adalah Persepsi diri tentang diri sendiri. Aku diri merupakan seperti yang aku pahami. Ia merupakan pemahaman subjektif diri sendiri tentang kondisi objektif diri. Ada pemahaman yang terbentuk secara tidak sadar dan ada yang terbentuk secara sadar. Setiap kita mengetahui bahwa kita itu seperti yang kita pahami. Aku diri melahirkan kesadaran internal atas diri sendiri. Kesadaran ini membentuk penilaian atas diri yang disebut self esteem (harga diri)
Aku Diri adalah Persepsi diri tentang diri sendiri. Aku diri merupakan seperti yang aku pahami. Ia merupakan pemahaman subjektif diri sendiri tentang kondisi objektif diri. Ada pemahaman yang terbentuk secara tidak sadar dan ada yang terbentuk secara sadar. Setiap kita mengetahui bahwa kita itu seperti yang kita pahami. Aku diri melahirkan kesadaran internal atas diri sendiri. Kesadaran ini membentuk penilaian atas diri yang disebut self esteem (harga diri)
• Aku Sosial
Aku Sosial adalah Persepsi orang lain tentang diri sendiri. Ia merupakan pemahaman subjektif orang lain tentang kondisi objektif diri. Pemahaman orang lain tentang diri bisa mempengaruhi diri orang tersebut. Aku Sosial melahirkan kesadaran internal atas diri lingkungan. Kesadaran ini membentuk penilaian atas diri menurut lingkungan yang disebut self image (citra diri)
• Aku Ideal
Aku ideal adalah kondisi akhir yang diinginkan bagi diri sendiri. Aku ideal merupakan visi dan proyeksi diri di masa depan. Aku ideal ini melahirkan kesadaran internal atas misi hidup. Kesadaran atas kondisi yang diinginkan akan membentuk ideal self (ideal diri)
Rogers menyatakan bahwa Konsep Diri individu yang
sehat adalah ketika konsiten dengan pikiran, pengalaman dan perilaku.
Konsep Diri yang kuat bisa mendorong seseorang menjadi fleksibel dan
memungkinkan ia untuk berkonfrontasi dengan pengalaman atau ide baru
tanpa merasa terancam.
Konsep Diri Unggul (Excellent Self Concept)
adalah ketika ada keselarasan aku diri dan aku sosial dengan panduan
aku ideal yang bersumber dari nilai-nilai dan ajaran universal dari Sang
Maha Pencipta.
Namun pada faktanya, dalam ruang kepribadian
seseorang terkadang ada dominasi salah satu di antara ketiganya. Ada
orang yang dominan Aku Dirinya, ada yang dominan Aku Sosialnya, dan ada
yang dominan Aku Idealnya.
Anis Matta Lc menyatakan bahwa dominasi
salah satu di antara ketiganya akan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku seseorang. Berikut adalah gambarannya:
Orang yang Aku
Diri terlalu dominan dibandingkan Aku Sosial dan Aku Ideal biasanya
memiliki ciri percaya diri tinggi, realistis, pragmatis, tertutup,
narsis, egois dan sangat Mandiri tapi tidak mampu bekerja sama
Orang
yang Aku Sosialnya terlalu dominan dibandingkan Aku Diri dan Aku Ideal
biasanya memiliki ciri kehilangan jati dirinya yang asli, sangat
bergantung kepada dukungan lingkungan, tidak bisa mandiri, minder/
rendah diri, dikendalikan secara eksternal oleh lingkungan, dan bisa
bekerja sama, tapi tidak berpengaruh
Orang yang Aku Idealnya
terlalu dominan dibandingkan Aku Diri dan Aku Sosial biasanya memiliki
ciri cenderung menjadi pemimpi, tidak realistis, biasa bersemangat tapi
juga tidak berdaya, retoris tapi tidak punya rencana aksi yang nyata,
optimis tapi tidak produktif, dan bisa bekerja sama tapi tidak punya
bidang kontribusi yang jelas
Gambaran Al Qur’an
Akumulasi dari Aku Diri, Aku Sosial dan Aku Ideal akan membentuk konsep diri kita. Yang terbaik tentu saja ada keselarasan di antara ketiga hal tersebut. Sebagai contoh adalah yang diungkapkan dalam Al Qur’an:
Akumulasi dari Aku Diri, Aku Sosial dan Aku Ideal akan membentuk konsep diri kita. Yang terbaik tentu saja ada keselarasan di antara ketiga hal tersebut. Sebagai contoh adalah yang diungkapkan dalam Al Qur’an:
“Maka
tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah dia:
"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama)
Allah "Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab:
"Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan
saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah muslimin (orang-orang yang
berserah diri). Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah
Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami
ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah
).” (QS Ali Imran ayat 52-53)
Ayat ini teramat jelas menggambarkan
doa para pengikut Nabi Isa a.s. yang berbunyi, “Ya Tuhan kami, kami
telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti
rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang
menjadi saksi (tentang keesaan Allah ).” Inilah doa berupa harapan dan
keinginan mereka untuk termasuk golongan syahidin (yang menjadi saksi
atas keesaan Allah SWT). Doa itulah visi dan misi hidup mereka. Itulah
Aku Ideal Mereka.
Selain itu, Aku Diri mereka tampak jelas dalam
statemen "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada
Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah muslimin
(orang-orang yang berserah diri)”. Ya, mereka memiliki persepsi bahwa
diri mereka adalah muslim dan mereka tidak malu untuk mendeklarasikan
keislaman mereka kepada dunia. Inilah Aku Diri.
Kemudian, sejarah
pun mencatat bahwa para pengikut setia Nabi Isa a.s. berkorban keringat,
air mata, bahkan nyawa untuk membela agama Allah bersama Sang Nabi.
Maka mereka diberi gelar hawariyyun (Sahabat setia). Masyarakat pun
menjadi saksi atas konsistensi, persistensi dan resistensi mereka dalam
membela Allah. Sang Pencipta pun mengakui dan mengabadikan dalam kitab
suci-Nya. Pandangan di luar diri mereka inilah yang disebut Aku Sosial.
Pada
hakikatnya syahidin = muslimin = hawariyyun adalah sama karena intinya
orang yang beriman kepada-Nya dan komitmen dengan ajaran-ajaran-Nya.
Tidak ada jarak lagi antara Aku Diri, Aku Sosial dan Aku Ideal mereka.
Ayat tersebut memberi contoh konsep diri unggul (excellent self concept)
yang menjadikan mereka sebagai pribadi unik yang menyejarah!
Berbeda
dengan Yudas Iskariot yang mengaku beriman kepada Allah dan kenabian
Isa a.s. tapi justru bersekongkol dengan Yahudi yang hendak membunuh
Nabi Isa a.s. Terjadi kekacauan dalam Aku Diri, Aku Sosial dan Aku
Idealnya. Maka Yudas Iskariot justru diserupakan oleh Allah dengan Nabi
Isa sehingga dia sendiri yang menjadi korban penyaliban, sementara Nabi
Isa a.s. diselamatkan oleh Allah SWT. Sejarah pun mengabadikan Yudas
Iskariot sebagai pengkhianat.
Lalu, bagaimanakah susunan konsep diri kita?
H. Indra Kusumah, S.Psi., M.Si., CHt.
Direktur LMT TRUSTCO Bandung
Direktur LMT TRUSTCO Bandung
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..