(gambar google) |
Untuk mewujudkan keikhlasan kita dalam beramal shalih, sebisa mungkin
kita nggak milih-milih pekerjaan. Maksudnya milih pekerjaan di sini
adalah pekerjaan itu udah halal, hanya saja ada yang menurut ukuran
pikiran dan perasaan kita kok kayaknya rendah, gitu lho. Kalo memilih
pekerjaan antara yang halal dan haram, itu pasti kudu milih yang halal
dong. Maksud nggak pilih-pilih di sini adalah ketika pekerjaan itu
sebenarnya halal, cuma kita nggak mau melakukan suatu jenis pekerjaan
karena dinilai oleh banyak orang sebagai pekerjaan kasar dan rendahan.
Kalo kebetulan diminta tolong sama ortu kamu ke warung, tapi disuruh
beli minyak goreng, gimana tuh? Padahal, kamu udah SMA, dalam hati kamu
dongkol. Gengsi banget kalo sampe ketahuan sama temen kamu kan? Ya, kalo
kamu punya pikiran kayak gitu, berarti belum ikhlas dalam berbuat.
Masih mikir hal-hal lain yang sebenarnya belum tentu terjadi. Iya kan?
Jangan sampe deh ya.
Dulu, waktu sekolah SD saya punya temen yang menurut saya tuh udah
untung bisa sekolah. Kok bisa? Iya, kebetulan ortunya kurang mampu
secara ekonomi. Tapi, saya salut karena teman saya ini sering bawa
dagangan ke sekolah. Pas istirahat, dia bakal gelar tuh dagangannya.
Seperti gorengan, manisan buah kupa, manisan mangga. Saya juga suka
beli. Kalo dipikir-pikir mungkin kalo kita belum tentu mau jualan ke
sekolah.
Oya, termasuk dalam hal ini adalah pilih-pilih jabatan ketika kamu
gabung di kepanitiaan sebuah acara. Gara-gara kamu nggak menduduki
posisi penting di kepanitiaan itu, kamu nggerutu bin ngedumel. Padahal,
jabatan yang kamu incer adalah seksi acara tapi kenyataannya kamu malah
jadi seksi logistik. Waduh, gengsi banget tuh. Seksi logistik kan
identik dengan ADM alias Angkat Dorong Manggul (hehehe…). Jadinya kamu
cemberut aja tuh.
Bro en Sis rahimakumullah, Sebaiknya kamu
mulai open mind alias berpikiran terbuka deh. Artinya, nggak usah merasa
hina or direndahkan gara-gara ditempatkan sebagai kru bagian logistik.
Percayalah, bahwa sebuah tim tidak akan bisa berjalan tanpa kontribusi
dari bagian tertentu. Ya, namanya juga kerjasama tim. Jadi harus kompak.
Meski kamu ditempatin di bagian logistik, tapi pasti kamu punya andil
juga untuk kesuksesan acara yang digelar. Yakinlah, tanpa bagian
logistik, pasti ada pekerjaan dari tim lain yang nggak bisa diselesaikan
dengan sempurna. Percaya deh!
Eh, saya punya cerita yang sedikit nyambung dengan pembahasan kita
nih. Ada juga lho temen kita yang meski secara ekonomi orang tuanya tuh
kurang mampu tapi belagunya minta ampun. Nggak mau disuruh sama ortunya
untuk bantu mereka. Pengennya nyantai, tapi perut kenyang dan pikiran
tenang. Seorang kerabat saya pernah cerita tentang pengalaman unik tapi
bikin hati jadi kurang ikhlas. Begini ceritanya, sebagai pengurus DKM,
dia merasa membutuhkan marbot untuk beres-beres mushola supaya rapi.
Singkat kata dia dapet orang (anak muda sih) yang katanya nggak punya
pekerjaan. Akhirnya setelah ditawarkan dia mau kerja sebagai marbot.
Tapi seiring perjalanan waktu, anak ini mulai bertingkah yang bikin
sebel warga komplek situ. Bersihin mushola aja malas, kalo malam
keluyuran. Ada kerja bakti bersihin mushola dan sekitarnya malah kabur
entah kemana. Bilangnya sebagai anak muda butuh hiburan. Waduh, udah mah
secara fisik itu memprihatinkan, karena ada cacat sejak lahir, tapi kok
nggak sadar diri udah dibantu sama orang, gitu lho. Bukan maksud warga
situ pamrih. Tapi kan anak ini nggak melaksanakan kewajiban yang udah
disepakati dan memang menjadi tanggung jawabnya. Wajar dong kalo
ditegur. Jangan pengen dapet gajinya doang tapi kerjanya kagak ada atau
nggak mau. Mudah-mudahan yang kayak gini jumlahnya sedikit ya.
Teguh dalam kebenaran
Sobat, ngomongin ikhlas ada juga lho yang berhubungan
dengan keteguhan dalam mempertahankan kebenaran. Yup, teguh dalam
mempertahankan kebenaran adalah bagian dari keikhlasan kita dalam
berjuang. Maksudnya nih, kalo kamu jadi aktivis Rohis, terus ada yang
ngeledikin or ada yang mencemooh tentang aktivitas kamu yang, ya pasti
beda dong ama anak-anak lain yang nggak jadi aktivis Rohis. Kalo harus
dijemberengin sih, intinya aktivis Rohis biasanya beda ama anak-anak
yang masih jahiliyah, gitu. Misalnya soal pakaian (menutup aurat atau
nggak ketika keluar rumah), soal perhatian terhadap makanan dan minuman
(halal or haram), kemudian minatnya yang besar kepada ilmu agama, dan
sejenisnya.
Nah, ketika perilakumu yang beda ama anak-anak umum tuh ditunjukkin
dalam keseharian kamu, mungkin aja kan ada yang pengen ngeledikin dan
mencemooh. Di sinilah diperlukan keikhlasan kamu dalam berpegang teguh
di jalan kebenaran yang udah kamu pilih dan pertahankan dengan susah
payah. Kalo tujuan kamu adalah menggapai ridho Allah Swt., maka cemoohan
bukanlah alasan yang bisa bikin kamu mundur dari kegiatan Rohis. Kalo
dengan cemoohan aja bisa mundur, perlu dipoles lagi tuh niatnya.
Waspada, sobat!
Masa’ sih? Ya iyalah. Soalnya, niat itu jelas karena ingin mendapat
ridho Allah Swt., bukan ridho manusia. Ikhlas hanya ingin mendapatkan
penilaian dari Allah Ta’ala semata, insya Allah cemoohan (bahkan mungkin
cacimaki) no problem. Kalem aja lagi. Nggak akan mundur dari langkah
yang sudah diayunkan ke depan. Nggak bakal berhenti untuk melepas
pegangan kebenaran yang selama ini diyakini. Keikhlasan membuat semangat
kita nyaris tanpa henti dan tanpa peduli hal-hal yang berkaitan dengan
urusan yang bukan karena Allah Swt.
Bro en Sis rahimakumullah, Teguh dalam
kebenaran yang kita yakini adalah upaya untuk mewujudkan ikhlas dalam
tindakan nyata. Nggak gentar hadapi ujian. Kalo baru dicemooh aja udah
mundur dari kegiatan Rohis atau dari kegiatan dakwah, berarti niatnya
ikut kegiatan Rohis dan kegiatan dakwah lainnya belum sepenuhnya ikhlas
karena Allah Swt. Sebab, kalo udah ikhlas, kita nggak ngarepin apa-apa,
termasuk nggak peduli apakah perbuatan benar kita akan disetujui atau
malah ditolak mentah-mentah oleh orang lain. Iya kan? Ya, seharusnya
memang begitu.
Rasulullah saw. udah nyontohin gimana teguhnya beliau dalam
mempertahankan dan menyebarkan agama Islam ini. Rasulullah saw. pun
pernah berkata kepada pamannya, pada saat sang paman didesak penguasa
Quraisy agar meminta beliau untuk mengurangi kegiatan dakwahnya:
“(Paman),
demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan
rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan (dakwah) ini,
aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan agama ini atau
aku hancur karenanya.” (dalam Sirah Ibnu Hisyam)
So, mulai sekarang kamu bisa benahi diri untuk senantiasa
menjadikan ikhlas dalam seluruh amal shalih yang kita lakukan. Niat itu
menentukan perbuatan kita, lho. Jadi perlu ditetapkan bahwa ikhlas
karena ingin mendapat ridho Allah Swt. sajalah kita melakukan amal
shalih, bukan untuk mendapatkan hal lain atau keridhoan dari manusia.
Setuju kan?
Allah Swt. berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya.” (QS al-Kahfi [18]:110)
“Apa kata Allah” saja deh
Sobat, perlu meyakinkan diri agar bisa mantap menyampaikan
pendapat bahwa apa yang kita lakukan adalah wajib sesuai “apa kata
Allah”, bukan “apa kata orang”. Nilainya beda, mewujudkannya beda, dan
tentu pahalanya juga beda. Bener, Bro. Soalnya, kalo udah menjadikan
tuntunan Allah Swt. untuk mengatur kehidupan kita, berarti kita udah
pasrah dan percaya, serta yakin dan ikhlas karena ingin mendapat ridho
Allah Swt. Pedoman kehidupannya adalah al-Quran yang merupakan
kalamullah dan juga hadis-hadis shahih dari Rasulullah saw. Panduan yang
sangat bagus karena Nabi saw. udah ngasih penjelasan dalam hadisnya
(yang artinya):
“Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian
tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya; Kitabullah dan
Sunnah nabiNya,” (HR Imam Malik)
Betul banget. Kalo kita udah menjadikan al-Quran dan as-Sunnah
sebagai pedoman hidup kita, berarti kita udah ikhlas untuk diatur oleh
Allah Swt. dan RasulNya. Nggak lagi merasa diri harus ngikutin hawa
nafsu yang biasanya ingin mendapat imbalan lain ketika melakukan
perbuatan yang sebenarnya dilarang dalam Islam. Misalnya nih, kalo
nurutin hawa nafsu mengonsumsi narkoba kayaknya asik dan bisa dianggap
trendi sekaligus jalan keluar dari problem yang kamu hadapi. But,
dalam Islam hal itu justru nggak diperbolehkan bahkan lebih tegas lagi,
yakni diharamkan. Di sinilah ikhlas ternyata punya ‘saudara kembar’,
yakni ketaatan. Ikhlas dan taat itu saling melengkapi. Kalo kita taat
dengan apa yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan RasulNya, maka keikhlasan
akan mengiringi dan melengkapinya. Ikhlas dan taat kalo disatukan akan
menjadi kekuatan besar lho untuk menjaga kita agar tetap berada dalam
kebenaran yang kita yakini.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat
yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)
Yuk ah, kita wujudkan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari dengan
tindakan nyata. Salah satunya adalah dengan tetap menjadikan Allah Swt.
dan RasulNya sebagai tujuan mendapatkan kebaikan. Kalo Allah Swt. udah
ridho dengan apa yang kita lakukan, seisi bumi dan langit kayaknya
terasa kecil dibanding kebahagiaan kita. Kalo Allah Swt. menjadi tujuan
dalam setiap amal shalih yang kita lakukan, insya Allah akan memudahkan
kita untuk senantiasa berbuat ikhlas. Oke siap ya? So, jangan
bilang ikhlas jika masih mikirin apa kata orang dan mengharap pamrih
lainnya—yang sifatnya duniawi dan fana. Tetaplah beriman, tawakal dan
hanya mengharap ridho Allah Ta’ala semata. Keridhoan Allah Swt. jauh
lebih berharga ketimbang keridhoan manusia. Sip! [solihin | Twitter @osolihin]
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..