Oleh: Abdullah al-Mustofa
SAM JACKSON, bos sebuah perusahaan di New Castle, Inggris pernah
mengatakan, ” Sekarang kita bisa saling melihat satu dengan yang lain
dalam keadaan telanjang, tidak ada penghalang lagi. Dengan tradisi baru
ini, kami menemukan bahwa kami menjadi lebih bebas dan terbuka terhadap
satu dan lainnya. Dampaknya terhadap perusahaan menjadi lebih baik.”
Menurutnya, ide, inovasi dan terobosan kreatif amat penting dilakukan
di masa-masa krisis ekonomi seperti sekarang ini. Bekerja dalam keadaan
telanjang diyakininya dapat memompa semangat dan meningkatkan
produktivitas kerja. Mengenakan pakaian merupakan penghalang bagi
peningkatan prestasi kerja. Dengan cara ini omzet perusahaan akan
meningkat karena para karyawannya sangat bergairah ketika bekerja.
Untuk itu dia membuat peraturan, seminggu sekali setiap hari Jum’at
para karyawannya baik laki-laki maupun perempuan diharuskan untuk tidak
menempelkan sehelai benang pun pada tubuh mereka ketika bekerja di
kantor. Lebih lanjut dia menambahkan, “Awalnya terasa aneh dan janggal,
tapi setelah itu saya menjadi terbiasa. Saya berjalan telanjang menuju
meja kerja saya, dan itu kini tidak masalah lagi. Saya merasa
benar-benar nyaman.”
Peristiwa “Jumat Telanjang” tersebut dianggapnya sebagai sebuah kesuksesan yang besar dan berdampak positif bagi perusahaannya.
Itulah budaya, gaya hidup, dan cara berpikir orang Barat non Muslim yang materialis, permisif and hedonis. Demi mendapatkan dunia berupa materi, mereka rela berperilaku seperti hewan. Bahkan berperilaku lebih sesat dari hewan.
Itulah budaya, gaya hidup, dan cara berpikir orang Barat non Muslim yang materialis, permisif and hedonis. Demi mendapatkan dunia berupa materi, mereka rela berperilaku seperti hewan. Bahkan berperilaku lebih sesat dari hewan.
Budaya, gaya hidup dan cara berpikir Muslim dan Muslimah tentu sangat berbeda dengan mereka
Oki Setiana Dewi, artis layar lebar yang sukses memerankan tokoh Anna Althafunnisa dalam film “Ketika Cinta Bertasbih” pada suatu kesempatan mengatakan, “Semua bagian tubuh berharga itu telah dikategorikan dengan sebutan aurat, baik laki-laki dan perempuan. Bagian tubuh perempuan yang termasuk aurat harus
ditutupi lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. “Kenapa perempuan
harus lebih banyak menutupi bagian tubuhnya? Sebab perempuan memang
dipenuhi dengan bagian tubuh yang berharga dan harus dijaga dengan
jilbab atau busana yang menutupnya,” ujarnya.
Fenomena berbusana Muslimah, berjilbab atau sekadar berkerudung di
kalangan artis, model dan selebritis sedikit banyak telah ikut
menyumbang sosialasasi budaya Islam di tengah masyarakat sehingga
semakin banyak wanita Muslimah Indonesia yang berbusana Muslimah,
berjilbab, atau sekadar berkerudung.
Dengan semakin marak dan memasyarakatnya budaya Islam ini di tengah
masyarakat kita patut menghaturkan rasa syukur kepada Allah swt. Selain
rasa syukur, pada saat yang sama, rasa sesal juga wajar muncul di hati.
Rasa sesal ini muncul karena masih banyak saudari-saudari seiman kita
yang belum, tidak mau, tidak bisa, atau salah paham dalam memahami
definisi jilbab yang sesungguhnya, sehingga tidak sedikit dari mereka
yang masih belum memenuhi seluruh syarat dan ketentuan berbusana
sebagaimana yang telah diatur oleh Sang Pembuat syari’at.
Mengapa ada sebagian Muslimah yang belum memenuhi seluruh syarat dan
ketentuan berbusana Muslimah? Karena ada sebagian Muslimah ketika
beraktivitas di luar rumah atau ketika berhadapan dengan non muhrimnya
ketika berada di rumah mengenakan pakaian tapi masih ada bagian aurat
lainnya yang terbuka seperti rambut. Mengenakan pakaian ketat, pendek,
berbahan tipis, dan atau berbahan transparan. Karena ada sebagian
Muslimah yang mengenakan jilbab ketat, pendek, berbahan tipis, dan atau
berbahan transparan.
Muslimah seperti ini meskipun mengenakan pakaian atau bahkan berjilbab menurut Rasulullah saw dikategorikan sebagai telanjang.
“Dua golongan di antara penghuni neraka yang belum aku lihat
keduanya: suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka
gunakan untuk memukul orang-orang; perempuan yang berpakaian, tetapi
telanjang yang cenderung dan mencenderungkan orang lain, kepala mereka
seperti punuk unta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium aroma surga. sesungguhnya aroma surga itu bisa
tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim)
Ibnul Jauzi yang berpendapat bahwa berpakaian tapi telanjang ada tiga makna;
Pertama, wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya.
Kedua, wanita yang membuka sebagian aurat tubuhnya.
Ketiga, wanita yang mendapatkan nikmat Allah namun tidak bersyukur kepada-Nya.
Menurut Imam An-Nawawi, berpakaian tapi telanjang mengandung beberapa arti. Pertama, berpakaian atau dibungkus nikmat Allah swt tetapi telanjang dari bersyukur kepada-Nya. Kedua, terbungkus pakaian tetapi telanjang dari perbuatan baik dan perhatian terhadap akhirat serta tidak berbuat taat. Ketiga, mengenakan pakaian tetapi tampak sebagian auratnya; Keempat, berpakaian tipis yang masih memperlihatkan warna kulit dan lekuk tubuhnya.
Allah swt memberitahukan kepada kita tujuan diturunkan pakaian kepada
kita adalah untuk menutup aurat. Jika berpakaian tapi jika ada sebagian
aurat yang masih terbuka, lekuk tubuh jelas terlihat karena mengenakan
pakaian ketat, atau anggota tubuh yang wajib ditutupi dan warna kulit
nampak karena mengenakan pakaian tipis dan transparan berarti kita
menyalahi aturan Allah swt dan tujuan Allah swt menurunkan pakaian, yang
sama artinya kita berani menentang Allah swt.
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat.” (QS. Al-A’raaf [7]:26)
Wahai saudariku! janganlah kalian mau ditipu oleh setan yang
menyuruhmu untuk berpakaian tapi sesungguhnya telanjang! Jika engkau
tidak mau dan tidak dapat ditipu oleh setan berarti engkau tidak
menjadikan setan sebagai pemimpinmu.
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ
أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا
لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ
حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء
لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh
setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya
Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi
orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raaf [7]:27)
Wahai saudariku, kenapa engkau berpakaian tapi telanjang? Apa niat dan tujuanmu? Apakah karena ingin tampil trendy?
Apakah karena ingin memamerkan anggota tubuh dan keindahan tubuhmu?
Apakah ingin merasa modern dan tidak ingin dicap kolot dan ketinggalan
jaman? Apakah karena takut tidak bisa mendapatkan dunia berupa pekerjaan
atau materi?
Wahai saudariku, ketika engkau mendirikan shalat menghadap Allah swt
tentu engkau berpakaian lebar dan panjang. Engkau tentu tidak berani
berpakaian ketat dan pendek. Engkau tentu tidak berani menampakkan
sebagian atau seluruh bagian auratmu, atau menampakkan bentuk
lekuk-lekuk tubuhmu. Demikian juga halnya di dalam kehidupan sehari-hari
di luar (selain) shalat, tentu engkau pasti tidak berani menentang
Allah dan Rasul-Nya. Engkau tahu dan paham, ajaran Islam termasuk cara
berbusana tidak hanya diamalkan ketika shalat saja, tapi harus diamalkan
dalam segala aktivitas kehidupan.
Wahai saudariku, jika engkau tercatat sebagai pelajar/mahasiswi
sebuah lembaga pendidikan atau sebagai pegawai sebuah perusahaan tentu
engkau mematuhi peraturan berbusana yang ada. Engkau pasti tidak berani
menentang peraturan yang ada. Demikian juga halnya sebagai Muslimah,
engkau tentu bersedia mematuhi peraturan yang ditetapkan agamamu.
Jika ada pertentangan antara peraturan di mana engkau belajar atau
bekerja dengan peraturan agamamu, tentu engkau lebih memilih agamamu.
JIka kebijakan pemimpin di tempat belajar atau bekerjamu bertentangan
dengan aturan Tuhanmu, tentu engkau lebih takut kepada Tuhanmu dan lebih
memilih aturan Tuhanmu. Engkau tahu dan sadar pemimpinmu bukanlah
Tuhanmu, tidak mampu menyelamatkan dirimu dari azab di dunia dan di
kampung akhirat. Engkau tahu dan sadar engkau tidak ingin ikut masuk
neraka jika pemimpinmu masuk neraka. Jangan sampai kelak di akhirat
engkau mengatakan kepada Allah swt. perkataan sebagaimana termaktub
dalam ayat berikut ini:
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا
“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah
menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka
menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahazab [33]:67)
Wahai saudariku, Allah swt lah yang memberimu pakaian. Maka
bersyukurlah kepada-Nya. Bersyukur dengan cara mematuhi segala
perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya termasuk dalam hal
berbusana.
“Wahai hamba-Ku, kamu semua asalnya telanjang, kecuali yang telah
Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta pakaian kepada-Ku, pasti
Aku memberinya.” (HR. Muslim)
Wahai saudariku! Takutlah peringatan nabimu. Beliau saw.
memperingatkan wanita-wanita berpakaian tapi telanjang tidak akan bisa
mencium bau surga dari jarak jauh. Mencium baunya saja tidak, apalagi
masuk ke dalamnya. Na’udzubillah min dzalik! Wallahu a’lam bishshowab.
Abdullah al-Mustofa, penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, kandidat Master Studi Al-Qur’an di IIUM (International Islamic University Malaysia)
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..