Lolo ayo mandi.
Sebentar Mbak, Lolo masih nonton…
Iin ini makanannya sudah siap. Suster suapin ya...
Tapi Iin maunya makan sambil main….
Mbak, berapa sih 10 + 5 ?
10 + 5 = 15, Ela.
Nia, sekarang sudah waktunya tidur siang..
Iya Suster, Nia cuci kaki dulu ya…
Dialog diatas merupakan
gambaran situasi yang terjadi antara anak dengan pengasuhnya. Lolo, Iin, Ela
dan Nia adalah tipikal anak-anak kota besar jaman sekarang, yang pengasuhan
sehari-harinya diserahkan kepada pembantu atau pengasuh (nanny/baby sitter)
di rumah. Bukan lagi diasuh oleh orangtua, karena ayah dan ibunya bekerja. Tapi
kalau diamat-amati, anak-anak sekarang sebenarnya kebanyakan tetap diasuh dan
memiliki pengasuh sekalipun ibunya tidak bekerja. Anak lebih banyak
menghabiskan waktu dengan pengasuhnya daripada dengan orangtua. Tidak heran
kalau banyak anak lebih dekat dengan pengasuh daripada dengan orangtuanya. Ada
anak-anak yang jika sedang sakit, tidak mau disuapi makanan atau obat oleh
orangtua, tetapi hanya mau disuapi oleh pengasuh. Kalau pengasuh pulang
kampung, jadi sedih dan tidak nafsu makan, begitu harus tidur malam hari jadi
gelisah dan mencari-cari pengasuhnya. Bahkan ada anak yang terang-terangan
mengatakan "Aku anaknya mbak", "Aku sayang sama suster banyak,
sayang sama mama papa sedikit" (dengan gaya lucu menggemaskan, tapi cukup
membuat hati orangtua nelangsa).
Menghadapi
kenyataan dan kondisi di atas, apa yang sebaiknya dilakukan orangtua agar
kendali pendidikan dan pengasuhan anak tetap berada di pundak mereka sehingga
tidak terjadi hal-hal negatif yang dapat merugikan perkembangan fisik dan
mental anak di masa yang akan datang.
Kerjasama Dengan Pengasuh
Pengasuh (nanny/baby sitter) tidak lagi sekedar
orang upahan, tetapi sudah menjadi bagian dari suatu rumah tangga dan merupakan
partner orangtua dalam mengasuh anak. Beberapa sekolah yang ada di Jakarta,
bahkan sudah sangat menyadari fenomena ini, sehingga di sekolah-sekolah
tersebut secara rutin diadakan workshop bagi pengasuh mengenai anak dan
cara pengasuhannya. Sebagai partner, orangtua tidak bisa menyepelekan
keberadaan pengasuh, dan berpikir ah kan cuman pengasuh; cuman orang luar;
saya orangtua; saya majikan. Karena seperti kenyataan yang terlihat,
banyak anak lebih dekat dengan pengasuhnya. Partner berarti orang yang
bekerjasama, bukan bekerja sama-sama. Sebagai partner berarti harus kompak dan
seiya sekata.
Mengapa orangtua dan pengasuh harus kompak? Tentu saja
bukan semata untuk kepentingan orangtua dan pengasuh, tapi terutama demi anak
yang diasuh. Anak membutuhkan lingkungan yang konsisten dan terprediksi untuk
berkembang dengan benar. Bagi orangtua dan pengasuh pun ada keuntungannya jika
mereka kompak, karena anak akan lebih mudah diasuh dan menurut. Paling tidak
satu sama lain tidak saling memboikot, sehingga anak tidak bisa mengambil
keuntungan dari situasi ini. Yang dimaksud dengan memboikot adalah misalnya
hal-hal yang dilarang oleh orangtua, tetapi diam-diam diperbolehkan oleh
pengasuh atau sebaliknya hal-hal yang dilarang pengasuh malah diperbolehkan
oleh orangtua.
Mengapa anak lebih mudah diasuh dan menurut kalau
orangtua dan pengasuh kompak? Hal tersebut terjadi karena, anak tahu apa yang
tidak boleh berarti tidak boleh, dan tidak mencari persetujuan ke tempat lain.
Anak juga akan melihat kedua belah pihak sebagai figur otoritas yang harus
ditaati dan dihormati, dan tidak menunjukkan ketaatan palsu. Ketaatan palsu
adalah ketika anak pura-pura menurut pada orangtua, tapi di belakang mencari
persetujuan dari pengasuh ketika orangtua tidak ada. Atau pura-pura menurut
pada pengasuh, tetapi ketika orangtua ada di rumah, langsung mencari
persetujuan orangtua dan menyepelekan pengasuhnya. Kondisi seperti ini,
sebenarnya menunjukkan bahwa anaklah yang memegang otoritas, sehingga akan
banyak waktu dimana anak misbehave, dengan mencoba mengatur orang-orang
disekitarnya, tidak peduli dihukum karena toh tetap bisa mendapatkan apa
yang diinginkan.
Dengan latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi dan
budaya yang seringkali sangat berbeda, menyebabkan orangtua dan pengasuh
memiliki nilai-nilai, pemikiran dan tindakan yang berbeda. Dengan kondisi
tersebut bekerjasama bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tapi mau tidak mau
harus dilakukan demi kesejahteraan anak. Bagaimana caranya? Di bawah ini ada
beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan orangtua dalam bekerjasama dengan
pengasuh:
1. Perlakukan sebagai teman
Jalin komunikasi yang baik dan keakraban dengan pengasuh.
Berteman dengan pengasuh akan membuatnya lebih mau terbuka. Pengasuh juga akan
segan bergosip tentang majikannya, lebih tulus ketika mengasuh anak dan semoga
akan lebih menurut pada perintah majikan. Pengasuh yang diam-diam merasa sebel
pada majikan, mungkin bisa memboikot majikannya.
2. Membagi pengetahuan tentang perkembangan anak
Orangtua memiliki pendidikan lebih dari pengasuh, untuk
beberapa hal juga akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang perkembangan
anak. Pengasuh yang berpengalaman juga dalam beberapa hal akan lebih tahu dari
orangtua. Cobalah untuk saling membagi pengetahuan ini, supaya jika ada
perbedaan, dari awal sudah bisa diketahui dan dicari jalan tengahnya. Dengan
saling berbagi, pengetahuan masing-masing akan bertambah dan tidak saling
mempertanyakan dan saling menuduh sok tahu dalam hati masing-masing.
3. Mengutarakan
dengan jelas aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada
Utarakan dengan rinci cara-cara mengasuh anak yang
diharapkan orangtua, apa yang boleh apa yang tidak boleh (bagi anak dan bagi
pengasuh, misalnya pengasuh tidak boleh memukul anak apapun alasannya, anak
sama sekali tidak boleh makan permen) dan hal-hal harian apa saja yang harus
dilaporkan kepada orangtua. Utarakan secara jelas dan mendetail, untuk
menghindari kesalahpahaman. Hal ini penting, karena dengan demikian berarti
orangtua sebagai pemegang kendali kebijaksanaan pengasuhan anak.
4. Jika terjadi
pemboikotan segera dibicarakan dan diatasi
Jika secara tidak sengaja (karena masing-masing pihak
belum tahu atau tidak mengerti kebiasaan pihak lain, dan ada yang tertinggal
dari diskusi awal) terjadi pemboikotan, maka sebaiknya dibicarakan baik-baik,
mencari kata sepakat dan tidak memboikot kembali di depan anak.
Idealnya memang akan lebih baik bagi orangtua jika bisa
mendapatkan pengasuh yang berpengalaman, penurut, dan memiliki nilai-nilai yang
sama. Tapi tentunya tidak semua orangtua bisa seberuntung ini. Oleh karena itu
ketika orangtua memutuskan untuk menerima seseorang sebagai pengasuh, orangtua
hendaknya sudah memiliki persyaratan tertentu, minimal orang tersebut bersih
dan rapi (kuku kaki dan tangan terpotong rapi, pendek, dan bersih, tidak bau
badan dan mulut, pakaiannya bersih) dan tentunya bisa membaca menulis (jadi
ketika mengasuh anak, bisa sambil membacakan cerita dan bisa juga
sedikit-sedikit mengajarkan anak membaca dan menulis).
Tetap Lekat Dengan Anak
Sekalipun orangtua bekerja dari pagi hingga malam, dan
meninggalkan anak dalam asuhan orang lain, pastilah orangtua ingin anaknya
tetap lekat dengannya. Anak ada di hati orangtua dan orangtua ada di hati anak.
Orangtua pasti tidak berharap mendengar perkataan dari mulut anak "Aku
anaknya Mbak Yem".
Beberapa ahli mengatakan yang penting bukanlah kuantitas
waktu yang dihabiskan bersama anak, tapi kualitas waktu ketika sedang bersama
anak. Apa yang dimaksud dengan waktu yang berkualitas? Dalam buku When
Others care For Your Child (1987), waktu berkualitas adalah saat-saat
dimana orangtua menghabiskan waktu bersama anak dengan fokus dan
perhatian penuh pada anak dan masalah-masalah yang dialami anak. Waktu tersebut
bisa sambil mengobrol saja ataupun melakukan suatu kegiatan bersama (nonton
televisi, main games, makan malam). Saat-saat tersebut benar-benar tidak
terbagi, hanya untuk anak dan orangtua. Orangtua tidak sambil menerima telpon
bisnis dari rekan kerja, sambil membicarakan masalah di kantor, ataupun
membicarakan deadline yang harus dipenuhi.
Hal pertama yang sebaiknya dilakukan ketika orangtua
sampai di rumah tentunya adalah menghampiri, memeluk dan mencium anak,
bukannya menyalakan televisi atau langsung masuk kamar untuk istirahat
sebentar. Ketika orangtua sudah berada di rumah, pengasuhan anak sebaiknya
dikembalikan ke orangtua dan tidak lagi dipegang oleh pengasuh. Kalau anak
makan masih disuapi, maka orangtua lah yang seharusnya menyuapi, yang
memandikan (kalau belum mandi), mengganti baju dan sikat gigi sebelum tidur,
mengantar ke tempat tidur (sambil menyanyikan lagu nina bobo maupun membacakan
dongeng).
Dengan
demikian anak akan mengerti bahwa pengasuh hanya membantu ketika orangtua
sedang bekerja, tetapi pengasuh bukanlah orangtua. Anak pun akan tahu bahwa
orangtua menganggap anak-anaknya penting dan menyayangi mereka. Ketika ada yang
menanyakan anak siapa dia, anak bisa mengatakan "Aku anak Mama Dina dan
Papa Dani", dan kalau ditanya Mbak Yem itu siapa, anak akan menjawab
"Mbak Yem itu suster aku".
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..