“Pernahkah anda menjumpai isteri anda tiba-tiba menangis, tanpa ada 
sebab yang bisa anda pahami ?” Ini pertanyaan saya kepada para suami 
setiap kali mengisi pelatihan keluarga di berbagai tempat. Jawaban para 
suami selalu sama, “Sangat sering”. Pertanyaannya adalah, mengapa 
perempuan secara umum lebih sering menangis dibandingkan kaum lelaki ? 
Apa maksud tangis mereka ? 
 Lengkapnya Klik DISINI 
Dalam kehidupan rumah 
tangga, banyak sekali cara yang digunakan untuk berkomunikasi. Suatu 
ketika suami dan isteri bisa berdiskusi dengan lancar tentang berbagai 
macam tema. Mereka berdua mengobrol, bercerita, berdialog tentang 
berbagai urusan rumah tangga hingga urusan dunia. Mereka bisa saling 
mengungkapkan perasaan dan keinginan masing-masing dengan lancar, tanpa 
kendala dan tanpa kekakuan suasana. 
Namun relasi suami isteri
 sering mengalami fluktuasi, kondisinya bisa sangat cepat berubah. Ada 
masa dimana hubungan di antara mereka menjadi jauh dan berjarak. Mereka 
berdua tidak bisa nyaman berdiskusi, tidak bisa jenak bercerita, tidak 
bisa lancar berkata-kata. Suasana di dalam rumah terasa sangat kaku 
bahkan sangat menyiksa. Ada suasana asing dan aneh yang menyelimuti 
rumah tangga, sehingga mereka berdua memilih saling mendiamkan dan tidak
 bertegur sapa. 
Kadang ada keinginan yang
 tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saat isteri memendam banyak 
sekali perasaan yang tidak bisa ditumpahkan dengan kata-kata, maka 
mengalirlah air mata. Rata-rata kaum perempuan lebih mudah dan lebih 
banyak menangis dibanding rata-rata laki-laki. Konon, rata-rata 
perempuan menangis sekitar 47 (empatpuluh tujuh) kali dalam setahun, 
sedangkan laki-laki hanya 7 (tujuh) kali saja. Tingginya hormon 
prolaktin dalam tubuh perempuan diduga menjadi salah satu penyebabnya. 
Ketika isteri menangis, 
sesungguhnya ia sedang mengekspresikan perasaan dan mencurahkan 
keinginan yang terpendam. Ia ingin mengungkapkan sesuatu, namun tidak 
mampu dilukiskan dengan kata-kata. Mungkin perasaan sangat bahagia, 
mungkin perasaan sangat terluka, mungkin perasaan sangat kagum, mungkin 
perasaan sangat benci. Air mata lebih bisa mewakili perasaan yang ingin 
diungkapkan dibandingkan dengan kata-kata. Ada sangat banyak 
keterbatasan kata untuk mewakili suasana hati. 
Bagi para suami, 
hendaklah semakin pandai memahami bahasa komunikasi yang satu ini. Saat 
melihat isteri menangis, pahamilah ia tengah berkomunikasi dengan bahasa
 air mata. Oleh karena itu tidak layak bagi para suami untuk memarahi 
isteri yang sedang menangis, atau memaksanya untuk diam. Apalagi jika 
sampai mengancam dan menggunakan kekerasan dalam rangka membuat sang 
isteri menghentikan tangisnya. Bukankah ia sedang berkomunikasi lewat 
tangisnya, mengapa dipaksa diam ? Para suami harus bersedia mendengar 
dan menampung tangis isterinya, sebagai bagian dari media berkomunikasi.
 
Ada sangat banyak pesan 
yang bisa disampaikan lewat tangis isteri. Para suami harus semakin 
pandai memahami pesan yang sedang disampaikan isteri lewat tangisnya. 
Mungkin saja ada pesan seperti ini yang hendak disampaikan sang isteri 
melalui tangis : 
“Aku sungguh sangat mencintaimu”. 
“Aku tidak ingin kehilanganmu”. 
“Aku sangat bangga menjadi isterimu”. 
“Suamiku, betapa bahagia hatiku berdekatan denganmu”. 
Atau bisa jadi, ada pesan seperti ini : 
“Engkau benar-benar tidak memahami perasaanku”. 
“Engkau salah mengerti tentang diriku”. 
“Engkau tidak pernah mempedulikanku”. 
“Engkau tidak tahu betapa sangat sakit hatiku”. 
Mungkin juga, isteri sedang mengirim pesan seperti ini : 
“Aku kecewa sekali dengan sikapmu”. 
“Engkau lelaki yang sangat kasar dan tidak berperasaan”. 
“Aku sangat membenci perbuatanmu”. 
“Malu sekali aku menjadi isterimu”. 
Ketika selesai menangis, 
ada perasaan lega. Seperti telah berhasil melenyapkan gunung yang 
menghimpit tubuhnya. Perasaannya lebih nyaman dan suasana emosinya 
menjadi lebih stabil. Apalagi ketika suami mendekat dan memeluknya 
dengan penuh kasih sayang serta kelembutan, serasa perasaannya lebih 
terdukung. Ia merasa memiliki arti dan dihargai. Ia merasa dimengerti 
dan dicintai. Ia merasa benar-benar disayangi. 
Namun apabila suami 
berlaku keras dan kasar saat isteri menangis, justru akan memperpanjang 
tangis sang isteri. Dipastikan suami akan gagal menangkap pesan 
nonverbal yang disampaikan lewat tangis sang isteri, jika ia melakukan 
tindakan kekerasan dengan memaksa isteri menghentikan tangisnya. Sungguh
 sebuah tindakan bodoh memaksa isteri berhenti menangis dengan cara yang
 keras dan kasar, karena pasti tidak akan berhasil. 
Para suami harus 
menyediakan kelapangan dada untuk menampung dan mendengarkan tangis sang
 isteri. Jangan disikapi dengan cuek, pura-pura tidak tahu, sengaja 
tidak mempedulikan, atau bahkan melakukan tindakan kekerasan untuk 
memaksa menghentikan tangis. Pahamilah bahwa air mata merupakan salah 
satu bahasa komunikasi, seperti bahasa komunikasi lainnya. Maka saat 
isteri menangis, pertanda ia tengah mengajak berkomunikasi, dan suami 
harus merespon komunikasi itu dengan bahasa yang tepat. 
Kadang kala suami merasa 
jengkel karena ia telah sangat lelah dan jenuh menghadapi permasalahan 
di luar rumah. Ia telah sangat penat menghadapi persoalan di kantor 
tempatnya bekerja, dan ingin ada suasana rehat di rumah. Ia ingin 
istirahat dan ingin meringankan beban yang tengah dirasakan akibat 
persoalan di dunia pekerjaan. Namun di rumah ternyata menjumpai suasana 
yang tidak diharapkan. Sesampai di rumah ia menjumpai isterinya berlaku 
asing dan sangat sensitif. Menyambut kedatangan suami dari kerja bukan 
dengan senyum dan keramahan, justru dengan ledakan tangis. 
Menghadapi situasi 
seperti itu, para suami harus bersikap dingin. Tidak boleh emosional. 
Para suami harus menyadari bahwa isteri dan anak-anak di rumah memiliki 
hak untuk mendapatkan dirinya dalam suasana yang segar, selalu fresh. 
Sebagaimana kantor tempatnya bekerja, ingin mendapatkan dirinya selalu 
dalam suasana segar dan penuh semangat. Tidak layak kesegaran dan 
semangatnya hanya diberikan untuk kantor, sementara pulang dengan 
sisa-sisa tenaga. Sisa-sisa kesegaran, sisa-sisa perasaan, sisa-sisa 
semangat saja yang dibawa pulang ke rumah. 
Isteri selalu menjumpai 
suami dalam suasana kusut saat di rumah, padahal isteri juga sedang 
mengalami banyak masalah. Maka muncullah suasana sentimentil, dan 
meledaklah tangis isteri di saat suami sedang menghendaki ketenangan. 
Kondisi ini harus disikapi dengan tenang dan proporsional. Para suami 
hendaknya membaca bahwa tangis sang isteri merupakan bahsa komunikasi. 
Ada pesan yang hendak disampaikan lewat tangis itu. Kendati sedang dalam
 suasana lelah dan jenuh, para suami harus bersikap dingin hati dan 
sejuk pikiran. Hadapilah dengan sepenuh jiwa, bahwa itulah realitas 
kehidupan yang senyatanya. 
Kita tidak sedang hidup 
di dunia sinetron atau sinema. Kita hidup di alam yang senyatanya. Maka 
berbagai peristiwa kehidupan harus disikapi dengan bijaksana. Hadapi 
tangis isteri dengan bahasa perasaan. Tampunglah tangisnya, kendati anda
 juga sedang dalam kondisi jenuh dan penat menghadapi problematika dunia
 kerja di luar rumah. Dengan cara itu, anda berdua telah merajut bahasa 
komunikasi lewat hati. Suami tidak perlu kaget dan risau dengan tangis 
isteri, dan isteri tidak perlu kecewa karena tangisnya tidak ditanggapi.
 
Semakin lama usia 
pernikahan anda, harus semakin pandai memahami setiap simbol dan bahasa 
yang digunakan pasangan dalam menyampaikan pesan. Menangis adalah salah 
satu simbol dan juga bahasa, yang sering digunakan para isteri untuk 
berkomunikasi. Jangan lagi disalahpahami para suami.
Cahyadi Takariawan
http://www.islamedia.web.id/2013/06/menangis-sebagai-bahasa-komunikasi.html  
 

 



 
  
