Oleh : Cahyadi Takariawan
Pekerjaan rutin dakwah bisa menyeret kita ke dalam sebuah kubangan 
“kemegahan” yang kita bangun bersama cita-cita dan harapan. Bergerak, 
membuat kita selalu berada dalam kesadaran, namun juga bisa memasuki 
zona nyaman yang membahayakan. Ketika pergerakan itu sendiri sudah 
menjadi rutinitas yang mematikan hati, karena terlampau sibuk mengurus 
“bagaimana agar selalu bergerak”, dan melupakan hakikat serta falsafah 
dasar perjuangan.
Berada dalam lingkungan orang-orang salih memang menyejukkan, namun 
kadang memberikan perasaan nyaman berlebihan. Merasa selalu terjaga, 
padahal keterjagaan adalah buah dari kesadaran aktif yang harus selalu 
dibangun dan diusahakan setiap saat. Namun pada titik aktivis dakwah 
mulai berinteraksi dengan segala jenis kalangan manusia, yang diperlukan
 adalah usaha yang lebih untuk terus memiliki kesadaran aktif akan 
tujuan besar yang hendak diraih bersama dakwah. Bukan tujuan praktis dan
 pragmatis, bukan kepentingan pribadi, bukan soal gengsi dan harga diri 
orang per orang.
Luar biasa membaca perjalanan tigapuluh tahun pergerakan dakwah, 
ketika beberapa gelintir orang penuh semangat dan dedikasi membangun 
mimpi, memulai tahapan yang paling asasi, membenahi diri. Tidak genap 
sepuluh orang pada awalnya, namun tigapuluh tahun telah memberikan 
banyak arti. Perlipatan jumlah, perluasan wilayah, pertambahan mihwar 
dakwah, mobilitas para aktivis, baik vertikal maupun horisontal, telah 
tampak terlihat. Apakah hanya itu tujuan dakwah ? Tentu tidak.
Banyaknya jumlah aktivis bisa melenakan. Lengkapnya fasilitas bisa 
melalaikan. Perbenturan aktivis dakwah dengan realitas medan yang sangat
 keras bahkan sanggup mematikan potensi hati. Bukan ahli maksiat yang 
perlu merasa khawatir akan kematian hati, karena para ahli maksiat 
memang telah mati potensi hatinya. Justru para aktivis dakwah yang harus
 sangat berhati-hati menjaga diri, agar terhindar dari fenomena kematian
 hati. Terlebih saat dakwah telah berada dalam wilayah kekuasaan politik
 yang sangat keras benturannya.
Izinkan saya mengingatkan kita semua, dengan nasihat dan tausiyah ustadz Rahmat Abdullah, Allahyarham,
 tentang kematian hati. Tausiyah beliau ini sangat relevan untuk selalu 
kita ingat dan kita renungkan dalam perjalanan dakwah kita pada 
hari-hari ini. Rehat sejenak saja, membaca ulang tausiyah yang 
menyejukkan, untuk menguatkan langkah dan menambah kehati-hatian 
bergerak bersama mesin dakwah.
Berikut tausiyah ustadz Rahmat Abdullah.
Kematian Hati
Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang 
mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang 
yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa 
hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia 
perlakukan Tuhannya.
Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, 
kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak 
disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk 
berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Allah
 berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap 
ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar 
perut karena shiyam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam 
hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka
 baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, 
alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri. 
Asshiddiq Abu Bakar Ra selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya Allah, 
jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau 
hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan
 mereka”, ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan 
dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada 
orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian 
menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya 
sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu 
merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan
 atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak
 mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang.
Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. 
Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu 
makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa 
rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu 
sehingga getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau 
menikmatinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau 
kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani 
meninggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia?
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..