Sudah
 satu bulan lebih pengepungan itu berlangsung, Pasukan Quraisy dan 
sekutunya yang mencapai puluhan ribu tersebut tetap bertahan di 
tempatnya, di seberang parit. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. 
Inilah perang Khandak (parit), dimana
 Rasulullah dikepung oleh tentara gabungan musyrikin Makkah dalam jumlah
 yang belum pernah mereka hadapi. Berkat usulan Salman Al-Farisi, 
dibuatlah parit sebagai benteng pertahanan ala Parsi dalam 
mempertahankan diri ketika keberadaan musuh lebih besar jumlahnya. 
Strategi itu cukup berhasil. Quraisy tak mampu berbuat apapun kecuali 
hanya menunggu dan menunggu.
Rasulullah
 saw dan para shahabat tetap bersabar dalam kepungan mereka. Dalam 
keadaan lapar, terjepir dan kebuntuan itu, mereka masih punya harapan 
kepada Allah swt. Sementara itu, Yahudi Banu Quraidhah yang pernah 
menyatakan perjanjian damainya dengan kaum muslimin telah nyata-nyata 
mengingkari janji, mereka malah bergabung bersama pasukan kafir Quraisy.
 Maka semakin lengkaplah kekuatan musuh dan semakin bersarlah bahaya 
yang mengepung kaum muslimin.
Perang ini disebut juga perang Ahzab(sekutu, istilah modern: Pasukan Multinasional-edit) mengingat besarnya ancaman musuh yang dating menyerbu Madinah.
Dalam
 keadaan tak menentu itu, datanglah pertolongan Allah swt. Terjadilah 
peristiwa alam yang langka. Suatu malam, hujan angin dating disertai 
badai besar hingga membuat panic setiap orang. Cuaca menjadi sangat 
dingin, ditingkahi kilatan halilintar yang membahana, masih diiringi 
deru angin putting beliung yang luar biasa kencangnya. Periuk-periuk 
pasukan kafir Quraisy pun berjatuhan, kemah beterbangan terbawa angin. 
Dinginnya angin dan hujan membuat setiap orang menggigil luar biasa. 
Terkaman alam tersebut telah membuat orang-orang gurun tersebut 
tersiksa, terlebih bagi orang-orang kafir, hati dan pikiran mereka 
semakin tidak karuan.
Dalam
 kondisi demikian sulit dan berat tersebut Rasulullah saw. justru ingin 
mengetahui keadaan pasukan musuh. Kala itu kaum muslimin duduk dengan 
mendekap kaki-kaki mereka mencari kehangatan. Kedinginan terasa menusuk 
tulang, apalagi perut yang kosong kelaparan semakin menambah keadaan 
bagaikan membekukan. Hujan masih saja turun dalam bentuk butiran-butiran
 salju. Setiap orang merasa terancam oleh suasana mencekam yang sangat 
luar biasa tersebut.
Para
 shahabat duduk membatu dalam kegelapan bagaikan onggokan bebatuan mati.
 Di tengah kebisuan itu Rasulullah saw. bersabda, “Adakah yang bersedia 
mencari berita musuh dan melaporkannya kepadaku, mudah-mudahan Allah 
menjadikannya bersamaku di hari Kiamat!”
Jaminan
 keselamatan dari Rasulullah saw. dan berita gembira itu tidak segera 
mendapat sambutan dari para shahabat. Padahal biasanya para shahabat 
senantiasa menyambut dan berebut untuk menunaikan amanah Rasulullah saw.
 Sungguh mengherankan, semua shahabat diam menahan dingin dan didekap 
penderitaan yang berat, ditambah rasa takut yang masih menyelimutinya. 
Maka, Rasulullah saw. pun mengulang-ualang pertanyaan itu sampai tiga 
kali. Begitu pun tetap tidak ada juuga shahabat yang menyambut tawaran 
itu. Hingga kemudian Rasulullah saw. berseru, “Qum… ya Hudzaifah!! 
(Bangkitlah… wahai Hudzaifah!!) Carilah berita dan laporkan kepadaku!!”
Dengan
 segera, ketika Rasululah saw menyebut namanya, Hudzaifah bangkit. 
Seringan kapas ia berdiri dan segera menuju pimpinannya. Padahal, ketika
 duduk tadi badannya lengket dengan bumi, serasa ada beban batu besar di
 punggungnya. Titah Rasul saw. kemudian , “Berangkatlah mencari berita 
musuh dan janganlah engkau melakukan tindakan apapun!”
Hudzaifah
 mengisahkan dirinya tatkala melaksanakan tugas besar itu, “Aku 
berangkat seperti orang yang sedang dicengkeram kematian, seolah-olah 
maut telah ada di depan pelupuk mataku. Aku pun tiba di wilayah 
konsentrasi musuh. Disana aku bisa melihat dengan jelas, Abu Sufyan yang
 menjadi panglima mereka sedang menghangatkan punggungnya di perapian. 
Secara reflek aku segera memasang anak panah pada busur dan aku arahkan 
ke tubuhnya yang hanya berjarak beberapa langkah dari posisiku. Namun, 
sebelum anak panah lepas dari busurnya, aku seperti mendengar pesan 
Rasulullah saw. “Janganlah engkau melakukan tindakan apapun!” Maka aku 
segera mengurungkan niat, aku ingat betul akan tugasku, Tugasku hanya 
mencari berita tentang keadaa musuh belaka. Padahal, jika aku lepaskan 
panahku tersebut aku sangat yakin pasti akan mengenai Abu Sufyan. Aku 
urungkan niat itu, aku berjalan berkeliling di antara mereka. Keadaannua
 sungguh sangat parah. Periuk-periuk pecah ke bumi diterjang angi. 
Perapian banyak yang padam. Sementara itu kemah-kemah mereka berserakan 
diobrak-abrik oleh badai salju.
Tiba-tiba
 telinga menangkap perintah Abu Sufyan yang berteriak mengingatkan 
pasukannya. “Wahai Quraisy, hendaklah kalian tetap waspada di tengah 
kegelapan ini. Yakinkan bahwa orang-orang yang duduk di sisi kanan 
kirimu benar-benar adalah kawanmu. Maka selidikilah! Aku pun secepat 
kilat segera memegang tangan orang yang duduk di sekitarku dan segera 
berseru, “Siapa dirimu?” Mereka pun menjawab, “fulan bin fulan”, Maka 
selamatlah aku karena mereka tidak berkesempatan menanyakan identitasku.
Abu
 Sufyan kulihat berdiri dan berkata, “Wahai kaum Quraisy!” katanya 
berteriak “Kalian tidak akan dapat bertahan lagi dalam keadaan begini 
terus menerus. Ternak-ternak kita telah mati. Periuk-periuk tempat kita 
menanak nasi pecah berantakan. Tenda-tenda terbang bersama angin. 
Semantara itu Bani Quraidhoh telah menciderai kita. Kalian tahu, 
sekarang angin topan telah menghajar kita dan perbekalan kita. Karena 
itu, pulang sajalah kita! Aku pun hendak berangkat pulang.”
Selesai
 memberi perintah demikian, Abu Sufyan lantas memutar kudanya kearah 
Makkah. Dihentakkannya kekang kudanya. Kuda itu pun segera berlari 
menuju Makkah.
Begitulah ketaatan Hudzaifah ra. yang luar biasa. Sam’an wa tha’atan dalam kondisi apapun, baik ringan atau berat, susah atau senang.
nemu artikel di sini 
 
 
 
 
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..