Oleh : Cahyadi Takariawan.
gambar pinjam Google |
Bekerja di ladang dakwah telah memberikan banyak hikmah dan pelajaran
kepada kita semua. Semakin hari semestinya kita menjadi semakin dewasa,
karena dimatangkan oleh peristiwa demi peristiwa, oleh benturan, oleh
gesekan, oleh program yang berkesinambungan.
Ketika dakwah mampu menghimpun para aktivis dalam sebuah tatanan,
sesungguhnya pada dirinya terkandung dua sisi sekaligus. Pertama sisi
potensi yang melimpah ruah, oleh karena dakwah akan dikuatkan oleh
berbagai potensi yang dibawa oleh setiap aktivis. Namun pada sisi
lainnya, terdapat pula peluang terjadinya gesekan tingkat tinggi, karena
semua orang memiliki kemampuan yang setara untuk memimpin dan menempati
posisi strategis.
Misalnya saat menentukan kepemimpinan lembaga dakwah, semua aktivis
pada hakikatnya memiliki kemampuan, kapasitas, dan kapabilitas yang
setara. Artinya, semua aktivis memiliki peluang yang sama dalam
menempati posisi tersebut. Demikian pula saat menentukan personal untuk
menempati pos-pos strategis dalam dakwah, baik di dalam lembaga maupun
di luar lembaga, semua aktivis relatif memiliki kapasitas yang setara
untuk mendudukinya.
Para pemimpin sering kesulitan saat harus memilih personal, bukan
karena tidak ada potensi, namun justru karena semua aktivis memiliki
potensi. Sementara pos-pos strategis baik internal maupun eksternal
jumlahnya cukup terbatas, yang tentu saja tidak mungkin mampu mewadahi
semua aktivis. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus memilih. Bagi yang
tidak terpilih, bukan berarti “tidak potensial” atau “tidak terpakai”,
sesungguhnyalah semua ingin dipilih, namun pos yang ada sangat terbatas.
Gesekan Adalah Keniscayaan
Setiap titik interaksi kita, selalu menimbulkan gesekan. Walaupun
interaksi itu seluruhnya dalam kebaikan, tidak ada satupun yang bernilai
kejahatan. Namun selalu menimbulkan gesekan. Justru karena saling
bergesekan antara satu komponen dengan komponen lainnya itulah yang
menyebabkan mesin menjadi berfungsi dan bisa menggerakkan roda mobil.
Gesekan itu kadang terasa menyakitkan, justru karena kita semua
menginginkan kebaikan. Sejak awal kita “menjadi mesin” yang menggerakkan
roda perjalanan dakwah, sepenuhnya telah sadar, bahwa apapun akan kita
tempuh untuk mencapai tujuan mulia. Kita menyadari ada bahaya dan
hambatan dari luar, namun amat banyak pula yang berasal dari dalam.
Manajemen apapun tidak akan bisa menghindarkan kita dari saling
bergesekan, karena sebagai mesin kita semua harus bergerak. Satu
komponen berpengaruh dan terhubung dengan komponen lain, saling
berinteraksi secara positif, sehingga bergeraklah roda dakwah. Namun
sepanjang perjalanan, mesin tentu mengalami pemanasan, dan semakin
kencang laju mobil dakwah, semakin kuat pula gesekan antar komponen.
Manajemen yang diperlukan bukanlah menghindarkan gesekan antar
komponen, namun manajemen untuk melicinkannya, agar gesekan yang terjadi
sebagai sebuah keharusan tidak saling menyakiti dan tidak saling
melukai. Semua komponen diperlkukan, walau hanya mur dan baut, walau
hanya karet penghubung, namun seluruhnya menjadi satu kesatuan untuk
berfungsinya mesin dengan baik.
Pada banyak kalangan partai politik, gesekan bisa sedemikian keras
dan kasar. Dampaknya, sebagian pihak terlempar, sebagian terjatuh,
sebagian terbuang, sebagian tersingkirkan, dan sebagian lainnya
berkuasa. Mereka tidak tahan terhadap gesekan, karena memiliki watak
ingin menguasai. Semua komponen ingin mengalahkan dan menjatuhkan yang
lainnya, dalam sebuah rivalitas yang amat keras.
Tanjung Menangis, Sumbawa |
Sepuluh Perangkat Nilai
Bersyukur, dalam dakwah telah disiapkan perangkat yang memungkinkan
semua komponen siap untuk bekerja dengan optimal. Perangkat paling utama
bernama kepahaman. Dengan perangkat ini semua komponen
mengerti berbagai tuntutan perjalanan dakwah sehingga mampu menyiapkan
diri dan menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
Perangkat kedua adalah keikhlasan. Dengan landasan
keikhlasan, berbagai gesekan tidak sampai menimbulkan korban yang
berjatuhan. Bukankah kita semua bekerja untuk mencari ridha Allah dan
bukan mencari jabatan, kemuliaan, popularitas, kedudukan dan lain
sebagainya.
Perangkat ketiga adalah amal yang berkesinambungan.
Bekerja dalam dakwah memerlukan kontinuitas amal, sehingga menuntut
bekerjanya semua komponen mesin dakwah setiap saat. Dakwah tidak akan
berhenti hanya oleh karena ketakutan terkena dampak gesekan.
Perangkat keempat adalah kesungguhan atau jihad.
Semua komponen dituntut untuk melaksanakan kegiatan dan agenda dakwah
sepenuh kesungguhan. Termasuk bersungguh-sungguh menyiapkan jiwa agar
memiliki daya tahah prima di medan dakwah yang penuh tantangan.
Perangkat kelima adalah pengorbanan. Dakwah tidak
akan bisa berjalan tanpa didukung pengorbanan. Semua komponen siap
memberikan pengorbanan terbaik demi tercapainya tujuan-tujuan dakwah.
Termasuk mengorbankan “gengsi” diri, dalam rangka mencapai tujuan
dakwah.
Perangkat keenam adalah ketaatan. Semua pihak dalam
tatanan dakwah harus memiliki ketaatan terhadap rujukan utama dari Allah
dan Rasul-Nya. Dalam tataran praktis, dituntut pula memiliki ketaatan
terhadap manhaj dakwah, serta keputusan lembaga dan para pimpinan,
walaupun di antara isi keputusan tersebut ada yang tidak sesuai dengan
pendapat pribadinya.
Perangkat ketujuh adalah keteguhan. Seluruh aktivis
dakwah harus memiliki keteguhan dan ketegaran dalam menapaki jalan
dakwah. Sangat banyak cobaan dan hambatan di sepanjang perjalanan
dakwah, hanya aktivis yang memiliki keteguhan hati, ketegaran jiwa,
kekokohan sikap, yang akan mampu melewatinya.
Perangkat kedelapan adalah kemurnian. Dakwah
menuntut kemurnian hati, pemikiran dan aktivitas. Dakwah menghajatkan
kemurnian orientasi, niat dan tujuan, agar terbebaskan dari penyimpangan
tujuan yang sangat membahayakan.
Perangkat kesembilan adalah persaudaraan. Kita semua
diikat dalam sebuah tali persaudaraan yang kuat. Setiap kita lebih
mengutamakan saudaranya daripada diri sendiri. Kita bahagia jika mampu
membahagiakan saudaranya. Semua kita menjadi bersedih jika membuat
saudaranya berduka. Kebersamaan adalah kunci kemenangan dakwah.
Perangkat kesepuluh adalah kepercayaan. Ikatan dalam
dakwah bukanlah materi, bukan jabatan, bukan kedudukan duniawi, namun
ikatan visi, ikatan tujuan, ikatan iman, ikatan manhaj. Oleh karena itu
sangat diperlukan saling kepercayaan antara satu bagian dengan bagian
lainnya, antara pimpinan dengan anggota, dan antara sesama aktivis
dakwah.
Saya selalu merangkai sepuluh perangkat tersebut dalam satu kesatuan.
Saya selalu melihat kesepuluh perangkat itu adalah mutiara berkilauan.
Sebelum berbicara manajemen praktis, kita terlebih dahulu diikat oleh
sepuluh perangkat nilai, yang menyebabkan kita mampu melewati semua
mihwar, semua tahapan, semua fase dalam dakwah, kendati sangat banyak
gesekan dalam menjalankan kegiatan.
dari Blog Pribadi Ust. Cah
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..