Betapa jauhnya jarak keshalehan diri dan
generasi ini dengan pencapaian para sahabat Nabi dan generasi
setelahnya. Jika kini sebagian besar dari kita merasa bangga dengan
sesuatu yang bukan dari Islam tapi nampak islami, kemudian mencari
banyak dalih untuk membenarkan ajaran yang kita serukan, para sahabat
justru sangat teliti bahkan takut tatkala apa yang mereka
amalkan-serukan berbeda dengan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam.
Dulu, hal ini menjadi terlarang. Bahkan
para sahabat sangat menjaga diri untuk tidak menyentuhnya. Namun, di
zaman akhir ini, oleh para motivator dan sosok-sosok keren berdasi yang
kemudian di-ustadz-kan, apa yang terlarang di zaman Nabi ini menjadi
komoditas laris sebab dibungkus dengan dalil yang dipaksakan.
Para oknum motivator dan ‘ustadz’ itu,
misalnya, dengan mudah berdalih, “Spesifikkan dalam berdoa. Agar
semuanya menjadi kenyataan. Bahkan alam akan mendukung apa yang kita
niatkan.” Lalu, dengan berapi-api, mereka mengatakan, “Mintalah detail.
Mobil keluaran terbaru, tahun sekian, dari perusaah ini, warnanya,
jumlah rodanya, jenis kursinya, kaca spionnya, harganya, dan lain
sebagainya.”
Seakan-akan, mereka memiliki kuasa untuk
mengatur Allah Ta’ala agar menuruti semua nafsunya dengan dalih, “Allah
bersama prasangka hamba-hamba-Nya.” Padahal, sikap demikian itu sangat
jauh dari apa yang mereka jadikan sebagai dalil.
“Ya Allah,” ucap anak dari ‘Abdullah bin
Mughaffal, “sesungguhnya aku memohon kepada-Mu istana putih di sisi
kanan surga, apabila saya memasukinya.”
Apa yang dipinta oleh anaknya ini,
diingatkan oleh ayahnya, “Wahai anakku, mintalah surga kepada Allah
Ta’ala, dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka.” Pasalnya, ‘Abdullah
bin Mughaffal pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda, “Sesungguhnya akan ada suatu kaum dari umat ini yang
berlebih-lebihan dalam bersuci dan berdoa.” (Hr. Ahmad, Abu Daud, Ibnu
Majah)
Berlebih-lebihan. Itulah tafsir dari permintaan: istana berwarna putih, di sebelah kanan surga, apabila memasukinya (surga).
Senada dengan riwayat ini, ada juga orang
yang berdoa, “Ya Allah, aku meminta kepada-Mu surga dan kenikmatannya,
keindahannya, dan demikian, demikian. Dan aku berlindung dari neraka,
rantai-rantai, serta belenggu-belenggunya.”
Padahal, surga dan kenikmatannya adalah
satu paket utuh. Sedangkan neraka dan siksaan di dalamnya adalah
kesatuan yang mustahil dipisahkan satu dengan lainnya. Mereka yang
berdoa meminta surga secara detail saja dikatakan berlebih-lebihan,
bagaimana dengan orang yang hanya meminta dunia, mobil, sawah, dan
perihal duniawi lainnya, lalu melupakan akhirat yang abadi? Semoga Allah
Ta’ala melindungi kita. Aamiin. [Pirman]
sumber klik
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..