Entah apa yang terjadi, namun hingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia,
walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam wilayahnya, tetap
menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat
yang manis bagi Amerika.
Sebuah buku harian yang belum pernah diterbitkan memuat misi rahasia 100
tahun lalu yang dilakukan Letnan Kolonel TE Lawrence atau yang juga
dikenal dengan ‘Lawrence of Arabia’, terkuak.
Adalah pensiunan dosen, James Hynes (80) yang menuliskannya dalan buku berjudul ‘Lawrence of Arabia’s Secret Air Force’.
Informasi dalam buku itu didapatkan setelah ia melakukan kontak dengan
sepupunya yang menceritakan jurnal berisi pengalaman ayahnya mengikuti
pahlawan militer Inggris. Letkol TE Lawrence selama Perang Dunia I.
Catatan harian itu berisi kisah spionase dan operasi militer pemboman
yang diberi nama ‘X Flights’ yang dipimpin oleh Lawrence di bekas
Kekaisaran Ottoman.
Lawrence memimpin ‘X Flights’ pada tahun 1918 melawan Turki — dibantu
oleh tim yang ia tunjuk sendiri, termasuk Earl of Winterton keena, yang
saat itu duduk sebagai anggota parlemen.
Misi rahasia ini membantu Lawrence menaklukan Damaskus pada 1918 — di
mana ia menjadi instrumen penting dalam pembentukan pemerintahan Arab.
Misi ini sangat rahasia bahkan Royal Air Force (RAF), angkatan udara
Britania Raya tidak mengetahuinya. Misi ini tetap jadi rahasia, termasuk
dalam penggambaran Film ‘Lawrence of Arabia’ yang dibintangi Peter
O’Toole pada tahun 1962.
Detail penerbangan itu kini diungkap oleh salah satu anak buah Lawrence, George Hynes — paman James Hynes.
Diceritakan dia dalam catatan hariannya, hanya orang-orang yang terlibat dalam ‘Operasi Gurun’ yang tahu keberadaan ‘X Flight’.
‘X Flight adalah grup kecil yang terdiri dari beberapa pesawat terbang
yang digunakan Lawrence dan rekan-rekannya untuk menjalankan misi
setelah mengambil alih kekuasaan atas Aqaba pada 1917 selama perang Arab
melawan Turki.
Misi tersebut termasuk mengebom rel kereta api Turki, memutus jaringan suplai dan kabel telegram.
George Hynes bertanggung jawab untuk menjaga pesawat layak terbang. Para
kru bekerja dalam kondisi gurun yang sulit, tinggal dan bekerja di suhu
yang bervariasi antara titik beku dan 100 derajat.
Sang penulis, James Hynes menambahkan, tugas mereka sehari-hari pada
dasarnya mengenali foto bom, senapan mesin, dan mengidentifikasi
pangkalan rahasia untuk dilaporkan pada Lawrence.
“Menerbangkan pesawat hanya bisa dilakukan pada pukul 04.00 – 06.00 saat
udara dingin-dinginnya. Hanya saat itu mereka bisa menyerang, karena
setelah itu adalah waktu sibuk untuk orang Turki. Selain itu
menerbangkan pesawat dalam suhu 100 derajad sangat berbahaya.
“Pesawat -pesawat ‘X Flights’ akan mengambil gambar, mengebom, menggunakan senapan mesin, mereka akan menyerang.
“Sangat sering Lawrence akan tetap berada di lapangan udara rahasia
dengan para penerbang. Memastikan ia mendapat informasi yang lancar.
George tetap melakukan kontak dengan Lawrence sebelum perwira itu tewas
dalam kecelakaan motor pada 1935 dalam usia 46 tahun. Sementara George
tewas pada 1973 dalam usia 78.
========
Menurut logika yang sehat, seharusnyalah Kerajaan Saudi Arabia menjadi
pemimpin bagi Dunia Islam dalam segala hal yang menyangkut keIslaman.
Pemimpin dalam menyebarkan dakwah Islam, sekaligus pemimpin Dunia Islam
dalam menghadapi serangan kaum kuffar yang terus-menerus melakukan
serangan terhadap agama Allah SWT ini dalam berbagai bentuk, baik dalam
hal Al-Ghawz Al-Fikri (serangan pemikiran dan kebudayaan) maupun
serangan Qital.
Seharusnyalah Saudi Arabia menjadi pelindung bagi Muslim Palestina,
Muslim Afghanistan, Muslim Irak, Muslim Pattani, Muslim Rohingya, Muslim
Bosnia, Muslim Azebaijan, dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Tapi yang
terjadi dalam realitas sesungguhnya, mungkin masih jadi pertanyaan
banyak pihak. Karena harapan itu masih jauh dari kenyataan.
Craig Unger, mantan deputi director New York Observer di dalam karyanya
yang sangat berani berjudul “Dinasti Bush Dinasti Saud” (2004)
memaparkan kelakuan beberapa oknum di dalam tubuh kerajaan negeri itu,
bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari keluarga kerajaan.
“Pangeran Bandar yang dikenal sebagai ‘Saudi Gatsby’ dengan ciri khas
janggut dan jas rapih, adalah anggoa kerajaan Dinasti Saudi yang bergaya
hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di Barat. Bandar
selalu mengadakan jamuan makan mewah di rumahnya yang megah di seluruh
dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan aman dari Arab Saudi dan dengan
entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum
Brandy dan menghisap cerutu Cohiba, ” tulis Unger.
Bandar, tambah Unger, merupakan contoh perilaku dan gaya hidup sejumlah
syaikh yang berada di lingkungan kerajaan Arab Saudi. “Dalam hal gaya
hidup Baratnya, ia bisa mengalahkan orang Barat paling fundamentalis
sekali pun. “
Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan, Menteri Pertahanan Saudi. Dia
juga kemenakan dari Raja Fahd dan orang kedua yang berhak mewarisi
mahkota kerajaan, sekaligus cucu dari (alm) King Abdul Aziz, pendiri
Kerajaan Saudi modern.
Bukan hanya Pangeran Bandar yang begitu, beberapa kebijakan dan sikap
kerajaan terakdang juga agak membingungkan. Siapa pun tak kan bisa
menyangkal bahwa Kerajaan Saudi amat dekat-jika tidak bisa dikatakan
sekutu terdekat-Amerika Serikat. Di mulut, para syaikh-syaikh itu biasa
mencaci maki Zionis-Israel dan Amerika, tetapi mata dunia melihat banyak
di antara mereka yang berkawan akrab dan bersekutu dengannya.
Barangkali kenyataan inilah yang bisa menjawab mengapa Kerajaan Saudi
menyerahkan penjagaan keamanan bagi negerinya-termasuk Makkah dan
Madinah-kepada tentara Zionis Amerika.
Bahkan dikabarkan bahwa Saudi pula yang mengontak Vinnel Corporation di
tahun 1970-an untuk melatih tentaranya, Saudi Arabian National Guard
(SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya. Vinnel merupakan
salah satu Privat Military Company (PMC) terbesar di Amerika Serikat
yang bisa disamakan dengan perusahaan penyedia tentara bayaran.
Ketika umat Islam dunia melihat pasukan Amerika Serikat yang hendak
mendirikan pangkalan militer utama AS dalam menghadapi invasi Irak atas
Kuwait beberapa tahun lalu, maka hal itu tidak lepas dari kebijakan
orang-orang yang berada dalam kerajaan tersebut.
Langkah-langkah mengejutkan yang diambil pihak Kerajaan Saudi tersebut
sesungguhnya tidak mengejutkan bagi yang tahu latar belakang berdirinya
Kerajaan Saudi Arabia itu sendiri. Tidak perlu susah-sudah mencari tahu
tentang hal ini dan tidak perlu membaca buku-buku yang tebal atau
bertanya kepada profesor yang sangat pakar.
Pergilah ke tempat penyewaan VCD atau DVD, cari sebuah film yang dirilis
tahun 1962 berjudul ‘Lawrence of Arabia’ dan tontonlah. Di dalam film
yang banyak mendapatkan penghargaan internasional tersebut, dikisahkan
tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris bernama lengkap
Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby (jenderal ini
ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas makam Salahuddin
Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, “Hai Saladin, hari ini telah
kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib dengan
kemenangan kami!”).
Film ini memang agak kontroversial, ada yang membenarkan namun ada juga
yang menampiknya. Namun produser mengaku bahwa film ini diangkat dari
kejadian nyata, yang bertutur dengan jujur tentang siapa yang berada di
balik berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.
Konon kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari wilayah kekuasaan
Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, sebuah kekhalifahan umat Islam dunia yang
wilayahnya sampai ke Aceh. Lalu dengan bantuan Lawrence dan
jaringannya, suatu suku atau klan melakukan pemberontakan (bughot)
terhadap Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan mendirikan kerajaan yang
terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.
Bahkan di film itu digambarkan bahwa klanSaud dengan bantuan Lawrence
mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari khilfah Turki Utsmani.
Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya “Lawrence of
Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi 22
Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.
Sejarah pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada
tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi Zonisme setelah Sultan
Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah
Palestina untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan
Turki Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung
pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence
of Arabia.
Entah apa yang terjadi, namun hingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia,
walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam wilayahnya, tetap
menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat
yang manis bagi Amerika.
Selain film ‘Lawrence of Arabia’, ada beberapa buku yang bisa
menggambarkan hal ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Antara lain:
Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS
Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali-mantan Dekan Fakultas
Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah
menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)
Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat
Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan,
2006)
Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)
History oh the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)
Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah berdirinya Kerajaan
Saudi Arabia adalah akibat “pemberontakan” terhadap Kekhalifahan Islam
Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan
bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini
juga yang sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang
kurang perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam,
wallahu a’lam
sumber http://massandry.blogspot.com
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..