Pada periode dakwah siriyyah, dakwah tidak dilakukan secara 
terbuka di pertemuan-pertemuan dan majelis-majelis umum. Tetapi 
dilakukan berdasarkan pilihan/seleksi. Pada tahapan ini gerak dakwah 
nabi saw telah berhasil merekrut semua lapisan masyarakat: orang-orang 
merdeka, kaum budak, lelaki, wanita, pemuda, dan orang-orang tua. Bahkan
 telah bergabung ke dalam Islam ini orang-orang dari segenap suku bangsa
 Quraisy, sehingga hampir tidak ada keluarga di Makkah kecuali satu atau
 dua orang anggotanya telah masuk Islam.
Diantara orang-orang yang termasuk assabiqunal awwalun (yang pertama masuk Islam) adalah[1]:
 Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar, Utsman bin 
Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Waraqah bin 
Naufal, Zubair bin Al-Awwam, Abu Dzar Al-Ghifari, Umar bin Anbasah, 
Sa’id bin Al-Ash, Abdurrahman bin Auf, Ummu Aiman, Arqam bin Abi Arqam, 
Abdullah bin Mas’ud, Amr bin Yassir, Yassir, Sa’ad bin Zaid, Amir bin 
Abdullah, Ja’far bin Abu Thalib, Khabbab, Bilal bin Rabah, Ummu Fadhl, 
Shafiyyah, Asma, Fatimah bin Khattab.
Pada saat itu orang-orang Quraisy tidak ambil pusing terhadap 
komunitas baru ini karena mengira mereka tidak berbeda dengan golongan hanif
 –yang dianut oleh Zaid bin Amer bin Naufal, Waraqah bin Naufal, dan 
Umaiyah bin Abu Shalt—yang sekedar menghindarkan diri dari menyembah 
berhala.
Bahkan, menurut Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban dalam Manhaj Haraki, boleh dikatakan pada periode sirriyah ini Quraisy lebih banyak memperhatikan golongan hanif daripada kaum muslimin. Hal ini disebabkan orang-orang hanif itu
 pernah mengatakan keraguan mereka terhadap berhala-berhala kaum Quraisy
 dan sesembahan orang-orang Arab, sementara kaum muslimin belum pernah 
menyatakan sikap seperti itu.
Pada periode ini tidak pernah terdengar adanya ‘benturan’ antara 
masyarakat Islam yang sedang tumbuh dengan masyarakat jahiliyyah. Karena
 fikrah belum diumumkan selain kepada orang yang ‘dipastikan’ mau bergabung dengan komunitas Islam yang sudah ada.
Di masa-masa inilah Rasulullah berhasil menggembleng kader-kader inti
 yang siap memikul beban dakwah. Di pundak-pundak merekalah dakwah ini 
kemudian terus tumbuh berkembang ke seluruh penjuru bumi.
Ibrah
- Pada dasarnya dakwah itu harus dilakukan terang-terangan. Namun untuk menjaga keberlangsungan dakwah, adakalanya aktivitas harus dilakukan secara
- Bangunan dakwah membutuhkan ‘batu bata’ yang kokoh dan ‘fondasi’ yang kuat. ‘Batu bata’ dan ‘fondasi’ yang kuat itu adalah orang-orang yang betul-betul siap berkomitmen pada perjuangan dakwah. Maka gerakan dakwah harus melakukan penyeleksian komponen-komponen pendukungnya, terutama pada periode ta’sis (pembangunan fondasi).
- Dakwah harus merambah ke seluruh elemen masyarakat (laki-laki, perempuan, anak-anak, pemuda, orangtua, dll), karena dakwah Islam harus menyentuh manusia seluruhnya.
- Guna mengokohkan fondasi dakwah, adakalanya gerakan dakwah harus menjaga dirinya untuk tidak terburu-buru merespon situasi dan kondisi di sekitarnya. Sikap isti’jal (terburu-buru) bisa menyebabkan gerakan dakwah layu sebelum berkembang.
- Dalam masa pertumbuhannya, gerakan dakwah harus menjaga diri dari benturan-benturan yang tidak perlu atau membahayakan dakwah.
Maraji’:
Fiqhus Sirah, Muhammad Al-Ghazaly
Manhaj Haraki, Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban
Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1, K.H. Moenawar Chalil
[1] Lihat terjemah Fiqhus Sirah, Muhammad Al-Ghazaly, hal. 168-169, Penerbit PT. Al-Ma’arif: Bandung. Cetakan ke 10 dan Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1, K.H. Moenawar Chalil, hal. 175 – 177, Penerbit Gema Insani: Jakarta, 2001.
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..