Dari kota metro New York, Umar Abdul Aziz memilih pindah ke Abiquiu,
sebuah kota kecil di New Mexico. Mencari pekerjaan, demikian niat
awalnya pindah. Ia merupakan seorang pekerja konstruksi yang tergiur
ikut serta pada proyek pembangunan besar di Abiquiu. Ya, Umar melamar
menjadi tukang bangunan masjid.
Tapi, siapa sangka kepindahannya ke Abiquiu merupakan pintu awal menuju hidayah. Bekerja membangun masjid bersama pekerja Muslim membuat Umar jatuh hati pada agama ini.
"Aku benar-benar menikmatinya. Itu adalah pengalaman yang indah," ujar Umar menggambarkan perasaannya saat menjadi bagian dari pembangunan masjid Abiquiu.
Kisah Umar memang berawal dari kesulitan hidup karena menganggur. Ditambah lagi, ia harus menafkahi dua putranya yang saat itu masih berusia sembilan dan 10 tahun. Umar sempat pindah ke Santa Fe dan tinggal bersama adiknya di sana.
Tapi, di kota tersebut Umar tetap saja tak mendapat pekerjaan. Hingga pada suatu pagi, ia membaca sebuah artikel surat kabar mengenai yayasan yang berencana membangun masjid di Abiquiu. Dengan keahlian pertukangan yang ia miliki, ia pun bersemangat untuk mendaftar sebagai pekerja konstruksi di yayasan tersebut.
Keesokan hari, dengan semangat Umar menuju Abiquiu dengan mengendarai truk tua milik adiknya. Ia melamar kerja dan langsung diterima. Ia pun senang bukan kepalang, akhirnya pekerjaan yang ia impikan datang juga. Tak banyak membuang waktu, Umar segera mengemasi barang-barang dan pindah dari rumah adiknya menuju Abiquiu. Di kota kecil itu, dia dan putranya tinggal di sebuah kamp di belakang masjid. Banyak pekerja konstruksi masjid yang tinggal di sana.
Sejak saat itu, Umar pun bertetangga dengan beberapa Muslim. Sosialisasi yang menyenangkan dirasakan oleh Umar. Ia sering kali diajak masak, sarapan, dan jalan-jalan bersama. Setiap kali waktu Subuh tiba, para Muslimin telah terjaga. Umar pun terbiasa mengikuti ritme mereka. Saat bekerja membangun masjid pun mereka menjadi teman yang menyenangkan.
"Kami tinggal di perkemahan di belakang masjid dan kami tinggal sepanjang musim panas. Saat itu, kami amat sangat menikmati. Anak-anak saya benar-benar menikmatinya dan itu adalah pengalaman yang indah," ujar Umar.
Itulah kali pertama ia tertarik pada Islam. Umar pun merasakan budaya yang beragam tak membuat teman-teman Muslimnya itu tak akur. Satu Tuhan dan satu agama membuat beragam etnis hidup rukun. "Aku bertemu banyak orang baik dari tim kerja yang tinggal di desa Abiquiu. Jadi, itu adalah tim yang amat beragam. Aku bertemu Muslim dari Amerika, Eropa, Turki, dan Arab yang ikut serta dalam proyek pembangunan masjid ini," kata Umar.
Saat mengerjakan proyek masjid, ia mendapat kesempatan untuk belajar teknik bangunan. Menurut Umar, masjid yang dibangun di Abuquiu itu merupakan masjid pertama di Amerika yang bahan bangunannya dari batako. Lengkungan kubah ala Mesir yang tak pernah dijumpai di Amerika diterapkan saat membuat masjid tersebut. Sebagai pencinta konstruksi, Umar pun merasakan kebahagiaan saat ikut membangunnya. "Banyak orang New Mexico yang datang kemari untuk belajar bangunan ala Mesir," tuturnya.
Alhasil, selama bekerja membangun masjid, hidupnya yang selama ini terlunta tiba-tiba menjadi hal yang menyenangkan. Ia sangat bahagia dapat bergabung bersama Muslimin. Bergaul dengan Muslimin membuatnya mengenal Islam. Sehingga, bukan hanya rezeki yang ia dapat setelah bekerja di sana, hidayah pun kemudian merasuki lubuk hati Umar. Ia mempelajari agama Islam, kemudian memantapkan diri di atas agama yang diridhai Allah. Ia pun memeluk Islam pada 1969.
Tapi, siapa sangka kepindahannya ke Abiquiu merupakan pintu awal menuju hidayah. Bekerja membangun masjid bersama pekerja Muslim membuat Umar jatuh hati pada agama ini.
"Aku benar-benar menikmatinya. Itu adalah pengalaman yang indah," ujar Umar menggambarkan perasaannya saat menjadi bagian dari pembangunan masjid Abiquiu.
Kisah Umar memang berawal dari kesulitan hidup karena menganggur. Ditambah lagi, ia harus menafkahi dua putranya yang saat itu masih berusia sembilan dan 10 tahun. Umar sempat pindah ke Santa Fe dan tinggal bersama adiknya di sana.
Tapi, di kota tersebut Umar tetap saja tak mendapat pekerjaan. Hingga pada suatu pagi, ia membaca sebuah artikel surat kabar mengenai yayasan yang berencana membangun masjid di Abiquiu. Dengan keahlian pertukangan yang ia miliki, ia pun bersemangat untuk mendaftar sebagai pekerja konstruksi di yayasan tersebut.
Keesokan hari, dengan semangat Umar menuju Abiquiu dengan mengendarai truk tua milik adiknya. Ia melamar kerja dan langsung diterima. Ia pun senang bukan kepalang, akhirnya pekerjaan yang ia impikan datang juga. Tak banyak membuang waktu, Umar segera mengemasi barang-barang dan pindah dari rumah adiknya menuju Abiquiu. Di kota kecil itu, dia dan putranya tinggal di sebuah kamp di belakang masjid. Banyak pekerja konstruksi masjid yang tinggal di sana.
Sejak saat itu, Umar pun bertetangga dengan beberapa Muslim. Sosialisasi yang menyenangkan dirasakan oleh Umar. Ia sering kali diajak masak, sarapan, dan jalan-jalan bersama. Setiap kali waktu Subuh tiba, para Muslimin telah terjaga. Umar pun terbiasa mengikuti ritme mereka. Saat bekerja membangun masjid pun mereka menjadi teman yang menyenangkan.
"Kami tinggal di perkemahan di belakang masjid dan kami tinggal sepanjang musim panas. Saat itu, kami amat sangat menikmati. Anak-anak saya benar-benar menikmatinya dan itu adalah pengalaman yang indah," ujar Umar.
Itulah kali pertama ia tertarik pada Islam. Umar pun merasakan budaya yang beragam tak membuat teman-teman Muslimnya itu tak akur. Satu Tuhan dan satu agama membuat beragam etnis hidup rukun. "Aku bertemu banyak orang baik dari tim kerja yang tinggal di desa Abiquiu. Jadi, itu adalah tim yang amat beragam. Aku bertemu Muslim dari Amerika, Eropa, Turki, dan Arab yang ikut serta dalam proyek pembangunan masjid ini," kata Umar.
Saat mengerjakan proyek masjid, ia mendapat kesempatan untuk belajar teknik bangunan. Menurut Umar, masjid yang dibangun di Abuquiu itu merupakan masjid pertama di Amerika yang bahan bangunannya dari batako. Lengkungan kubah ala Mesir yang tak pernah dijumpai di Amerika diterapkan saat membuat masjid tersebut. Sebagai pencinta konstruksi, Umar pun merasakan kebahagiaan saat ikut membangunnya. "Banyak orang New Mexico yang datang kemari untuk belajar bangunan ala Mesir," tuturnya.
Alhasil, selama bekerja membangun masjid, hidupnya yang selama ini terlunta tiba-tiba menjadi hal yang menyenangkan. Ia sangat bahagia dapat bergabung bersama Muslimin. Bergaul dengan Muslimin membuatnya mengenal Islam. Sehingga, bukan hanya rezeki yang ia dapat setelah bekerja di sana, hidayah pun kemudian merasuki lubuk hati Umar. Ia mempelajari agama Islam, kemudian memantapkan diri di atas agama yang diridhai Allah. Ia pun memeluk Islam pada 1969.
sumber : republika.co.id
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..