As-Syahid Sayyid Qutb ditangkap kembali pada tanggal 9 Agustus 1965
hanya karena mengajukan surat protes kepada badan penyelidikan hukum
atas penangkapan saudaranya Al Ustadz Muhammad Qutb. Sebelumnya pada
tahun 1954, As-Syahid juga pernah ditahan dan disiksa di penjara
militer. Akibat dari penyiksaan itulah beliau menderita radang paru yang
parah, sehingga pemerintah terpaksa menunda proses peradilannya.
Pada waktu terjadi penangkapan tahun 1965, As Syahid Sayyid Qutb
telah mencapai usia 60 tahun. Dalam usia yang lanjut tersebut beliau
menderita penyakit paru-paru, ginjal dan maag. Akan tetapi penderitaan
yang beliau alami itu tidak berpengaruh atas keringanan hukuman yang
beliau terima bahkan justru dimanfaatkan oleh para petugas keamanan
untuk memberatkan siksaannya. Beliau pernah diikat selama empat hari
tanpa diberi makan dan minum.
Siksaan yang dialami Sayyid Qutb tidak hanya terbatas pada siksaan
secara fisik, tapi lebih lagi siksaan secara psikologis . Salah seorang
anggota keluarganya , Rif’at Bakr disiksa di depan matanya sampai mati.
Mereka menginginkan Rif”at Bakr menjadi saksi saksi dalaml proses
pengadilan terhadap pamannya Sayyid qutb dan membenarkan semua tuduhan
tetapi Rif’at menolak semua permintaan itu sehingga dia disiksa secara
terus menerus hingga Allah menyelamatkannya dan menjadikannya syahid.
Petugas keamanan juga menyiksa Azmi Bakr, saudara Rif’at Bakr dan ibunya
Sayyidah Nafisah Qutb yang telah berusia lebih dari 65 tahun. Selain
itu juga telah ditahan Aminah Qutb, Hamidah Qutb, saudara perempuan
Sayyid Qutb.
Hajjah zainab al Ghazali bercerita “ Pada suatu hari saya berjalan
menuju tempat penampungan air di rumah sakit penjara, dimana saya dan
al ustadz Sayyid Qutb ditahan. Waktu itu sel Sayyid Qutb tidak ditutup,
karena kondisi kesehatannya yang sangat lemah. Di atas pintu hanya
ditutupkan selebar kain selimut agar orang lain tidak dapat melihatnya
dari luar. Pada waktu saya lewat di dekat selnya , sel itu terbuka
karena tiupan angin. Penjaga menyangka bahwa sayyid qutb sengaja
mengangkat tabir selimut itu agar saya tahu bahwa ia berada di dalam
sel. Maka para penjaga memaki dan mengutuknya . Kemudian datang shafwat
ar Raubi, algojo penjara militer, lalu menyuruh Sayyid berdiri dan
melontarkan makian padanya. Setelah itu datang pula Hamzah Al Basyuni
yang langsung memukulkan cambuk.
As syahid Sayyid Qutb sangat menyayangi angota-annggota ikhwan
sebagaimana halnya rasa sayang ayah terhadap anaknya. Saya masih ingat
ketika kami akan memasuki ruangan pengadilan pada perkara hari pertama.
Kulihat As Syahid Sayyid Qutb mengamati wajah kami satu persatu. Kami
semua tersenyum dengan menunjukkan ketabahan dan kesabaran untuk
menyenangkan hati beliau. Setelah agak lama memandang kami, beliau
semakin haru dan menangis sambil mengangkat tangan mendoakan kehadirat
Allah. Doa bagi keselamatan kami semua.
Penyakit yang diderita Sayyid semakin lama semakin parah, sehingga
dalam pemeriksaan di pengadilan banyak tidak hadir. Mamduh ad Dairi
mengatakan bahwa sewaktu sedang diadili pernah seorang perwira mendekati
Sayyid dan menanyakan arti kata syahid. Beliau menjawab “SYAHID berarti
siapa yang bersaksi bahwa syariat Allah lebih mahal dari hidupnya
sendiri.
Mamduh ad Dairi menceritakan bagaimana Sayyid menyambut keputusan
hukuman atas dirinya . “ Pada hari pembacaan keputusan, kami
dikeluarkan dari mobil dan dimasukkkan ke dalam sangkar kawat pada
sebuah kamar. Mereka juga membawa Sayyid dari kamar yang ada di samping
ruangan pembacaan keputusan itu. Di ruangan itu terdapat petugas
pencatat. Kami melihati petugas itu menangis , maka tahulah kami bahwa
keputusannya adalah hukuman mati. Mamduh menambahkan , “ Saya telah
mendengar dan menyaksikan tatkala as Syahid Sayyid Qutb mendengar
keputusan itu, beliau hanya berkata: “ Alhamdulillah “.
Hajjah zainab Al Ghazali berkata, “ Di malam pelaksanaan hukuman
mati, as Syahid Sayyid Qutb ditawari untuk menyelamatkan hidupnya dengan
pernyataan mohon maaf. Dokter penjara militer , Madjid Hammadah
menceritakan kepada saya tentang tawaran untuk memberikan
pengampunamam. Hamidah Qutb telah berusaha mendesak beliau agar mau
minta maaf atas kesalahan yang dituduhkan kepada beliau, sehingga
mendapatkan pengampunan. Namun as syahid Sayyid Qutb tidak mau
mendengarkan segala saran-saran tersebut. Beliau hanya bercita-cita
untuk mati syahid. Beliau menolak untuk mundur dan Allah semakin
meneguhkan hatinya hingga Sayyid Qutb berjumpa denganNya.
Dalam salah satu kesempatan beliau pernah berkata ,”Perkataan yang
mengandung pancaran ilahiyah, akan mendorong manusia untuk maju. Tetapi
sebaliknya, kata-kata yang tidak mengandung pancaran ilahiyah merupakan
kata-kata yang mati, tidak akan membawa kemajuan sejengkal-pun juga “
As Syahid Sayyid Qutb telah pergi dan kata-katanya tetap hidup,
karena dia sendiri mengatakan apa yang dianggapnya benar dan menjadikan
hidupnya sebagai tebusan bagi perkataan kebenaran. (Dari Syaikh Jaber Rizq)
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..