"Sesungguhnya rumah permulaan yang ditetapkan bagi manusia ialah yang ada di Bakkah
(Makkah) yang diberkahi dan pimpinan bagi sekalian bangsa" (3:95).
Semenanjung Arab
Negeri yang dikenal sebagai
jaziratul-'Arab, atau
Semenanjung Arab, terletak di pusat benua antara Asia Afrika
dan Eropa. Ia berbentuk hati dunia,
begitulah dikatakan. Negeri inilah yang melahirkan Muhammad saw, salah seorang dari
para pendiri agama yang terakhir. Samudera Hindia membentang di sebelah
selatan, Laut
Tengah dan Laut Merah di sebelah
barat. Di sebelah timur terletak Teluk Persi, Tigris dan Efrat, dua yang
terakhir ini adalah
sungai yang melintas di bagian
utara. Menurut para ahli sejarah dan ahli ilmu bumi kuno, ia terletak di
antara garis perbatasan
negeri yang dikenal sebagai Irak
(Mesopotamia) dan Arab Syria. Atlas dunia modern, karenanya, tidak
menunjukkan bentuk ini
sebagai bagian dari Arab. Di samping
itu, negeri itu meliputi luas duabelas ribu mil hektar.
Sepertiga
negeri ini ditutupi
hamparan gurun pasir, dan yang
terbesar ialah yang dikenal sebagai gurun al-Dahna,
yang terletak di bagian selatan.
Secara praktis di sana tidak ada sungai yang biasa dikenal di suatu
negeri. Karena itu hanya
sungai-sungai kecil saja yang bisa
dijumpai di sana sini. Beberapa dari sungai kecil tersebut biasanya
hilang dengan sendirinya
ditelan gurun pasir, sementara
lainnya mengalir sampai ke laut. Dari selatan ke utara membentang
pegunungan yang dikenal Jabal-Sarat,
dan puncak tertingginya mencapai delapan ribu kaki. Korma adalah
penghasilan
utamanya. Di zaman dahulu, Arab
terkenal dengan emas, perak dan batu-batu permatanya. Binatang-binatang
yang bisa didapat
di sana ialah onta, binatang yang
paling serba guna, sementara kuda Arab tak ada taranya dalam keindahan,
stamina maupun kekuatan
dan kegagahannya.
Irak dan Syria
Pada kenyataannya, Irak dan
Arab Syria adalah bagian Arab, walaupun dalam pembagian peta politik
dunia modern menunjukkan
bahwa kedua negeri itu berbeda dari
negeri aslinya. Irak membentang sampai ke Iran. Kota Basrah dan Kufah,
tetap menjadi pusat
kota pelajar Islam terutama selama
pemerintahan khalifah 'Umar yang
Agung. Arab
Syria, terletak sebelah utara
terbentang hingga ke Aleppo. Para ahli ilmu bumi bangsa Arab
menunjukkan, bahwa sungai Efrat
sebagai batas utara Arab. Di bagian
ini bertengger Gunung Sinai, dimana Musa pernah menerima wahyu Ilahi.
Kaum Amalekit suatu
kali pernah mendirikan kerajaan di
sini.
Hijaj
Sebenarnya negeri Arab itu terbagi kepada beberapa bagian. Dari semua itu, Hijaz adalah salah satu propinsinya yang
di sana terletak tanah suci Haram. Haram artinya Suci atau daerah terlarang begitulah
dikatakan, sebab sejak zaman yang
tak diketahui, tempat tersebut telah
dijadikan tempat pemujaan, dan setiap peperangan dilarang dilakukan di
sana. Di dalam
daerah tertutup inilah rumah suci
Ka'bah berdiri. Taorat, kitab suci kaum Yahudi, membicarakan Hijaz ini
dengan sebutan Paran atau Tanah Paran.
Ibukotanya adalah
Makkah, Madinah dan Taif. Propinsi
ini terletak di daerah bentangan Laut Merah. Jeddah dan Yanbu adalah dua
pelabuhan utamanya,
di mana para jamaah haji yang menuju
ke Makkah dan Madinah mendarat di sini. Di sebelah timur Hijaz dibatasi
Najd, dan di
sebelah selatan oleh 'Asir, bagian
dari Yaman.
Yaman
Propinsi utama kedua ialah
Yaman, yang terletak di sebelah selatan Semenanjung. Hadramaut dan Ahqaf
adalah bagian dari
propinsi ini. Inilah tanah yang
paling subur di negeri tersebut dan sudah tentu penduduknya juga paling
berbudaya. Bahkan
sampai sekarang, gedung-gedung
penting peninggalan sejarah bisa dijumpai di sini. Bendungan raksasa
suatu kali pernah dibangun
di sini untuk mengontrol air yang
mengalir dari pegunungan-pegunungan dan digunakan untuk irigasi. Yang
paling terkenal dari
sini adalah Ma'arib yang
kehancurannya disebutkan dalam Qur'an (34:16). Yaman, lebih dari itu
adalah menjadi pusat perdagangan
mineral, batu-batu permata dan
rempah-rempah yang pernah sangat terkenal sekali di Arab. Kerajaan 'Ad,
yang dibicarakan oleh
Qur'an, pernah tegak di sini. Daerah
ini dikenal dengan nama Ahqaf. Hadramaut adalah bagian dari Yaman yang
terletak paling
selatan di pantai Samudera Hindia.
San'a adalah ibukotanya dan Aden pelabuhan utamanya. Di sebelah utara
San'a terletaklah
Najran, dimana agama Kristen pernah
tersebar dari sana sebelum kedatangan Islam. Delegasi Kristen yang
terkenal itu, yang
dinanti oleh Nabi Suci Muhammad dan
diizinkan tinggal di Masjid, datang dari tempat ini. Sebelah utara
Najran terletaklah
'Asir.
Najd
Bagian terbesar ketiga dari Arab adalah Najd, yang terbentang dari Jabal-Sarat ke arah
timur melintas bagian tengah negeri. Di sini terdapat tanah tinggi yang
paling subur yang
ketinggiannya kuranglebih tigaribu
kaki dari permukaan laut. Di sini pernah tinggal suku Ghatafan, satu
suku yang terlaknat
di mana suatu kali Nabi Suci pernah
memimpin ekspedisi ke sana. Gurun pasir mengurung dari tiga sisi,
sementara di sebelah
selatannya terletak Yamamah. Bani
Hanifah adalah salah satu sukunya di mana si Musailimah kadzdzabah
yakni si nabi palsu tinggal di sini.
'Uman
Di
sebelah tenggara Arab, dan sepanjang pesisir Teluk 'Uman, membentang
daerah luas yang disebut sebagai
'Uman atau Oman, dimana paling tidak Kesultanan yang independen pernah
berdiri di sini. Sebelah
utara Oman terletak pelabuhan yang
terkenal yaitu Bahrain yang juga disebut Al-Ahsa, yang sangat terkenal
mutiaranya. Dekat
dengan Bahrain ini adalah Hira, yang
suatu kali pernah mendirikan kerajaan.
Hijr
Hijr, kampung halaman kaum
Tsamud, adalah satu daerah yang perlu pula dicatat, dimana dari kaum ini
Salih pernah bangkit
menjadi Nabi. Daerah ini terletak di
sebelah utara Madinah. Dalam perjalanan panjangnya ke Tabuk, Nabi Suci
pernah melewati
tempat ini. Di sebelah barat Hijr
terletaklah Madyan, tanah kampung halaman Nabi Shu'aib. Di sebelah utara
Madinah adalah
Khaibar, salah satu suku Yahudi yang
pernah berkuasa dengan kuat sekali di sini.
Makkah dan Ka'bah
Tiga kota utama Hijaz,
sebagaimana di muka disebutkan ialah Makkah, Madinah dan Taif. Taif
sendiri memiliki nama harum,
yang kenyataannya memang berada di
kaki pegunungan, di sini hawanya dingin dan rimbun oleh tumbuh-tumbuhan
dengan mata air
yang tak terhitung banyaknya serta
kaya dengan buah-buahan. Taif ini terletak di sebelah timur kota Makkah
dan menjadi tempat
peristirahatan kaum terkemuka Hijaz
di waktu musim panas. Namun kota yang paling terkenal di Hijaz adalah
Makkah dan Madinah.
Makkah disebut juga sebagai 'Ummul-Qura (Ibu
kota). Di keempat penjurunya dikurung
gunung. Penduduknya saat itu kurang
lebih limapuluh ribu jiwa. Dari zaman yang sangat kuno sekali kota ini
menjadi pusat rohani
dan agama di kalangan bangsa Arab
karena di sini berdiri bangunan suci Baitullah yang
dikenal sebagai Ka'bah
yang menjadi tempat tujuan para jamaah hajji dari setiap
pelosok Arab sejak zaman pra sejarah
dahulu kala.
Sir William Muir memberikan komentar tentang keantikan
Bangunan tersebut
di dalam bukunya Life of Muhammad: "Sangat
kuno sekali yang diperuntukkan bagi
para pemuka agama di Makkah …..
Diodorus Siculus, menulis sekitar setengah abad sebelum kita, yang
mengatakan bahwa
sebagian dari tanah Arab itu
dibentangi Laut Merah, di negeri inilah ada suatu bangunan kuno yang
selalu dihormati oleh segenap
bangsa Arab. Kata-kata ini sudah
pasti menunjuk pada rumah suci di Makkah, karena itu kita tahu bahwa tak
ada tempat lain
yang pernah ditunjukkan secara
hormat oleh bangsa Arab ….. Adat istiadat menunjukkan bahwa Ka'bah
tersebut sebagai tempat
kunjungan hajji dari waktu ke waktu
sejak zaman yang tidak diketahui dari seluruh pelosok negeri Arab, dari
Yaman, Hadramaut,
dan dari pesisir Teluk Persi, dari
gurun Syria dan dari kawasan Hirah maupun Mesopotamia yang sangat jauh
jaraknya, setiap
tahun orang selalu
berbondong-bondong datang mengunjungi Makkah. Betapa tinggi penghormatan
tersebut yang sudah dilakukan
dari zaman ke zaman sejak waktu yang
sangat kuno sekali".
Untuk
mengetahui tentang kekunoan Ka'bah tersebut, Muir telah
menggam-barkannya
sebagai bukti sejarah dan
adat-istiadat. Qur'an juga mengemukakan hal yang sama. Ia membicarakan
Ka'bah sebagai "rumah yang
pertama yang dibangun untuk manusia"
(3:96), yang dengan kata lain, bangunan pertama yang ada di permukaan
bumi yang diperuntukkan
untuk beribadah kepada Tuhan. Sinar
gemerlap cahaya wahyu Ilahi pertama-tama memancar dari tempat ini. Dan
bersamaan itu pula
sangat menarik perhatian bahwa di
tempat yang sama ini pun diberi karunia istimewa dengan lahirnya Nabi
Terakhir.
Makkah memiliki
arti penting dengan adanya Ka'bah
ini. Sejak dahulu kala kuranglebih 2500 tahun sebelum Masehi, tempat ini
menjadi tempat
persinggahan para musafir kelana
yang berkelana dari Yaman dan Syria. Qur'an juga memperkuat, bahwa
bangunan suci itu sudah
ada sebelum munculnya Ibrahim
(2:125). Tatkala Nabi Ibrahim meninggalkan puteranya, Ismail, di sana,
bapak agung ini bermunajat:
"Tuhan kami, aku telah menempatkan
sebagian dari keturunanku di lembah yang tak menghasilkan buah-buahan di
dekat Rumah Suci-Mu
…" (14:37). Kata-kata ini
menunjukkan bahwa Ka'bah sudah ada sejak waktu yang tak diketahui.
Madinah
Madinah aslinya disebut Yatsrib. Belakangan, ketika kota itu dibangun oleh Nabi Suci sebagai kota kediaman beliau,
menjadi yang dikenal dengan nama Madinatu-Nabi (Kota Nabi), dan lama-lama menjadi
al-Madinah atau Madinah saja, (dan juga
disebut Madinah al-Munawwarah, kota
yang gemerlap cahaya –penj.). Ini pun
kota kuno. Bukti sejarah
memperkirakan pembangunan kota itu kuranglebih 1600 tahun sebelum
Masehi. Dahulunya kota ini dihuni
oleh bangsa Amalekit, setelah itu
datanglah kaum Yahudi, Aus dan Khazraj. Tatkala Nabi Suci datang dan
tinggal di sana, tiga
jenis kaum ini meramaikan dan
memadati kota ini. Dua suku yang belakangan, akhirnya
dikenal sebagai kaum Anshar
(Penolong). Di dalam masa empatbelas tahun masa dakwah
beliau, Nabi Suci berimigrasi atau
hijrah dari Makkah ke Madinah dimana beliau tinggal di sini sampai sisa
akhir hidupnya,
dan akhirnya beliau menghembuskan
nafas terakhirnya, dan di sini pulalah makam beliau ada sampai sekarang.
Madinah terletak
kurang lebih 270 mil di sebelah
utara Makkah, dan, tidak seperti kota Makkah, Madinah ini tidaklah
gersang. Di samping kaya
akan ladang-ladang pertanian, juga
buah-buahannya berlimpah. Di musim dingin keadaan suhunya lebih dingin
dari Makkah.
Bangsa Arab
Kaum
'Ad, Tsamud, Tsam dan Yadis adalah
bangsa Arab yang paling kuno, sepanjang yang bisa ditelusur, dua yang
pertama sering dibicarakan
dalam Qur'an. Suku asli dari
bangsa-bangsa itu adalah yang disebut Baidah
(Arab
kuno). Kehancuran kaum Nabi Nuh
diikuti oleh bangkitnya kaum 'Ad yang tinggal tersebar jauh menyeberangi
batas-batas tanah
Arab. Bukti sejarah menyatakan bahwa
bangsa ini mendominasi Arab, Mesir dan banyak lagi negeri-negeri lain.
Setelah bangsa
ini hancur, kaum Tsamud bangkit
berkuasa.
Kemudian datanglah kaum Bani
Qahtan, yang menduduki Yaman. Di zaman mereka, mereka pun pernah
menduduki tampuk kekuasaan
yang besar dan sangat berpengaruh.
Suku Aus dan Khazraj adalah cabang dari kaum ini. Semua bangsa ini
dikenal sebagai 'Aribah atau bangsa Arab murni.
Ismail dan keturunannya
Akhirnya datanglah Ismail, yang keturunannya berlanjut dengan nama Musta'ribah
(bangsa Arab Naturalis). Karena
taat kepada perintah Ilahi, beliau ditinggalkan oleh ayahnya, Ibrahim,
bersama ibunya
Hajirah (Siti Hajar), di tempat
tersebut, dimana di sana berdiri Ka'bah (Qur'an Suci 14:32; 2:125). Ada
sedikit kebenaran
dalam kepercayaan, bahwa mereka
berdua ditinggalkan oleh Ibrahim karena atas permintaan isteri kedua
beliau, Sarah. Cerita
itu disangkal secara halus oleh
sabdanya Nabi Suci yang menyatakan bahwa masalah Siti Hajar apakah
ditinggalkan oleh Ibrahim
di sana itu karena taat kepada
perintah Ilahi, Bapak Agung itu menjawab dengan membenarkannya.
Masalah
itu diberikan juga
di dalam Qur'an dengan menunjukkan
kesimpulan yang sama. Belakangan, ayah dan anak sama-sama membangun
kembali Rumah Suci
Ka'bah atas perintah Ilahi, yang
Bangunan Suci itu kondisinya nampak semakin rusak (Qur'an Suci 2:127).
Setelah pembangunan
itu selesai, mereka sama-sama
bermunajat kepada Ilahi Rabbi sebagaimana dijelaskan di dalam Qur'an
dengan ucapannya: "Tuhan kami, bangkitkanlah di antara mereka seorang Utusan dari kalangan mereka …" (2:129). Do'a tersebut
dikabulkan dengan datangnya pribadi Nabi Suci Muhammad saw. Oleh sebab itu Nabi
Suci diriwayatkan bersabda: "Saya ini berkat do'anya bapakku, Ibrahim".
Keturunan Ismail
kemudian berkembang menjadi berlipat
ganda dan bercabang ke berbagai suku. Salah satu dari suku itu dikenal
sebagai kaum Quraisy
keturunan Bani Nadzir. Suku ini
belakangan terbagi lagi ke beberapa klan, dan Nabi Suci berasal dari salah satu klan ini yang dikenal sebagai Bani Hasyim.
Zaman Jahiliyah
Periode di waktu kedatangan Nabi Suci dikenal sebagai Zaman Gelapgulita. Qur'an memberikan nama zaman itu dengan sebutan
al-Jahiliyyah (Kedunguan atau Zaman Kedunguan) (33:33; 48:26). Gambaran tersebut dilukiskan dalam
ayat: Kejahatan telah muncul di daratan dan di lautan…" (30:41)
yakni potret
kebobrokan para penyembah berhala
bangsa Arab, Yahudi, Kristen dan begitu pula para pengikut agama-agama
lainnya. Ini menggambarkan
bahwa kejahatan telah melanda dunia
luas. Karenanya, ini bukanlah berarti bahwa dunia belum pernah
menyaksikan suatu keadaan
yang lebih baik, namun kebudayaan
ataupun moral apa pun yang pernah bangkit yang memancar di mana pun
melalui berbagai Nabi
yang diutus dari waktu ke waktu di
antara berbagai bangsa yang berbeda, benar-benar pernah tenggelam akibat
terlampau lama
tertelan zaman. Setiap bangsa di
dunia pada waktu itu jatuh terperosok ke jurang ketua-rentaan. Kata-kata
ini didapat melalui
ucapan mulut seorang yang tidak
diragukan lagi kebuta-hurufannya.
Dia
tak pernah berkelana berkeliling dunia untuk mempelajari kondisi
berbagai
negeri dan bangsa yang berbeda;
tidak juga dia memanfaatkan suatu sistem masyarakat seperti sekarang ini
yang memungkinkan
dia memperkenalkan situasi dunia
pada waktu itu. Walaupun begitu, referensi lembaran-lembaran sejarah
menguatkan benarnya
pernyataan perkara yang menakjubkan
itu. Selain bukti bahwa Eropa telah mempunyai kekaisaran
yang besar yang mengarah ke bagian tenggaranya, yakni kekaisaran Romawi, namun ia pun pernah terperosok ke jurang kebiadaban.
Asia, bahkan semua benua di dunia, suatu kali pernah menjadi perawat kebudayaan.
Namun
bila mempelajari berbagai
filsafat maupun agama dalam buaian
dari berbagai negeri yang berbeda ini, di sana sini menunjukkan ranking
kebejatan moral
sebagai gaya hidup di zaman itu.
India, suatu kali pernah menjadi pusat peradaban Timur kuno, ia pun
hanya memberikan gambaran
yang mengerikan. Segala sesuatu yang
kotor dan menjijikan menjadi sifat orang dan bahkan orang-orang yang
dikenal sebagai
dewa-dewinya sekalipun. Kejahatan
dan kebusukan benar-benar telah menguasai mereka, bahkan orang-orang
tulus pun dilukis dengan
warna gelap. Persi dan China, juga
dalam kondisi yang sama buruknya. Ini tak ragu lagi menunjukkan fakta
bahwa di abad-abad
itu peradaban pernah terperosok
sejak kedatangan para guru terdahulu; dan reformasi apa pun yang dahulu
pernah tampil, lambat-laun
semakin lemah dan akhirnya
benar-benar tenggelam dan punah sama sekali. Qur'an menyatakan bahwa
"waktu memang sudah kelewat
lama bagi mereka, maka hati mereka
menjadi membatu …." (57:16).
Penulis modern, J.H. Denison, yang telah mempelajari berbagai perbedaan ajaran agama dan kebudayaan yang tumbuh di
sana, persis mengambil kesimpulan yang sama di dalam bukunya: Emotion as the Basis
of Civilization: "Di abad kelima
dan keenam, kebudayaan dunia berdiri di tepi jurang kehancuran.
Pergerakan kebudayaan
kuno yang memungkinkan adanya
peradaban ... telah hancur-lebur dan tak mungkin bisa dikembalikan ke
tempat semula ... Ini
bisa jadi bahwa peradaban yang telah
berjalan selama empat ribu tahun dibangun, kiranya sudah berada di tepi
jurang kehancuran
dan manusia rupanya suka kembali
kepada kebiadaban masa lampau dan setiap suku maupun bangsa tak mau
melihat ke masa depan,
hukum dan tatanan sudah tak dikenal
lagi ... Penguatan kerusakan baru diciptakan oleh dunia Kristen yang
selalu membagi-bagikan
kehancuran dan keporak-porandaan
kesatuan umat dan tatanan tersebut … Peradaban itu bagaikan pohon
raksasa yang daunnya
lebat memayungi dunia … berdiri
terseok-seok … membusuk sampai ke akar-akarnya … Nah, di antara manusia
inilah (dengan menunjuk kepada sosok
Nabi Suci Muhammad saw) lahirlah seorang yang
bisa menyatukan kembali dunia yang tak dikenal itu, baik di barat maupun di timur
Asal usul Nabi Muhammad Sollallahu Alaihi Wassalam
Ismail adalah anak sulung
Nabi Ibrahim, beliau mempunyai duabelas putera sebagaimana diperkuat
oleh Kitab Perjanjian
Lama. Salah seorang dari mereka
bernama Kaidar (Kedar), yang keturunannya tersebar di seantero propinsi
Hejaz di Arab. Jadi
bangsa Arab itu keturunan Kaidar
yang lebih lanjut tidak dikatakan apa-apa oleh Perjanjian Lama. Lagi,
diakui oleh setiap
orang Arab bahwa 'Adnan, dimana
asal-usul Nabi Muhammad berasal, ini tidak bisa diragukan lagi, juga
keturunan Ismail pada
tingkat yang keempatpuluh. Tak
pernah ada dua pendapat terhadap bukti bahwa Nabi Suci Muhammad langsung
keturunan dari 'Adnan.
Lebih lanjut, pada tingkat
kesembilan dari yang belakangan, diikuti oleh Nadr bin Kinanah, pendiri
dinasti Quraisy. Keturunan
lain pada skala asal-usul kemudian
datanglah di tempat kesembilan, salah seorangnya bernama Qusay, yang
kepadanya dipercayakan
untuk memelihara dan menjaga Ka'bah –
suatu jabatan yang sangat terhormat di kalangan bangsa Arab. Dia ini
adalah kakeknya
Abdul Mutthalib kakeknya Nabi Suci
Muhammad. Jadi dalam hal kehormatan, dinasti Nabi Suci menempati tempat
tertinggi.
Ibunya
Abdul Mutthalib datang dari Banu Najjar,
satu suku yang ada hubungannya
dengan Nabi Suci dari pihak ibu. Abdul Mutthalib mempunyai sepuluh anak
laki-laki, perlu dicatat,
yang salah seorang di antara mereka
itu ialah Abu Lahab pimpinan tertinggi yang melawan Nabi Suci. Abu
Thalib yang memelihara
beliau, Hamzah salah seorang yang
lebih awal memeluk Islam dan gugur di medan perang Uhud, 'Abbas yang
lama sekali ada di
luar barisan Islam, masih tetap
mencintai Nabi Suci, dan 'Abdullah, ayah beliau. Yang terakhir ini
menikah dengan Aminah,
puteri Wahab bin 'Abdul-Manaf, dari
keluarga Zuhrah. Pasangan ini istimewa sekali karena mereka itu bukan
saja datang dari keluarga terhormat, namun juga meskipun ada di tengah-tengah zaman jahiliyah yang gelap gulita,
mereka tetap teguh memiliki akhlak mulia dan kesucian.
Beberapa
hari setelah usai upacara pernikahan,
Abdullah pergi merantau untuk
berbisnis ke Syria. Dalam perjalanan pulang kembali beliau jatuh sakit
dan wafat di Madinah.
Begitulah, Nabi Suci Muhammad
seorang anak yang dilahirkan sesudah ayahnya wafat. Hari kelahiran
beliau diterima semua pihak,
yakni pada hari Senin, tanggal 12
Rabi'ul-Awal. Menurut penyelidikan lain adalah pada tanggal 9 bulan yang
sama bertepatan
dengan 20 April 571 Masehi. Sebelum
beliau dilahirkan, ibunya menerima kabar bahagia berupa ilham. Baru
diketahui dari sabda
Nabi Suci yang sesungguhnya bahwa
beliau diberi nama Muhammad oleh kakek beliau dan Ahmad oleh ibu beliau,
dan masing-masing
itu berdasarkan ilham. Beliau
dibicarakan di dalam Qur'an dengan memiliki dua nama ini (61:6). Beliau
sendirilah yang meriwayatkan
dalam Hadits sahih dengan
mengatakan: "Aku Muhammad dan pula Ahmad". Di dalam bait-bait syair
juga, beliau selalu disebut-sebut
dengan dua nama ini.
Menikah dengan Khadijah
Seorang janda terhormat, Khadijah,[1][1] yang diperoleh
di hari-hari sebelum kedatangan Islam, karena kebaikan dan ketulusannya, gelar Tahirah
(Tulus suci) yang beliau sandang, mendengar kebaikan dan kejujuran Muhammad saw
dalam mengurus bisnisnya, beliau
sendiri yang meminang Muhammad di hari-hari sebelum kedatangan Islam
tersebut. Sudah lama
sekali keuntungan yang semakin
bertambah dan bertambah terus diraih oleh Khadijah karena kejujuran yang
Muhammad miliki. Ini
membuktikan bahwa ketinggian budi
pekerti Muhammad begitu luhur dan karena ini pulalah yang membuatnya
Khadijah meminang beliau
agar menikahinya. Kemudian beliau
menikah dengannya pada usia duapuluh lima tahun dengan seorang janda,
yang usianya jauh
lebih tua lima belas tahun.
Dari
Khadijah ini beliau memperoleh empat perempuan dan dua laki-laki. Anak
pertama lahir diberi
nama Qasim, yang setelah itu Nabi
Suci suka dipanggil Abu Qasim, tapi dia wafat pada usia dua tahun.
Puteri tertuanya ialah
Zainab yang kemudian menikah dengan
Abul-'As. Berikutnya ialah Ruqayyah yang menikah dengan 'Utsman.
Ruqayyah ini wafat di
zaman kemenangan kaum Muslimin di perang
Badar. Setelah itu muncul Ummi Khultsum
yang juga dinikahi oleh 'Utsman
karena kematian kakaknya, Ruqayyah. Puteri perempuan yang paling bungsu
adalah Fatimah, yang
dari sini tersebar keturunan Sayyid
dalam sejarah Islam. Beliau dinikahkan dengan
"Ali bin Abi Thalib. Keturunan
Khadijah yang paling bungsu adalah seorang anak laki-laki yang meninggal
sewaktu masih bayi
yang usianya hanya enam bulan saja. Nabi
Suci kehilangan putera-puterinya sewaktu
beliau masih hidup, kecuali Fatimah.
Beliau mempunyai seorang anak laki-laki bernama Ibrahim dari hasil
perkawinan dengan
isteri lain sewaktu di Madinah, tapi
Ibrahim pun wafat dalam usia delapan belas bulan.
Nabi Suci sangat kuat sekali
ikatannya dengan Khadijah dan beliau sering ingat kepadanya di kala
duka, bahkan setelah
Khadijah lama wafat. Suatu kali
ketika beliau membicarakannya agak sedikit emosi, 'Aisyah menyelanya
dengan ucapan yang agak
kurang sopan: "Bukankah Tuhan telah
memberi penggantinya yang lebih baik dari pada Khadijah?" Tanya 'Aisyah.
Dan yang dimaksud
adalah dirinya sendiri. "Tidak".
Jawab Nabi Suci. "Ia suka menerimaku dikala aku memerlukannya, sedangkan
yang lainnya suka
menolak". Beliau menyerahkan jiwa
raganya kepada Khadijah karena budi pekertinya yang luhur. Walaupun
beliau bebas sekali
mendermakan hartanya di jalan Allah,
Khadijah tak pernah menolaknya bila beliau memintanya untuk tujuan
sedekah. Khadijah
membeli seorang budak untuk
keperluan beliau tapi itu hanya sebentar saja dan kemudian budak itu
dimerdekakan. Zaid, seorang
Sahabat Nabi Suci yang amat terkenal
yang tempo dulu pernah menjadi budak beliau, lalu dimerdekakan atas
kemurahan hati Siti
Khadijah. Ketika Panggilan Kerasulan
tiba, Nabi Suci dibebani suatu tanggungjawab, dan beliau merasa
khawatir karena harus
menanggung beban yang diamanatkan
kepadanya.
Khadijah, di saat itu, menghalau rasa cemas beliau dengan
mengatakan: "Allah
tidak akan menyia-nyiakan segala
budipekerti yang anda miliki. Sungguh anda ini suka merapatkan tali
kekeluargaan dengan bersilaturahmi,
suka menolong orang lemah, selalu
melakukan kebajikan yang orang tak lakukan, menghormati tamu dan suka
menegakkan kebenaran
di hadapan kebobrokkan". Ini
menunjukkan betapa Khadijah begitu dalam mencintai segala kebajikan dan
rasa kemanusiaan Nabi
Suci saw.
Ini suatu bukti betapa dalam cinta dan kasih sayang antara sepasang
suami
isteri tersebut. Dua-duanya dicelup
oleh rasa perikemanusiaan yang begitu dalam. Tak ada seorang pun yang
lebih tahu akan
perilaku hidup seorang laki-laki
kecuali isterinya sendiri, yang kedudukannya sebagai isteri, sangat
bebas menyelami lubuk
hati dan batin suaminya. Buktinya,
Khadijah sendiri yang benar-benar mengimani perilaku Nabi Suci yang
kesaksiannya tak dapat
disangkal lagi atas keluhuran akhlak
yang tiada duanya itu. Tukang kritik yang sejahat-jahatnya pun tidak
berani menghempaskan
bukti kebenaran ketulusan akhlak
Nabi Suci yang mulia ini. Seorang penipu tak mungkin menganjurkan
ketulus ikhlasan hati yang
begitu tersembunyi di dalam
kerahasiannya.
Keindahan Budipekerti
Kesaksian Khadijah terhadap
kemuliaan budipekerti Nabi Suci tak ragu lagi membawa bobot yang begitu
besar. Tapi bagi
orang yang pernah berhubungan dengan
beliau pun tidak kurang hormatnya. Ayah Zaid, budak yang telah
dimerdekakan, mendengar
bahwa anaknya telah dibebaskan, lalu
berangkat ke Makkah untuk mengambilnya dan supaya tinggal bersamanya.
Nabi Suci, dengan
kehalusan budi beliau, tidak mungkin
bisa memisahkan antara anak dengan ayahnya. Beliau sangat berbahagia
sekali melihat seorang
anak bisa kembali kepada ayah
tercintanya. Sekalipun begitu, beliau tak bisa melepaskan Zaid dari
kehendak akhirnya yang dia
pilih sendiri.
Maka atas permintaan
si ayah pada Zaid untuk ikut bersamanya, beliau memberi kebebasan agar
Zaid bebas memilih
sendiri, apakah akan ikut ayahnya
atau tetap tinggal di rumah beliau. Dan apa lagi yang dikehendaki
ayahnya? Sebentar ia berpikir
bahwa ternyata kecintaan puteranya
kepada Nabi Suci melebihi kecintaan seorang anak terhadap ayahnya.
Walaupun telah dibebaskan
dari perbudakan, rupanya Zaid telah
tertambat hatinya oleh keluhuran budipekerti sosok pribadi Nabi Suci.
Dengan mengecewakan
ayahnya, dia memilih untuk tinggal
bersama Nabi Suci. Begitu pula, ikatan kokoh kuat Abu Bakar adalah satu
bukti yang sudah
bukan rahasia lagi. Abu Thalib tidak
kurang terpesonanya terhadap akhlak mulia beliau.
Sekalipun begitu,
kelekatannya kepada
agama leluhurnya senantiasa
dipertahankan oleh Nabi Suci sebisanya, terserah kepadanya, dalam
mengatasi resiko berat yang
akan menimpa dirinya menghadapi
kemurkaan sekutu suku Quraisy. Itulah kesan mendalam keindahan akhlak
budipekerti Nabi Suci
yang melekat di dalam pikirannya.
Dia memandangnya sebagai yang teramat pengecut bila meninggalkan salah
satu akhlaknya yang
mulia. Dia akan datang menghadapi
setiap resiko demi melindunginya, dalam menghadapi kemungkinan yang
tidak dikehendaki. Tatkala
ditanya oleh kaum Quraisy untuk
menyerahkan Muhammad saw
beliau mencela mereka
dengan sya'ir yang indah: "Celaka
bagimu! Tidak ada satu suku pun yang meninggalkan pemimpinnya – pemimpin
yang hati-hati
sekali menjaga segala sesuatu dengan
penjagaan yang sungguh-sungguh. Dia tak pongah, dia pun tidak lemah
untuk mempercayakan
semua perkaranya kepada orang lain.
Dia ialah yang lembut hati; melalui wajahnya nan lembut, hujan pun
berdo'a untuknya. Dialah
tumpuan anak yatim dan janda".
Pribadi yang menarik
Sudah menjadi kesepakatan
bersama, Nabi Suci memiliki ikatan yang dalam kepada semua orang yang
pernah datang kepada
beliau. Namun ada lagi yang lebih
penting, semua orang yang berhubungan dengan beliau adalah orang-orang
yang memiliki akhlak
budipekerti sejati. Di samping para
Sahabat beliau yang tetap setia, yang paling dikenal dalam sejarah Islam
karena keluhuran
budipekertinya, ada juga yang
lainnya yaitu para sahabat di masa mudanya yang memiliki akhlak yang
sama-sama istimewa dalam
hal keluhuran budipekerti mereka,
seperti Hakim ibnu Hazam seorang pemimpin suku Quraisy terpandang yang
tidak memeluk Islam
hingga ditaklukkannya Makkah, begitu
pula Damad ibnu Tsa'labah. Keduanya adalah sahabat kental beliau dan
kedua-duanya memiliki
akhlak mulia yang begitu kuat. Ini
dapat disimpulkan bahwa, bagaikan sentuhan zaman keemasan sejarah, siapa
pun yang pernah
datang berhubungan dengan
kepribadian Nabi Suci bahkan di masa kehidupan mudanya, telah dicelup
oleh akhlak beliau yang mulia
dan agung.
Salah
satu permata
akhlak terbaiknya adalah kasih
sayang beliau terhadap kaum papa, kaum lemah, anak-anak yatim dan para
janda. Beliau selalu
memperhatikan apa yang mereka
butuhkan. Karena ketulusan seperti ini, baik kawan maupun lawan
sama-sama mengakuinya. Ucapan
Khadijah yang menghibur hati beliau
membuktikan kebesaran akhlak budipekerti beliau. Abu Thalib memberikan
argumentasi, mengapa
dia mempertahankan dan menjaga
beliau dari serangan para musuhnya. Partisipasi beliau dalam Hijful-Fudl suatu
aliansi yang dibentuk dengan mengedepankan tujuan perjuangan memberantas
pemerasan terhadap
kaum lemah, mengangkat kekhawatiran
orang tak berdaya. Simpatik pada kaum dlu'afa, tertindas, anak-anak
yatim dan para janda,
ringkasnya, semua itu sudah mengakar
di dalam fitrah beliau.
Ajaran Qur'an Suci jelas sekali telah
menanamkan ajaran intisarinya
agama dalam memelihara dan
memperhatikan anak yatim dan orang tertindas. Karenanya mengabaikan anak
yatim dan tidak memberi
makan pada orang-orang miskin
dikatakan sudah mengingkari agama itu sendiri (Qur'an Suci 107:1-3).
Setinggi-tingginya derajat
manusia adalah yang cenderung
memelihara anak yatim dan kaum miskin (Qur'an Suci 90:11-16). Siapa pun
yang tak mau menghormati
anak yatim diperlakukan sebagai
orang yang memiliki derajat rendah. Merosotnya suatu bangsa karena
mereka mengabaikan dan
menterlantarkan anak yatim dan kaum
miskin bahkan rakus terhadap harta kekayaan (Qur'an Suci 89:17-20).
Kita
harus belajar dari kehidupan masa mudanya Nabi Suci saw,
bahkan sejak masa kanak-kanaknya
yang sudah memiliki akhlak mulia dan
teladan kehidupan budipekerti luhur. Beliau tak pernah berperilaku
kotor seperti kebanyakan
anak-anak pada usia umumnya di
zamannya. Abu Thalib menceritakan tentang beliau kepada 'Abbas, agar ini
bisa diperhatikan:
"Aku tak pernah melihatnya berdusta,
bermain yang tak ada gunanya dan membusungkan dada, atau bergaul dengan
pemuda berandalan".
Peperangan di kalangan bangsa Arab
sudah begitu termasyhur di zaman beliau, namun sudah menjadi fitrah
beliau, beliau tak
mau ikut campur dalam pertempuran
seperti itu.
Dalam perang Fijar
beliau tak suka
ikut bertempur dengan mensuplai
panah dan perkakas perang lainnya milik pamannya. Agama superstisi atau
agama khayali dengan
segala bentuknya telah merambah
negeri Arab, juga bertentangan dengan fitrah beliau. Beliau sangat
membenci penyembahan berhala
sejak kecilnya. Dalam kesempatan
tertentu ketika ada musyawarah yang membicarakan masalah penempatan para
pemimpin berhala
bangsa Arab, Latta dan 'Uzza beliau
memperhatikan bahwa tidak ada yang
lebih menjijikan kecuali berhala. Beliau tak pernah ikut-ikutan dalam
upacara agama musyrik
di zamannya. Beliau menolak ikut
serta makan-makanan yang disajikan untuk berhala.
Hati
beliau merasa sakit melihat
kebobrokkan derajat manusia. Cita-cita dan harapan beliau menggebu-gebu
di dalam dadanya untuk
mengangkat derajat manusia sesamanya
dan ajakan ke jalan yang benar membakar dadanya. Beliau seringkali
pergi ke Goa Hira
dan berdo'a kepada Ilahi,
mengalirkan air mata, demi cita-citanya ingin memperbaiki umat manusia.
[1][1]
Kehidupan
Nabi Suci Muhammad bisa dibagi
kepada empat periode sejauh kehidupan domestknya. Hingga usia 25 tahun,
beliau hidup membujang,
dari usia 25 tahun beliau menikah
hanya satu isteri saja. Sejak usia 54 hingga 56 tahun beliau menikah
beberapa kali, dan
akhirnya setelah berusia 60 tahun
hingga wafatnya, tidak menikah lagi.
PANGGILAN
ILAHI
"Bacalah dengan
nama Tuhan dikau yang menciptakan.
Yang menciptakan
manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan
Tuhan dikau paling Murah-hati.
Yang mengajarkan
dengan pena.
Mengajarkan manusia
apa yang ia tak tahu".
(Qur'an Suci 96:1-5)
Wahyu Pertama
Tidak lama menjelang usia empatpuluh tahun, Muhammad saw mulai
menyelami
dirinya dan sering menyendiri
bermeditasi. Dengan memencilkan diri ke Goa Hira, beliau mempersembahkan
dirinya untuk tafakur
berhari-hari. Di kala itu beliau
seringkali menerima ilham yang akhirnya dipenuhi sepenuhnya di belakang
hari.
Sementara
beliu tafakur beribadah kepada Ilahi di Goa Hira, malaikat Jibril
muncul di hadapan beliau di suatu
malam, di bulan Ramadlan – itu terjadi tahun 609 Masehi – dan
memerintahkan
beliau agar sudi membaca. "Saya tak
bisa membaca", adalah jawaban Nabi Suci. Lalu malaikat Jibril mendekat
dan memeluk dada
beliau dan memintanya kembali supaya
membaca. Tiga kali malaikat Jibril meminta beliau agar membaca,
sebanyak itu pula Nabi
Suci menjawab bahwa beliau tidak
bisa membaca. Kemudian malaikat Jibril membacakan ayat seperti tertera
di atas.
Dan
begitu pula Nabi Suci
mengikutinya. Ini adalah hari
pertama tatkala tugas berat kenabian diletakkan di pundak beliau. Jalan
kebenaran yang sudah
sekian lama dinanti-nanti akhirnya
datang juga kepada beliau.
Cahaya yang selama
ini dicari-cari akhirnya turun juga
kepada beliau. Karena itu, pada saat itu pula diberitahukan kepada
beliau bahwa tugas
luar biasa untuk mereformasi umat
manusia kini sudah diletakkan di pundak beliau. Kelemahan sifat
manusiawi, beliau rasakan
berat sekali, sekalipun menanggung
beban kewajiban sehari-hari. Mereformasi umat manusia adalah tugas yang
teramat sangat
berat yang dapat diletakkan di
pundak seseorang manusia.
Musa
telah diberi tugas
untuk mereformasi suatu bangsa;
ternyata masih merasa keberatan untuk menjalankan tugasnya oleh beliau
sendiri dan langsung
minta pertolongan Ilahi: "Berilah
aku seorang penolong!" Nabi Muhammad saw dibebani tugas berat
untuk perbaikan seluruh umat
manusia dari generasi ke generasi
yang telah tenggelam ke dasar jurang kebiadaban. Kekuatan hatinya tetap
tabah dan tidak
sedikit pun goyah, sekalipun beban
tanggungjawab itu berat sekali. Semua itu beliau pikul sendiri, beliau
percaya sepenuhnya
pada pertolongan Ilahi. Beliau tidak
meminta pembantu.
Namun wahyu Ilahi benar-benar luar biasa dan ada di
belakang pengalaman
manusia biasa. Ia sungguh-sungguh
memerlukan sikap tersendiri dari kalangan seseorang. Pada waktu
mengalami ini, seluruh jasmani
si penerima Wahyu dikuasai Kekuatan
Ilahi. Pernah sewaktu Nabi Suci mulai diberi pengalaman tersebut, badan
beliau bersimbah
peluh dan merasa berat sekali. Salah
seorang Sahabat beliau meriwayatkan bahwa dalam suatu kesempatan,
punggung Nabi Suci
menindih lututnya. Ia menjadi begitu
berat dan beliau merasa bahwa lututnya seakan rontok. Pengalaman
pertama menerima wahyu
itu diriwayatkan terasa lebih berat
membebani tubuh beliau hingga menyebabkan beliau gemetar.
Sambil
menggigil beliau pulang ke rumah, tangan dan kaki beliau
terasa dingin dan meminta kepada
Khadijah supaya menyelimutinya. Segera setelah sedikit reda, dengan tak
dapat mengelak serta
diiringi perasaan takut dan risau,
beliau menceritakan seluruh pengalamannya kepada isteri tercintanya.
Mendengar pengaduan
beliau, sang isteri tercinta
menghiburnya dengan ucapan menggembirakan,
bahwa
Tuhan tidak akan menyia-nyiakan
beliau dan beliau pasti akan berhasil dalam mengemban dakwahnya.
Khadijah banyak sekali membicarakan
segala kesalehan beliau, di
antaranya, sayang kepada kerabat dekat maupun kepada teman dan kenalan,
suka menolong kaum papa,
orang tertindas, anak yatim dan para
janda, keramah-tamahan beliau dan usaha mempertahankan kebenaran
dibawah tekanan, dan
banyak lagi. "Bagaimana mungkin, -
Khadijah meyakinkan beliau – ya bagaimana mungkin bahwa seseorang yang
memiliki begitu
berlimpahnya kesalehan harus berduka
cita?".
Waraqah
bin Naufal adalah keponakan Khadijah. Bosan terhadap penyembahan
berhala dia mencari agama yang benar
dan telah lama memeluk agama Kristen. Khadijah mengerti sekali akan
jiwa keponakannya
ini yang merasa takut agama itu
hancur yang bisa berakibat fatal bagi para pencari kebenaran. Mungkin
karena Khadijah ini pernah mendengar pembicaraan mengenai kedatangan Nabi Yang Dijanjikan, Penghibur yang
kedatangannya telah dikisahkan oleh 'Isa as darinya, maka segera setelah mendapati
Nabi Suci Muhammad mendapat Panggilan untuk tugas ini, Khadijah membawa beliau
kepada keponakannya yang sudah berusia lanjut yang sudah tidak bisa melihat dan tak
bisa berjalan lagi, yang belakangan
ini memang sudah menaruh rasa simpati.
Segera setelah Waraqah mendengar
cerita bahwa Nabi
Suci telah menerima wahyu langsung
menyatakan: "Itulah malaikat Tuhan yang pernah diutus kepada Musa!" –
sambil menunjuk
kepada ayat yang terang yang
diramalkan oleh Nabi Musa, lalu beliau berkata:
"Mudah-mudahan saya masih hidup bila
nanti anda diasingkan oleh kaum anda". Nabi Suci bertanya kepadanya
dengan keheranan,
apakah itu mungkin sekalipun
seseorang itu diasuh oleh sanak keluarganya?. "Ya". Jawab Waraqah. "Ini
adalah perlakuan yang
pernah dirasakan oleh setiap Nabi".
Tak lama kemudian Waraqah meninggal dunia. Karena sangat menguatkan
risalah tersebut,
serta menguatkan kebenaran missi
dakwah Nabi Suci, maka beliau digolongkan sebagai salah seorang Sahabat
Nabi Suci saw.
Penghentian Wahyu sementara
Setelah turunnya Wahyu pertama di Goa Hira, Malaikat Jibril tidak menjumpai Nabi
Suci untuk sementara waktu. Periode ini dikenal sebagai fatra-al-wahyu atau "penghentian
wahyu sementara". Banyak sekali pendapat yang berbeda mengenai
tenggang waktu
periode ini. Sebagian mengatakan
bahwa tenggang waktu itu kurang lebih dua atau tiga tahun lamanya. Namun
versi Ibnu 'Abbas,
bahwa itu berakhir dengan waktu yang
tidak lama, pendapat ini lebih bisa diterima dan dikuatkan oleh bukti
sejarah. Cerita
bahwa selama periode ini Nabi Suci
selalu pergi ke berbagai puncak gunung dengan niat untuk menghujamkan
dirinya terjun ke
jurang dengan kepala terlebih
dahulu, adalah isapan jempol belaka. Menurut Hadits-hadits sahih yang
beredar, semua cerita
itu tidak benar, karena Zuhri, yang
darinya Hadits itu berasal, ia adalah seorang yang datang dari generasi
belakangan, dan
Hadits yang bisa diterima harus
ditelusur ke belakang sampai kepada para Sahabat Nabi.
Dari
sinilah sedikit pertimbangan
harus dilakukan. Lebih dari itu,
pikiran yang mengira bahwa Nabi Suci berniat bunuh diri, itu benar-benar
tidak bisa diterima
karena bertentangan dengan hati
beliau yang teramat mulia. Sejak seusia dini hati beliau telah diperkaya
oleh cita-cita luhur
untuk mereformasi umat manusia. Kini
risalah tersebut telah diamanatkan kepada beliau, apakah mungkin beliau
berpikir untuk
bunuh diri? Jika Nabi itu melakukan
sesuatu yang tidak biasanya, ini bisa jadi bahwa beliau pasti kembali
mendaki puncak gunung
berkali-kali daripada sebelumnya;
tapi kita tidak bisa mengambil kesimpulan begitu saja yang tidak dijamin
oleh bukti, bahwa
beliau pergi ke sana
untuk bunuh diri.
Beliau
biasa mendaki gunung
jauh sebelum itu, yakni sebelum
beliau menerima wahyu. Melakukan tafakur menenangkan pikiran, beliau
mencari ketenangan suasana
gunung, melakukan penyesuaian
situasi tafakur yang tenang dan tidak terganggu. Tapi tak ada alasan apa
pun yang mengira bahwa
beliau mendaki gunung agar beliau
bisa bunuh diri. Jika beliau mengembara karena merasa lebih kebingungan
dari sebelumnya,
dan ini yang paling mungkin jadi
alasan, sebabnya tak usah jauh-jauh dicari.
Cahaya
Ilahi, yang benar-benar sangat didambakan oleh beliau, tidak
segera muncul lagi setelah menerangi
hati beliau. Inilah yang membuat beliau gelisah. Sudah sekian lama hati
beliau tidak
mendengar lagi Kalam Ilahi. Karena
mencari-cari yang dirindukan hatinya itulah beliau mondar-mandir ke
gunung. Tak ada sama
sekali pikiran untuk bunuh diri.
Setiap terjadi peristiwa belakangan maupun kehidupan beliau sebelumnya,
itu sama saja. Di
kala menghadapi keadaan yang tidak
menyenangkan, iman beliau pada pertolongan Ilahi tak pernah luntur
sesaat pun, tidak pula
menyerah seujung rambut pun dalam
menanggulangi kesulitan apa pun.
Wahyu yang kedua
Setelah sekian lama, akhirnya
berakhirlah periode penghentian wahyu sementara itu. Bagi Nabi, periode
itu rasanya sangat
lama sekali; karena periode itu
memisahkan dari Yang beliau cintai sepenuh hati. Dalam hal inilah
periode yang dibicarakan
orang sebagai periode yang
berkepanjangan. Sebagaimana faktanya, pemberhentian wahyu sementara
tersebut adalah sudah rencana
Ilahi. Kahadiran wahyu tersebut tadi
dikatakan sangat menekan fisik Nabi. Badan beliau bisa jadi tidak
segera pulih kembali.
Waktu jeda, karenanya, perlu sekali
untuk memulihkan kesehatan fisik beliau. Sekalipun dalam waktu yang
cukup lama, yang bisa
terjadi lebih dari enam bulan, wahyu
tersebut dibarengi dengan perasaan yang sama, walaupun tidak sama
bobotnya. Lagi-lagi
beliau minta kepada Khadijah untuk
menyelimutinya, kini Khadijah lebih khidmat lagi daripada sebelumnya
untuk menyelimuti
beliau. Inilah untuk pertamakalinya
beliau diminta untuk menyusun risalahnya dengan sungguh-sungguh: "Wahai yang berselimut! Bangkitlah dan berilah peringatan"
(Qur'an Suci 74:1-2). Dengan perintah ini mulailah
ada tingkatan lain dalam kehidupan
Nabi Suci – yakni mengumandangkan Firman Ilahi dan menyampaikan
Risalah-Nya kepada
segenap umat manusia.
Para
Pemeluk Awal
Yang paling awal memiliki
keimanan terhadap Kebenaran Risalah Nabi Suci adalah isteri beliau
sendiri, Khadijah. Sejenak
pun tak pernah merasa ragu terhadap
Kebenaran pengakuan Kenabian beliau. Di saat-saat begitu tertekan,
terbukti Khadijah tidak
pernah mengecewakan beliau.
Limabelas tahun sebelum Khadijah mengikat tali perkawinan dengan beliau,
Khadijah telah melihat
beliau memiliki kualitas akhlak
mulia yang sangat dalam dan sangat mengesankannya. Dan kesan pertama itu
semakin dalam lagi
merasuk ke lubuk hatinya karena ia
lebih tahu lagi tentang karakter beliau setelah melalui hubungan suami
isteri. Tatkala
Nabi Suci menerima Wahyu Ilahi untuk
pertama kalinya dan dalam keadaan bingung, bagaimana beliau harus
melaksanakan tugas
berat reformasi yang ada di hadapan
beliau, perempuan salihah ini menghiburnya dengan hiburan yang teramat
hakiki yang memancar
dari hati sanubarinya yang suci
murni.
Sosok seorang Nabi yang memiliki budipekerti nan halus dan cinta
sejati yang dalam
itu, yang Khadijah amati, tidak
boleh sampai berduka cita. Dengan memiliki ilmu yang dalam tentang
batiniyyah beliau, Khadijah
merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa
beliau sendirilah yang pantas menerima Panggilan Ilahi untuk mereformasi
umat manusia.
Maka Khadijahlah yang paling awal
dan paling beriman terhadap Risalah Nabi Suci.
Setelah Khadijah, Waraqahlah
yang terdaftar sebagai orang yang paling awal beriman. Waraqah wafat di
saat periode penghentian
wahyu sementara waktu sebelum Nabi
Suci mulai mendakwahkan agamanya, jadi dia tak berkesempatan untuk
secara formal menyatakan
keimanannya. Walaupun begitu, dia
menjadi saksi utama dalam wawancara, seperti telah dikemukakan di depan,
yang diprakarsai
oleh Khadijah antara dia dan Nabi
Suci. Terbukti di waktu belakangan beliau menjadi Nabi Yang Dijanjikan.
Cukuplah ini untuk
memberi gelar kepadanya dalam
menempati jajaran orang-orang yang beriman.
Kemudian diikuti oleh Abu
Bakar, seorang penduduk Makkah terhormat. Beliau berkedudukan tinggi
karena kebijaksanaannya
dan sangat dihormati di antara
sebangsanya. Jauh sebelum Nabi Suci menerima Panggilan Ilahi, Abu Bakar
sangat akrab sekali
dengan beliau. Keimanan Abu Bakar
terhadap Kebenaran Nabi Suci tidak berbeda seperti Khadijah. Seperti
halnya Khadijah, keimanan
Abu Bakar juga tidak pernah luntur
sedetik pun. Segera setelah mendengar Nabi Suci mengakui kenabiannya,
maka beliau membuat
pengakuan terbuka bahwa Muhammad itu
benar-benar Nabiyullah. Abu Bakarlah laki-laki pertama yang terdaftar
menjadi orang beriman.
'Ali, putera paman Nabi Suci,
Abu Thalib, juga salah seorang yang mula-mula beriman. Beliau tahu Nabi
Suci sangat akrab
sekali karena sama-sama di bawah
naungan kasih sayang ayahnya. Beliau sangat mengerti bahwa ketulusan
hati Nabi Suci tak perlu
ditanyakan lagi, maka tak ragu
sedikit pun beliau menerimanya.
Zaid bin Harits, seorang
budak yang dimerdekakan oleh Nabi Suci. Ikatannya dengan tuannya tadi
sudah disinggung. Kecenderungan
ikut bersama Nabi Suci sama seperti
sanak keluarga, menolak untuk bersama ayahandanya kembali pulang ke
rumah kampung halamanya
sendiri. Dia pun salah seorang yang
mula-mula beriman.
Orang-orang tersebut adalah
yang paling akrab dengan Nabi Suci dan memiliki kedekatan terhadap
kehidupan pribadi beliau,
dan mereka juga mutlak mengimani
ketulusan pengakuan beliau terhadap Kedudukan Kenabian. Tak seorang pun
di antara mereka
yang ragu terhadap keagungan missi
dakwah beliau. Mereka telah lama mengenal beliau sebagai orang tulus
dengan gelar al-Amiin, sepanjang
kehidupan beliau. Tak pernah selama periode yang lama itu, yakni
empatpuluh tahun sebelum
Panggilan Ilahi datang kepada
beliau, mendengar, bahwa beliau pernah berdusta. Jadi ini sangat
mustahil sekali untuk mereka
pahami bahwa beliau berbohong dalam
menyatakan Kenabiannya. Sungguh mereka tidak pernah melihat beliau
sebagai seorang penipu.
Karena hubungan pergaulan akrabnya
sudah terjadi sejak dahulu, mereka sudah memiliki kesempatan untuk
melihat batin dan sifat
akhlak beliau. Seseorang yang lebih
tahu Nabi Suci, pasti lebih mencintainya, dan segera maju ke depan untuk
menerima pengakuannya.
Pengaruh akhlak beliau ini memaksa
dan bahkan memaksa para tukang kritik sekalipun, seperti Muir dan
Sprenger, mengakui bahwa
Muhammad saw benar-benar tulus dalam pengakuannya. Beliau sangat yakin akan sifat
Ilahi dalam menerima wahyu. Jika di sana
ada bayangan kemunafikan dalam pengakuannya,
pertamakali yang menduga dan
menolaknya pasti mereka yang lebih akrab hubungannya dengan beliau. Tapi
kenyataannya merekalah
yang lebih dahulu menerima beliau
sebagai Nabi Hakiki.
Para
Pemeluk Penting lainnya
Segera setelah Abu Bakar
memeluk Islam, beliau mempersiapkan dakwah Kebenaran kepada orang lain.
Betapa mengakarnya
keimanan beliau terhadap Kebenaran
pengakuan Nabi Suci. Pada periode awal, orang-orang yang memiliki
kedudukan penting seperti
'Utsman, Zubair, 'Abdul-Rahman,
Sa'ad dan Talhah, yang belakangan mereka menjadi tokoh penting yang
bukan saja dalam sejarah
Islam, tapi juga dalam sejarah
dunia, menerima Islam melalui juru dakwah yang sungguh-sungguh
bersemangat ini. Mereka yang
tergolong berkedudukan sederhana,
Bilal, Yasir, isterinya Sumayyah dan puteranya 'Ammar juga beriman di
waktu-waktu awal.
'Abdullah ibnu Mas'ud dan Khabbab
juga di antara para pemeluk awal dan begitu pula Arqam yang rumahnya
dijadikan pusat aktifitas
penyiaran dakwan Nabi Suci setelah
empat tahun sejak Panggilan.
Pada tiga tahun pertama kuranglebih
empatpuluh orang telah
beriman. Ini membuktikan bantahan
terhadap kesimpangsiuran, bahwa periode penghentian wahyu sementara itu
lebih dari tiga
tahun. Karena jika kesimpangsiuran
itu benar, maka permulaan dakwah iman itu akan bergeser menjadi tahun
keempat di mana bukti
sejarah berdiri saksi bahwa Islam
menang diperkirakan diikuti oleh waktu itu. Pertumbuhan Islam yang
mantap mengingatkan orang-orang
Makkah dan membangkitkan mereka
menjadi musuh yang pahit. Karena inilah Nabi Suci mengasingkan diri ke
tempat terpencil dari
suasana permusuhan untuk membawa
dakwahnya lebih damai lagi. Rumah Arqam dipilih untuk maksud itu.
Sejumlah Muslim terus
bertambah, dan pertemuan sejumlah tokoh di antara kaum Quraisy menambah
kekuatan persaudaraan
kecil tersebut. Di antara mereka
ialah Hamzah yang perlu dicatat, paman Nabi Suci dan sebagai saudara
pelindung. Dialah yang
memiliki jiwa perkasa serta gemar
sekali berolah raga. Dalam hal ketinggian budipekertinya dia menikmati
kedudukan tinggi
dan dihargai di antara sebangsanya.
Dia memiliki belaian cinta istimewa terhadap Nabi Suci. Masuknya dia ke
dalam barisan
Islam karena terjadi suatu peristiwa
seperti berikut: Suatu hari, Abu Jahal, seperti biasanya suka
menganiaya Nabi Suci, yang
ketika itu budak perempuan Hamzah
muncul mengintip dan betapa terperanjat melihat perlakuan keji tersebut.
Hamzah ketika itu
baru saja pulang dari berburu.
Ketika sampai di rumah, si budak tadi menceritakan kejadian yang
mengerikan itu kepadanya.
Hamzah memang sudah sangat terkesan
oleh budipekerti luhur keponakannya itu. Kini dia mendengar betapa tak
ada rasa belas
kasih samasekali perlakuan yang
sangat menyakiti itu, kemudian dia serentak bangkit. Dia pikir perbuatan
Abu Jahal terhadap
Nabi Suci itu samasekali tidak
kesatria dan tak berperikemanusiaan. Lalu dia putuskan untuk beralih dan
bergabung ke tengah-tengah
Kebenaran dan mempertahankannya
sepenuh kekuatan. Dia langsung menuju Ka'bah di mana Abu Jahal dan
gerombolannya sedang mengadakan
rapat untuk melakukan kampanye
melawan Islam, dan dengan jantan Hamzah terang-terangan kepada mereka
bahwa ia memeluk Islam.
Orang kuat kedua yang
terbukti menjadi bentengnya Islam adalah 'Umar bin Khattab. Ia seorang
yang bertemperamen tinggi.
Sebelumnya dia sangat sangar sekali
memusuhi Islam. Suatu hari dia berniat untuk menghabisi nyawa Nabi Suci
sebagai penyebab
utama gerakan baru tersebut dengan
pedangnya dan dia akan mengakhiri segala kekisruhan yang ada, pikirnya.
Dengan pedang terhunus,
lalu dia langsung menuju rumah Nabi
Suci. Rupanya dia tidak tahu bahwa adik perempuannya, Fatimah, dan
suaminya, Sa'id, keduanya
telah bergabung dengan Islam.
Dalam
perjalanan menuju rumah Nabi Suci itu, seorang Muslim menjumpainya, ia
mengingatkannya
bahwa dia salah arah, lalu si Muslim
itu menanyakannya, mau ke mana dia gerangan? "Untuk membunuh Muhammad",
jawab 'Umar dengan
beringas. Si Muslim tadi memberitahu
bahwa dia lebih baik pulang kembali ke rumahnya dan pikirkan kembali
untuk membunuh Nabi
Suci, karena adik dan iparnya telah
memeluk Islam. Mendengar ucapan terhadap keluarganya sendiri, dia sangat
murka sekali.
Dia segera berbalik menuju rumah
mereka terlebih dulu dengan niat untuk membereskan mereka dulu. Di saat
itu Khabbab sedang
membacakan ayat suci Qur'an untuk
mereka tatkala 'Umar tiba-tiba memasuki rumah mereka. Karena merasa
takut, mereka buru-buru
menutup lembaran-lembaran suci yang
telah ditulis itu. Tapi 'Umar sudah banyak mendengar percakapan mereka.
Dia telah mendengar
mereka membaca ayat-ayat Qur'an
Suci.
Segera saja dia melompat ke dalam rumah dan menggertak mereka
karena dia sudah tahu
kemurtadan mereka, dan sambil
mencengkram Sa'id, lalu dia melabraknya. Adik perempuannya mencoba
menyelamatkan suaminya dari
cengkraman maut dan memisahkannya,
tapi ia terluka dan berlumuran darah. Lama-kelamaan ia pun berontak juga
sambil melawan:
"Apa maumu, kami memang telah
memeluk Islam". Tantangan adik perempuannya itu, walaupun ia disiksa,
tapi luarbiasa tenangnya
dan ini sangat mempengaruhi 'Umar.
Seketika itu juga dia berhenti memukuli mereka dan menanyakan
lembaran-lemaran Qur'an agar
ditunjukkan kepadanya.
Adik
perempuannya merasa takut jangan-jangan 'Umar akan menghina Kitab Suci
itu, ia merasa enggan untuk
memberikannya, tapi 'Umar menjamin
bahwa dia tak akan melukai agama yang mempengaruhi mereka, lalu adiknya
memberikan lembaran
Qur'an Suci tersebut yang berisi Surat berjudul Tha Ha (Surat
20). Tatkala itu dibuka, terbacalah: "Wahai
manusia, Kami tak menurunkan Qur'an
kepada engkau agar engkau celaka, melainkan itu peringatan bagi orang
yang takut. Wahyu
yang diturunkan dari Pencipta bumi
dan langit nan tinggi" (ayat 1 s/d 4). Begitu ia mendengar ayat-ayat
itu, tak lama
kemudian dia tak bisa melawan lagi
kekuatan hakikat Qur'an.
Bahkan dia berpikir balik mengapa dia merasa
bodoh sekali dan
memusuhi sesuatu yang teramat indah,
benar dan mulia. Khabbab yang ketakutan di saat itu tetap bersembunyi,
tapi segera bisa
menguasai jiwanya sejenak. Kemudian
keluar, lalu dia segera memberi penjelasan kepadanya. 'Umar yang gagah
perkasa itu luluh
hatinya tidak bisa melawan
ketinggian rohani Islam. Kemudian menanyakan kepada Khabbab di mana Nabi
Suci berada, kemudian
dia langsung menuju rumah Arqam dan
di sana dia berhenti sejenak, sementara Nabi Suci sedang berada di sana
bersama empatpuluh
Sahabatnya baik laki-laki maupun
perempuan. Kemudian 'Umar mengetuk pintu, dari celah-celah lobang salah
seorang sahabat mengintip,
siapa gerangan si pengetuk pintu
itu. Ternyata 'Umar dengan pedangnya menggantung
di bahunya, ia merasa takut, dia
mengira bakal terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Nabi Suci dengan
tenangnya menyuruh untuk
membuka pintu dan mempersilahkannya
masuk.
Dengan kemunculannya itu, Nabi Suci benar-benar menyampaikan
ceramah kepadanya sebelum dia
memproklamirkan keimanannya: "Wahai Rasulullah, saya menyatakan iman
kepada Allah
dan kepada Nabi-Nya. Syahadat atau
pernyataan ini membuat seluruh jamaah kaum Muslimin merasa bahagia, dan
semua serempak
mengumandangkan rasa syukur
alhamdulillah dengan suara keras hingga suara mereka terdengar menggema
ke seluruh pelosok perbukitan,
mereka serempak berteriak Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Allah Maha
Besar!
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..