Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Mengelola Sikap Kritis

Perjanjian Hudaibiyah yang baru saja dibacanya membuat Umar bin Khattab ra gelisah. Bagaimana mungkin Rasulullah saw menyetujui perjanjian itu? Perjanjian yang dibuka dengan lafaz “bismikallahumma” bukan “bismillahirrahmanirrahim”, perjanjian yang menggunakan kata “Muhammad bin Abdullah” bukan “Muhammad Rasulullah”, serta poin-poin politis lainnya.

Umar yang jeli segera bertanya pada Abu Bakar ra, “Wahai Abu Bakar, bukankah beliau utusan Allah? Bukankah kita kaum Muslimin? Dan bukankah mereka orang-orang musyrik?”

Semua pertanyaan Umar dijawab oleh Abu Bakar, “Ya”. Bahkan ia menambahkan, “Tetaplah pada perintah dan larangannya. Aku bersaksi bahwa ia adalah utusan Allah.”

Tak cukup menemui Abu Bakar, Umar bergegas menemui Rasulullah dan mengajukan pertanyaan yang sama. Dengan nada tinggi Rasulullah menjawab, “Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak menentang perintah Allah dan Dia sekali-kali tidak akan menelantarkan aku.”

Kemudian Umar kembali kepada Abu Bakar dan bertanya, “Bukankah beliau menjanjikan kepada kita untuk memasuki kota Makkah?”

Abu Bakar menjawab, “Dan apakah beliau menjanjikannya tahun ini?” Jawaban Abu Bakar membuat Umar tersadar.

Karakter Umar yang kritis dan memiliki izzah tinggi, terutama dalam masalah agama, mendorongnya bersegera melontarkan pertanyaan tentang sesuatu yang menggelisahkan dirinya.

Sahabat, orang-orang yang kritis selalu melihat permasalahan dengan sangat jeli. Ia mampu melihat masalah di balik masalah. Namun sifat positif ini menjadi kurang baik ketika disampaikan dengan tergesa-gesa dan tidak pada tempatnya.

Salahkah Umar ketika mempertanyakan kesepakatan Rasulullah? Tentu tidak. Sesungguhnya Umar hanya perlu waktu dalam menerima isi perjanjian Hudaibiyah.
Pertanyaan Umar sesungguhnya mewakili kegelisahan banyak sahabat. Jawaban Rasulullah dan Abu Bakar juga seperti menjawab kegelisahan banyak sahabat. Dalam hal ini, sifat kritis Umar membawa banyak manfaat.  

Tapi setelah peristiwa ini, Umar semakin rajin beribadah dan bersedekah. Ia dianugerahi sifat kritis dan sensitivitas dalam penjagaan hati yang begitu tinggi. 

Bening hati Umar selalu menjadi penyeimbang sifat kritisnya. Ia tak hanya memberi ruang bagi sifat kritisnya, tetapi juga memberi pengawasan yang kuat sehingga tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Sering kali sifat kritis kita meluap-luap. Pertanyaaan ‘mengapa’ kerap menggema, bahkan yang terkait dengan ketentuan Allah swt. Sayangnya kita tidak menindaklanjuti sifat kritis dengan amal shalih sebagaimana Umar.

Kita terlalu percaya diri bahwa sikap kritis tak akan mengganggu amal shalih. Sanggupkah kita meneladani Umar? Wallahu a’lam bisshawwab.

0 Komentar:

Posting Komentar

Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..

Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......