Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Mungkin terjadi seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya 
saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan 
akhirnya saling berkasih sayang. Sangat dalam pesan yang disampaikan 
Kanjeng Nabi SAW : "Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin 
suatu masa ia akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau
 benci secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi kekasih 
yang kau cintai." (HSR Tirmidzi, Baihaqi, Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi,
 Bukhari). Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, 
jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La 
tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l Khaliq". Tidak boleh ada ketaatan 
kepada makhluq dalam berma'siat kepada Alkhaliq. (HR Bukhari, Muslim, 
Ahmad dan Hakim).
Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya 
pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu 
adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah
 garis rahabatus' shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak (upper) 
tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan 
diri).
Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga 
dan hati setiap ikhwah : "Innahu in lam takun bihim falan yakuna 
bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi" (Jika ia 
tidak bersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila
 tidak bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan 
terpenuhi bila `hati saling bertaut dalam ikatan aqidah', ikatan yang 
paling kokoh dan mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang 
perpecahan adalah saudara kekafiran (Risalah Ta'lim, rukun Ukhuwah).
Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah
Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, 
maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan 
da'wah, yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan
 oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang 
lebih baik. "Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan 
kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).
Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang 
sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah 
terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh
 urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang 
bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'-wah dan 
menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang membuat
 seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga.
Ada seorang ikhwah sekarang sudah masuk jajaran masyaikh. Dia bercerita,
 ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, 
untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana 
yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. 
Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat 
(berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", 
tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan 
bingung, seakan doktrin da'wah telah mengelupas. Kala itu jarang da'i 
dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa 
pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang
 abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik 
panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang 
membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau da'wahku ?".
Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu 
nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang 
pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia 
katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita 
menemukan cinta dalam da'wah. Apa pantas sesudah da'wah mempertemukan 
kita lalu kita meninggalkan da'wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya 
tapi kita pun cinta Allah". Dia pergi menerobos segala hambatan dan 
pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun
 membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak 
tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan 
anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap 
tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da'wah tersebut sudah menikmati 
berkah da'wah.
Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da'wah. 
Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap 
ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen 
dalam pertemuan kader (liqa'). Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai 
menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna 
waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11). 
Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya
 harus hadir dalam tugas-tugas da'wah". Pada giliran berangkat keesokan 
harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang 
sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". 
Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis 
lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, 
mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika 
harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan iapun tak 
hadir lagi dalam tugas-tugas dak-wah. Sampai hari ini pun saya melihat 
jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak
 pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum 
da'wah, baik halaqah atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh 
berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain 
pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati 
ikhlas ? Saya tak tahu apakah mereka menemukan sesuatu yang lain, "in 
lam takun bihim falan takuna bighoirihim".
Di Titik Lemah Ujian Datang
Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu 
simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A'raf Ayat 163 : 
"Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka 
melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan 
buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak
 bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena
 kefasikan mereka". Secara langsung tema ayat tentang sikap dan 
kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah
 kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian.
Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, 
tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hanya 
ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, 
keteguhan dalam berda'wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai 
kenikmatan hidup yang kita rasakan. Kalau ada sekolah yang waktu 
ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut 
dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian kesulitan, kenikmatan 
itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah 
sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan 
(sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.
Seorang masyaikh da'wah ketika selesai menamatkan pendidikannya di 
Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, 
dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang
 dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka
 bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Syaikh tersebut.
Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena 
sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada 
titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang 
seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam 11.50
 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang 
menyibukkan mereka dengan berbagai cara. Tapi kalau mereka bisa 
melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila 
diam salju itu tak akan me-nyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang 
salju membiarkannya berlalu. Kita harus menerobos segala hal yang pahit 
seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai 
maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena 
sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.
Iman dan Pengendalian Kesadaran Ma'iyatullah
Aqidah kita mengajarkan, tak satupun terjadi di langit dan di bumi tanpa
 kehendak ALLAH. ALLAH berkuasa menahan keinginan datangnya tamu-tamu 
yang akan menghalangi kewajiban da'wah. Apa mereka fikir orang-orang itu
 bergerak sendiri dan ALLAH lemah untuk mencegah mereka dan mengalihkan 
mereka ke waktu lain yang tidak menghalangi aktifitas utama dalam 
da'wah? Tanyakan kepada pakarnya, aqidah macam apa yang dianut seseorang
 yang tidak meyakini ALLAH menguasai segalanya? Mengapa mereka yang 
melalaikan tugas da'wahnya tidak berfikir perasaan sang isteri yang 
keberatan ditinggalkan beberapa saat, juga sebenarnya batu ujian yang 
dikirim ALLAH, apakah ia akan mengutamakan tugas da'wahnya atau 
keluarganya yang sudah punya alokasi waktu ? Yang ia beri mereka makanan
 dari kekayaan ALLAH ?
Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam 
berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi meninggalkan kewajiban 
liqa', syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, 
pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari 
kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan. Bahkan orang-orang 
salih dimasa dahulu mengatakan "Seandainya para raja dan anak-anak raja 
mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, 
niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang". 
Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan 
diperjuangkan. Berda'wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling
 menopang dan memecahkan problematika da'wah bersama ikhwah adalah 
nikmat, andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia
 yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak 
kunjung putus.
Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah
 di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di 
bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang 
keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah
 di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi 
popularitas, riya' mungkin– dimasa ujian – akan menemukan orang yang 
terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin 
diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun.Yang lemah 
dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya 
`selamat' dengan berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.
Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (d/h 
Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia 
tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. 
Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan 
akhirat dengan meletakkan diri mereka dibawah kepemimpinan Rasulullah 
SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang 
ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan 
kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggungjawab dan 
penyesalan.
Seni Membuat Alasan
Perlu kehati-hatian – sesudah syukur – karena kita hidup di masyarakat 
Da'wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas 
tidak akan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan 
baik orang kepada dirinya, sementara sang diri sangat faham bahwa ia tak
 berhak atas kemuliaan itu. Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung. 
"Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum
 daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan 
mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu 
Bakr Shiddiq RA ? "Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang
 kepadamu, padahal engkau tahu betapa diri jauh dari kebaikan itu", 
demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.
Diantara nikmat ALLAH ialah sitr (penutup) yang ALLAH berikan para 
hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu 
mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan 
lapang hati komunitas da'wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman 
maaf, "Afwan ya Akhi".
Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar
Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita `menyumbangkan' karya kecil kita, 
memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan 
kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita, 
tanpa harus mengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah. "Mereka 
membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu. Katakan : 
`Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi 
kekuatan Islam, (sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu 
karunia besar dengan membimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang 
jujur" (Qs. 49;17).
ALLAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah 
karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu – 
karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan manusia 
yang tidak maksum dan sempurna – menunggu musibah dan kegagalan, untuk 
kemudian mengatakan : "Nah, rasain !" Sepantasnya bayangkan, bagaimana 
rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?.
Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi 
mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak nampak 
motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya 
dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata : "Untukmu pun hak 
seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah 
dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yang saling 
mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman dan 
cinta fi'Llah.
Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu dan
 cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu. 
sumber