Bersyukur saya bisa bertemu kembali dan berdiskusi dalam satu forum 
bergengsi dengan seorang yang sangat saya kagumi, beliau Prof. Suhartono
 Taat Putra, seorang professor yang menekuni bidang Neuroimonopsikologi 
dari Universitas Airlangga. Ia menjelaskan panjang lebar tentang 
pentingnya ketersediaan lingkungan keluarga yang kondosif (baik)  bagi 
proses perkembangan anak.
Kondisi seperti ini akan mengoptimalkan proses pertumbuhan dan 
perkembangan otak anak. Anak akan memiliki tubuh yang sehat, cerdas 
intelektual, cerdas emosi dan cerdas spiritualnya. Semuanya itu bisa 
dijelaskan dalam Ilmu Otak yang bernama neuroscience.
Demikian penggalan “Tauziyah”(nasehat) beliau yang kini memegang amanah sebagai Ketua INS (Indonesian Neuroscience Sociaty)
 ketika membuka satu babak diskusi neuroscience (ilmu otak) di Pusat 
Integensia Kesehatan Jakarta minggu kemarin, yang dihadiri oleh para 
Guru Besar, Dokter Spesialis, Psikolog dan para Pakar Otak lainnya.
Sahabat Golden Family yang berbahagia, neuroscience (ilmu otak) 
menjadi berkembang demikian pesatnya. Berbagai persoalan kehidupan 
manusia, mulai dari persoalan negara sampai persoalan keluarga, semuanya
 berhubungan dengan ilmu otak.
Seperti halnya, Pak Sandi dan ibu Wati yang memiliki dua orang anak 
Selfi (11 tahun) dan Aldi (7,5 tahun). Selfi adalah anak yang terlalu 
banyak bicara di kelasnya, sangat jarang menyelesaikan tugas kelas yang 
diberikan oleh gurunya dan sering mengabaikan pelajaran.
Sementara Aldi, sering berlari di kelas saat pelajaran sedang 
berlangsung dan sering tidak mengikuti pelajaran di dalam kelasnya, 
agresif, tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, sulit diatur dan 
selalu “kreatif” membuat masalah.
Gejala seperti ini sudah nampak sejak anak-anak tersebut masuk di TK 
dan gurunyapun telah menyampaikan hal itu kepada pak Sandi dan ibu Wati 
agar mencari bantuan untuk menangani anaknya.
Gejala seperti ini dalam Psikiatri (ilmu kedokteran jiwa) di kenal dengan AD/HD (attention deficit/hyperactivity disorder) yakni gangguan neurobiologis
 yang ditandai dengan pendeknya rentang perhatian, sulit berkonsentrasi,
 sulit diatur, hiperaktif dan adanya gangguan pengendalian impuls.
Oleh dokter keluarganya diberikan resep obat dan orangtuanya diberi 
pemahaman serta pelatihan agar bisa lebih effektif dalam mendidik anak 
mereka dirumah.
Setelah beberapa minggu kemudian, Selfi menunjukkan perbaikan dan 
respon pengobatan yang baik, namun tidak dengan Aldi. Perilakunya di 
sekolah dan di rumah tidak menunjukkan perubahan kearah kebaikan. Bahkan
 semakin parah, sepertinya tidak ada cara lagi untuk menolongnya.
Setelah dilakukan wawancara lebih intensif, akhirnya Aldi pun 
mengakui bahwa ia sangat tertekan, tidak bisa mengerjakan tugas sekolah 
dikarenakan memikirkan ayah dan ibunya yang sering berkelahi dan ia 
mendengar bahwa mereka akan bercerai.
Benar saja, ketika dokter keluarganya menanyakan hal itu kepada 
orangtuanya, mereka mengaku bahwa hampir setiap malam mereka bertengkar,
 saling teriak dan marah besar.
Bila bertengkar, kemarahannya sangat luar biasa hingga tetanggapun 
mendengar teriakan, makian dan ungkapan perceraian yang keluar dari 
mulut suami-istri ini.
Pengobatan demi pengobatan tidak membuat kondisi Aldi semakin 
membaik, bahkan semakin memburuk, sepertinya pertengkaran orangtuanya di
 rumah telah menghacurkan mentalnya.
Akhirnya, pak Sandi dan ibu Wati pun diputuskan untuk diobati. Dari 
hasil sesi konseling didapatkan informasi bahwa ibu Wati selalu 
mengungkit-ungkit masalah yang telah berlalu dan terus mengulangnya. 
Meskipun di paksa untuk mengalihkan pikirannya pada hal-hal yang lebih 
membangun, ternyata ibu Wati sulit melakukannya.
Peristiwa yang bernuansa kekecewaan sangat sulit dilupakan, ia 
memendamnya bertahun-tahun semua masalah yang berhubungan dengan 
suaminya atau juga orang lain dan ibu Wati selalu mengungkit-ungkit 
masalah yang selalu sama. Sebaliknya, pak Sandi orangnya cuek, bila 
istrinya (ibu wati) mulai mengungkit-ungkit masalah demi masalah yang 
telah lama dibahas, iapun memalingkan muka tidak mau mendengarkan hal 
itu lagi, berkata sinis dan ia merasa berada di luar wilayah pembicaraan
 itu.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dalam otak ibu Wati didapatkan adanya peningkatan aktivitas di otak bagian dalam depan (cingular gyrus),
 otak tersebut mengalami aktivitas yang tinggi sekali yang membuat ibu 
Wati sulit mengalihkan perhatiaannya dan terbelenggu dalam pikiran atau 
gagasan tertentu seperti selalu mengungkit-ungkit berbagai masalah yang 
telah berlalu.
Bagi ibu Wati, satu kali orang berbuat salah padanya berarti itu 
kesalahan seumur hidup, ia terus mengingat-ingat kesalahan itu dan 
mendendamnya. Sebaliknya, dalam otak pak Sandi terlihat dalam kondisi 
normal bila dalam kondisi istirahat. Namun ketika ia berbuat sesuatu 
yang membutuhkan konsentrasi,  otak bagian depannya (prefrontal lobe) justru mengalami penurunan, nampak padam, padahal seharusnya menyala (aktivitasnya meningkat).
Dengan demikian, bila pak Sandi semakin memperhatikan omelan 
istrinya, maka pikirannya akan semakin jauh melayang dan sulit 
berkonsentrasi terhadap isi omelan-omelan istrinya. Disaat yang sama, 
ibu Wati merasa semakin di lecehkan karena kemarahannya tidak pernah 
diperhatikan oleh suaminya, sehingga “pertempuran” pun terus terjadi.
Kemudian, oleh dokter keluarganya di berikan obat dan cara mengelola 
pikiran mereka berdua. Untuk ibu Wati, diberikan obat yang dapat 
menurunkan aktivitas otaknya agar bisa memudahkan untuk mengalihkan 
perhatian dan tidak terbelenggu dalam pikiran dan perilaku tertentu, 
sedangkan untuk pak Sandi diberikan obat untuk menstimulasi (merangsang)
 otaknya agar meningkatkan konsentrasinya.
Dan, setelah beberapa minggu kemudian nampak perubahan yang luar 
biasa, mereka berdua berjalan sambil bergandengan tangan, berpelukan dan
 bercanda ria. Selfi dan Aldi pun nampak riang-gembira.
Demikian sahabat Golden Family, ilmu otak (neuroscience) menjelaskan dinamika keluarga dan memberi solusi berbagai masalah keluarga kita. Semoga membawa manfaat.
 http://www.fimadani.com/ilmu-otak-dan-solusi-masalah-keluarga/ 
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..