أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا
الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ
مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا
إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah
datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah
itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214).
Saudaraku,
Pernahkah kita mendengar nama Abu Muslim al-Khaulani?. Ia adalah salah seorang tabi’in yang sangat dikenal dengan keshalihannya. Bibirnya tidak pernah kering dari zikir kepada Allah. Amal ibadahnya sangat mengagumkan. Budi pekertinya begitu memikat, patut dijadikan cermin kehidupan buat kita untuk mengaca dan mengevaluasi diri.
Pernahkah kita mendengar nama Abu Muslim al-Khaulani?. Ia adalah salah seorang tabi’in yang sangat dikenal dengan keshalihannya. Bibirnya tidak pernah kering dari zikir kepada Allah. Amal ibadahnya sangat mengagumkan. Budi pekertinya begitu memikat, patut dijadikan cermin kehidupan buat kita untuk mengaca dan mengevaluasi diri.
Nama aslinya adalah Abdullah bin Tsuwab.
Ka’ab menggelarinya dengan ‘Hakim hadzihi al-ummah’ penasihat bijak
umat ini. Ada pula yang memberinya gelar ‘raihanah al-Syam’, semerbak
kasturinya negeri Syam.
Pada suatu hari ia menemui al-Aswad
al-‘Ansy (nabi palsu) di Shan’a Yaman. Sesampainya di Shan’a terjadilah
dialog di antara keduanya.
Al-Aswad berkata kepada Abu Muslim, “Apakah engkau mempersaksikan bahwa aku adalah utusan Allah?.”
Dengan tenang ia menjawab, “Wahai musuh
Allah, aku tidak melihatmu melainkan sebagai pendusta, dan pada dirimu
tidak terdapat sedikit pun simat (tanda-tanda) nubuwah!.”
Dengan amarah yang membara al-Aswad
memerintahkan para pengikutnya mengumpulkan kayu bakar untuk membakar
jasad Abu Muslim. Pada saat mereka melemparkan tubuhnya ke tengah-tengah
kobaran api yang menjilat-jilat membumbung tinggi ke angkasa, dengan
keyakinan yang tertancap kokoh di relung hatinya akan pertolongan Allah
dan lisan pun dengan tenang melantunkan perkataan suci, “hasbiyallah wa
ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolongku karena Dia sebaik-baik
penolong).”
Maka dengan izin Allah ia merasakan
kesejukan dan kedinginan di saat api menyentuh tubuhnya sebagaimana yang
pernah dialami oleh khalilullah Ibrahim a.s, sehingga ia keluar dari
padanya dalam keadaan selamat tanpa ada luka bakar sedikit pun.
Demikianlah, potret dari dekatnya
pertolongan Allah atas hamba-Nya, sebagaimana tandaskan Allah dalam satu
firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari bersaksinya
para saksi.” (QS. Ghafir: 51).
Saudaraku,
Ketika Abu Muslim berkunjung ke Madinah, ia disambut oleh Abu Bakar dan Umar r.a dengan sambutan yang hangat seraya berkata, “Selamat datang duhai kekasih Allah Ibrahimnya umat ini.”
Ketika Abu Muslim berkunjung ke Madinah, ia disambut oleh Abu Bakar dan Umar r.a dengan sambutan yang hangat seraya berkata, “Selamat datang duhai kekasih Allah Ibrahimnya umat ini.”
Allahu Akbar!
Tahniah (ucapan selamat) yang tulus bukan mujamalah (basa basi), disampaikan oleh orang terdekat Nabi s.a.w, dan telah menggenggam tiket masuk surga dari beliau.
Saudaraku,
Shabri Syahin menceritakan dalam bukunya ‘siyar a’lam at-tabiin’, bahwa Abu Muslim al-Khaulani mempunyai kebiasaan unik.
Shabri Syahin menceritakan dalam bukunya ‘siyar a’lam at-tabiin’, bahwa Abu Muslim al-Khaulani mempunyai kebiasaan unik.
Ia selalu mengucapkan salam ketika
hendak masuk rumah. Lalu, sampai di dalam rumah, ia bertakbir dan
disahut istrinya dengan takbir pula. Tiba di kamar ia bertakbir lagi dan
disahut istrinya dengan takbir. Barulah ia masuk kamar, melepaskan
selendang dan sepatunya. Lalu istrinya datang membawakan makanan.
Suatu malam ia datang dan bertakbir,
tetapi istrinya tidak menyahut. Sesampai di kamar ia bertakbir dan
mengucapkan salam, istrinya kembali bungkam. Tiba-tiba, lampu kamar
menyala sedangkan istrinya duduk di dekat lampu sambil memegangi tongkat
yang ditusuk-tusukkan ke tanah.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya Abu Muslim kepada istrinya. Ia heran dengan perubahan sikap istrinya.
“Semua orang sudah kaya, kecuali dirimu,
Abu Muslim! Seharusnya engkau datang kepada Muawiyah meminta seorang
pelayan yang membantu kita dan sedikit fasilitas yang bisa kita gunakan
untuk menopang hidup”, kata istrinya dengan nada protes.
“Ya Allah siapa yang telah merusak istriku, butakanlah matanya!” ucap Abu Muslim.
Rupanya, sebelum itu, seorang wanita
datang kepada istrinya seraya menasihati, “Engkau istri Abu Muslim,
seharusnya engkau berbicara kepada suamimu agar meminta pembantu kepada
Muawiyah dan fasilitas untuk menopang kehidupan kalian!.”
Ketika wanita itu berada di rumahnya
sedangkan lampu menyala, tiba-tiba matanya tidak bisa melihat. Wanita
itu bertanya, “Apakah mati lampu?.”
Orang-orang menjawab, “Tidak.”
Wanita itu berkata, “Inna lillahi mataku buta!.”
Ia pun pergi mendatangi Abu Muslim dalam
keadaan seperti itu (buta). Abu Muslim merasa kasihan melihat
keadaannya dan berdoa panjang kepada Allah sehingga Allah memulihkan
kembali penglihatannya. Istrinya pun menyadari kesalahannya dan kembali
bersikap baik kepada suaminya, seperti semula.
Saudaraku,
Suatu ketika Abu Muslim datang menemui Muawiyah RA, seraya mengatakan, “Assalamu’alaika ya Ajiirul (pelayan) mukminin.”
Suatu ketika Abu Muslim datang menemui Muawiyah RA, seraya mengatakan, “Assalamu’alaika ya Ajiirul (pelayan) mukminin.”
Para pejabat dan para menterinya menoleh kepadanya seraya berkata, “Amirul mukminin…wahai Abu Muslim….”
Ia tidak menggubris mereka dan berkata, “Assalamu’alaika ya ajiiral mukminin.”
Orang-orang berkata, “Amirul Mukminin wahai Abu Muslim.”
Ia tidak mendengarkan perkataan mereka dan tidak menoleh kepada mereka dan ia berkata, “Assalamu’alaika ya ajiiral mukminin.”
Saat orang-orang hendak menegurnya lagi,
Muawiyah menoleh kepada mereka dan berkata, “Biarkan Abu Muslim, ia
lebih tahu dengan apa yang ia katakan.”
Abu Muslim mendekat kepada Muawiyah dan
berkata kepadanya, “Sesungguhnya permisalanmu –setelah Allah
mengangkatmu sebagai wali bagi urusan manusia- sebagaimana permisalannya
orang yang menyewa seseorang atau mewakilkan kepadanya urusan dombanya.
Ia memberikan upah kepadanya untuk mengurusi gembalanya, menjaga
badannya dan memperbanyak woolnya dan susunya.
Apabila ia mengerjakan apa yang menjadi
kesepakatan dengannya sehingga domba yang kecil tumbuh menjadi besar,
yang kurus menjadi gemuk dan yang sakit menjadi sehat…ia memberikan
upahnya dan melebihkannya.
Sebaliknya jika tidak becus dalam
mengurus gembalanya dan lalai darinya hingga yang kurus menjadi binasa,
yang gemuk menjadi kurus dan hilang wool-woolnya dan susu-susunya…maka
ia menahan upahnya dan memarahinya serta menghukumnya. Maka pilihlah
untuk dirimu apa yang ada kebaikan dan pahalanya untukmu.”
Muawiyah mengangkat kepalanya yang
sebelumnya tertunduk ke tanah, ia berkata, “Semoga Allah berkehendak
membalasmu dengan kebaikan.”
Saudaraku,
Kita sangat mendambakan munculnya orang-orang seperti Abu Muslim al-Khaulani di negeri kita.
Kita sangat mendambakan munculnya orang-orang seperti Abu Muslim al-Khaulani di negeri kita.
• Seorang muslim pemberani yang tak
gentar menghadapi kemungkaran dan penyimpangan. Adakah satu kemungkaran
dan penyimpangan yang lebih besar daripada orang yang mengaku dirinya
sebagai nabi?.
• Seorang yang memiliki ketajaman do’a.
Sehingga ia bisa mendo’akan untuk keshalihan seorang pemimpin. Karena
jika pemimpin shalih, maka warna keshalihan dan maslahatnya akan
dirasakan banyak orang.
• Pada saat banyak orang yang car-muk
(cari muka) di hadapan penguasa, justru Abu Muslim tampil berani
menasihati Mu’awiyah, dan mengingatkannya tentang hakikat kekuasaan,
bahwa ia hanya seorang pelayan umat, dan bukan ingin dilayani
masyarakat.
• Orang yang mesra dan harmonis dengan
keluarga, terutama istri yang setia menemani untuk mengarungi samudera
kehidupan dalam suka dan duka.
• Dengan ketaatan dan keshalihan, akan mengundang datangnya pertolongan Allah s.w.t bagi Islam dan kaum muslimin.
Saudaraku,
Barangkali kita sering merasakan jauhnya pertolongan Allah dalam kehidupan kita, baik dalam skala pribadi maupun dalam naungan jama’ah, di mana banyak harapan dan tujuan serta cita-cita belum terwujud padahal segala daya dan upaya telah kita curahkan.
Barangkali kita sering merasakan jauhnya pertolongan Allah dalam kehidupan kita, baik dalam skala pribadi maupun dalam naungan jama’ah, di mana banyak harapan dan tujuan serta cita-cita belum terwujud padahal segala daya dan upaya telah kita curahkan.
Dunia Islam hingga kini terus menangis,
bahkan seolah-olah air mata telah mengering, luka parah semakin
menganga, entah sampai kapan segala derita akan berakhir..Bilakah
datangnya pertolongan Allah?.
Saudaraku,
Pertolongan Allah sangat dekat bagi orang-orang yang mengikhlaskan diri menolong agama-Nya, mampu mengendalikan hawa nafsunya, senantiasa membersihkan jiwanya, dan bagi orang-orang yang tidak mengikuti langkah setan.
Pertolongan Allah sangat dekat bagi orang-orang yang mengikhlaskan diri menolong agama-Nya, mampu mengendalikan hawa nafsunya, senantiasa membersihkan jiwanya, dan bagi orang-orang yang tidak mengikuti langkah setan.
Mudah-mudahan Allah munculkan
orang-orang seperti Abu Muslim al-Khaulani di negeri kita, sehingga
baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur, tercipta di negeri kita. Bukan
sekadar senandung merdu pada acara-acara MTQ, baik tingkat kecamatan,
kabupaten, propinsi maupun nasional. Amien, wallahu a’lam bishawab.
Metro, 13 Nopember 2014
Abu Ja’far Fir’adi
Abu Ja’far Fir’adi
klik sumber
0 Komentar:
Posting Komentar
Kehormatan buat kami jika selesai baca Anda beri komentar atas Artikel ini....tapi, Mohon Maaf kawan Komentarnya yang sopan ya....he..he..he..