Oleh : Eru Zain
Izinkan aku menangis Ketika rasa bosan menyapa dan menghampiri di
jalan nan indah ini, mungkin ini sebuah kejaran fluktuatif iman atau
inilah sekumpulan mengudaranya uap yang dihasilkan dari luapan air
kelalaian yang mendidih di atas api keluhan. Banyak pelajaran-pelajaran
besar yang dapat kita peluk untuk dijadikan sebuah geliat teladan
hidup.
Izinkan aku menangis sejenak bersama lantunan sendu tilawahku. Berusaha
menemukan kembali sesuatu yang telah raib di dada ini. Kadang memang
keterkesanan merupakan sebuah muwashafat jiwa yang berangkulan bersama
kerja-kerja cita cinta yang agung.
Izinkan aku meneteskan air mataku di kala pertemuan-pertemuan syahdu
dalam kebersamaan shalatku. Karena terkadang kita seperti berada di
hutan belantara, tersesat terseok-seok mencari jalan keluar dari
berbagai hembusan-hembusan ujian keimanan yang menerpa tak kenal waktu.
Namun sesungguhnya pertolongan itu selayaknya begitu dekat ada di dalam
shalat yang seharusnya jiwa dan raga yang berdiri tegap dalam menghamba
sepenuh dan sebenar-benar penghambaan.
Ada sebuah titah untuk setiap insan, ada kebebasan yang ini diberikan
kepada kita namun tak Cuma-Cuma karena ada bayaran yang harus kita
keluarkan dari apa yang akan kita perbuat yaitu semua dibayar dengan
senyum-senyum sumringahnya rasa syukur dan pertanggungjawaban kelak di
pengadilan tertinggi di hadapan yang maha tinggi. Namun kebanyakan kita
selalu menghilangkan kesadaran kita tentang pembayaran itu bak si
penghutang yang lupa akan hutangnya. Ada harga yang harus kita tunaikan
atas segala anugerah yang menyertai sepanjang hidup ini. Dan bisa jadi
inilah jalan indah yang mampu membayar karena inilah jalan yang
berhakikat perniagaan yang paling dan sangat menguntungkan.
Masihkah aku harus menangis yang didalamnya lekang bukan tangisan
bersama derapan langkah menuju sang zat penggenggam jiwa ini. Bukankah
di jalan nan indah ini akan banyak kita temui tangisan-tangisan
memilukan jiwa. Namun sepertinya tak perlu kau rasakan kesakitan itu
yang terlahir dari kesalahpahaman interaksi bersama para pejalan lain di
jalan indah ini.
Namun hal penting yang harus kita bangun adalah terjaganya kita dan
bangkit setelah menangis. Di jalan nan indah ini tak sejatinya bukan di
isi oleh golongan hamba-hamba penikmat candu-candu ekslusifitas tertipu
dalam ritual abadi mereka. Karena sang teladan ketika ia pernah di
berikan semilir angin syurga ketika melakukan perjalanan horisontal dan
berlanjut dengan langkah vertikal di episode isra mi’raj perjalanannya
hanya sebatas waktu ketika bumi terlelap dalam selimut gelap dalam
semalam saja. Sang uswah harus turun kembali ke bumi tempat dimana
peperangan terus bergulir sampai akhir zaman. Ada tebasan pedang suci
yang harus di ayunkan mengalahkan kekejian tingkah-tingkah
keangkaramurkaan.
Dan di jalan yang indah ini cukuplah kita menjadi para penunggang kuda
di siang hari dan menjadi rahib di malam hari. Terlahir untuk
mensenyumkan hidup dan mati dan hidup lagi di alam kekal dengan senyuman
kekal. Bergerak bersama semangat para pendahulu kita merekalah
murid-murid berprestasi di sekolah tarbiyah rasulullah generasi yang
bercahaya menjadi mutiara generasi terbaik sepanjang jalan.
Selembut dan sebijak As Syidiq si pemandu pasca Rasulullah yang kelak
posisinya paling dekat dengan rasulullah di syurga, setegas umar sang
perubah langkah periode dakwah terang-terangan yang kelak meminang
bidadari edisi special, sepemalu ustman yang malaikatpun malu padanya
dan suami dari dua putri Rasulullah, seberani Ali karamallahu wajhah
ketika mengayunkan sang dzulfiqor ia pun menjadi sipencicip pertama dan
pelanggan sebuah telaga di syurga. Ada juga sahabat yang matinya
menggetarkan arrasy, Hanzalah yang jasadnya dimandikan malaikat, Ja’far
yang kedua lengannya putus dan syahid kelak tangannya bersayap hijau
sepasang sayap yang mampu membawanya melintasi pelosok keluasan syurga,
Bilal si mantan budak hitam yang suara terompahnya terdengar mendahului
rasulullah di syurga, juga sang azzahra si pemimpin wanita syurga, dan
banyak lagi yang lainnya. Maka terlahirlah kita menjadi muslim di mana
di sinilah jalan indah akan kita mulai. Tumbuhlah menjadi generasi
rabbaniy dan kelak mati bersama selimut kesyahidan.
Dan izinkan lah sejenak kita menangis teruntuk airmatanya membasuhkan
luka dan kotoran meluluhkan noktah hitam dalam kalbu. Maka bergegaslah
menjadi paling militant dalam mengemban tugas ilahiyah bersama bekal
warisan sang Rasul, mewarisi ahlak para nabi. Dan akhirilah
tangisan-tangisan ketika kita terlahir kedunia biarkan mereka yang kita
tinggalkan menangisi kita namun kita menyunggingkan senyuman indah
bersama getaran nafsul muthmainah di ujung kehidupan di dunia ini.
Menjejakan langkah-langkah terbaik di bumi dan melangitkan cita di
tempat tertinggi dalam dekapanNya.
Blog Sahabat :
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..