Saya pernah diundang sejumlah pemuda ke 
suatu tempat yang jarak tempuhnya memakan waktu tiga jam. Sesampainya di
 sana, mereka menyambut saya sambil duduk. Wajah mereka hambar, 
perasaannya dingin, dan pandangannya kosong.
Kemudian saya diminta bicara oleh 
seniornya. Saya berbicara di hadapan mereka tanpa hati dan ruh. Seusai 
bicara, ia berterima kasih kepada saya. Lalu saya keluar dengan perasaan
 seperti baru pulang dari takziah. Saya pulang dengan perasaan yang sama
 seperti ketika datang. Saya merasa sangat sedih sekali setelah 
menyaksikan peristiwa ini.
Beberapa hari kemudian datanglah orang 
yang sama, yang mengundang pertama kali. Ia ingin mengundang 
saya untuk 
yang kedua kalinya. Saya katakan kepadanya, “Saya diundang ke mana?”
Pemuda itu menjawab, “Ke tempat ikhwah yang kemarin dulu itu Ustadz!”
Saya bertanya lagi, “Apakah mereka itu ikhwah?”
Ia menjawab, “Ya!”
Lalu saya katakan, “Mustahil mereka itu 
memiliki penghayatan tentang nilai ukhuwah! Bagaimana mereka itu dapat 
dikatakan ikhwah, jika ketika ada tamu yang datang dengan menempuh 
perjalanan selama tiga jam, sambil memendam rasa rindu yang membara, dan
 dengan hati yang lapang saja, mereka menyambut dengan perasaan dingin, 
sembari duduk bagaikan siswa-siswa di sekolah. Hubungan saya dengan 
mereka seperti seorang guru dengan murid dalam ruangan. Bila pelajaran 
usai, maka guru atau murid akan keluar tanpa memberi isyarat apa-apa. 
Tanpa ada perasaan ukhuwah dan tanpa adanya seruan yang menyatukan 
mereka. Ketika meninggalkan mereka, saya murung dan sedih atas kebekuan 
perasaan mereka dan hilangnya kehangatan hati mereka. Ketahuilah, 
sesungguhnya perasaan yang hidup itulah yang menjadi rahasia keberadaan 
dan kebangkitan kita.”
Akhirnya pemuda itu merasa malu dam 
bingung, seraya berkata, “Kalau memang ikhwah tidak menghayati nilai 
ukhuwah tersebut pada kesempatan yang lalu, maka akan saya ingatkan 
sehingga mereka dapat memahami pada saat yang akan datang.”
Saya pandangi dia seraya berkata, “Hai 
Tuanku, sesungguhnya potensi ruhiyah, sentuhan rasa, kecmtaan pada 
kebaikan, serta perasaan yang lembut itu tidak akan muncul hanya sekedar
 dengan peringatan dan perintah. Sadarilah, bahwa yang dapat 
membangkitkan-nya adalah dengan sentuhan-sentuhan hati yang penuh kasih 
sayang dan kerinduan yang sangat dalam terhadap pasangan seaqidahnya 
yang melekat di hati.”
Saya meminta maaf padanya karena tidak dapat hadir, walaupun saya rindu dan kasihan pada mereka.
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..